• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

A. Keterampilan Berbicara

2. Keterampilan Berbicara dalam Pembelajaran Bahasa Prancis

Secara umum, bahasa dibagi menjadi dua, yaitu bahasa ibu dan bahasa asing. Bahasa Prancis merupakan salah satu bahasa asing, khususnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan strategi khusus dalam pembelajarannya. Krashen melalui Brown (2007: 322) menyatakan bahwa penguasaan bahasa kedua untuk orang dewasa mempunyai dua cara, yaitu pemerolehan dan pembelajaran. Pemerolehan bahasa didapatkan melalui proses bawah sadar dan intuisif, seperti halnya seorang anak belajar bahasa ibu mereka. Sedangkan pembelajaran adalah proses yang dilakukan secara sadar untuk memahami bentuk dan aturan dalam bahasa sasaran.

Tagliante (1994: 99) “L’apprenant va tout d’abord s’essayer à répéter du sons auxquels il associe une signification assez confuse et sans toujurs pouvoir, dans la chaîn sonore, distinguer où commencent et se terminent les mots qui composent ce qu’il dit. Quelques jours plus tard, il tentera de reproduire, de memoire, les sonorités entendus. Encore plus tard, il associera la phonie à la graphie et commencera à repérer l’organisation d’une phrase. Très vite, on le soul il tera pour qu’il produise réelement des énoncés dont le sens devra correspondre à la situation dans la quelle il parle.”

Menurut Tagliante pembelajar bahasa pertama kali akan mencoba mengulangi suara meskipun masih bingung dengan makna yang terdapat di dalamnya dan tidak dapat membedakan awal dan akhir dari kata-kata. Namun selanjutnya ia akan mencoba menggabungkan suara atau ejaan dengan mendefinisikan sebuah kalimat. Sehingga menghasilkan kalimat yang maknanya sesuai dengan situasi dimana ia berbicara. Dari pendapat tersebut dapat kita ketahui bahwa pembelajar bahasa dimulai dari menirukan bunyi yang didengar meskipun tanpa mengetahui maksud atau arti dari bahasa tersebut. Namun secara berkelanjutan pembelajar bahasa akan mencoba membentuk suatu kalimat dengan

bunyi-bunyi yang pernah didengarnya, dan ia akan dapat mendefinisikan makna dari bahasa yang diucapkannya.

Pembelajaran bahasa Prancis mencakup empat hal, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan berbicara dalam pembelajaran bahasa Prancis disebut dengan expression orale yaitu kemampuan seseorang dalam memproduksi bahasa, untuk itu keterampilan ini disebut juga dengan production orale.

Pembelajaran bahasa Prancis mempunyai 6 tingkatan, yaitu A1, A2, B1, B2, C1, dan C2. Tingkatan pembelajar pemula atau disebut dengan debutant yaitu A1, dan tingkatan pembelajar profesional yaitu C2. Untuk menentukan tingkatan pembelajar bahasa Prancis, peserta didik harus mengikuti evaluasi. Evaluasi ini disebut dengan evaluasi DELF/DALF. Evaluasi DELF/DALF seperti halnya evaluasi TOEFL, namun ada sedikit perbedaan dalam sistem evaluasinya. Evalaluasi TOEFL tidak terdapat evaluasi keterampilan berbicara dan menulis, sedangkan pada evaluasi DEFL/DALF terdapat evaluasi keterampilan berbicara dan menulis.

Evaluasi TOEFL dapat kita ikuti di lembaga-lembaga bahasa yang telah mendapat izin untuk pelaksanaan TOEFL. Sedangkan evaluasi DELF/DALF hanya dapat kita ikuti di Lembaga Indonesia-Prancis (LIP) atau disebut juga dengan IFI (Institut Francaise d’Indonésie) yang terdapat di beberapa kota di Indonesia. Selain itu, penguji DELF/DALF ditunjuk oleh lembaga, sehingga setiap pelaksanaan ujian DELF/DALF pengujinya berbeda.

13

Ujian DELF/DALF mencakup empat keterampilan bahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan berbicara diujikan secara lisan. Peserta berdialog secara lisan dengan penguji, sehingga dalam pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Prancis siswa harus dapat mengungkapkan apa yang ia maksud, dapat merespon percakapan serta harus dapat berbicara sesuai konteks percakapan. Hal ini terdapat pada kriteria penilaian keterampilan berbicara yang disebut dengan grille d’evaluation. Berikut ini bagan penilaian grille d’evaluation untuk pemula A1 dalam buku Breton (2005: 86).

