22
Tabel 1-1. Metode Pengujian
No Nama modul Keterangan
Parameter yang diuji 1. Pengendali
Selektor
Modul ini berfungsi mengeluarkan 6 bit secara bersamaan (paralel) sesuai dengan konfigurasi selektor yang dibutuhkan. Pengujian dilakukan dengan cara mengukur level tegangan pada masing-masing port (L/H) dan pengujian simultan menggunakan 6 LED
Level tegangan untuk high dan
low (V), waktu perubahan konfigurasi LED (t) 2. Selektor Analog
Modul ini diuji dengan masukan 6 bit dari Pengendali Selektor.
Selektor yang terpilih.
3. Penguat Instrumentasi
Pengujian dilakukan dengan cara mengukur kestabilan CMRR pada rentang frekuensi EKG
CMRR (dB) 4. HPF Rangkaian filter pelewat rendah ini dirancang
dengan menggunakan beberapa metode dan setiap metode diuji atenuasi-nya pada fc = 0.5Hz
Atenuasi (dB)
5. LPF Filter pelewat rendah dirancang dengan beberapa metode dan diuji atenuasi-nya pada fc = 150Hz
Atenuasi (dB) 6. Filter Notch Filter Notch ini diuji dengan cara mengukur
atenuasi pada fc= 50Hz
Atenuasi (dB) 7. Penguat akhir
dan offset
Pengujian dilakukan pada rangkaian dengan cara mengukur penguatan sinyal, offset, dan inverter.
Asinyal, Aoffset, Ainverter.
8. Catu daya Pengujian kestabilan catu daya Vout
9. Modul Konversi (ADC, USB, dan program)
Modul-modul ini diuji secara bersamaan karena hasil akuisisi sinyal analog ke PC tidak dapat dilihat tanpa program aplikasi dan sebaliknya.
Dapat mem-plot grafis perubahan sinyal analog 0 – 5V, waktu perekaman 1 siklus (t).
23
BAB II
DASAR TEORI
Pengukuran sinyal jantung dengan menggunakan elektrokardiograf merupakan salah satu pemeriksaan diagnostik yang penting. Beberapa kelainan jantung sering dapat diketahui berdasarkan data elektrokardiograf (EKG), walau tetap harus memperhatikan faktor lainnya. Sinyal-sinyal EKG merupakan hasil rekaman grafis potensial listrik yang ditimbulkan jantung saat berkontraksi.
Elektrokardiograf merupakan alat elektronika kedokteran untuk mengukur potensial biolistrik yang disebabkan oleh aktifitas listrik otot jantung. Arus elektrik timbul pada saat otot jantung melakukan kontraksi dan menghasilkan suatu medan listrik yang berubah terhadap waktu. Hal ini mengakibatkan munculnya potensial biolistrik di kulit manusia. Elektroda-elektroda yang ditempelkan pada kulit mengambil potensial listrik ini sebagai masukan bagi instrumen EKG. Sinyal yang ditangkap elektroda itulah yang dinamakan sinyal bioelektrik jantung.
Penjelasan mengenai potensial biolistrik tubuh, sinyal EKG yang ditimbulkan, cara pendeteksian sinyal EKG, serta apa dan bagaimana prinsip dan cara kerja elektrokardiograf , akan dijelaskan pada bab ini.
2.1. Sinyal Biopotensial Jantung dan Pengukurannya
Pembahasan sinyal biopotensial jantung ini dibagi menjadi beberapa hal utama, yaitu penjelasan mengenai bagaimana sistem konduksi elektrik pada jantung, apakah yang disebut sebagai sinyal elektrokardiograf, dan bagaimana sistem penempatan elektroda pada tubuh untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dokter untuk melakukan diagnosa.
24 2.1.1. Sistem Konduksi Elektrik pada Jantung
Ada sebuah titik pada jantung yang bertugas untuk membangkitkan potensial aksi. Titik tersebut disebut titik SA (Sino-Atrial), berada di serambi kanan jantung. Apabila potensial aksi terjadi, tejadi propagasi menyebar ke seluruh bagian jantung dan mengakibatkan kontraksi dan aksi systole-diastole. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan berikut ini.
