• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PENUTUP

C. Keterbatasan Penelitian dan Saran

Penelitian ini memiliki keterbatasan sebagai berikut.

1. Rekomendasi terhadap hasil analisis disusun oleh peneliti dan kurang melibatkan partisipan yang berkepentingan dalam menerapkan balanced

scorecard pada tahun-tahun selanjutnya.

2. Persentase tingkat kesesuaian yang dihasilkan belum merepresentasikan kualitas penerapan balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta.

3. Penelitian ini belum meneliti dampak/kontribusi penerapan balanced

scorecard bagi kemajuan lembaga pendidikan Yayasan Tarakanita.

Pada penelitian selanjutnya, peneliti memberikan saran.

1. Memperbanyak porsi keterlibatan partisipan sebagai pemangku kepentingan terutama dalam menyusun rekomendasi untuk penerapan di tahun-tahun selanjutnya sehingga penelitian menjadi lebih bermanfaat serta aplikatif dalam mengembangkan organisasi yang menjadi tempat penelitian.

2. Penelitian selanjutnya dapat meneliti kualitas penerapan balanced

scorecard pada lembaga pendidikan. Hal ini dapat ditempuh dengan

meneliti secara mendalam mengenai implementasi balanced scorecard pada sebuah lembaga pendidikan terutama terkait dengan relevansi, efektivitas, dan berbagai faktor dibalik persentase tingkat kesesuaian. 3. Penelitian selanjutnya dapat meneliti kontribusi penerapan balanced

Daftar Pustaka

Akdon. (2007). Strategic Management For Educational Management. Bandung: Alfabeta.

Alifuddin. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Pustaka Setia Birnbaum, R. (2000). The Life Cycle of Academic Management Fads. The

Journal of Higher Education, Vol. 71 No. 1, pp. 1-16.

Chavan, Meena. (2009). The balanced scorecard: a new challenge. Journal of

Management Development, Vol. 28 Iss 5 pp. 393 – 406.

Dally, Dadang. (2010). Balanced Scorecard Suatu Pendekatan Dalam

Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosda

Karya.

David, Fred R. (2015). Strategic Management: Concepts and Case. Thirteenth Edition. Boston: Prentice Hall.

Davies, B. (2004). Developing The Strategically-Focused School. School

Leadership and Management, Vol. 24 No. 1, pp. 11-27.

Drucker, Peter F. (1989). What business can learn from nonprofits. Harvard

Business Review, 67(4): 88–93.

Eacott, S. (2008). An Analysis of Contemporary Literature on Strategy in Education. International Journal of Leadership in Education, Vol. 11 No. 3, pp. 257-80.

Fidler, Brian. (2002). Strategic Management for School Development. London: Sage Publications.

Gaspers, Vincent. (2005). Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced

Scorecard Dengan Six Sigma Untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Greiling, Dorothea. (2010). Balanced scorecard implementation in German non-profit organisations. International Journal of Productivity and Performance

Management, Vol. 59 Iss 6 pp. 534 – 554.

Hladchenko, Myroslava. (2015). Balanced Scorecard – a strategic management system of the higher education institution. International Journal of

Educational Management , Vol. 29 Iss 2 pp.- 135

Junaidi. 2002. Kontribusi Penerapan Balanced Scorecard Terhadap Peningkatan

Kinerja Perusahaan. Studi Kasus Di Perusahaan Jasa Asuransi. Tesis.

Jakarta: Universitas Bina Nusantara.

Kaplan, R & Norton, D. (2000). Balanced Scorecard. Menetapkan Strategi

Menjadi Aksi. Jakarta: Erlangga.

Kaplan, R. (2012). The balanced scorecard: comments on balanced scorecard commentaries. Journal of Accounting & Organizational Change, Vol. 8 Iss 4 pp. 539 – 545.

Kaplan, R. (2001). Strategic Performance Measurement and Management in Nonprofit Organizations. Nonprofit Management and Leadership, Vol. 11 No. 3, pp. 353-70.

Kaplan, R. And Norton, D. (1992). The Balanced Scorecard-Measures that Drive Performance. Harvard Business Review, Vol. 70 No. 1, pp. 71- 90.

Kaplan, R. And Norton, D. (1996). Linking The Balanced Scorecard to Strategy.

