• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORETIS

2.2. Teori Ketenagakerjaan

Di Indonesia, pengertian tenaga kerja atau manpower mulai sering

diperdengarkan. Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Secara praktis pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja hanya dibedakan oleh batas umur. Di Indonesia semula dipilih batas umur minimum adalah 10 tahun. Pemilihan 10 tahun sebagai batas umur minimum adalah

berdasarkan kenyataan bahwa dalam umur tersebut sudah banyak penduduk berumur muda terutama di desa-desa sudah bekerja atau mencari pekerjaan.

Dengan bertambahnya kegiatan pendidikan maka jumlah penduduk dalam usia sekolah yang melakukan kegiatan ekonomi akan berkurang. Bila wajib sekolah sembilan tahun diterapkan, maka anak-anak sampai dengan umur 14 tahun akan berada di sekolah. Dengan kata lain jumlah penduduk yang bekerja dalam batas umur tersebut akan menjadi sangat kecil, sehingga batas umur minimum lebih tepat

dinaikkan menjadi15 tahun.

Atas pertimbangan tersebut, Undang-Undang N0. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan telah menetapkan batas usia kerja menjadi 15 tahun.

Tenaga kerja atau manpower terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labor force terdiri dari golongan yang bekerja, golongan yang menganggur dan golongan yang mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan. Ketiga golongan dalam kelompok angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu kelompok ini sering juga dinamakan sebagai potential labor force.

Selanjutnya angkatan kerja dibedakan pula menjadi dua sub kelompok, yaitu pekerja dan penganggur. Yang dimaksud dengan pekerja ialah orang-orang yang mempunyai pekerjaan dan memang sedang bekerja, serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja ( misalnya : wanita karir yang sedang hamil ).

Badan Pusat Statistik mendefinisikan bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh upah atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara kontiniu dalam seminggu. Termasuk dalam batas ini pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam satu usaha / kegiatan ekonomi.

Penganggur ialah orang yang tidak mempunyai pekerjaan. Lengkapnya, orang yang tidak bekerja dan (masih atau sedang) mencari pekerjaan. Penganggur inilah oleh BPS dinyatakan sebagai penganggur terbuka.

2.2.1 Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja

Permintaan tenaga kerja adalah kebutuhan yang sudah didasarkan atas kesediaan membayar upah tertentu sebagai imbalannya. Pemberi kerja bermaksud menggunakan atau meminta sekian orang karyawan dengan kesediaan membayar upah sekian rupiah setiap waktu. Jadi, dalam permintaan ini sudah ikut

dipertimbangkan tinggi rendahnya upah yang berlaku dalam masyarakat, atau yang dibayarkan kepada tenaga kerja yang bersangkutan.

Persediaan tenaga kerja ialah jumlah orang yang tersedia, mampu dan

bersedia untuk melakukan pekerjaan. Dalam pengertian inipun faktor upah tidak ikut dipertimbangkan. Sedangkan dalam penawaran tenaga kerja sudah ikut

dipertimbangkan factor upah. Dalam hal ini pencari kerja bersedia menerima pekerjaan itu, atau menawarkan tenaga kerjanya apabila kepadanya diberikan upah sekian rupa setiap waktunya. Misalkan dengan menggunakan teknologi tertentu,

seorang pengusaha mungkin membutuhkan 500 orang tenaga. Akan tetapi karena upah yang dituntut terlalu tinggi, mungkin ia hanya mampu mempekerjakan atau meminta 400 orang saja, sedangkan yang lainnya ditunda dahulu atau dibatalkan. Oleh karena itu, kebutuhan tenaga kerja merupakan permintaan potensial (Suroto, 1992:21-22).

Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidakseimbangan antara permintaan akan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah.

