• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Keteguhan Tekan (Compression strength)

Nilai tekan sejajar serat sebelum diawetkan adalah 329,83 kg/cm2 pada kayu akasia dan 208,77 kg/cm2 pada kayu balsa, sedangkan nilai tekan sejajar serat setelah diawetkan berkisar antara 152,33 kg/cm2 – 314,72 kg/cm2. Nilai tekan sejajar serat tertinggi setelah diawetkan yaitu sebesar 314,72 kg/cm2 terjadi pada kayu akasia ukuran (6 x 12 x 100) cm3 dengan perlakuan tekanan injeksi sebesar 50 bar, sedangkan nilai tekan sejajar serat terendah yaitu sebesar 152,33 kg/cm2 diperoleh pada kayu balsa, ukuran (6 x 12 x 100) cm3 dengan perlakuan tekanan injeksi sebesar 50 bar. Rata-rata nilai keteguhan tekan sejajar serat secara rinci pada berbagai perlakuan, jenis kayu dan tekanan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Rata-rata nilai tekan sejajar serat (kg/cm2) pada setiap contoh uji.

Jenis kayu

Tekan sejajar serat

Ukuran (cm3) Sebelum pengawetan (kontrol) Setelah pengawetan 170 bar 50 bar Akasia (8x12x100) 329,83 269,03 287,50 (6x12x100) 290,07 314,72 Balsa (8x12x100) 208,77 168,74 172,29 (6x12x100) 152,43 152,33

Terjadi penurunan nilai tekan sejajar serat pada contoh uji setelah diawetkan dibandingkan sebelum diawetkan. Hal ini diduga karena tekanan yag dihasilkan dari mesin injektor menyebabkan terjadinya perubahan atau kerusakan pada struktur anatomi kayu. Secara umum, perlakuan tekanan 50 bar memberikan nilai yang lebih baik bila dibandingkan tekanan 170 bar.

Hasil analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95 % (Lampiran 18) menunjukkan bahwa tekanan memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai tekan sejajar serat. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kekuatan tekan sejajar serat berbeda untuk setiap perlakuan tekanan, secara lengkap dapat diihat pada Lampiran 19.

3. Kekerasan (Hardness)

Nilai kekerasan sebelum diawetkan adalah 884,00 kg/cm2 pada kayu akasia dan 364,33 kg/cm2 pada kayu balsa, sedangkan nilai kekerasan setelah diawetkan berkisar antara 196,33 kg/cm2 – 565,56 kg/cm2. Nilai kekerasan tertinggi setelah diawetkan yaitu sebesar 565,56 kg/cm2 terjadi pada kayu akasia, ukuran (8 x 12 x 100) cm3 dengan perlakuan tekanan injeksi sebesar 50 bar, sedangkan nilai kekerasan terendah yaitu sebesar 196,33 kg/cm2 diperoleh pada kayu balsa, ukuran (6 x 12 x 100) cm3 dengan perlakuan tekanan injeksi sebesar 170 bar. Rata-rata nilai kekerasan secara rinci pada berbagai perlakuan, jenis kayu dan tekanan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Rata-rata nilai kekerasan (kg/cm2) pada setiap contoh uji

Jenis kayu

Kekerasan Ukuran (cm3) Sebelum pengawetan

(kontrol) Setelah pengawetan 170 bar 50 bar Akasia (8x12x100) 884,00 450,78 565,56 (6x12x100) 459,11 480,11 Balsa (8x12x100) 364,33 290,11 270,67 (6x12x100) 196,33 199,56

Terjadi penurunan nilai kekerasan pada contoh uji setelah diawetkan dibandingkan sebelum diawetkan. Hal ini diduga karena tekanan yang dihasilkan dari mesin injektor menyebabkan terjadinya perubahan atau kerusakan pada struktur anatomi kayu. Secara umum, perlakuan tekanan 50 bar memberikan nilai yang lebih baik bila dibandingkan tekanan 170 bar. Hasil analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95% (Lampiran 20) menunjukkan bahwa tekanan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekerasan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kekerasan kayu berbeda untuk setiap perlakuan tekanan, secara lengkap dapat diihat pada Lampiran 21.

Hasil pengujian pengawetan dengan menggunakan wood injector terhadap kekuatan kayu secara keseluruhan menunjukkan bahwa sifat mekanis berbeda untuk setiap jenis kayu dan perlakuannya. Hal ini disebabkan perbedaan BJ kayu yang dimiliki kedua jenis kayu tersebut, yaitu akasia memiliki BJ yang lebih tinggi dibandingkan kayu balsa. Kayu akasia memiliki tingkat BJ sedang yaitu dengan rata-rata BJ sebesar 0,61, sedangkan kayu balsa termasuk tingkat BJ yang

rendah yaitu dengan rata-rata BJ sebesar 0,31. Kekuatan kayu berbanding lurus dengan berat jenis. Semakin besar berat jenis kayu maka semakin kuat kayu tersebut (Bowyer et al. 2003).