California Management Review, Vol. 1 No. 1, pp. 53-79.

Karathanos, D. And Karathanos, P. (2005). Applying the balanced scorecard to education. Journal of Education for Business, Vol. 80 No. 4, pp. 222-231. Kasnawati. (2010). Pengaruh Penerapan Balanced Scorecard Terhadap Kinerja

Manajemen PT Bank Danamon Indonesia TBK Cabang Pondok Indah Jakarta. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah.

Kelly, A. (2005). Praxes of School and Commercial Management: Informing and Reforming a Typology From Field Research. International Journal of

Leadership in Education, Vol. 8 No. 3, pp. 237-251.

Khummairah, Fennira. (2015). Pengaruh Penerapan Balanced Scorecard Terhadap

Perilaku Kerja Manajer di PT Telkom. Skripsi. Bandung: Universitas Islam

Bandung.

Luis, S dan Biromo, P. ( 2 0 0 8 ) . Step by Step in Cascading Balanced

Scorecard to Fundamental Scorecards. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Umum.

Manuela, Maria. (2012). The implementation of the balanced scorecard in a school district. International Journal of Productivity and Performance

McDevitt, R., Giapponi, C. And Solomon, N. (2008). Strategy Revitalization in Academe: a Balanced Scorecard Approach. International Journal of

Educational Management, Vol. 22 No. 1, pp. 32-47.

Meyer, H. (2002). The New Managerialism In Education Management: Corporatization or Organizational Learning. Journal of Educational

Administration, Vol. 40 No. 6, pp. 534 – 551.

Mulyadi. (2001). Balanced Scorecard: Alat Manajemen Komtemporer

untuk Pelipatgandaan Kinerja Keuangan Perusahaan. Jakarta: Salemba

Empat.

Niven, Paul R. (2003). Balanced Scorecard Step by Step for Governmental and

Nonprofit Agencies. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Parmenter, David. (2010). Key Performance Indicators. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Patton, M.Q. (2001). Qualitative Research and Evaluation Methods. Thousand Oaks, CA: Sage Publication

Philbin, S. (2011). Design and Implementation of the Balanced Scorecard at a University Institute. Measuring Business Excellence, Vol. 15 No. 3, pp. 34-45.

Rangkuti, Freddy. (2002). SWOT Balanced Scorecard. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rollin, Andrea. (2011). A Case Study: Application of the Balanced Scorecard in

Higher Education Retrieved. San Diego: State University.

Rowley, D. And Sherman, H. (2001). From Strategy to Change: Implementing

the Plan in Higher Education. San Francisco, CA: Jossey-Bass Publishers.

Sagala, Syaiful. (2007). Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu

Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Soebroto, Sunu. (2010). Evaluasi Atas Penerapan Balanced Scorecard Pada

Inspektorat Jenderal Menteri Keuangan. Tesis. Jakarta: Universitas

Indonesia.

Sugeng, Bambang. (2010). Model Penjabaran Perencanaan Strategi lembaga Sekolah Berbasis Balanced Scorecard. Jurnal Penelitian Pendidikan, Th 20/No 2 Oktober 2010.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suripto. (2009). Penerapan Balanced Scorecard Pada Lembaga Pendidikan: Pengukuran Kinerja Administrator kampus. Jurnal Ilmiah Administrasi

Publik dan Pembangunan, Vol. 3 No 6 Januari – Juni.

Tanios, Debby. (2009). Kunci Kesuksesan Implementasi Balanced Scorecard di

Indonesia. Jakarta : Binus University.

Tapinos, E., Dyson, R. And Meadows, M. (2005). The Impact Of The Performance Measurement Systems in Setting The ‘Direction’ in the University of Warwick. Production Planning & Control, Vol. 16 No. 2, pp. 189-98.

Umashankar, Venkatesh Kirti Dutta. (2007). Balanced scorecards in managing higher education institutions: an Indian perspective. International Journal of

Educational Management, Vol. 21 Iss 1 pp. 54 – 67.

Wijaya, David. (2014). Model Balanced Scorecard Dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Jurnal Ilmiah Manajemen Bisnis, Vol.14 No 1 Mei 2014.