Ada dua jenis otot halus yang membentuk 4 ruang di dalam jantung, yaitu serambi kanan (right atrium), serambi kiri (left atrium), bilik kanan (right ventricle), dan bilik kiri (left ventricle). Darah dari jaringan tubuh masuk ke serambi kanan, mengalir ke bilik kanan untuk kemudian dipompa ke paru-paru. Sedangkan darah yang berasal dari paru-paru memasuki jantung melalui serambi kiri, bergerak ke bilik kiri, dan akhirnya dipompa ke sistem sirkulasi tubuh.
Jantung merupakan sumber potensial biolistrik. Hal ini disebabkan oleh aktifitas listrik otot jantung yang merupakan suatu sistem konduksi elektrik. Sistem konduksi elektrik jantung terdiri dari Sinoatrial (SA) node, Bundle of His,
Atrioventricular (AV) node, suatu jaringan yang disebut Bundle Branches, dan Purkinje Fibers. Struktur sistem konduksi elektrik jantung ditunjukkan pada Gambar 2-1.
25
SA-node berfungsi sebagai pacemaker yang menentukan frekuensi denyut jantung. Hal ini disebabkan oleh kemampuanya menghasilkan depolarisasi yang akan merambat ke sel-sel lain dalam jantung. Potensial aksi yang dihasilkan SA-node
dikendalikan oleh sistem saraf pusat sehingga laju deyut jantung dapat diatur secara otomatis.
Depolarisasi yang dihasilkan SA-node merambat ke seluruh serambi, menyebabkan serambi berkontraksi, dan darah mengalir ke bilik jantung melalui katub jantung . sinyal depolarisasi ini mencapai AV-node dalam waktu 40 ms. Rendahnya kecepatan konduksi pada jaringan AV-node menyebabkan proses depolarisasi tiba di
purkinje sistem setelah 110 ms, yang diikuti oleh kontraksi bilik jantung. Darah yang terdapat di bilik kanan dipompa ke paru-paru sementara bilik kiri memompa darah ke sistem sirkulasi tubuh. Periode kontraksi ini disebut systole.
Potensial aksi berada di bilik jantung selama 200 – 250 ms. Selang waktu ini memungkinkan bilik jantung memompa seluruh darah yang ada di dalamnya ke pembuluh nadi. Jantung kemudian mengalami repolarisasi selama periode istirahat, yang disebut sebagai diastole. Periode diastole bertahan sekitar 550 ms dan siklus di dalam jantung berulang.
2.1.2. Sinyal Elektrokardiogram
Sinyal EKG yang ditunjukkan pada Gambar 2-2 diberi label P, Q, R, S, T, yang mengindikasikan kodisi-kondisi tertentu pada jantung.
Tabel 2-1. Interval EKG
Interval Waktu (s) Kejadian
Interval PR 0.12 – 0.20 Depolarisasi atrium dan hantaran melalui simpul AV. Kompleks
QRS
0.08 – 0.10 Depolarisasi ventrikel dan repolarisasi atrium. Interval QT 0.40 – 0.43 Depolarisasi ventrikel + repolarisasi ventrikel. Interval ST 0.31 -0.33 Repolarisasi ventrikel.
26
Gambar 2-2. Sinyal EKG standar
Gelombang P timbul pada saat terjadinya depolarisasi pada serambi (atrium), sementara kompleks QRS timbul pada saat proses depolarisasi terjadi di bilik jantung (ventricle). Amplitudo gelombang R pada kompleks QRS berkisar antara 1 mV. Gelombang T terbentuk dari proses repolarisasi otot-otot bilik jantung. Waktu yang dibutuhkan untuk setiap interval beserta penyebabnya dapat dilihat pada Tabel 2-1
27 berikut. Gambar 2-3 memperlihatkan perjalanan terbentuknya sinyal elektrokardiograf berserta gambar vektornya.
Gambar 2-3. Perjalanan terbentuknya sinyal EKG
2.1.3. Penempatan Elektroda
Pengukuran sinyal bioelektrik jantung dilakukan dengan menempatkan elektroda-elektroda di sekeliling jantung. Kaidah umum yang dipakai sekarang adalah kaidah Wilson dan segitiga Einthoven. Gambar 2-4 adalah penempatan elektroda EKG pada tubuh dengan kedua metode tersebut diatas, ditambah 6 lead sagital.
