• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap Ketiga: Optimasi kombinasi variasi pembumbuan, lama pemanasan, dan jarak pemanasan terhadap kandungan

DAFTAR PUSTAKA

3.6 Tahap Ketiga: Optimasi kombinasi variasi pembumbuan, lama pemanasan, dan jarak pemanasan terhadap kandungan

PAH ayam panggang

Formulasi bumbu ayam panggang dilakukan dengan menggunakan bumbu yang sudah umum digunakan oleh pedagang di pinggir jalan. Bumbu yang akan digunakan untuk ayam panggang adalah bumbu kuning yang sama dengan bumbu yang digunakan pada tahap 2. Pembuatan ayam panggang dilakukan dengan menggunakan alat pemanggang (Gambar 4) dengan sumber panas dari briket batu bara. Penentuan kombinasi konsentrasi bumbu, jarak pemanasan, dan lama pemanasan dilakukan dengan menggunakan desain percobaan response surface methodology (RSM) dengan variabel independen kombinasi bumbu, lama pemanasan, dan jarak pemanasan seperti terlihat pada Tabel 2. Jumlah ulangan dan pengacakan didapat melalui program Design Expert® 8. Sebelum dilakukan proses pembakaran, ayam terlebih dahulu dikukus selama 30 menit mengikuti proses yang biasa dilakukan di masyarakat dan penjual ayam panggang.

Tahapan Penelitian Kegiatan Luaran

Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian.

Tahap I:

Validasi metode ekstraksi polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH) dengan menggunakan ekstraksi solid phase extraction (SPE) dan analisis dengan HPLC-UV

Validasi metode ekstraksi meliputi uji linearitas, penentuan limit of detection (LOD), Penentuan limit of quantification (LOQ), uji recovery dan uji repeatability.

Diperoleh nilai koefisien linearitas metode, LOD alat, LOQ metode, recovery metode dan repeatabilitas metode

Tahap II:

Studi efek kombinasi dari variasi pembumbuan, lama pemanasan, dan jarak pemanasan terhadap kandungan PAH ikan bakar

Pengujian pengaruh kombinasi dari variasi penambahan bumbu, lama pemanasan, dan jarak pemanasan terhadap PAH dari ikan bakar. PAH diekstraksi dengan metode SPE dan dianalisis dengan HPLC-UV.

Kadar dibenzo(a,h)antrasen (DBA) dan benzo(a)piren (BAP) dari ikan bakar pada berbagai variasi pembumbuan, lama pemanasan, dan jarak pemanasan

Tahap III:

Studi efek kombinasi dari variasi pembumbuan, lama pemanasan, dan jarak pemanasan terhadap kandungan PAH ayam panggang

Pengujian pengaruh kombinasi dari variasi penambahan bumbu, lama pemanasan, dan jarak pemanasan terhadap kadar PAH dari ayam panggang. PAH diekstraksi dengan metode SPE dan dianalisis dengan HPLC-UV.

Kadar dibenzo(a,h)antrasen (DBA) dan benzo(a)piren (BAP) dari ayam panggang pada berbagai variasi pembumbuan, lama pemanasan, dan jarak pemanasan

Gambar 4 Alat pembakaran yang digunakan pada penelitian.

3.7 Analisis Optimasi

3.7.1 Perancangan percobaan response surface methodology

Perancangan percobaan dilakukan dengan menggunakan bantuan software Design Expert® 8. Penentuan proses pembakaran optimum dilakukan dengan menggunakan rancangan Response Surface. Desain percobaan yang digunakan pada Design Expert® 8 adalah Box-Behnken. Tahapan awal percobaan adalah menentukan faktor dalam percobaan dan respons yang akan diamati. Faktor yang akan dioptimasi adalah jarak dan lama pemanasan, serta konsentrasi bumbu yang digunakan. Respon yang dianalisis adalah konsentrasi BAP, DBA dan total PAH (ng/g sampel), analisis warna (L dan °Hue), dan kadar air. Penentuan jarak, lama, dan konsentrasi bumbu yang akan diujikan dilakukan dengan melakukan beberapa uji coba pendahuluan dan dilakukan pengamatan perbandingan. Dari hasil uji pendahuluan didapatkan kisaran minimum dan maksimum untuk masing-masing faktor percobaan adalah jarak pemanasan 2-8 cm, lama pemanasan 28-40 menit, dan konsentrasi bumbu 0-15%. Kisaran jarak pemanasan, lama pemanasan dan konsentrasi bumbu pada optimasi pembakaran ayam dan ikan mengikuti rancangan pada Tabel 3.