Wedhasmara, Ade. (2010). Pengaruh Penerapan Balanced Scorecard Terhadap

Kinerja Karyawan Pada PT. Bank BNI (Persero) TBK. Kantor Cabang Jalan Sutomo Medan Dengan Iklim Kerja Sebagai Variabel Interviewing.

Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara. Yayasan Tarakanita. Rencana Strategis 2013-2018.

Yusuf, Faridah. (2008). Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi Untuk

Program pendidikan dan Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Yuwono, Sony dkk. (2006). Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced

Scorecard-Menuju Organisasi yang Berfoukus pada Strategi. Jakarta: PT Gramedia

Lampiran 1

Rangkuman Wawancara Tentang Proses Penyusunan Balanced Scorecard Pada Yayasan Tarakanita

Hasil wawancara tentang proses penyusunan balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita merupakan konsolidasi dari proses Focus Group Discussion (FGD) antara Kepala Divisi Pendidikan, Kepala Biro Personalia, Kepala Biro Keuangan, dan Kepala Biro Umum di tingkat Kantor Pusat yang merupakan tim balanced

scorecard Yayasan Tarakanita. Dengan kata lain, dalam proses ini telah terjadi

triangulasi sumber dari empat partisipan yang menduduki jabatan yang berbeda-beda untuk menjawab pertanyaan tentang proses penyusunan balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita. Rangkuman hasil wawancara tersebut adalah sebagai berikut.

1. Membangun Konsensus atas Pentingnya Perubahan Manajemen

Organisasi dengan serangkaian analisa pendahuluan menemukan adanya kebutuhan mendasar untuk tumbuh khususnya akibat perubahan eksternal dunia pendidikan. Maka Yayasan Tarakanita mulai melakukan envisioning agar dapat menjawab berbagai tantangan, mampu tumbuh, dan berakselerasi dalam globalisasi khususnya di sektor pendidikan. Dalam kaitannya dengan hal tersebut maka diperlukan perubahan mendasar menyangkut sistem maupun aspek-aspek lain terutama paradigma manajemen organisasi. Maka disusunlah serangkaian skenario perubahan. Agar ada sense of urgency terhadap kondisi yang ada maka dimulailah konsensus bersama para pemegang kepentingan di tingkat puncak untuk menyusun kesepakatan adanya perubahan, melalui balanced scorecard sebagai alat bantu.

2. Pembentukan Tim Proyek

Penyusunan balanced scorecard dimulai dengan pembentukan tim project yang dikenal dengan sebutan Tim Agen Perubahan Tarakanita. Tim tersebut beranggotakan lintas fungsi mengingat dalam balance scorecard knowledge masing-masing fungsi sangat diperlukan agar terjadi sinergi antar perspektif.

3. Mendefinisikan Peran Lembaga

Dalam penyusunan awal BSC, tim melakukan berbagai wawancara baik dari internal Tarakanita maupun dari eksrernal, khususnya masyarakat pendidikan, agar dapat dipetakan posisi sekolah Tarakanita dalam perannya di dunia pendidikan Indonesia. Bagaimana nantinya Tarakanita akan membentuk, memperkuat positioning maupun differensiasi dalam layanan pendidikan dasar dan menengah.

4. Menentukan Unit Organisasi

Pada awalnya unit yang dibidik adalah Kantor Pusat Yayasan dan Kantor Wilayah sebagai pusat pengambil keputusan strategis organisasi.Tetapi dalam perkembangannya seluruh unit sekolah (60 unit) akhirnya menggunakan

balanced scorecard. Pertimbangan yang digunakan adalah bahwa sekolah

Tarakanita meskipun berada di 7 wilayah, tetapi satu pengelolaan terpusat, dengan goals dan target performance yang sama antar unit termasuk yang utama adalah memastikan adanya sistem penjaminan mutu yang sama, sehingga alat manajemen yang digunakan tidak memungkinkan berbeda. 5. Mengevaluasi Sistem Pengukuran Yang Ada

Pada awal penyusunan balanced scorecard, tim melakukan evaluasi sistem manajemen sebelumnya yaitu manajemen by objectif (MBO). Di mana setelah dilakukan serangkaian analisa khususnya analisa ketercapaian pengukuran kinerja unit dengan pertumbuhan kinerja organisasi, maka disimpulkan bahwa perangkat pengukuran yang lama kurang mampu membidik kinerja secara tajam, dan mampu merefleksikan kondisi organisasi yang sebenarnya. Selanjutnya tim menyusun perangkat pengukuran yang baru dengan cara menganalisas tujuan utama organisasi, tujuan masing-masing fungsi, dan merumuskan KPI masing-masing fungsi. Masing-masing fungsi melakukannya dengan cara konsolidasi internal, menyusun matrix kepentingan, dan merumuskan KPI utama yang mendukung kinerja organisasi secara keseluruhan.