28
Gambar 2-4. Penempatan elektroda pada tubuh
Kaidah segitiga Einthoven dinyatakan dalam tiga lead badan bipolar yaitu lead I, II, dan III dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Lead I : elektroda pada tangan tangan kiri terhubung dengan masukan non-inverting dari penguat dan elektroda tangan kanan terhubung pada masukan
inverting.
2. Lead II : elektroda pada kaki kiri terhubung dengan masukan non-inverting dari penguat dan elektroda tangan kanan terhubung pada masukan inverting (elektroda tangan kiri terhubung singkat dengan kaki kanan).
29 3. Lead III : elektroda pada kaki kiri terhubung dengan masukan non-inverting dari penguat dan elektroda tangan kiri terhubung pada masukan inverting (elektroda tangan kanan terhubung singkat dengan kaki kanan).
Sementara kaidah Wilson dinyatakan dalam tiga lead badan unipolar, yaitu lead aVL, aVR, dan aVF dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Lead aVR : elektroda tangan kanan ke masukan non-inverting, masukan dari tangan dan kaki kiri dijumlahkan dan masuk ke masukan inverting.
2. Lead aVL : elektroda tangan kiri ke masukan non inverting, masukan dari tangan kanan dan kaki kiri dijumlahkan dan masuk ke masukan inverting.
3. Lead aVF : elektroda kaki kiri ke masukan non inverting, masukan dari tangan kanan dan kaki kiri dijumlahkan dan masuk ke masukan inverting.
Untuk lead V1 – V6 diletakkan mengitari tulang rusuk dada sebelah kiri , ditunjukan untuk mendapatkan informasi sagital jantung.
Sinyal dari jantung tersebut masih lemah, berkisar 500 ìV – 4 mV sehingga harus diperkuat dulu sebelum dapat diolah, selain itu perlu juga dipertimbangkan hal-hal lain dalam pengolahan sinyal, seperti derau dari otot dan derau dari jala-jala yang semuanya masuk dalam suatu sistem EKG.
2.2. Elektrokardiograf
Pada dasarnya, elektrokardiogram mengambil potensial biolistrik tubuh sebagai masukan dan meneruskan sinyal EKG pada media penampil. Namun proses yang terjadi di dalam instrumen EKG tidak sesederhana itu. Potensial bio listrik jantung yang direkam sangat kecil (berkisar 1 mV) sehingga sangat terpengaruh oleh sinyal-sinyal elektrik yang ada di sekitarnya. Untuk mendapatkan sinyal EKG yang dapat memberikan informasi optimal mengenai kondisi jantung pasien, instrumen EKG harus mengolah potensial biolistrik jantung terlebih dahulu sebelum meneruskannya ke media penampil.
30 Elektroda digunakan sebagai alat perekam sinyal EKG. Untuk mendapatkan potensial biolistrik jantung, elektroda harus dipasang pada bagian-bagian tubuh tertentu. Rendahnya nilai potensial biolistrik jantung menyebabkan ECG-amplifier
merupakan sub-sistem terpenting dalam instrumen EKG. Beberapa sub-sistem penting dari EKG adalah sebagai berikut:
a. Elektroda
b. Rangkaian Wilson dan Einthoven c. Penguat instrumentasi
d. Filter
e. Pengolah data
Diagram blok suatu sistem instrumentasi EKG diperlihatkan pada Gambar 2-5 berikut.
Gambar 2-5. Sistem instrumentasi EKG
2.2.1. Elektroda
Untuk mendapatkan potensial biolistrik tubuh, elektroda harus mengubah arus ionik yang mengalir di dalam tubuh menjadi arus elektron yang dapat mengalir melalui kabel pengantar.
31 Salah satu jenis elektroda yang biasanya digunakan untuk proses perekaman jangka pendek adalah suction cup electrode, yang ditunjukkan pada Gambar 2-6. Sementara untuk proses perekaman jangka panjang, seperti yang biasa digunakan bagi pasien dalam perawatan intensif pada bagian ICU (Intensive Care Unit), digunakan
body-surface electrode. Jenis body-surface electrode yang biasa digunakan ditunjukkan pada Gambar 2-7.