3.7.2 Analisis permodelan dan optimasi

Setelah didapat seluruh respon yang diperlukan, dilakukan analisis hubungan antara masing-masing respon dengan parameter independen yang digunakan dan dibuat permodelannya dengan menggunakan software Design Expert® 8. Program Design Expert® 8 akan memberikan persamaan matematika yang sesuai pada masing-masing input respon penelitian. Persamaan matematika yang terdapat pada software ini adalah mean, linear, quadratic, dan cubic.

Tabel 3 Rancangan percobaan optimasi proses pembakaran

Jarak Pemanasan (cm) Lama Pemanasan (menit) Konsentrasi bumbu (%)

5.0 34 7.5 2.0 28 7.5 2.0 34 0 8.0 40 7.5 5.0 40 0 5.0 40 15.0 5.0 34 7.5 8.0 34 15.0 5.0 34 7.5 5.0 34 7.5 5.0 28 0 8.0 28 7.5 5.0 28 15.0 2.0 34 15.0 2.0 40 7.5 8.0 34 0 5.0 34 7.5

Penentuan persamaan matematik yang akan digunakan didasarkan pada analisis ANOVA dari model (dalam hal ini hasil signifikan pada uji signifikansi model dan tidak signifikan pada uji lack of fit). Selain itu dilakukan perbandingan nilai “adjusted R-squared” dan “predicted R- squared” dari model yang dihasilkan. Model kemudian ditampilkan dalam countour-plot grafik 2 Dimensi dan 3 Dimensi. Analisis lanjut dilakukan pada grafik kenormalan residual dan perbandingan prediksi model dan nilai aktual.

Seluruh model yang dihasilkan digunakan untuk penentuan optimasi proses untuk reduksi PAH pada software Design Expert® 8. Optimasi dilakukan dengan menentukan target dari masing-masing respon yang diharapkan. Target yang ditenukan dapat berupa in range, maksimum, minimum, atau target pada nilai tertentu. Selain itu ditentukan importance dari respon yang ditentukan dengan range 1-5 dimana 1 adalah rendah dan 5 paling tinggi. Formula optimasi ditentukan oleh nilai desirability atau kesesuaian formula yang dihasilkan dengan target yang ditentukan. Nilai desirability ditunjukkan dengan nilai 0-1 dimana semakin tinggi nilai desirability, semakin sesuai proses optimum dengan yang diinginkan.

Tahap akhir adalah verifikasi respon yang dihasilkan oleh proses optimum. Verifikasi dilakukan dengan membandingkan hasil respon aktual dengan perkiraan dari proses optimum oleh Design Expert® 8. Verifikasi proses optimum diterima jika nilai aktual masuk ke dalam kisaran 95% prediction interval.

3.8 Analisis Statistik

Analisis korelasi dilakukan pada respon (BAP, DBA, total PAH, L, °Hue, kadar air) yang dihasilkan pada proses optimasi pembuatan ayam dan ikan bakar. Analisis korelasi dilakukan dengan analisis pearson correlation dengan menggunakan software SPSS 17®.

3.9 Analisis Kimia

3.9.1 Pengukuran kadar air (AOAC 2005)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menimbang sampel daging yang telah dihomogenkan sebanyak 1 g ke dalam cawan yang telah dikeringkan. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 110 °C selama 3 jam kemudian didinginkan dengan cara dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit. Sampel kemudian ditimbang lalu dimasukkan kembali ke dalam oven selama 30 menit dan didinginkan. Pengeringan dengan oven dihentikan saat didapat bobot yang stabil. Kadar air sampel dihitung menggunakan rumus berikut:

100% kosong cawan berat ) sampel cawan (berat ) sampel cawan (berat ) sampel cawan (berat air kadar awal oven setelah awal       

3.9.2 Pengukuran intensitas warna dengan chromameter CR-300

Analisis warna dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chromameter CR-300. Sebelum dilakukan pengukuran nilai L, a, dan b, dilakukan kalibrasi alat menggunakan plat standar putih. Kemudian sampel diukur di 4 titik pengukuran. Nilai °Hue dihitung menggunakan rumus °Hue = tan-1 (rasio (nilai b/nilai a)). Hubungan °Hue dan warna sampel ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hubungan °Hue dan warna sampel.

