• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Ketahanan Benih terhadap Suhu Rendah

Pengujian ketahanan benih terhadap suhu rendah dilakukan untuk membuktikan benih tersebut termasuk kelompok intermediate atau ortodok. Dari hasil pengujian terhadap enam genotipe pepaya hasilnya terlihat pada Tabel 21.

Nilai DB varietas Merah Delima dan genotipe 1x2 masih cukup tinggi > 79 %. Daya berkecambah yang masih tinggi membuktikan benih tidak mengalami kerusakan akibat suhu rendah. Benih yang tahan terhadap suhu rendah < 0 °C dikelompokkan kedalam benih ortodoks. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Salomoa dan Mundim (2000), dimana benih

yang disimpan pada suhu -20 °C tidak mengurangi daya bekecambahnya

dan benih bisa mempertahankan kemampuan mereka untuk berkecambah dengan atau tanpa GA3. Efek positif dari deraan suhu -20 °C memperkuat

kesimpulan bahwa biji pepaya menunjukkan perilaku ortodoks.

Pengaruh temperatur rendah terhadap kecepatan munculnya semai disebabkan, enzim-enzim tidak mengalami kerusakan, sehingga tetap dapat melakukan aktivitasnya dalam metabolisme pertumbuhan kecambah (Sinay 2011).

Tabel 21 Pengaruh perlakuan suhu rendah (20 oC) terhadap daya

berkecambah (DB), Indeks vigor (IV), potensi tumbuh

maksimum (PTM) dan kecepatan tumbuh (KCT) dan viabilitas

tetrazolium (VTtz) pada enam genotipe pepaya

Genotipe DB (%) IV (%) PTM (%) KCT (%/etmal) VTTz (%) Sukma 3.00 d 1.00 c 3.00 d 0.71 25.00 c Dampit 25.00 c 8.00 c 25.00 c 1.72 34.00 bc Merah Delima 79.00 a 57.00 a 80.00 a 4.79 67.00 a 1x2 85.00 a 74.00 a 85.00 a 6.50 80.00 a 1xD 52.00 b 35.00 b 53.00 b 2.85 63.00 a 6x9 47.00 b 32.00 b 47.00 b 2.98 54.00 ab

Keterangan: angka diikuti huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji DMRT taraf α =0.05 (data ditransformasi ( √x+0.75)

Nilai DB genotipe 1xD dan 6x9 berbeda nyata dengan Merah Delima dan genotipe 1x2, ada kecendrungan kedua genotipe ini masuk kelompok intermediate. Namun kedua genotipe tersebut memiliki nilai DB

(47-52%) lebih tinggi dari varietas Sukma dan Dampit. Hasil pengujian viabilitas tetrazolium (VTTz) varietas Merah Delima, genotipe 1x2, 1xD dan

6x9 tidak berbeda nyata. Data tersebut dapat memperkuat dugaan adanya induksi dormansi akibat suhu rendah pada genotipe 1xD dan 6x9. Diduga kedua genotipe yaitu 1xD dan 6x9 termasuk benih ortodoks yang tahan terhadap desikasi sampai kadar air rendah (4-6%) tetapi tidak tahan terhadap suhu rendah (-20 °C).

Toleransi kekeringan dan suhu ekstrim pada benih ortodoks, embrionya mungkin dapat (i) mempertahankan kelangsungan hidup untuk waktu yang lama dan masih aktif, (ii) embrio beralih dari viable ke dorman untuk memungkinkan perkecambahan dalam kondisi yang menguntungkan atau dormansi (endogen atau eksogen) (Hoekstra 2001).