6. Merumuskan/ Menkonfirmasi Visi, Misi, Value

Perumusan visi-misi dilakukan dengan mekanisme penyusunan strategy map yayasan yang berujung pada visi dan outcome yang hendak dicapai. Konfirmasi visi, misi dan nilai juga dilakukan melalui manajemen meeting lintas fungsi untuk melihat kembali keselarasan organisasi dengan visi, misi, dan nilai, dan selanjutnya BSC diarahkan untuk membantu organisasi mencapai visi, misi, dan nilai tersebut.

7. Merumuskan Perspektif

Dalam menyusun perspektif diawali dengan menyusun strategy map Yayasan. Di mana dalam strategy map tersebut menggambarkan hubungan antar perspektif dalam membentuk atau mendukung visi serta outcome yang hendak diperjuangkan. Perspektif utama tetap mengikuti teori BSC yaitu

Customer, Internal, Learning, dan financial. Setelah melalui kajian maka

dimasukkan satu perspektif baru yaitu environment dengan pertimbangan utama bahwa Tarakanita merupakan organisasi pendidikan yang dituntut memiliki tanggung jawab moral dan sosial. Demikian pula atas dasar bahwa agar paradigma yang terbangun peserta didik adalah tujuan utama layanan ini didirikan, maka dalam pengurutannya, perspektif financial disepakati ditempatkan sebagai perspektif pada kolom terbawah. Namun hal ini tidak dimaksudkan bahwa organisasi tidak care terhadap pencapaian pertumbuhan keuangan, melainkan strategi organisasi untuk mengingatkan anggota organisasi bahwa tujuan utama organisasi didirikan adalah untuk pelayanan kepada peserta didik.

8. Merinci Visi Berdasarkan Masing-Masing Perspektif.

Visi dan strategi diterjemahkan ke dalam tolok ukur dan sasaran melalui

meeting bersama yang dipandu oleh konsultan manajemen dari PPM

consulting. Untuk memastikan agar tolok ukur dan sasaran spesifik, maka dilakukan serangkaian pengujan melalui diskusi dan perdebatan antar lintas fungsi.

9. Identifikasi Faktor-Faktor Penting Bagi Kesuksesan

Mekanismenya tim agen perubahan melakukan pertemuan panel, yang meliputi pertemuan tim dengan Pengurus Yayasan, pertemuan dengan masing-masing Kepala Biro/Divisi, dan pertemuan tim dengan pemangku kepentingan di tingkat wilayah. Tujuan utama pertemuan tersebut adalah mengidentifikasi faktor-faktor penentu kesuksesan organisasi pendidikan. 10. Mengembangkan Tolok Ukur, Identifikasi Sebab dan Akibat, dan Menyusun

Keseimbangan

Usulan tolok ukur kinerja dari masung-masing fungsi yang dikaji dan diseminarkan oleh Tim Agen Perubahan untuk memastikan adanya koneksitas sebab-akibat dan mememastikan tolok ukur yang ditetapkan memiliki tingkat kepengaruhan yang paling dekat dengan penentu kesuksesan organisasi.

11. Mengembangkan Top Level Balanced Scorecard

Sebagai alat monitoring pengelolaan organisasi dikembangkan top level

balanced scorecard. Top level management menggunakan BSC sebagai helicopter view untuk melihat progress organisasi. Setelah balanced scorecard dan tolok ukur dirumuskan untuk top level management (Kantor

Pusat) lalu diturunkan ke masing-masing biro/divisi, kemudian diteruskan penyusunan serupa untuk masing-masing Kantor Wilayah dan diturunkan ke unit kerja.