˚Hue Warna Sampel

18˚ - 54˚ Merah 54˚ - 90˚ merah-kuning 90˚ - 126˚ kuning 126˚ - 162˚ kuning-hijau 162˚ - 198˚ hijau 198˚ - 234˚ hijau-biru 234˚ - 270˚ biru 270˚ - 306˚ biru-ungu 306˚ - 342˚ ungu 342˚ - 18˚ merah-ungu Sumber: Hutching (1999). 3.9.3 Analisis PAH

Ekstraksi dan clean-up komponen PAH dengan teknik solid phase extraction

(SPE) (Modifikasi Janoszka et al. 2004 dan Riverra et al. 1996)

Masing masing sampel daging, baik ayam panggang maupun ikan bakar, dihomogenkan dengan menggunakan food processor. Ekstraksi mengikuti prosedur pada Gambar 5. Sampel kemudian ditimbang sebanyak 1 g lalu dilarutkan dalam 1 mL larutan NaOH 1M dingin untuk saponifikasi. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam 1.5 g ekstrelut lalu diisikan ke dalam kolom solid phase extraction-propylsulphonic acid silica (SPE-PRS) dan sampel dielusi dengan fasa gerak 12 mL diklorometana-5% toluena. Untuk membantu proses ekstraksi digunakan vacuum chamber dengan laju alir eluen 1-5 tetes/menit.

Ekstrak diklorometan yang didapat kemudian diuapkan dengan gas nitrogen pada suhu ruang dan residu yang tertinggal dilarutkan dalam 21 mL n-heksana. Setelah itu dipersiapkan kolom berisi silika gel yang telah teraktivasi untuk ekstraksi berikutnya. Aktivasi silika gel dilakukan dengan memanaskan silika gel dalam oven pada suhu 200 °C selama 12 jam lalu kolom dikondisikan dengan cara dielusi dengan 5 mL n-heksana sebelum digunakan untuk ekstraksi. Fraksi PAH dalam n-heksana kemudian diekstraksi ke dalam kolom tersebut dengan menggunakan eluen campuran n-heksana dan diklorometana 60:40 (v/v) sebanyak 10 mL. Ekstrak PAH yang didapat kemudian diuapkan dengan gas nitrogen pada suhu ruang. Ekstrak PAH kemudian dilarutkan dalam 20.5 ml asetonitril dan dipindahkan ke dalam vial untuk kemudian diuapkan pelarutnya dengan gas

nitrogen pada suhu ruang. Residu yang tertinggal dalam vial kemudian dilarutkan dengan 200 μL standar PAH (campuran BAP dan DBA) dengan konsentrasi 2.5 µg/mL, lalu dianalisis kandungan PAH-nya dengan HPLC-MWD.

Penentuan konsentrasi komponen PAH dengan menggunakan HPLC-UV

Penentuan jumlah PAH dilakukan dengan menggunakan HPLC Agilent 1200 series dengan detektor MWD yang diset pada panjang gelombang UV. Analisis dilakukan secara isokratik mengikuti kondisi pada Tabel 5.