Gambar 2-6. Suction cup electrode
Gambar 2-7. Body surface electrode (a) tipe topi (b) penampang lintang (c) tipe disposable
Elektroda ini terdiri dari plat logam Ag-AgCl yang terletak di bagian atas kolom berisi gel konduktif. Kolom berisi gel konduktif ini digunakan untuk menjaga agar
32 plat logam Ag-AgCl tidak bergeser pada saat pasien bergerak. Struktur kolom ini dikelilingi oleh karet yang salah satu permukaannya berlapis bahan perekat.
2.2.2. Rangkaian Wilson dan Einthoven
Perekaman sinyal EKG harus memenuhi Kaidah Wilson dan Kaidah Segitiga Einthoven. Agar dapat memenuhi hal tersebut, maka diperlukan suatu rangkaian yang bersifat sebagai switching yang dapat menyalurkan lead-lead yang diiginkan. Secara elektronis, Kaidah Wilson dan Einthoven dapat diterapkan sebagai berikut.
33 Keterangan: RA = right arm RL = right leg
LA = left arm LL = left leg
Untuk menyalurkan lead-lead seperti kofigurasi diatas maka diperlukan multiplexer analog dual-channel. Sebagai multiplexer analog, CD4052 memiliki delapan masukan (X0…X4 dan Y0…Y4) yang dapat dikendalikan secara digital melalui pin A, B, dan INH. Table kebenaran dan karakteristik multiplexer CD4052 diperlihatkan pada Tabel 2-2 dan Tabel 2-3.
Tabel 2-2. Tabel kebenaran multiplexer CD4052
State input Output Inhibit B A 0 0 0 0X,0Y 0 0 1 1X,1Y 0 1 0 2X,2Y 0 1 1 3X,3Y 1 * * Tidak aktif
34 2.2.3. Penguat Instrumentasi
Semua instrumentasi yang dioperasikan di dalam suatu ruangan yang terkoneksi dengan jala-jala listrik, akan mendapatkan derau yang diperoleh dari adanya kopling kapasitansi antara rangkaian dengan jala-jala. Arus dari kopling kapasitans yang menyebabkan common voltage ditunjukkan pada Gambar 2-8.
Gambar 2-8. Arus dari kopling kapasitans yang menyebabkan
common voltage (VC)
Salah satu cara untuk mengurangi hal tersebut adalah dengan menggunakan penguat instrumentasi. Penguat instrumentasi mempunyai karakteristik:
a. Kemampuan untuk mencapai penguatan tinggi dengan nilai resistor yang rendah b. Impedansi masukan yang sangat tinggi
c. CMRR tinggi
Penguatan tinggi diperlukan untuk memperkuat sinyal EKG, yang berkisar 1 mV, ke sinyal yang dapat dibaca oleh ADC (Analog to Digital Converter) yang berkisar 0 – 5 V. Sedangkan impedansi masukan yang tinggi akan membuat arus yang terjadi akibat kopling kapasitansi lebih banyak mengalir ke ground daripada ke instrumen. Sedangkan CMRR (Common Mode Rejection Ratio) tinggi diperlukan untuk menghilangkan sisa-sisa erau yang masih ada. CMRR adalah perbandingan antara penguatan diferensial dengan penguatan sinyal common. Penguat instrumentasi sebenarnya adalah pengembangan dari penguat diferensial yang memperkuat beda
35 tegangan antara dua terminal masukan OpAmp. Sedangkan penguatan sinyal common
adalah penguatan yang dilakukan apabila kedua terminal masukan OpAmp diberi sinyal yang sama besar dan fasanya. Semakin besar CMRR, berarti semakin besar pula derau yang dihilangkan karena pada dasarnya sinyal common adalah sinyal derau dari jala-jala.
Penguat instrumentasi merupakan pengembangan dari penguat diferensial untuk memenuhi tuntutan impedansi masukan yang tinggi, penguatan yang dapat diubah-ubah, serta CMRR yang tinggi. Jika dilihat pada Gambar 2-9, penguat insturmentasi merupakan gabungan dari dua buah penguat diferensial dimana penguat pertama merupakan kombinasi penguat diferensial standar yang mempunyai masukan dan output diferensial dengan penguatan sesuai persamaan (2.1) berikut.
1 2 2 1 0 2 1 R R V V V
1 2
1 2 0 2 1 V V R R V (2.1)Gambar 2-9. Rangkaian 3 OpAmp pembentuk penguat instrumentasi
Penguat kedua merupakan penguat diferensial standar yang dapat berperan sebagai buffer ataupun penguat tambahan dengan penguatan sebesar
3 4
R R
. Sehingga penguatan total adalah seperti diperlihatkan pada persamaan (2.2).
