• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Kesulitan Belajar

1. Pengertian Kesulitan Belajar

Aktivitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat, terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk berkonsentrasi. Jadi kesulitan belajar adalah suatu kondisi dalam proses pembelajaran yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar (Ahmadi & Supriyono, 1991 : 74).

2. Gejala Kesulitan Belajar

Siswa yang mengalami kesulitan belajar mengalami hambatan-hambatan sehingga menunjukkan gejala-gejala yang bisa diamati (Mudassir, 2006 : 49-50). Gejala-gejala tersebut antara lain :

a. Menunjukkan hasil belajar yang rendah.

b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar.

d. Menunjukkan sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, suka menentang, dusta dan sebagainya.

e. Menunjukkan tingkah laku yang berlainan, seperti suka membolos, tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR).

f. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti perenung, rendah diri, sedih, menyesal, pemarah, mudah tersinggung, dan sebagainya.

3. Penyebab Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar tidak dialami hanya oleh siswa yang berkemampuan dibawah rata-rata tetapi dapat dialami pula oleh siswa dengan tingkat kemampuan manapun dari kalangan atau kelompok manapun.

Menurut Hidayat (2008 : 3) ada beberapa sumber yang patut diduga sebagai penyebab dasar kesulitan siswa. Sumber itu dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun dugaan. Beberapa diantaranya menurut Cooney, Davasi dan Handerson (1975) yaitu :

a. Faktor Phisiologis

Bredker, seperti dikutip Cooney dkk. dalam bukunya The Diagnosis and

Treatment of Learning Difficulties (1975) melaporkan adanya hubungan

antara faktor phisiologis dan kesulitan belajar.

1) Persentase kesulitan belajar siswa yang mempunyai gangguan penglihatan lebih tinggi dari pada yang tidak mengalami gangguan penglihatan.

2) Persentase kesulitan belajar dari siswa yang memiliki gangguan pendengaran lebih tinggi dari pada yang tidak mengalaminya.

b. Faktor Sosial

Tidak semua orang peduli terhadap keberhasilan atau ketidakberhasilan anaknya. Ada yang kepeduliannya berlebihan dan secara bervariasi sampai ada yang sama sekali tidak peduli. Variasi kepedulian ini berdampak pada motivasi siswa.

Faktor sosial di dalam kelas juga dapat berpengaruh terhadap kelancaran dan kesulitan belajar siswa. Siswa yang tidak dapat bergaul dengan teman sekelasnya, atau tidak memiliki teman merasa terpencil. Seseorang yang mendapat pengakuan keberadaannya dalam kelas matematika, misalnya dapat terdorong semakin maju jika ia menggunakan hal positifnya. Jadi lingkungan belajar di sekolah pun merupakan salah satu faktor sosial.

c. Faktor Emosional

Siswa yang sering gagal dalam matematika mudah berpikir tidak rasional, takut, cemas, benci pada matematika. Masalah siswa yang termasuk dalam faktor emosional dapat disebabkan antara lain :

1) Obat-obatan tertentu, seperti obat penenang, ekstasi dan lain-lain. 2) Kurang tidur.

3) Diet yang tidak tepat.

4) Masalah tekanan dari situasi keluarganya di rumah.

Akibatnya siswa akan kurang menaruh perhatian pada pelajaran, atau mudah mengalami depresi mental, emosional, kurang ada minat membaca buku dan menyelesaikan PR.

d. Faktor Intelektual

Siswa yang mengalami kesulitan belajar disebabkan oleh faktor intelektual biasanya selalu tidak berhasil dalam menguasai konsep maupun prinsip matematika yang dipelajari walaupun telah berusaha mempelajarinya. Siswa yang mengalami kesulitan mengabstraksi, menggeneralisasi, mendeduksi dan mengingat konsep-konsep maupun prinsip-prinsip biasanya akan merasa bahwa matematika sulit, meskipun guru telah mengimbanginya dengan berbagai usaha. Sifat dan stuktur matematika memerlukan kemampuan siswa yang cukup dalam hal ini. Siswa yang sulit mengabstraksi, menggeneralisasi dan mendeduksi ide-ide

matematika kurang mampu memecahkan masalah terutama soal-soal terapan atau soal-soal cerita.

e. Faktor Pedagogis

Diantara penyebab kesulitan belajar siswa, faktor kurang tepatnya guru mengelola pembelajaran merupakan faktor yang paling menentukan. Guru yang kurang memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki siswa akan menyebabkan apa yang diajarkan menjadi sulit untuk dipahami oleh siswa. Cara guru untuk memilih pendekatan dalam mengajar dan kecepatan guru dalam menjelaskan konsep-konsep matematika akan sangat berpengaruh terhadap daya serap siswa.