Luas area yang digunakan untuk perhitungan kandungan PAH dalam sampel adalah selisih dari luas area yang terbaca pada sampel dengan luas area yang terbaca pada standar PAH (campuran BAP dan DBA) 2.5 µg/mL. Luas area ini kemudian dimasukkan ke dalam persamaan dari kurva standar hasil injeksi

berbagai konsentrasi standar PAH. Kandungan PAH baik BAP maupun DBA (µg/g sampel) dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

g/mL) ( standar kurva dari PAH (g) ampel berat mL 2 . 0 sampel) g/g ( sampel dalam PAH kandungan s

Tabel 5 Kondisi analisis PAH dengan HPLC-UV

Kriteria Kondisi

Kolom C18 (ODS), ukuran partikel 5 μm, panjang 15 cm, diameter dalam 4.6 mm

Suhu running Suhu ruang

Fase gerak Asetonitril-aquades MilliQ (80:20, v/v), isokratik Laju aliran fase gerak 1.0 mL/menit

Deteksi UV 280 nm

Daging dibakar dengan formula bumbu, lama, dan jarak pemanasan

menurut rancangan RSM

Pisahkan Daging (Sampel) dari Tulang

Homogenisasi dengan Food Processor Ambil 1 g daging Campurkan dengan 1 mL NaOH 1 M Tambahkan dengan Ekstrelut 1.75 g Masukkan ke dalam Kolom PRS dengan kapasitas 6 mL Fraksi PAH diuapkan dengan N2 Elusi dengan 12 mL Diklorometan: Toluen 5%

Larutkan dengan 1 mL n-heksana

Masukkan dalam kolom berisi Silika

gel teraktivasi

Elusi dengan 10 mL n-heksana : diklorometan

60 : 40

PAH diuapkan dengan N2 Larutkan dalam 1 mL acetonitril Uapkan acetonitril dengan N2

Larutkan dalam 200 µL standar PAH 2.5 µg/mL

Analisis [PAH] dengan HPLC-UV

Gambar 5 Diagram alir ekstraksi PAH dari sampel daging (modifikasi Janoszka et al. 2004)

4. PEMBAHASAN

4.1 Validasi Metode Ekstraksi PAH dengan Tandem SPE dan HPLC

Validasi metode merupakan salah satu penunjang dalam mendapatkan data hasil penelitian yang valid. Hal ini dikarenakan dengan melakukan validasi metode, atribut-atribut dalam suatu metode seperti ketelitian, ketepatan, sensitivitas, dan keterulangan dapat terlihat dan dapat dioptimalkan. Validasi metode biasa dilakukan apabila metode yang digunakan dalam suatu pengujian atau penelitian merupakan metode yang benar-benar baru atau apabila telah dilakukan modifikasi pada metode yang telah divalidasi. Selain itu, validasi metode juga dilakukan pada pengujian senyawa dengan konsentrasi trace (seperti PAH) untuk melihat validitas dari data yang dilaporkan.

Pada penelitian ini dilakukan modifikasi pada metode ekstraksi polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) yang telah dikembangkan oleh Janoszka et al. (2004). Modifikasi dilakukan pada jumlah sampel yang digunakan serta jumlah pelarut yang digunakan dimana pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan hanya 1 gram dengan jumlah pelarut yang telah disesuaikan. Selain itu digunakan instrumen High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dengan detektor UV untuk mendeteksi keberadaan PAH, berbeda dengan metode Janoszka et al. (2004) yang menggunakan HPLC dengan detektor fluoresens dan kromatografi gas dengan detektor mass spectrophotometer. Detektor UV dipilih karena detektor ini merupakan detektor yang umum terdapat pada lembaga pengujian pangan di Indonesia sehingga metode ini diharapkan dapat diaplikasikan oleh lembaga pengujian di Indonesia untuk pengukuran PAH dalam pangan.

Validasi metode yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti standar EURACHEM (1998) yang meliputi uji kesesuaian sistem, linieritas, LOD dan LOQ instrumen, uji recovery dan uji keterulangan. Hasil validasi metode ekstraksi PAH dengan menggunakan tandem SPE dan HPLC-UV terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil validasi metode ekstraksi PAH dengan tandem SPE dan HPLC-UV Kriteria Nilai untuk BAP Nilai Untuk DBA Linearitas injeksi standar PAH

murni (R2), range konsentrasi 0.05-10 µg/mL

0.999 0.999

Linearitas metode dengan standar adisi dalam sampel (R2), range spiking 0.1-10 µg/g sampel

0.968 0.960

Uji Kesesuaian Sistem (RSD < 2%) - RSD luas area - RSD waktu retensi 0.78% 1.44% 0.57% 1.60% Limit Deteksi (LOD) 7.4 ng/g sampel 6.6 ng/g sampel Limit Kuantifikasi (LOQ) 24.7 ng/g sampel 22.0 ng/g sampel Rekoveri dengan spiking