36
1 2
3 4 1 2 0 2 1 V V R R R R V (2.2) Kita dapat mengubah besar penguatan secara mudah dengan mengubah nilai R1 dengan asumsi R2, R3, R4 tetap.Penguat terisolasi (Isolation Amplifier) secara umum mempunyai kelebihan pada rasio sinyal terhadap derau yang lebih tinggi serta berfungsi juga sebagai pengaman arus balik ke pasien. Namun harganya mahal dan sulit diperoleh. Untuk itu digunakan penguat instrumentasi yang terdiri dari tiga buah OpAmp dengan rangkaian pada Gambar 2-10. Penguatan total pada penguat instrumentasi ini dapat diatur dengan mengubah nilai RGsesuai persamaan (2.3).
G total R k G 1 50 (2.3)
Gambar 2-10. Skema INA114 yang terdiri dari 3 OpAmp
2.2.4. Filter
Filter yang dipakai pada instrumentasi ini adalah High Pass Filter 0.5Hz,
Low Pass Filter 150Hz, serta Notch Filter 50Hz. High Pass Filter bertugas melewatkan sinyal di atas 0.05 Hz sebagai drift compensation. Low Pass Filter bertugas sebagai anti
37
aliasing karena sinyal nantinya akan diubah ke bentuk digital. Kedua bentuk filter tersebut berfungsi sebagai Band Pass Filter dengan memperhatikan bahwa range sinyal EKG berkisar antara 0. 5 – 150 Hz. Notch Filter disini berfungsi sebagai penghilang derau yang diakibatkan oleh tegangan jala-jala 50 Hz. Filter aktif menggunakan op-amp dapat dirancang dengan beberapa metode.
2.2.4.1. Metode Sallen-key (Unity Gain)
Metode Unity Gain merupakan metode untuk merancang filter dengan dua variable yang ditentukan, yaitu R dan C. Metode ini dapat digunakan untuk merancang baik LPF maupun HPF. Perancangan HPF dapat dilakukan dengan menggunakan konfigurasi LPF yang dinormalisasi. Rangkaian dasar LPF menggunakan Metode Unity Gain diperlihatkan pada Gambar 2-11.
Gambar 2-11. Rangkaian dasar konfigurasi LPF Metode Unity Gain
Rangkaian dasar diatas merupakan filter orde 2. Untuk pengembangan menjadi orde 4, 6, 8, dan seterusnya, dapat dilakukan dengan penambahan stage
berikutnya. Perancangan suatu tapis pelewat rendah dapat dilakukan dengan cara menentukan orde filter yang dibutuhkan. Nilai-nilai Cij pada rangkaian dasar dapat ditentukan dengan melihat Table Butterworth (lihat Lampiran A) sesuai orde yang bersangkutan. Dengan memilih suatu nilai R tertentu (misal: 10kΩ), maka nilai-nilai C
38 pada rangkaian implementasi dapat ditentukan dengan menggunakan pesamaan (2.4) berikut. ' ' 2 C ij ij ij R f C C (2.4) dimana: Cij = nilai normal kapasitor dari Tabel Butterworth (lihat Lampiran A)
Cij' = nilai kapasitor pada rangkaian implementasi Rij = nilai normal resistor pada rangkaian dasar (1Ω)
Rij’ = nilai resistor yang ditentukan pada rangkaian implementasi
fc = frekuendi cutoff filter yang dirancang
Metode Unity Gain untuk merancang suatu tapis pelewat tinggi dilakukan dengan cara menormalisasi rangkaian dasar LPF ke bentuk HPF. Rangkaian normalisasi HPF dapat dilihat pada Gambar 2-12.
Gambar 2-12. Rangkaian normalisasi HPF Metode Unity Gain
Untuk menentukan nilai-nilai variabel R dan C yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan cara mengambil suatu nilai fixed untuk C (misal: 470nF) dan mementukan R yang dibutuhkan dengan persamaan (2.5).
' ' 2 / 1 ij C ij ij C f C R (2.5) dengan: Cij = nilai normal LPF kapasitor dari Tabel Butterworth.