4. Diagnosis Kesulitan Belajar dan Pembelajaran Remedial

Diagnosis kesulitan belajar merupakan upaya untuk menemukan kelemahan yang dialami siswa dalam belajar dengan cara yang sistematis berdasarkan gejala yang nampak yang diarahkan dalam menemukan letak kesulitan dan berusaha untuk menemukan faktor penyebabnya baik yang mungkin terletak pada diri siswa itu sendiri atau yang berasal dari luar diri siswa yang bersangkutan serta merencanakan alternatif cara memberi bantuan yang paling tepat dalam mengatasi kesulitan belajar tersebut. (Entang, 1984 : 10).

a. Teknik Diagnosis

Menurut (Entang, 1984) adapun teknik diagnosis pada umumnya mengikuti garis besar sebagai berikut :

1) Identifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar

Tahap ini merupakan tahap untuk mengetahui siswa-siswa yang mengalami kesulitan belajar. Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar adalah dengan membandingkan posisi atau kedudukan siswa dalam kelompoknya atau dengan kriteria tingkat ketuntasan penguasaan yang ditetapkan sebelumnya (Penilaian Acuan Patokan atau PAP) untuk suatu mata pelajaran atau materi tertentu dan sebagainya.

2) Melokalisasi letak kesulitan (permasalahan)

Tahap ini merupakan tahap untuk menemukan kesulitan-kesulitan siswa pada mata pelajaran atau materi tertentu dengan menggunakan tes diagnostik.

3) Mengidentifikasi penyebab kesulitan

Tahap ini merupakan tahap untuk mencari faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan. Banyak cara yang dapat digunakan untuk mencari penyebab kesulitan, salah satunya dengan metode wawancara.

b. Alat Diagnosis

Untuk mengidentifikasi kesulitan tersebut dapat digunakan tes diagnostik. Tes diagnostik merupakan tes yang digunakan untuk mengetahui letak kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik. Hasil tes ini memberikan informasi tentang konsep-konsep yang belum dipahami dan yang telah dipahami (Mardapi, 2008 : 69). Dalam penelitian ini, tes

awal digunakan juga sebagai tes diagnostik untuk menganalisis kesulitan yang dialami siswa.

Soal tes berupa uraian. Menurut Nana Sudjana (2010 : 36) tes uraian bertujuan untuk :

1) Mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi. 2) Mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan,

dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa.

3) Melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran, yakni berpikir logis, analitis dan sistematis.

4) Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem solving).

c. Pembelajaran Remedial

Pembelajaran remedial merupakan kelanjutan dari pembelajaran biasa atau reguler di kelas. Hanya saja, peserta didik yang masuk dalam kelompok ini adalah peserta didik yang memerlukan pelajaran tambahan. Peserta didik yang dimaksud adalah peserta didik yang belum tuntas belajar.

Tujuan pembelajaran remedial adalah membantu dan menyembuhkan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar melalui perlakuan pengajaran (Arifin, 2009 : 304).

Tabel 2.1 Perbedaan Pembelajaran Reguler dengan Pembelajaran Remedial No Aspek-aspek

Pembelajaran Pembelajaran Reguler Pembelajaran Remedial 1 Subjek Seluruh Peserta didik Peserta didik yang belum

No Aspek-aspek

Pembelajaran Pembelajaran Reguler Pembelajaran Remedial 2 Materi

pembelajaran

Topik bahasan Konsep terpilih 3 Dasar pemilihan

materi

Rencana pembelajaran Analisis kebutuhan (rencana pembelajaran remedial)

Dalam pelaksanaan pembelajaran remedial, perlu ditempuh langkah-langkah berikut (Arifin, 2009 : 305-306) :

1) Menganalisis kebutuhan, yaitu mengidentifikasi kesulitan dan kebutuhan peserta didik.

2) Merancang pembelajaran, yang meliputi merancang rencana pembelajaran, merancang berbagai kegiatan, merancang belajar bermakna, memilih pendekatan/metode/teknik, merancang bahan pembelajaran.

3) Menyusun rencana pembelajaran, yaitu memperbaiki rencana pembelajaran yang telah ada, dimana beberapa komponen disesuaikan dengan hasil analisis kebutuhan peserta didik.

4) Menyiapkan perangkat pembelajaran, seperti memperbaiki soal LKS. 5) Melaksanakan pembelajaran, yang meliputi merumuskan gagasan

utama, memberikan arahan yang jelas, meningkatkan motivasi belajar peserta didik, memfokuskan proses belajar, melibatkan peserta didik secara aktif.

6) Melakukan evaluasi pembelajaran dan menilai ketuntasan belajar peserta didik.

Dokumen terkait