5 µg/g sampel

104.21% 101.18%

Repeatability atau Presisi 23.66% 20.85%

Hasil uji kesesuaian sistem untuk benzo(a)piren (BAP) dan dibenzo(a,h)antrasen (DBA) ditunjukkan pada Tabel 6. Rata-rata waktu retensi untuk BAP dan DBA masing-masing adalah 11.448 menit dan 13.232 menit dengan RSD di bawah 2%. Sementara rata-rata luas area BAP dan DBA adalah 179.5855 dan 347.9346 dengan RSD di bawah 2%. Hasil ini sesuai dengan standar RSD yang disarankan oleh JECFA untuk prosedur analisis trace.

Kromatogram hasil analisis PAH dapat dilihat pada Gambar 6. Peak dari BAP tampak pada 12.634 menit dan DBA pada 13.511 menit. Peak dari kedua jenis PAH ini tampak sebagai peak yang terpisah sehingga analisis dari kedua PAH dapat dilakukan secara simultan.

Uji linearitas dilakukan dengan injeksi standar benzo(a)piren dan dibenzo(a,h)antrasen ke dalam sampel ikan rebus. Hasil uji linearitas untuk BAP dan DBA ditunjukkan pada Tabel 6. Luas area peak meningkat secara proporsional seiring dengan meningkatnya konsentrasi BAP dan DBA yang di-spike ke dalam matriks sampel daging ikan rebus. Hasil uji linearitas metode

analisis BAP dan DBA dengan adisi standar ke dalam sampel pada range konsentrasi spike 0.1-10 µg/g sampel memiliki nilai koefisien determinasi (R2) di bawah 0.990. Sementara koefisien regresi injeksi langsung standar BAP dan DBA di atas 0.990. Nilai uji linearitas injeksi langsung standar PAH sesuai dengan yang disarankan EURACHEM (1998), yaitu nilai koefisien determinasi (R2) > 0.990.

Hasil uji LOD dan LOQ PAH menunjukkan nilai LOD dari HPLC untuk BAP adalah 7.4 ng/g sampel dan untuk DBA 6.6 ng/g sampel. Sementara nilai LOQ untuk BAP adalah 24.7 ng/g sampel dan untuk DBA adalah 22.0 ng/g sampel. Nilai ini lebih kecil dibandingkan yang dilaporkan oleh Farhadian et al. (2011) dan Janoszka et al. (2004) untuk analisis BAP menggunakan HPLC dengan detektor fluoresens. Nilai LOD yang dihasilkan peneliti ini untuk BAP adalah 0.01-0.03 ng/g. Hal ini menunjukkan detektor fluoresens lebih sensitif untuk deteksi PAH dalam sampel. Penyebab lainnya adalah tidak digunakannya kolom khusus untuk analisis PAH seperti yang dilakukan oleh kedua peneliti tersebut. Kolom khusus PAH merupakan kolom yang berisi C18 dan ultra-high purity silika yang khusus dibuat untuk kolom PAH. Silika ini memiliki kemampuan sangat baik untuk mereduksi adsorpsi dari molekul polar sehingga jumlah senyawa pengganggu (interferens) sedikit dan resolusi pemisahan masing-masing PAH menjadi lebih baik.

Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan deteksi metode pada penelitian ini adalah dengan adisi standar pada tahap akhir ekstraksi PAH. Dalam metode yang dikembangkan oleh Janoszka et al. (2004), pada tahap akhir residu yang mengandung PAH dilarutkan dalam 200 µL Acetonitril : Air (80:20). Modifikasi dilakukan dengan mengganti penambahan Acetonitril : Air dengan standar PAH (BAP dan DBA) dengan konsentrasi 2.5 µg/mL sebanyak 200 µL. Dengan melakukan adisi standar PAH pada ekstraksi jumlah PAH yang terdeteksi akan masuk ke dalam limit deteksi dari sistem HPLC yang digunakan pada penelitian.