Pengaruh suhu rendah (-20 °C) terhadap DB varietas Sukma dan Dampit (Tabel 21), dimana kedua varietas ini kehilangan daya berkecambah setelah didera dengan suhu rendah. Data tersebut membuktikan adanya kerusakan pada embrio benih sehingga benih tidak dapat tumbuh menjadi kecambah normal, bahkan ada embrio yang mati. Hasil penelitian Ellis et al.(1991) benih pepaya yang diuji dengan suhu rendah kehilangan daya berkecambahnya sehingga dikelompokkan ke dalam tipe intermediate. Berdasarkan protokol pengujian sifat benih yang dibuat Hong and Ellis (1996) benih yang mati atau tidak berkecambah setelah disimpan pada suhu rendah (-20 °C) dikelompokkan kedalam tipe intermediate.

4.4 Pengembangan Metode Pengujian Sifat Benih Pepaya

Protokol pengujian sifat benih terhadap perilaku penyimpanan benih yang dibuat Hong dan Elllis (1996) berlaku umum dimana dalam pengujian tidak mempertimbangkan adanya sifat dormansi benih (Gambar 1). Kesulitan dalam mengikuti alur protokol tersebut pada benih pepaya adalah benih pepaya diduga memiliki masa dormansi. Sebagaimana menurut Dias et al. (2010) benih pepaya yang segar mengalami dormansi dan patah dormansinya setelah enam bulan disimpan pada suhu ruang. Pengujian terhadap sifat benih dengan desikasi dan suhu rendah memerlukan waktu patahnya dormansi benih tersebut, sehingga pengujian viabilitas benih dapat

 

dilakukan. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap enam genotipe pepaya dapat dirangkum menjadi skema pengembangan metode pengujian terhadap sifat benih papaya seperti pada Gambar 4.

Gambar 4 menggambarkan alur pengujian sifat benih pepaya yang dikembangkan dari hasil penelitian yang dilakukan. Langkah pertama dalam pengujian benih pepaya adalah sumber benih berasal dari buah yang masak dengan kriteria 75 % warna kulit buah semburat kuning. Benih diekstraksi untuk membersihkan benih dari sarkotesta (arilus) kemudian dikeringkan sampai kadar air 11-13%. Selanjutnya dilakukan pengujian viabilitas benih dengan uji daya berkecambah, benih dikecambahkan pada media pasir steril pada bak pengecambahan pada suhu optimal 30-35% dan memerlukan cahaya matahari (baik langsung maupun tidak langsung).

Hasil pengujian viabilitas akan mendapatkan tiga katagori kelompok benih yaitu : 1) benih sebagian besar mati atau tidak berkecambah, 2) benih berkecambah dengan nilai DB < 60% dan 3) benih sebagian besar berkecambah dengan nilai DB > 60%. Benih yang termasuk kelompok pertama adalah sebagian besar tidak berkecambah pada kadar air 11-13% perlu diuji dengan tetrazolium (TTz) untuk memastikan benih dorman atau mati. Jika hasil evaluasi TTz benih mati maka benih tersebut bersifat benih relaksitran, jika benih sebagian besar hidup diduga benih dormansi dan perlu perlakuan benih antara lain perendaman air, heat shock , GA3 dan

KNO3 selanjutnya dilakukan pengujian viabilitas dan pengujian pada kadar

air rendah (4-6 %).

Kelompok kedua benih dengan nilai DB < 60 % diduga mengalami dormansi. Pengujian ketahanan terhadap desikasi sampai kadar air rendah dapat dilakukan dengan disertai perlakuan pematahan dormansi antara lain dengan penyimpanan, perlakuan perendaman dengan air, perlakuan heat shock, pemberian GA3 atau KNO3. Selanjutnya dilakukan pengujian

viabilitas benih jika hasil pengujian sebagian besar benih mati berkemungkinan benih bersifat intermediate, tetapi jika sebagian besar hidup maka selanjutnya dilakukan pengujian ketahanan benih pada suhu rendah (- 20 o C) selama 2x24 jam.

