IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3 Ketersediaan Fe dan Mn pada Berbagai Kondisi Reduksi
Pada berbagai nilai Eh, larutan tanah dan tanah masing-masing contoh dianalisis. Hasil analisis larutan tanah dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.
Gambar 4. Kadar Mn dalam Larutan Tanah
Secara umum, penurunan nilai Eh diikuti dengan peningkatan kadar Fe dan Mn terlarut. Peningkatan kadar Fe dan Mn terlarut ini disebabkan karena dalam
kondisi tersebut, Fe dan Mn dalam tanah akan direduksikan menjadi Fe2+ dan Mn2+. Kadar Fe2+ tanah Margakaya (Karawang) lebih tinggi daripada ketiga tanah lainnya, hal ini disebabkan nilai pe+pH tanah Margakaya (Karawang) pada
kondisi oksidatif cukup tinggi sehingga ketika ditambahkan bahan organik, Fe
yang tereduksi lebih banyak daripada tanah Bobojong (Cianjur) dan Cihideung
(Bogor). Walaupun pe+pH tanah Kaserangan (Serang) lebih tinggi, kadar Fe2O3 tanah Kaserangan (Serang) sangat rendah sehingga Fe yang terlarut sedikit. Kadar
Mn2+ pada tanah Bobojong (Cianjur), Cihideung (Bogor), dan Margakaya (Karawang) pada nilai Eh tertentu berpotensi meracuni tanaman padi karena kadarnya > 2 ppm (IRRI 2000 dalam FFTC 2001).
Pada Eh yang sama, kadar Fe2+ untuk tanah Cihideung (Bogor) dan Bobojong (Cianjur) lebih rendah daripada kadar Mn2+, pada tanah Margakaya (Karawang) kadar Fe2+ lebih tinggi daripada kadar Mn2, sedangkan untuk tanah Kaserangan (Serang), pada Eh tertentu, kadar Fe2+ lebih tinggi daripada Mn2+ dan
pada kondisi sangat reduktif (Eh < -200 mV), kadar Mn2+ lebih tinggi daripada kadar Fe2+.
Jika dibandingkan dengan penelitian Nursyamsi (2000), penurunan Eh diikuti dengan peningkatan kandungan Fe2+ dan Mn2+, pada Eh yang sama, kandungan Fe2+ lebih rendah daripada Mn2+. Menurut Tan (1982), pada kondisi tanah yang digenangi, Mn akan direduksi lebih dulu daripada Fe sehingga kadar
Mn2+ akan lebih tinggi daripada Fe2+. Sedangkan menurut Bohn (1979), pada kondisi reduktif, kadar Fe2+ dalam larutan tanah dapat berkisar antara subppm sampai ratusan ppm. Peningkatan kadar Mn2+ dalam larutan tanah juga dapat mencapai ratusan ppm, akan tetapi peningkatan ini tidak sebanyak Fe2+.
Ketersediaan Fe dan Mn dalam tanah diekstrak dengan DTPA 0,005M dan
dibandingkan dengan HCl 0,1N. Data hasil analisis tanah dengan pengekstrak
DTPA 0,005M dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan hasil analisis tanah dengan
Tabel 5. Kadar Fe dan Mn dalam Tanah setelah Direduksi (Ektraksi dengan DTPA 0,005M)
Asal Tanah Perbandingan Eh (mV) ppm Fe ppm Mn Fe/Mn Bobojong (Cianjur) Kontrol1 189 222.45 158.60 1.40 Kontrol2 91 217.59 359.35 0.61 1 : 10 -84 1153.18 878.87 1.31 1 : 9 -101 1332.68 777.13 1.71 1 : 8 -125 1283.93 761.99 1.68 1 : 6 -164 1481.98 774.24 1.91 1 : 2 -189 1758.42 511.07 3.44 1 : 1 -204 1964.78 515.45 3.81 Cihideung (Bogor) Kontrol 247 182.59 230.33 0.79 1 : 10 79 112.22 257.12 0.44 1 : 9 62 276.77 312.98 0.88 1 : 8 25 337.47 346.91 0.97 1 : 6 -16 611.19 573.33 1.07 1 : 5 -97 1120.41 585.17 1.91 1 : 4 -125 1219.84 565.76 2.16 1 : 2 -165 1588.70 504.04 3.15 1 : 1 -196 1766.47 490.44 3.60 Margakaya (Karawang) Kontrol1 42 526.78 140.51 3.75 Kontrol2 29 604.75 141.61 4.27 1 : 10 -76 646.11 139.75 4.62 1 : 9 -144 717.21 132.14 5.43 1 : 4 -187 735.78 127.98 5.75 1 : 1 -206 824.14 129.18 6.38 Kaserangan (Serang) Kontrol1 82 15.95 133.39 0.12 Kontrol2 42 26.23 195.37 0.13 1 : 10 -141 17.49 224.51 0.08 1 : 9 -200 105.53 437.63 0.24 1 : 8 -215 106.73 380.28 0.28 1 : 7 -231 148.54 445.60 0.33 1 : 5 -243 156.72 416.81 0.38
DTPA mengekstrak Fe dan Mn yang terdapat sebagai Fe dan Mn tersedia,
termasuk Fe dan Mn terlarut, dapat dipertukarkan, dan mudah tereduksi. Menurut
Orlov (1992), Mn terlarut dan Mn dapat dipertukarkan merupakan Mn tersedia
bagi tanaman. Senyawa Mn potensial tersedia merupakan Mn yang mudah
Berdasarkan Tabel 5, secara umum kadar Fe dalam tanah mengalami
peningkatan seiring dengan penurunan nilai Eh. Setelah direduksi, kadar Fe tertinggi ditemukan pada tanah Bobojong (Cianjur), kemudian tanah Cihideung
(Bogor), Margakaya (Karawang), dan Kaserangan (Serang). Sementara kadar Mn
dalam tanah meningkat sampai Eh tertentu kemudian mengalami penurunan pada kondisi sangat reduktif (Eh < -180). Kadar Mn pada tanah Bobojong (Cianjur) dan Cihideung (Bogor) cukup tinggi sehingga berpotensi meracuni tanaman padi.