Hasil uji recovery dan uji keterulangan untuk analisis BAP dan DBA ditunjukkan pada Tabel 6. Konsentrasi standar BAP dan DBA yang di-spiking ke dalam matriks sampel ikan rebus adalah 5 µg/g sampel. Hasil uji recovery pada standar BAP bervariasi antara 69.32-128.61% dengan rata-rata recovery adalah

104.21%. Sementara hasil uji recovery pada standar BAP bervariasi antara 59.54-121.23% dengan rata-rata recovery adalah 101.19%. Nilai ini sesuai dengan

nilai yang direkomendasikan oleh EURACHEM (1998) yaitu 80-110% untuk analisis kandungan trace dalam sampel dengan konsentrasi 5 µg/mL. Nilai recovery yang dihasilkan pada penelitian ini lebih baik dibandingkan hasil penelitian Riverra et al. (1996) yang menggunakan tandem SPE dan HPLC-UV untuk analisis PAH. Peneliti ini melaporkan nilai recovery untuk analisis BAP dan DBA pada matriks sampel daging bakar masing-masing sebesar 47% dan 64%. Selain nilai recovery yang lebih baik, penggunaan sampel dalam jumlah rendah merupakan keunggulan dari metode analisis yang diterapkan dalam penelitian ini.

Hasil uji keterulangan analisis PAH ditunjukkan oleh nilai RSD dari masing-masing analisis PAH. Nilai keterulangan untuk BAP adalah 23.66% sedangkan untuk DBA adalah 20.85%. Nilai ini di atas batas keberterimaan yang disarankan oleh AOAC untuk analisis trace yaitu nilai RSD ≤ 15%. Untuk mengatasi hal ini optimasi proses ekstraksi SPE dapat dilakukan dengan menggunakan vacuum chamber yang dapat mengatur laju alir pelarut yang digunakan. Riverra et al. (1996) menyebutkan bahwa laju alir yang optimum untuk mendapatkan recovery yang baik adalah 0.5 mL/menit.

Gambar 6 Kromatogram analisis PAH dengan HPLC-UV pada sampel yang

dispike standar campuran BAP dan DBA masing-masing 1 µg/g sampel.

4.2 Analisis Respon Optimasi Pembakaran

Hasil pengukuran respon pada percobaan proses pembakaran ikan dan ayam panggang diperlihatkan pada Tabel 7 dan Tabel 8. Hasil dari uji coba pendahuluan digunakan sebagai faktor percobaan dalam desain percobaan Box-Behnken pada

BAP

software Design Expert® 8 dan menghasilkan kombinasi perlakuan 1-17 seperti terlihat pada Tabel 7 dan 8. Nilai °Hue pada Tabel 7 dan 8 dihitung dari nilai a dan b yang ditunjukkan pada Lampiran 36 dan 37. Software Design Expert® 8 memberikan pilihan jenis persamaan matematika (mean, linear, quadratic, atau cubic) yang menggambarkan hubungan antara faktor dan respon penelitian. Seluruh persamaan matematika dari masing-masing respon digunakan dalam penentuan optimasi proses pembakaran. Software akan memberikan rekomendasi persamaan matematika yang terbaik berdasarkan signifikansi model.

Model yang baik digambarkan dalam signifikansi model pada uji ANOVA, kedekatan nilai perkiraan koefisien regresi hasil penelitian aktual (R2) dan prediksi dari model (pred-R2), serta tidak ditemukannya Lack of Fit dari model yang dihasilkan. Selain parameter tersebut, analisis lebih lanjut dapat dilakukan terhadap plot kenormalan dari data yang dihasilkan (normal plot residual) serta prediksi dari model dibandingkan dengan data aktual hasil penelitian (predicted vs actual). Persamaan matematika yang dperoleh dari respon pada Tabel 7 dan 8 memenuhi persyaratan tersebut. Selanjutnya hubungan masing-masing respon dengan faktor penelitian digambarkan pada bagian berikutnya.