12. Merinci Balanced Scorecard Untuk Seluruh Unit Organisasi

Setelah balanced scorecard dan tolok ukur dirumuskan untuk top level management (Kantor Pusat) lalu diturunkan ke masing-masing biro/divisi, kemudian diteruskan penyusunan serupa untuk masing-masing Kantor Wilayah dan diturunkan ke unit kerja.

13. Merumuskan Tujuan

Sebelum BSC tersusun, tim melakukan management meeting dengan pemangku kepentingan tingkat pusat untuk menentukan sasaran strategi jangka panjang dan pendek. Sasaran tersebut dituangkan dalam RENSTRA 5 tahun organisasi, dan dibuat pentahapan dalam setiap tahunnya. Dalam

operasional untuk mencapai sasaran jangka panjang dan pendek, maka disusun Key Performance organisasi tingkat pusat-wilayah-unit. Renstra disusun melalui tahapan; analisis faktor internal-eksternal (analisis Industri), analisis SWOT permasalahan strategis, pecermatan visi-misi dan nilai organisasi, menyusun ultimate goal (jangka panjang), objective goal (jangka pendek), penetapan sasaran (strategy map), dan inisiatif strategis serta program strategis. Dalam inisiatif strategis dan program strategis inilah BSC berperan banyak.

14. Mengembangkan Rencana Tindakan

Rencana tindakan disusun dalam bentuk pentahapan tematis setiap tahunnnya. Dimulai dari tahap; pemetaan organisasi, konsolidasi interbal, strandarisasi operasional, reorientasi, dan berujung pada efektivitas Tarakanita Baru. Untuk menjalankan pentahapan tersebut maka ditetapkan pola strategi dan strategi Yayasan. Dalam opearsionalnya ditetapkan penanggung jawab masing-masing sasaran. Sementara laporan disusun dalam 2 laporan, yaitu laporan semester 1 dan laporan semester 2 (akhir).

Lampiran 2

Rangkuman Telaah Dokumen Terhadap Konsep Balanced Scorecard Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta

Setelah melakukan telaah pada dokumen rencana strategis, program kerja, dan beberapa dokumen lain yang relevan dengan balanced scorecard Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta, peneliti merangkum hasil telaah dokumen. Rangkuman hasil telaah dokumen disajikan menurut komponen manajemen strategis berbasis balanced scorecard, sebagai berikut.

1. Visi

Rumusan visi Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta sama dengan rumusan visi Yayasan Tarakanita, yaitu “Yayasan Tarakanita, sebagai Yayasan Pendidikan Katolik yang dijiwai oleh semangat Kongregasi Suster-Suster Cintakasih St. Carolus Borromeus, bercita-cita menjadi penyelenggara karya pelayanan pendidikan menekankan terbentuknya pribadi manusia yang cerdas, utuh, dan berbelarasa”. Untuk kepentingan penyusunan rencana strategis, visi tersebut dirumuskan secara ringkas oleh tim penyusun menjadi “Mendidik peserta didik agar berkompetensi tinggi yang berbela rasa dan berwawasan lingkungan”.

2. Misi

Dari visi Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta diturunkan misi sebagai berikut.

a. Ambil bagian dalam misi pendidikan Gereja Katolik.

b. Mengupayakan agar di sekolah-sekolah, keunggulan akademik sungguh dikejar, dan kualitas pembelajaran serta pelatihan peserta didik senantiasa ditingkatkan, sehingga peserta didik terbentuk menjadi pribadi yang cerdas, mandiri, kreatif dan terampil.

c. Berperan serta mengembangkan penegakan hak asasi manusia dan memperjuangkan keadilan termasuk keadilan gender.

d. Melakukan koordinasi dan menciptakan iklim yang kondusif di sekolah- sekolah yang dikelolanya guna terselenggaranya proses

pembelajaran sehingga terbentuk manusia dengan kepribadian yang utuh (memiliki integritas diri).

e. Mengupayakan agar di sekolah-sekolah diselenggarakan pendidikan tentang religiositas dan pendidikan nilai (sikap jujur, adil dan berwawasan kebangsaan).

f. Mengupayakan agar sekolah-sekolah mengembangkan semangat persaudaraan sejati dalam masyarakat yang majemuk.

g. Ikut serta dalam perjuangan menegakkan keadilan, menciptakan perdamaian dunia, dan menjaga keutuhan ciptaan.

h. Menciptakan iklim religius dan mengembangkan semangat kasih yang berbela rasa dalam seluruh proses pembelajaran.

i. Memperhatikan, mengembangkan dan memberdayakan para pendidik dan tenaga kependidikan agar karya pendidikan dapat terus berlangsung dan berkembang.