Kadar Mn dalam tanah Margakaya (Karawang) relatif rendah (120 - 142 ppm).
Sedangkan kadar Mn tersedia dalam tanah Kaserangan (Serang) memiliki kisaran
yang cukup besar (133 – 446 ppm). Jika merujuk pada Eh tanah sawah secara umum (> -200 mV), maka Mn tersedia pada tanah Kaserangan (Serang) masih
dalam batas normal karena < 300 ppm (Kyuma 2004a). Sehingga dapat dikatakan
bahwa tanah Margakaya (Karawang) dan tanah Kaserangan (Serang) tidak
berpotensi menyebabkan keracunan Mn pada tanaman padi.
Gambar 5. Kadar Fe dalam Tanah pada Berbagai Nilai Eh (Ekstraksi dengan HCl)
Gambar 6. Kadar Mn dalam Tanah pada Berbagai Nilai Eh (Ekstraksi dengan HCl 0,1N)
Hasil ekstraksi menunjukkan terdapat perbedaan yang cukup tinggi antara
hasil ekstraksi dengan DTPA dan HCl, hal ini dikarenakan HCl akan melarutkan
Fe dan Mn yang ada di dalam tanah, sedangkan DTPA membentuk chelat dengan
kedua unsur tersebut.
Hasil ekstraksi menunjukkan terdapat perbedaan yang cukup tinggi antara
hasil ekstraksi dengan DTPA dan HCl, hal ini dikarenakan HCl akan melarutkan
Fe dan Mn yang ada di dalam tanah, sedangkan DTPA membentuk chelat dengan
Fe dan Mn yang terdapat sebagai Fe dan Mn tersedia, termasuk Fe dan Mn
terlarut, dapat dipertukarkan, dan mudah tereduksi. Terdapat indikasi bahwa Fe
dan Mn dalam tanah tidak membentuk chelat dengan DTPA. Menurut Motomura
(1969) dalam Kyuma (2004a), senyawa Fe dalam tanah dapat berupa fraksi inaktif
yang terjerap partikel tanah dan hanya bisa terekstrak dengan HCl. Hasil ekstraksi
DTPA lebih mencerminkan kadar Mn yang dapat diserap tanaman, sehingga
Pada kondisi lapang, bahan organik biasa ditambahkan dengan dosis 5 - 10
ton/ha. Akan tetapi, penambahan bahan organik tersebut tidak merata, di beberapa
titik sangat mungkin dijumpai kondisi pencampuran yang hampir setara dengan
perbandingan 1 : 10 sampai 1 : 8 pada penelitian ini. Sebagaimana yang
ditampilkan Tabel 5, pada tanah Bobojong (Cianjur), penambahan bahan organik
dalam dosis tersebut mampu mereduksikan tanah sampai Eh nya < -20. Walaupun Mn tersedia sangat tinggi dan berpotensi meracuni tanaman (> 300 ppm), tidak
pernah dilaporkan adanya keracunan Mn pada padi yang ditanam di Bobojong
(Cianjur). Menurut Ponnamperuma (1978), tingginya kadar Fe dalam tanah dapat
menekan keracunan Mn. Setelah dianalisis, diketahui kadar Fe tersedia pada tanah
Bobojong (Cianjur) pun tinggi sehingga mampu mengimbangi jumlah Mn yang
dapat terserap tanaman. Dengan kata lain, potensi Mn meracuni tanaman pada
tanah Bobojong (Cianjur) relatif rendah.
Pada tanah Cihideung (Bogor), Eh yang dicapai tanah dengan penambahan bahan organik pada perbandingan 1 : 10 sampai 1 : 8 masih bernilai positif atau
mendekati nol. Pada kondisi tersebut, Mn yang tersedia cukup tinggi, sedangkan
Fe tersedia lebih rendah daripada Mn, sehingga tanah ini berpotensi menyebabkan
V. KESIMPULAN DAN SARAN