Tabel 7 Hasil pengujian seluruh respon percobaan optimasi pembakaran ikan Perlakuan Jarak (cm) Lama (menit) Bumbu (%) BAP (ng/g) DBA (ng/g) Total PAH* Nilai L Nilai °Hue Kadar Air (%bb) 1 2.0 28 7.5 36.3 50.5 86.8 31.12 69.98 66.76 2 2.0 34 0 110.3 82.7 192.9 42.63 70.15 61.93 3 2.0 34 15.0 41.5 56.0 97.4 37.41 75.86 61.91 4 2.0 40 7.5 130.1 76.0 206.1 31.91 70.74 65.19 5 5.0 28 0 20.2 24.2 44.4 44.79 59.57 64.95 6 5.0 28 15.0 24.7 32.8 57.5 27.41 65.15 66.54 7 5.0 34 7.5 ttd** ttd** ttd** 26.83 64.35 64.95 8 5.0 34 7.5 7.5 20.3 27.8 38.31 74.22 62.72 9 5.0 34 7.5 12.2 14.6 26.9 24.59 62.15 65.91 10 5.0 34 7.5 ttd** 31.2 31.7 31.53 67.65 65.70 11 5.0 34 7.5 16.4 9.4 25.8 34.11 73.42 64.95 12 5.0 40 0 102.7 82.4 185.1 41.76 74.15 66.03 13 5.0 40 15.0 49.9 88.9 138.7 27.49 59.72 62.49 14 8.0 28 7.5 17.6 23.4 41.0 28.36 64.95 57.90 15 8.0 34 15.0 22.2 28.5 50.7 38.82 75.43 63.99 16 8.0 34 0 33.1 20.4 53.5 49.85 66.18 64.98 17 8.0 40 7.5 31.8 41.9 73.8 31.62 69.53 66.37

*Total PAH dihitung dari jumlah BAP (ng/g sampel) dan DBA (ng/g sampel)

**tidak terdeteksi, pada optimasi dengan DesignExpert® 8 digunakan nilai LOD masing-masing PAH (LODBAP = 7.4 ng/g; LODDBA = 6.6 ng/g)

Tabel 8 Hasil pengujian seluruh respon percobaan optimasi pembakaran ayam Perlakuan Jarak (cm) Lama (menit) Bumbu (%) BAP (ng/g) DBA (ng/g) Total PAH* Nilai L Nilai °Hue Kadar Air (%bb) 1 2.0 28 7.5 139.6 49.3 188.9 41.75 72.12 41.10 2 2.0 34 0 104.6 121.3 225.9 26.80 65.12 44.04 3 2.0 34 15.0 74.0 149.2 223.2 32.28 66.20 49.88 4 2.0 40 7.5 148.1 83.2 231.3 33.21 64.56 51.69 5 5.0 28 0 31.5 37.9 69.4 30.00 67.32 47.14 6 5.0 28 15.0 20.4 44.5 64.9 35.88 66.26 44.76 7 5.0 34 7.5 19.7 7.6 27.3 31.44 62.05 46.98 8 5.0 34 7.5 9.4 16.4 25.8 31.08 64.77 60.27 9 5.0 34 7.5 15.1 28.1 43.2 31.50 64.80 46.82 10 5.0 34 7.5 12.2 21.0 33.2 39.74 68.52 41.35 11 5.0 34 7.5 27.3 33.6 60.9 30.48 61.60 39.22 12 5.0 40 0 65.7 45.0 110.7 31.09 63.05 40.60 13 5.0 40 15.0 91.9 53.7 145.6 31.44 62.05 42.62 14 8.0 28 7.5 ttd** ttd** ttd** 32.24 73.12 41.91 15 8.0 34 15.0 ttd** ttd** ttd** 23.62 57.25 45.76 16 8.0 34 0 31.8 54.0 85.8 32.09 65.27 42.82 17 8.0 40 7.5 64.7 44.8 109.5 27.69 57.00 42.00

*Total PAH dihitung dari jumlah BAP (ng/g sampel) dan DBA (ng/g sampel)

*tidak terdeteksi, pada optimasi dengan DesignExpert® 8 digunakan nilai LOD masing-masing PAH (LODBAP = 7.4 ng/g; LODDBA = 6.6 ng/g)

4.2.1 Analisis respon benzo(a)piren

Molekul benzo(a)piren yang ditemukan pada ikan bakar berkisar antara

tidak terdeteksi (LODBAP = 7.4 ng/g sampel) hingga 130.1 ng/g sampel (130.1 ppb). Nilai terendah didapat pada pembakaran dengan jarak 5.0 cm selama