3. Analisis SWOT

Matrik SWOT disusun berdasarkan faktor strategis dan disajikan dalam tabel sebagai berikut.

Tabel L.2.1. Matrik SWOT (Analisis Internal) Yayasan Tarakanita FAKTOR

STRATEGIS STRENGTHS WEAKNESSES

Sustainability Visi Misi

Rumusan visi misi menjadi pedoman perilaku yang terarah

Belum sepenuhnya menjadi landasan sikap dan perilaku dalam melakukan pelayanan Kualitas Lulusan Lulusan memiliki kapabilitas

untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya maupun dunia kerja

Kualitas lulusan belum mampu mendorong selling power Tarakanita.

Manajemen Sekolah Menerapkan OBSC (Organizational Balanced ScoreCard) sebagai upaya menciptakan keseimbangan kinerja setiap perspektif

Tolok ukur dan target OBSC belum mempresentasikan pencapaian kinerja sesungguhnya yang harus dicapai.

Penjaminan Mutu Didukung oleh sistem yang jelas, antara lain: SAPTA, SIKTAR, Pedoman Pelayanan Prima, dan CBHRM

Belum sepenuhnya memanfaatkan sistem informasi sebagai cara untuk mengitegrasikan standar mutu Sumber Daya

Manusia

Mayoritas karyawan adalah karyawan tetap dengan kualifikasi pendidikan memenuhi syarat. Sebagian

1. Hasil evaluasi kompetensi guru 2010 menunjukkan 30% guru dalam kategori baik seklai, 33% cukup,

FAKTOR

STRATEGIS STRENGTHS WEAKNESSES

besar guru telah tersertifikasi pemerintah

dan 37% memerlukan pembinaan khusus. 2. Hasil UKG bidng studi

menunjukkan 60,57%guru berada dalam kategori kurang dan kurang sekali. 3. UTW kurang terbarukan

sehingga menjadi

pemegang jabatan kurang fokus pada tanggungjawab yang seharusnya

Keuangan 1. Memiliki sistem keuangan yang baku

2. Adanya bantuan pemerintah berupa BOS dan BOP dapat menjadi sumber tambahan dana 3. 60% orang tua yang

menyekolahkan anaknya di Yayasan Tarakanita berpendapatan menengah

1. Besaran uang sekolah bukan satu-satunya faktor untuk menarik calon siswa.

2. Satu-satunya sumber keuangan lembaga sampai saat ini hanya dari orang tua siswa.

Humas 1. Jejaring pelaksana fungsi humas di Wilayah dan Unit Sekolah nasional.

2. Pemahaman dan

implementasi Pelayanana Prima (hasil workshop: 79,71%, hasil survey:81%) 3. Pemahaman dan upaya

penetapan strategi pemasaran sekolah (74,56%)

4. Pemahaman dan

keterampilan pengelolaan media promosi dan publikasi (72,58%)

1. Belum semua wilayah dan sekolah memiliki penanggungjawab fungsi kehumasan 2. Inkonsistensi terhadap implementasi gerakan pelayanan prima 3. Kurangnya pemahaman yang komprehensif mengenai penetapan strategi pemasaran sekolah 4. Pengembangan media promosi dan publikasi masih terkesan tradisional

TI 1. Lembaga mengutamakan

pemenuhan kebutuhan fasilitas dan kelengkapan teknologi informasi untuk pembelajaran

2. Memiliki Sistem Informasi Manajemen Terpadu

1. Pengelolaan akses teknologi informasi dan layanan komunikasi masih rendah ( 73%)

2. Kemampuan SDM berkaitan dengan strategi pembelajaran berbasis teknologi informasi pada umum- nya masih lemah.

FAKTOR

STRATEGIS STRENGTHS WEAKNESSES

Sarpras 1. Yayasan dapat memanfaatkan secara optimal lahan dan gedung milik kongregasi dan gereja