Ketidakseimbangan tersebut dapat berupa, (a) lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (adanya excess supply of labor) dan (b) lebih besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga kerja (adanya excess demand for labor). Excess SL W SL W SL We W2 E DL DL 0 Ne N 0 N3 N4 N ( i ) ( ii )

W SL W2 Excess DL DL 0 N3 N4 N ( iii ) Gambar 2.1

Ketidakseimbangan Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja

Keterangan:

SL = Penawaran tenaga kerja (supply of labor) DL = Permintaan tenaga kerja

W = Upah riil

N = Jumlah tenaga kerja Penjelasan gambar:

1. Jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing sebesar Ne pada tingkat upah keseimbangan We. Titik keseimbangan dengan demikian adalah titik E. Di sini tidak ada excess supply of labor maupun excess demand for labor. Pada tingkat upah keseimbangan We maka semua orang yang ingin

bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak ada orang yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada tingkat upah We tersebut. 2. Pada gambar kedua terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat upah

W1 penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar daripada permintaan tenaga kerja (DL). Jumlah tenaga kerja yang menawarkan dirinya untuk bekerja adalah sebanyak N2 sedangkan yang diminta hanya N1. Dengan demikian ada orang yang menganggur pada tingkat upah W1 ini sebanyak N1 N2.

3. Pada gambar ketiga terlihat adanya excess demand for labor. Pada tingkat upah W2 permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar daripada penawaran tenaga kerja (SL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja pada tingkat upah W2 adalah sebanyak N3 orang, sedangkan yang diminta adalah sebanyak N4. (Subri, 2003 : 54-56)

Terdapat beberapa teori yang membahas mengenai tenaga kerja, diantaranya : a. Teori Adam Smith ( 1729 – 1790 )

Smith menganggap bahwa manusia merupakan faktor produksi utama yang menentukan kemakmuran suatu bangsa. Alasannya, alam (tanah) tidak ada artinya kalau tidak ada sumber daya manusia yang mengolahnya, sehingga bermanfaat bagi kehidupan.

Smith juga melihat bahwa alokasi sumber daya manusia yang efektif adalah awal pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal (fisik) baru mulai dibtuhkan untuk menjaga agar ekonomi tetap tumbuh. Dengan

kata lain, alokasi sumber daya manusia yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.( Subri, 2003:2 )

b. Teori Lewis ( 1959 )

Lewis menyebutkan bahwa kelebihan pekerja bukan merupakan suatu masalah, melainkan suatu kesempatan. Kelebihan pekerja satu sector akan

memberikan andil terhadap pertumbuhan out put dan penyediaan pekerja di sector lain.

Ada dua struktur di dalam perekonomian Negara berkembang, yaitu sector kapitalis modern dan sector subsisten terbelakang. Menurut Lewis sector

subsisten terbelakang tidak hanya terdiri dari sector pertanian, tetapi juga sector informal lainnya.

Sektor subsisten terbelakang mempunyai kelebihan penawaran pekerja dan tingkat upah relative murah daripada sector kapitalis modern. Lebih

murahnya biaya upah pekerja asal pedesaan akan dapat menjadi pendorong bagi pengusaha di perkotaan untuk memanfaatkan pekerja tersebut dalam

pengembangan industri modern perkotaan. Selama berlangsungnya proses industrialisasi, kelebihan penawaran pekerja di sector subsisten terbelakang akan diserap.

Bersamaan dengan terserapnya kelebihan pekerja di sector industri modern, maka pada suatu saat tingkat upah di pedesaan akan meningkat.

Selanjutnya peningkatan upah ini akan mengurangi perbedaan/ketimpangan tingkat pendapatan antara perkotaan dan pedesaan.

Dengan demikian menurut Lewis, adanya kelebihan penawaran pekerja tidak memberikan masalah pada pembangunan ekonomi. Sebaiknya kelebihan pekerja justru merupakan modal untuk mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi bahwa perpindahan pekerja dari sector subsiten ke sector kapitalis modern berjalan lancar dan perpindahan tersebut tidak akan pernah menjadi “terlalu banyak”.( Subri, 2003:56 )

c. Teori Fei-Ranis (1961)

Teori Fei-Ranis berkaitan dengan Negara berkembang yang mempunyai ciri-ciri kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum dapat diolah, sebagian besar penduduknya bergerak di sector pertanian, banyak pengangguran, dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.