34 menit dengan bumbu 7.5%. Nilai tertinggi didapat pada pembakaran dengan jarak terendah 2.0 cm dan lama pemanasan tertinggi yaitu 40 menit dengan 7.5% bumbu. Sementara molekul benzo(a)piren yang ditemukan pada ayam panggang berkisar antara tidak terdeteksi (LODBAP = 7.4 ng/g sampel) hingga 148.1 ng/g sampel (148.1 ppb). Nilai terendah didapat pada pembakaran dengan jarak 8.0 cm selama 28 menit dengan bumbu 7.5% serta jarak 8.0 cm selama 34 menit tanpa menggunakan bumbu. Sementara nilai tertinggi didapat pada jarak terendah 2.0 cm dan lama pemanasan tertinggi yaitu 40 menit dengan 7.5% bumbu.

Nilai kandungan BAP terbesar dalam makanan bakar yang ditemukan pada penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan batas BAP yang diperbolehkan oleh JECFA yaitu 10 ng/g sampel (10 ppb). Nilai BAP pada ayam panggang dan ikan bakar jauh lebih tinggi dibandingkan penelitian serupa yang dilakukan oleh Farhadian et al. (2011) yang menemukan rata-rata BaP pada ikan bakar adalah

0.76 ng/g dan ayam panggang adalah 4.35 ng/g. Perbedaan jenis ikan dan ayam, metode pembakaran, serta lama pemanasan dapat menyebabkan perbedaan kandungan BAP yang ditemukan. Percobaan juga menunjukkan adanya perbedaan kandungan benzo(a)piren antara ayam panggang dan ikan bakar.

Persamaan matematika untuk menggambarkan hubungan konsentrasi BAP ikan bakar dengan jarak dan lama pemanasan, serta konsentrasi bumbu adalah persamaan quadratic:

[BAP] = 419.8322 – 1.8082 A – 26.6651 B + 0.5511 C – 1.1045 AB + 0.6431 AC – 0.3185 BC + 2.5648 A2 + 0.5745 B2 + 0.3288 C2

Keterangan: A = Jarak pemanasan B = Lama pemanasan C = Konsentrasi bumbu

dengan nilai R2 model adalah 0.9762. Dari model yang dihasilkan terlihat bahwa konsentrasi BAP pada ikan bakar dipengaruhi jarak, lama, dan konsentrasi bumbu serta interaksi antar variabel percobaan. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga variabel yang diujikan dapat digunakan untuk mereduksi jumlah BAP dalam ikan bakar.

Persamaan matematika untuk menggambarkan hubungan antara konsentrasi BAP ayam panggang dengan jarak dan lama pemanasan, serta konsentrasi bumbu adalah persamaan reduced quadratic:

[BAP] = 1352.7321 – 84.2122 A – 66.9868 B – 2.9024 C + 0.6775 AB + 0.6101 AC + 4.1808 A2 + 0.9878 B2

Keterangan: A = Jarak pemanasan B = Lama pemanasan C = Konsentrasi bumbu

dengan nilai R2 model adalah 0.9209. Dari model yang dihasilkan terlihat bahwa konsentrasi BAP pada ayam panggang dipengaruhi jarak, lama, dan konsentrasi bumbu serta interaksi antar variabel percobaan. Hal ini juga menunjukkan bahwa ketiga variabel yang diujikan dapat digunakan untuk mereduksi jumlah BAP dalam ayam panggang.

Contoh grafik tiga dimensi hubungan antara jarak dan lama pemanasan terhadap konsentrasi BAP ikan bakar ditunjukkan pada Gambar 7. Grafik ini menunjukkan seiring dengan kenaikan lama pemanasan, terjadi kecenderungan peningkatan kandungan BAP pada ikan bakar dengan bumbu 7.5%. Sebaliknya

jarak pemanasan yang semakin rendah akan meningkatkan kandungan BAP dari ikan bakar. Gambar 8 menunjukkan hubungan jarak pemanasan dan konsentrasi bumbu terhadap BAP ayam panggang. Grafik ini menunjukkan penggunaan