39 Cij' = nilai fixed kapasitor yang dipilih untuk rangkaian implementasi
Rij = nilai normal resistor pada rangkaian dasar (1Ω)
Rij’ = nilai resistor yang ditentukan pada rangkaian implementasi
fc = frekuendi cutoff filter yang dirancang 2.2.4.2. Metode Multi-purpose State Variable
Filter State Variable merupakan filter aktif yang dapat secara simultan menghasilkan keluaran lowpass, highpass, maupun bandpass dari sebuah masukan. Rangkaian normalisasi filter State Variable dapat dilihat pada Gambar 2-13.
Gambar 2-13. Rangkaian normalisasi Filter State Variable
Untuk merancang suatu tapis pelewat tinggi maupun tapis pelewat rendah, dapat dibuat pada filter State Variable yang sama. Setelah menentukan frekuensi cutoff (fC) dan faktor kualitas (Q) dari Tabel Butterworth, maka dapat ditentukan nilai RQ, dengan pesamaan (2.6).
1 3 Q
RQ (2.6) Selanjutnya dilakukan prosedur penskalaan frekuensi dan penskalaan impedansi dengan persamaan (2.6) dan (2.7) berikut.
40 r r r r f f K 2 (2.7) (2.8) Pada perancangan filter Bandpass dan filter Notch, faktor kualitas (Q) ditentukan berdasarkan frekuensi cutoff (fC) dan bandwith yang diinginkan sesuai persamaan (2.9).
BW f
Q 0 (2.9) Filter Notch diperoleh dengan menjumlahkan output dari bagian lowpass dan highpass
dengan menggunakan op-amp tambahan, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2-14.
Gambar 2-14. Op-amp tambahan untuk Filter Notch
Filter State Variable juga dapat dirancang menggunakan program Filter42. Filter42 merupakan program DOS yang dibuat oleh Texas Instrument untuk merancang filter aktif menggunakan IC filter aktif universal UAF42 keluaran Burr-Brown. Perancangan suatu filter untuk IC UAF42 menggunakan program Filter42 dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Step1: Pemilihan respon filter, yaitu: lowpass, highpass, bandpass, atau notch. 2. Step2: Pemilihan tipe filter, yaitu: Butterworth, Bessel, Chebyshev, atau Inverse
Chebyshev.
3. Step3: Pemilihan orde filter (n = 2…10). 4. Step4a: Penentuan frekuensi filter, yaitu:
41 b. Untuk filter bandpass: menentukan frekuensi tengah, fTENGAH
c. Untuk filter notch: menentukan frekuensi notch, fNOTCH
Bila filter yang dirancang adalah highpass/lowpass maka langsung ke Step5. 5. Step4b: bila filter yang dirancang merupakan bandpass/notch maka perlu
menentukan Bandwidth (BW) atau fL dan fH.
6. Step5: nilai-nilai komponen dan blok diagram filter dapat dilihat dengan menggunakan F3, sedangkan plot dapat dilihat dengan menggunakan F2.
Topologi UAF42 dapat dilihat pada Gambar 2-15.
Gambar 2-15. Topologi UAF42
2.2.4.3. Metode Uniform Capacitor
Metode Uniform Capacitor dapat diterapkan untuk merancang suatu tapis pelewat rendah. Rangkaian dasar (orde 2) dari LPF Uniform Capacitor diperlihatkan pada Gambar 2-16.
42
Gambar 2-16. Rangkaian dasar LPF Uniform Capacitor
Dengan metode ini, suatu tapis pelewat rendah dapat dengan mudah dirancang karena menggunakan nilai kapasitor (C) yang tetap (fixed). Perancangan diawali dengan menetukan orde filter sesuai Table Butterworth (lihat lampiran A). Jika dibutuhkan orde lebih dari 2 (n = 4, 8, …) maka dapat dilakukan dengan penambahan stage berikutnya dari rangkaian dasar diatas. Untuk menetukan nilai resistor Ri untuk setiap stage maka digunakan persamaan (2.10) dan (2.11) berikut.
