• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERANGAN DPR R

Dalam dokumen Putusan nomor 35 PUU XI 2013 (Halaman 119-124)

Pasal 71 huruf g dan Pasal 156 huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,

C. KETERANGAN DPR R

Terhadap permohonan pengujian UU Keuangan dan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD, DPR menyampaikan keterangan sebagai berikut:

I. Kedudukan Hukum (Legal Standing)

Terhadap kedudukan hukum (legal standing) para Pemohon, DPR menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang mulya untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) atau tidak sebagaimana yang diatur oleh Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi.

II. Pengujian UU Keuangan Negara dan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD

Terhadap pandangan-pandangan Pemohon dalam permohonan a quo, DPR memberi keterangan sebagai berikut:

1. Bahwa dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Bahwa dalam menciptakan pengelolaan keuangan negara yang profesional, khususnya dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tidak dapat terlepas dari keberadaan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia selaku lembaga legislatif yang memiliki kewenangan terhadap fungsi anggaran sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 20A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi: “Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan”.

3. Dalam rangka melaksanakan fungsi anggaran sebagaimana tercantum dalam Pasal 20A ayat (1) UUD 1945 tersebut, kemudian Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebagai wujud pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang dan yang kemudian ditentukan bahwa Rancangan UU APBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan dari DPD.

4. Bahwa untuk melaksanakan pelaksanaan fungsi anggaran sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 20A ayat (1) juncto Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 dan dalam rangka mewujudkan penguatan dan pengefektifan pelaksanaan fungsi anggaran, maka Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia membentuk Alat Kelengkapaan Dewan (AKD) yang mendukung fungsi anggaran dalam menyusun APBN tersebut, Pembentukan AKD dimaksud harus lebih baik dan bersifat professional baik dari segi kualitas maupun kedudukan yang ada dalam struktur Alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Penguatan dimaksud dilakukan dengan mengubah nomenklatur Panitia Anggaran yang secara harfiah lebih bersifat atau paling tidak bermakna sementara menjadi Badan Anggaran yang lebih bersifat institusi yang tetap.

5. Bahwa Badan Anggaran yang bersifat tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (1) UU MPR, DPR, DPD dan DPRD, yang berbunyi “Badan Anggaran dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan yang besifat tetap”, dan yang selanjutnya bahwa “DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang,” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD, diatur dalam rangka memperkuat pengelolaan keuangan Negara yang dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab yang bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

6. Bahwa pengaturan mengenai belanja negara dan pembahasan APBN yang dibahas sampai dengan organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja, sebagaimana diatur dalam Pasal 107 ayat (1) huruf c: Pasal 157 ayat (1), Pasal 159 ayat (5) UU MPR, DPR, DPD dan DPRD serta Pasal 15 ayat (5) UU Keuangan Negara bertujuan agar Dewan Perwakilan Rakyat selaku lembaga legislatif yang memiliki fungsi anggaran, dapat mengetahui, menyetujui, dan menetapkan fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja pemerintah dan mencegah terjadi penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara khususnya APBN. 7. Bahwa terkait dengan tugas dan kewenangan DPR sebagaimana diatur

dalam Pasal 71 huruf g UU MPR, DPR, DPD dan DPRD yang berbunyi “ DPR mempunyai tugas dan wewenang membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan memberikan persetujuan atas rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden” yang selanjutnya diatur pelaksanaannya dalam Pasal 156 UU MPR, DPR, DPD dan DPRD yang berbunyi: ”Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 huruf g, DPR menyelenggarakankegiatan sebagai berikut:

a. pembicaraan pendahuluan dengan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam rangka menyusun rancangan APBN;

b. pembahasan dan penetapan APBN yang didahului dengan penyampaian rancangan Undang-Undang tentang APBN beserta nota keuangannya oleh Presiden;

c. pembahasan:

1. laporan realisasi semester pertama dan prognosis 6 (enam) bulan berikutnya;

2. penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:

a) perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN;

c) keadaan yang menyebabkan harus dilakukannya pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja; dan/atau

d) keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan;

e) pembahasan dan penetapan rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang tentang APBN; dan

f) pembahasan dan penetapan rancangan Undang-Undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.

pada prinsipnya ketentuan tersebut adalah telah sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakila Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.”

8. Bahwa dalam pembahasan RUU APBN terdapat beberapa proses yang dilalui seperti pembicaraan pendahuluan dan penyampaian nota keuangan, merupakan suatu siklus pembahasan dan penetapan APBN yang bertujuan untuk menciptakan suatu pengelolaan keuangan Negara yang berorientasi pada prinsip akutabilitas, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, dan pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.

9. Bahwa pengaturan dalam Pasal 161 ayat (4) dan ayat (5) yang berbunyi sebagai berikut:

(4) Pembahasan dan penetapan rancangan undang-undang tentang perubahan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah bersama dengan Badan Anggaran dan komisi terkait dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan dalam masa sidang, setelah rancangan undang-undang tentang perubahan APBN diajukan oleh Pemerintah kepada DPR.

(5) Dalam hal tidak terjadi perubahan asumsi ekonomi makro dan/atau perubahan postur APBN yang sangat signifikan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), pembahasan perubahan APBN dilakukan dalam rapat Badan Anggaran dan pelaksanaannya disampaikan dalam laporan keuangan Pemerintah pada prinsipnya juga merupakan suatu siklus pembahasan dan penetapan APBN sebagaimana disebutkan dalam butir 7 di atas.

10. Bahwa dengan demikian terhadap pendapat para Pemohon yang menyatakan anggaran pendapatan dan belanja negara yang disahkan melalui Undang-Undang membuka ruang bagi DPR memainkan politik transaksi kepentingan diluar kepentingan rakyat dikaitkan dengan ketentuan yang mengatur pelaksanaan fungsi anggaran DPR RI sebagaimana diatur dalam pasal-pasal a quo, DPR RI berpandangan hal tersebut bukanlah persoalan konstitusionalitas norma, melainkan persoalan dalam penerapan norma, dan terhadap hal tersebut sudah ada mekanisme penanganannya yang selama ini telah dan sedang berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Demikian Keterangan DPR kami sampaikan sebagai bahan pertimbangan bagi Ketua/Majelis Hakim Konstitusi dalam mengambil putusan sebagai berikut: 1. Menyatakan Keterangan DPR diterima untuk seluruhnya;

2. Menyatakan ketentuan Pasal 15 ayat (5) UU Keuangan Negara, Pasal 71 huruf g, Pasal 104, Pasal 105 ayat (1), Pasal 107 ayat (1), Pasal 156, Pasal 157 ayat (1) huruf c, Pasal 159 ayat (5) dan Pasal 161 ayat (4) dan ayat (5) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945.

3. Menyatakan ketentuan Pasal 15 ayat (5) UU Keuangan Negara, Pasal 71 huruf g, Pasal 104, Pasal 105 ayat (1), Pasal 107 ayat (1), Pasal 156, Pasal 157 ayat (1) huruf c, Pasal 159 ayat (5) dan Pasal 161 ayat (4) dan ayat (5) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD tetap memiliki kekuatan hukum mengikat.

[2 .5 ] Menimbang bahwa Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(KPK) menyampaikan keterangan lisan dalam persidangan tanggal 21 Agustus 2013, serta menyerahkan keterangan tertulis yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 22 Agustus 2013 yang pada pokoknya menyatakan sebagai berikut:

A. Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi yang Terbukti Dilakukan oleh

Dalam dokumen Putusan nomor 35 PUU XI 2013 (Halaman 119-124)