GRILLE D’ÉVALUATION – PRODUCTION ORALE

Tabel 1

1re partie - Entretien dirigé Peut se presenter et parler de soi en répondant à des questions personelles simples, lentement et clairement formulées. 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 Tabel 2

2e partie - Échange d’informations

Peut poser des questions personelles simples sur des sujets familiers et concrets et manifester le cas échéant

qu’il/elle a compris la réponse.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Tabel 3

3e partie Dialogue simulé Peut demander ou donner

quelque chose à quelqu’un,

comprendre ou donner des instructions simples sur des sujets concrets de la vie quotidienne.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

Peut établir un contact social de base en utilisant les formes de politesse les plus élémantaires.

Tabel 4

Pour l’ensemble des 3 parties de l’épreuve

Lexique (étendue)/correction lexicale Peut utiliser un répertoire élémentaire de

mots et d’expressions isolés relatifs à des

situations concrèts

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 Morphosyntaxe/corrections grammaticale

Peut utiliser de façon limitée des structures

très simples. 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

Maîtrise du système phonologique

Peut prononcer de manière compréhensible

un répertoire limité d’expressions

mémorisées.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

Dari gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian keterampilan berbicara dalam pembelajaran bahasa Prancis untuk tingkatan A1 berfokus pada 3 kemampuan dasar yaitu memberikan informasi, mengajukan pertanyaan, dan menjawab pertanyaan sesuai konteks. Kemudian ketiga hal tersebut tidak lepas dari kesesuaian ekspresi, kesesuaian struktur bahasa, dan kesesuaian ucapan atau bunyi bahasa. Lexicale, garammaticale, dan prononciation menjadi 3 kriteria penilaian dalam penelitian ini.

B. Perilaku Siswa dan Motivasi dalam Belajar 1. Perilaku Siswa

Belajar merupakan kegiatan yang setiap hari kita lakukan, baik secara sadar maupun tidak sadar. Belajar merupakan proses mencari tahu, atau mendapatkan pengetahuan yang belum kita dapatkan. Belajar dapat kita lakukan di mana saja dan kapan saja. Belajar juga dapat dilakukan sendiri maupun bersama teman, dan dapat juga dengan panduan guru.

Purwanto (2007: 85) mengartikan belajar sebagai perubahan dalam tingkah laku yang dapat mengarah kepada hal baik maupun buruk melalui latihan dan

15

pengalaman dalam waktu yang panjang. Ini berarti belajar merupakan sebuah proses di mana seseorang mengetahui sesuatu yang belum pernah ia ketahui, dan dengan mencoba, latihan, ataupun pengalaman yang didapatkannya seseorang dapat mengerti apa yang ia pelajari dan hal tersebut dapat mempengaruhi tingkah laku atau perilaku seseorang. Untuk itu dalam sebuah pembelajaran, guru tidak hanya mengajarkan materi yang diberikan, namun guru harus dapat mengajarkan perilaku baik kepada anak.

Seperti contoh seorang guru yang memperkenalkan berbagai macam bunga kepada anak-anak melalui sebuah gambar. Dengan pengenalan tersebut anak-anak mengetahui nama-nama berbagai macam bunga. Selanjutnya ketika anak tersebut bermain dan melihat sebuah bunga yang mirip dengan gambar yang diberikan guru, maka anak tersebut mendekatinya. Ketika mendekat anak tersebut mengetahui bahwa bunga tersebut harum atau tidak. Jika guru sebelumnya tidak mengajarkan tentang bagaimana seharusnya memperlakukan sebuah tanaman atau bunga, maka anak itu mungkin akan mencabut bunga tersebut atau bahkan mencabut tanamannya. Hal ini akan menjadi perilaku buruk bagi anak. Berbeda jika sebelumnya guru juga mengajarkan bagaimana memperlakukan sebuah tanaman. Maka anak tidak akan merusak tanaman dan mungkin justru akan menyiraminya. Hal ini menjadi perilaku positif bagi anak.

Perilaku positif yang diajarkan guru di sekolah dapat dilakukan dengan berbagai hal misalnya dengan mengajarkan sikap disiplin, mengajarkan tentang kebersihan kelas, dll. Hal-hal tersebut mungkin dapat dibantu oleh peraturan sekolahan. Namun dalam proses belajar mengajar di dalam kelas, seorang guru

harus dapat mengendalikan semua siswa. Cowley (2011: 125) memberikan sebuah contoh perilaku buruk siswa dalam sebuah pembelajaran yaitu keributan dan kekacauan. Namun jika keributan tersebut mencerminkan ketertarikan siswa terhadap pelajaran, maka itu merupakan hal baik. Perilaku seorang siswa dalam belajar akan berbeda dengan siswa lainnya. Lebih lanjut Cowley (2011: 150) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku siswa dalam belajar:

a. Faktor lingkungan seperti orang tua, teman, kebijakan sekolah, dll. b. Faktor guru, misalnya cara guru mengajar.

c. Faktor dari dalam diri siswa sendiri, misalnya motivasi, cara siswa bersosialisasi, dll.