C f R i C i . . 4 1 , untuk i ganjil (i = 1, 3, 5, …) (2.10) ) .( . 1 2 2 i i C i C f R , untuk i genap (i = 2, 4, 6, …) (2.11) dengan: Ri = nilai Ri pada setiap stage (ganjil dan genap)
C = kapasitor yang digunakan pada rangkaian implementasi ái = lokasi real poleRi dari Tabel Butterworth (lihat Lampiran A) âi = lokasi imaginary pole Ri dari Tabel Butterworth (lihat Lampiran A) fC = frekuensi cutoff
2.2.4.4. Metode Active Twin-T
Metode Twin-T merupakan metode yang sangat berguna untuk merancang suatu filter notch karena karakteristiknya yaitu semakin meningkatnya atenuasi untuk sinyal-sinyal yang frekuensinya semakin mendekati frekuensi notch.
43
Gambar 2-17. Topologi Active Twin-T
Topologi Active Twin-T diperlihatkan pada Gambar 2-17. Perancangan suatu filter notch
dengan metode Twin-T diawali dengan menentukan faktor kualitas (Q) sesuai frekuensi
notch dan bandwidth yang diinginkan. Penetuan Q adalah seperti persamaan (2.9). Selanjutnya dipilih nilai dua variabel bebas, yaitu R dan C yang mudah diperoleh. Nilai komponen lainnya dapat ditentukan dengan persamaan (2.12) dan (2.13) berikut.
Q k 4 1 1 (2.12) C f R Notch 2 1 1 (2.13) 2.2.5. Pengolah Data
Pengolah data berupa sistem mikroprosesor yaitu mikrokontroler AVR (Alf and Vegard’s Risc processor) seri AT90S2313 dari ATMEL. Keluaran dari sub sistem ini adalah ke PC.
2.2.5.1. Fitur-Fitur AT90S2313
Mikrokontroler AT90S2313 memiliki fitur-fitur utama sebagai berikut: 1. 118 macam instruksi
44 3. Memori program Flash pada ROM 2K word (1K x 16)
4. Memori EEPROM 128 byte 5. Memori data SRAM 128 byte 6. Jalur I/O 15 pin
7. Timer/counter 2 buah 8. Output PWM 1 channel
9. Serial I/O menggunakan USART 10.Komparator analog
2.2.5.2. Hardware
Konfigurasi pin AT90S2313 terlihat pada Gambar 2-18. Deskipsi masing-masing pin dapat dilihat pada Tabel 2-4.
Gambar 2-18. Konfigurasi pin AT90S2313
2.2.5.3. Arsitektur AT90S2313
Mikrokotroler AT90S2313 merupakan mikrokontroler CMOS dengan daya rendah yang memiliki arsitektur AVR RISC 8-bit. Arsitektur ini mendukung kemampuan untuk melaksanakan eksekusi instruksi hanya dalam satu silkus clock osilator. AVR ini memiliki fitur untuk menghemat konsumsi daya, yaitu dengan menggunakan mode sleep. Mode sleep pada mikrokontroler AVR ada dua macam, yaitu mode idle dan mode power down. Blok diagram mikrokontroler AT90S2313 dapat dilihat pada Gambar 2-19.
45
Tabel 2-4. Deskripsi pin AT90S2313
VCC Power supply
GND Ground
Port B (PB7..PB0) Port B merupakan port I/O 8-bit bi-directional. Pin-pin pada port ini dapat diberi resistor pull-up internal secara individual. PB0 dan PB1 juga dapat digunakan untuk input sebagai komparator analog. Buffer port B dapat mencatu arus hingga 20mA dan dapat secara langsung men-drive LED.
Port D (PD6..PD0) Port D memiliki tujuh buah pin I/O bi-directional, yakni PD6..PD0. Seperti halnya port B, pin-pin pada port ini juga mampu men-drive LED karena dapat mencatu arus hingga 20mA.
RESET Reset input. Kondisi logika rendah ‘0’ lebih dari 50 ns pada pin ini akan membuat mikrokontroler masuk ke dalam kondisi reset. XTAL1 Input bagi inverting oscillator amplifier dan input bagi clock
internal.
XTAL2 Output inverting oscillator amplifier.
Mikrokontroler AVR ini memiliki model arsitektur Harvard, dimana memori dan bus untuk program dan data dipisahkan. Dalam arsitektur AVR , seluruh 32 register umum yang ada terhubung langsung ke ALU prosesor. Dari 32 register yang ada, terdapat 6 buah register yang dapat digunakan untuk pengalamatan tidak lansung 16-bit