Hasil selanjutnya memperlihatkan bahwa nilai sifat mekanis kayu berpengaruh terhadap setiap perlakuan yang diberikan, baik contoh uji tanpa tekanan ataupun dengan tekanan pada masing-masing kayu tersebut. Nilai sifat mekanis tertinggi pada contoh uji tanpa tekanan (kontrol), namun menurunnya nilai sifat mekanis kayu seiring dengan ditingkatkannya tekanan yang diberikan pada contoh uji. Hal ini diduga bahwa adanya pengaruh tekanan terhadap struktur anatomi kayu tersebut ketika proses pengawetan kayu berlangsung sehinggga mengakibatkan struktur anatomi mengalami perubahan ataupun kerusakan pada sel-selnya. Selanjutnya, hasil ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan kelas kuat pada balsa, yaitu yang awalnya dari kelas kuat IV menurun menjadi kelas kuat V, sedangkan pada aksia tidak terjadi perubahan kelas kuat kayu.

Struktur anatomi kayu erat kaitannya dengan kekuatan kayu. Mesin injektor bertekanan tinggi dapat mengakibatkan perubahan pada struktur anatomi kayu, misalnya terjadi kerusakan pada dinding sel atau terjadi penipisan pada sel jari-jari. Menurut Pandit dan Kurniawan (2008), sel serabut berfungsi sebagai pemberi tenaga mekanis pada batang karena mempunyai dinding yang relatif tebal. Kayu dengan sel serabut yang sangat sedikit dan dinding selnya sangat tipis akan mempunyai sifat fisik dan mekanik yang lemah sehingga tidak kuat untuk menahan beban yang berat.

Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa makin meningkatnya BJ kayu maka sifat mekanis kayu yang didapat makin besar dan makin tingginya tekanan yang diberikan maka nilai sifat mekanis kayu akan semakin rendah.

4.5 Pengamatan Makroskopis

Sifat fisis dan mekanis kayu dipengaruhi oleh sifat anatomi kayu itu sendiri. Oleh sebab itu, dilakukan pengamatan struktur anatomi dan pengaruh metode wood injector bertekanan terhadap struktur anatomi tersebut, yang diuji secara makroskopis. Untuk mengetahui struktur anatomi dari kayu yang diteliti sebelum dan sesudah pengawetan dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.

Pori-pori Jari-jari

(a) (b) (c) Gambar 5 Penampang melintang kayu balsa sebelum pengawetan dan sesudah

pengawetan (perbesaran 30X). Keterangan :

a = sebelum pengawetan

b = sesudah pengawetan tekanan 50 bar c = sesudah pengawetan tekanan 170 bar

Pori-pori Jari-jari

(a) (b) (c) Gambar 6 Penampang melintang kayu akasia sebelum pengawetan dan sesudah

pengawetan (perbesaran 30X). Keterangan :

a = sebelum pengawetan

b = sesudah pengawetan tekanan 50 bar c = sesudah pengawetan tekanan 170 bar

Gambar 5 dan 6 menunjukkan baik sebelum pengawetan dan sesudah pengawetan terjadi perubahan struktur anatomi dari masing-masing kayu. Wood injector dengan tekanan tinggi mendorong sel-sel pada kayu sehingga terjadi perubahan bentuk pada struktur anatominya. Hasil gambar menunjukkan bahwa terjadi pemipihan pada sel-sel serabut. Hal ini diindikasikan dengan terjadinya

penyempitan pada sel jari-jari sehingga jarak antar jari-jari semakin kecil atau semakin dekat. Indikasi lain yang dapat dilihat yaitu terjadinya peningkatan jumlah jari-jari/mm pada kedua jenis kayu tersebut. Peningkatan jumlah jari-jari semakin besar seiring ditingkatkannya tekanan. Hasil perhitungan jumlah jari-jari/mm disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Jumlah jari-jari/mm pada setiap perlakuan

Tabel 13 menunjukkan bahwa terjadi perubahan kerapatan struktur sel jari-jari, dimana jarak antar jari-jari semakin rapat. Perubahan ini diduga mengakibatkan kerusakan pada sel jari-jari akibat adanya tekanan dari wood injector. Makin besar tekanan yang diberikan maka makin besar perubahan struktur anatomi yang terjadi.

Jenis kayu

Jumlah jari-jari/mm

sebelum pengawetan (kontrol) Setelah pengawetan 170 bar 50 bar

Akasia 6 9 7

BAB V

Dokumen terkait