Faktor lingkungan seperti cara didik orang tua dan pengaruh teman atau lingkungan siswa tinggal tidak dapat dirubah guru. Namun di dalam kelas guru harus dapat menggantikan orang tua dan mengendalikan perilaku siswa yang berbeda-beda. Untuk itu agar siswa dapat dikendalikan dan berperilaku positif selama belajar maka guru harus dapat menyampaikan pembelajaran dengan tepat. Siswa yang berperilaku baik dalam sebuah pembelajaran akan membantu kelancaran Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Sebaliknya, jika ada satu saja siswa yang berperilaku buruk maka KBM akan terganggu.

KBM yang menyenangkan dapat dilakukan dengan berbagai hal. Kebanyakan siswa beranggapan bahwa pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran tanpa tugas. Namun tugas merupakan salah satu cara untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa. Untuk itu dalam pemberian tugas guru harus dapat

17

mensiasatinya, agar siswa merasa senang dengan tugas yang diberikan. Seperti contoh permainan, petualangan, melakukan peran, atau melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pengalaman pribadi. Selain itu guru juga dapat memberikan penghargaan kepada siswa, sehingga siswa akan senang menyelesaikan sebuah tugas yang diberikan. Cowley (2011: 104) megatakan bahwa penghargaan dapat mendorong siswa untuk berperilaku baik dan dapat memotivasi siswa.

2. Motivasi

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, belajar dapat dilakukan secara sadar maupun tidak sadar. Belajar secara tidak sadar biasanya diperoleh dari lingkungan sekitar atau pengalaman. Misalnya kita tahu bahwa semut menyukai semua makanan yang manis, nyamuk menyukai tempat yang kumuh, dan lain-lain. Sedangkan belajar secara sadar yaitu proses mencari tahu dengan sebuah usaha, artinya ilmu tidak akan kita dapatkan jika kita tidak mempelajarinya. Sehingga belajar secara sadar memerlukan motivasi atau kemauan untuk dapat melakukannya.

Prawira (2014: 319) mengatakan, “motivasi berasal dari bahasa Latin movere

yang berarti bergerak atau dorongan untuk bergerak”. Untuk itu motivasi dapat

diartikan sebagai sesuatu yang dapat mendorong seseorang untuk bergerak atau berubah. Jadi tujuan motivasi adalah mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu dengan tujuan tertentu. Fudyartanto melalui Prawira (2014: 321-322) fungsi dari motifasi adalah mengarahkan dan mengatur tingkahlaku individu, penyeleksi tingkah laku individu, dan memberikan energi dan menahan tingkahlaku individu.

Dari deskripsi tersebut maka motivasi sangat berhubungan erat dengan tingkah laku atau perilaku seseorang. Seseorang yang mempunyai motivasi tinggi dalam sebuah pembelajaran maka ia akan berperilaku baik, tidak akan melakukan tindakan yang menyimpang, dan tetap mempertahankan perilaku tersebut selama pembelajaran berlangsung. Sedangkan motivasi dapat timbul dari diri sediri maupun dari orang lain atau lingkungan. Lebih lanjut Fudyartanto melalui Prawira (2014: 347-351) mengemukakan berbagai macam penerapan Teori Motivasi Belajar :

1. Suasana belajar yang menyenangkan.

2. Pemberian hadiah dan hukuman kepada siswa.

3. Menciptakan level aspirasi berupa performasi yang mendorong ke level berikutnya.

4. Melakukan kompetisi dan kerjasama pada siswa. 5. Menggunakan hasil belajar sebagai umpan balik. 6. Melakukan pujian kepada peserta didik.

7. Memberikan hal-hal baru dalam setiap pembelajaran. 8. Menyiapkan tujuan yang jelas.

9. Tidak menekan siswa.

10.Menggunakan contoh nyata sebagai contoh yang menarik. 11.Melibatkan siswa secara aktif.

Motivasi erat kaitannya dengan minat. Walaupun dua kata ini berbeda maknanya, namun mereka saling berdampingan. Purwanto (2007: 65-66) mengemukakan bahwa motif dipengaruhi oleh lingkungan untuk mendapatkan sebuah pengalaman, dan pengalaman yang didapat akan berkembang menjadi minat atau sebaliknya. Minat yang tumbuh pada diri seseorang tidak hanya karena adanya pengalaman yang menyenangkan dan memuaskan, melainkan pengalaman yang menakutkan juga dapat menumbuhkan minat seseorang.

19

Dokumen terkait