2. Sarana prasarana memenuhi standar pelaksanaan KBM (hasil survei: 77%)

3. Kondisi fisik bagunan relatif baik

4. Sebagian besar lokasi unit karya di area strategis

1. Belum ada SOP sehingga pemeliharaan sarana prasarana lemah 2.

Gedung-bangunan-fasilitas kurang menarik dan belum optimal digunakan

3. Belum memiliki master plan pengembangan secara fisik jangka panjang

4. Keterbatasan lahan parkir dan lapangan olahraga Tabel L.2.2. Matrik SWOT (Analisis Eksternal) Yayasan Tarakanita FAKTOR

STRATEGIS OPPORTUNITIES THREATS

Sustainability Visi Misi

Memberikan keleluasan dalam berperilaku tetapi tetap diperlukan tuntunan dan pengarahan yang jelas

Lembaga pendidikan sejenis merumusan visi misi dengan rumusan tang sederhana dan mudah diingat walaupun terlalu membatasi perilaku tertentu Kualitas Lulusan Banyak peminat (institusi

pendidikan dan dunia usaha) terhadap lulusan Tarakanita

Tawaran yang diberikan lembaga pendidikan lain lebih menarik dan beragam (misalnya beasiswa)

berpotensi “pembajakan siswa”

Manajemen Sekolah OBSC sangat terbuka dan mampu mewadahi kekhasan kinerja unit

Perubahan manajemen pengelolaan sekolah yang sangat dinamis dan cepat Penjaminan Mutu Sistem feeder memungkinkan

untuk mempertahankan siswa berdasarkan standar mutu yang ditetapkan

Lembaga lain sejenis sudah menerapkan standar mutu yang sama untuk sekolah yang dikelolanya Sumber Daya Manusia 1. Tersedianya sistem pengelolaan SDM berbasis kompetensi (CBHRM) sebagai dasar pengelolaan SDM yang terintegrasi 2. Mayoritas karyawan berada dalam kelompok usia produktif (dibawah 45 tahun( berpotensi untuk berkembang

1. Lembaga pendidikan sejenis memberikan penawaran kesejahteraan yang lebih kompetitif. 2. Penetapan UMP oleh pemerintah yang realtif tinggi

3. Industri di luar pendidikan mulai memberikan peluang kerja bagi lulusan S1 kependidikan

FAKTOR

STRATEGIS OPPORTUNITIES THREATS

3. Adanya UKG dan uji kompetensi CBHRM menjadi dasar yang tepat untuk dilakukannya pengembangan dan pembinaan guru secara sistematis dan terencana berdasarkan substansi kebutuhan

4. Adanya ketentuan

pemerintah yang mengatur mengenai pemenuhan kualitas , kualifikasi, dan jam wajib mengajar guru (minimal 24 JP)

mendorong terjadinya efisiensi dan efektifitas pengelolaan SDM

4. Terjadi degradasi nilai hidup (guru sebagai panggilan hidup)

Keuangan Mengembangkan peluang sumber dana alternatif dari aset yang dimiliki Yayasan

1. Kebijakan sekolah gratis oleh masyarakat 2. Sensitivitas masyarakat

terhadap biaya sekolah Humas 1. Pemanfaatan fasilitas,

media, sarana interaksi dan komunikasi kehumasan dam pemasaran berbasis teknologi informasi. 2. Masih terjaganya captive

market (peluang pasar) yang masih terjaga 3. Peningkatan penguasaan

strategi marketing yang kontekstual dengan institusi pendidikan 4. Pengembangan jejaring

melalui almuni, orang tua, pemerhati pendidikan

Kondisi sosial budaya masyarakat: konsumtif, kritis, sensitif, serta memiliki kemampuan dan kebebasan untuk memilih (menetapkan pilihan sekolah)

TI Pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi masih terbuka luas

Perkembangan teknologi menuntut pemenuhan sarana-prasarana berbasis teknologi informasi.

Sarpras 1. Masih memungkinkan optimalisasi pemanfaatan lahan untuk sarana pembelajaran

1. Perubahan kurikulum pendidikan menuntut pemenuhan sarana prasarana sesuai tuntutan kurikulum

FAKTOR

STRATEGIS OPPORTUNITIES THREATS

Dokumen terkait