Gambar 4. Skema Pengembangan Metode Pengujian Sifat Benih Pepaya Pengujian kadar air dan viabilitas awal

Ektraksi Benih Pepaya

Pengujian viabilitas benih

Benih hidup DB < 60% diduga dormansi

Pengeringan kadar air benih sampai 10-13 %

Bersifat intermediate

Sebagian besar benih mati

Pengujian viabilitas dengan Pematahan Dormansi •Benih disimpan (minggu) •Perlakuan Benih (air, heat

shock, GA3 dan KNO3 ) Pengeringan sampai kadar air 4-6 % Pengujian viabilitasTTZ Pengujian viabilitasTTZ Benih>hidup Benih>mati Bersifat Rekalsitran Pengujian ketahanan benih pada suhu -20 oC

selama 2x24 jam Sebagian besar benih hidup Pengujian viabilitas/TTZ Pengujian ketahanan benih pada suhu -20 oC

selama 2x24 jam

Pengujian viabilitas dengan

•Perlakuan Benih (air, heat shock, GA3 dan KNO3 ) serta uji TTz

Bersifat Ortodoks Bersifat intermediate Benih mati/sebagian tidak berkecambah Benih hidup/sebagian besar berkecambah Benih hidup DB < 60% diduga dormansi

Sebagian besar benih mati Benih hidup DB >60 %

Pengujian viabilitas benih

Pengeringan sampai kadar air 4-6 %

Sebagian > benih tidak berkecambah

Sebagian besar benih berkecambah/hidup Pengujian viabilitas dan TTZ Sebagian besar benih hidup berkecambah h Benih mati atau tidak berkecambah (dorman)

 

Pengujian ketahanan benih pada suhu rendah (-20 oC) dilakukan

dengan menyimpan benih dalam freezer selama 2x24 jam. Setelah itu dilakukan pengujian viabilitas dengan perlakuan pematahan dormansi dan uji viabilitas tetrazolium sebagai pembanding. Hasil evaluasi pengujian viabilitas ada 2 kemungkinan yaitu, jika sebagian besar benih mati atau tidak berkecambah (dorman) maka benih dikelompokkan bersifat intermediate, tetapi jika sebagian besar berkecambah atau masih hidup, maka benih dikelompokkan bersifat ortodoks.

Gambar 4 terlihat kelompok benih dengan nilai daya berkecambah (DB) > 60 %, artinya benih tidak mengalami dormansi sehingga benih dapat langsung dikeringkan sampai kadar air rendah (4-6%) untuk pengujian ketahanan terhadap desikasi. Kemudian dilakukan pengujian viabilitas dan uji TTz, jika hasil evaluasi sebagian besar mati atau tidak berkecambah diduga bersifat intermediate. Tetapi sebagian besar benih berkecambah maka selanjutnya dilakukan pengujian ketahanan terhadap suhu rendah (-20

o

C) selama 2x24 jam. Benih selanjutnya diuji viabilitasnya baik dengan uji daya berkecambah maupun uji cepat dengan TTz sebagai pembanding. Selanjutnya dievaluasi jika hasilnya sebagain besar berkecambah dan hasil viabilitas TTz benih hidup maka benih dikelompokkan bersifat ortodoks. Tetapi jika sebagian besar benih tidak berkecambah atau mati benih dikelompokkan bersifat intermediate.

Pengembangan metode pengujian sifat benih pepaya yang dilakukan dan dirangkum pada Gambar 4, adalah 1) bagian evaluasi hasil pengujian viabilitas benih disertai pembanding dengan viabilitas tetrazolium untuk mendapatkan informasi benih mati atau dormansi akibat perlakuan, 2) adanya informasi dormansi benih maka pengujian ketahanan benih pada suhu rendah (-20°C) dilakukan lebih cepat yaitu selama 2x24 jam sedangkan pada protokol yang disusun Hong dan Ellis (1996) melakukan penyimpanan benih pada suhu rendah (-20 °C) selama 3 bulan. Hal ini berdasarkan informasi dormansi tidaknya benih maka pengujian sifat benih dapat dilakukan lebih cepat dan akurat karena benih dalam kondisi yang viable.

 

Dokumen terkait