Menurut Fei-Ranis ada tiga tahap pembangunan ekonomi dalam kondisi kelebihan buruh. Pertama, di mana para penganggur semu dialihkan ke sector industri dengan upah institusional yang sama. Kedua, tahap di mana pekerja pertanian menambah out put tetapi memproduksi lebih kecil dari upah

institusional yang mereka peroleh, dialihkan pula ke sector industri. Ketiga, tahap ditandai awal pertumbuhan swasembada pada saat buruh pertanian menghasilkan out put lebih besar daripada perolehan upah institusional. Dan dalam hal ini kelebihan pekerja terserap ke sector jasa dan industri yang meningkat terus

menerus sejalan dengan pertambahan out put dan perluasan usahanya.(Subri, 2003:57)

2. 2. 2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja a. Tingkat Upah

Tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan. Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi yang selanjutnya akan meningkatkan harga per unit produk yang dihasilkan. Apabila harga per unit produk yang dijual ke konsumen naik, reaksi yang biasanya timbul adalah mengurangi pembelian atau bahkan tidak lagi membeli produk tersebut. Kondisi ini memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang selanjutnya juga dapat mengurangi akibat perubahan skala produksi disebut efek skala produksi (scale effect).

Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barang-barang modal yang lain tetap, maka pengusaha mempunyai kecenderungan untuk menggantikan tenaga kerja dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat adanya penggantian dengan mesin disebut efek substitusi (substitution effect)

b. Teknologi

Penggunaan teknologi dalam perusahaan akan mempengarui beberapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja belum tentu mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja. Karena dapat terjadi kecanggihan

teknologi akan menyebabkan hasil produksi yang lebih baik, namun

kemampuannya dalam menghasilkan produk dalam kuantitas yang sama atau relative sama. Yang lebih berpengaruh dalam menetukan permintaan tenaga kerja adalah kemampuan mesin untuk menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar daripada kemampuan mesin.

c. Produktivitas Tenaga Kerja

Berapa jumlah tenaga kerja yang diminta dapat ditentukan oleh berapa tingkat produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri. Apabila untuk menyelesaikan suatu proyek tertentu dibutuhkan 30 karyawan dengan produktivitas standard yang bekerja selama 6 bulan. Namun, dengan karyawan yang produktivitasnya melebihi standard, proyek tersebut dapat diselesaikan oleh 20 karyawan dengan waktu 6 bulan.

Arsyad Anwar mengemukakan bahwa produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh enam hal, yaitu perkembanagn barang modal per pekerja, perbaikan tingkat ketrampilan, pendidikan dan kesehatan, meningkatkan skala usaha, perpindahan pekerja antar jenis kegiatan, perubahan komposisi out put dari tiap sektor atau subsektor, serta perubahan teknik produksi.

Di lain pihak, Basri mengemukakan bahwa tinggi rendahnya produktivitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh pemanfaatan kapasitas dari berbagai sector. Produktivitas tenaga kerja rendah karena pemanfaatan kapasitas produksi rendah.

d. Kualitas Tenaga Kerja

Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan pembahasan mengenai produktivitas. Karena dengan tenaga kerja yang berkualitas akan

menyebabkan produktivitasnya meningkat. Kualitas tenaga kerja ini tercermin dari tingkat pendidikan, ketrampilan, pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam bekerja.

e. Fasilitas Modal

Dalam prakteknya faktor-faktor produksi, baik sumber daya manusia maupun yang bukan sumber daya manusia, seperti modal tidak dapat dipisahkan dalam menghasilkan barang atau jasa. Pada suatu industri, dengan asumsi factor-faktor produksi yang lain konstan, maka semakin besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan tenaga kerja. Misalnya, dalam suatu industri rokok, dengan asumsi faktor-faktor lain konstan, maka apabila perusahaan menahan modalnya, maka jumlah tenaga kerja yang diminta juga bertambah.

Dokumen terkait