• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

C. Kajian Mengenai Modul

2. Keunggulan dan Kelemahan Modul

Modul berguna dalam sebuah proses pembelajaran keterampilan bercocok tanam sawi. Dalam hal ini anak tidak hanya mengendalikan guru sebagai patokan jika anak mengalami kesulitan pada saat praktik bercocok tanam sawi berlangsung. Namun dengan adanya modul, dapat dijadikan sebagai cara lain agar anak dapat belajar mandiri tanpa bantuan guru jika mengalami kesulitan pada saat melakukan praktik bercocok tanam sawi baik di sekolah maupun dilakukan di rumah untuk mengisi waktu luangnya.

Menurut Nasution (2015: 67) keuntungan-keuntungan modul ini antara lain: (a) memberikan feedback atau balikan yang segera dan terus menerus, (b) dapat disesuaikan dengan kemampuan anak secara individual dengan memberikan keluwesan tentang kecepatan mempelajarinya, bentuk maupun bahan pelajaran, (c) memberikan secara khusus pelajaran remedial untuk membantu anak dalam mengatasi kekurangannya, dan (d) membuka kemungkinan untuk melakukan test formatif.

Lebih lanjut dapat dikaji sebagai berikut:

a. Balikan ini perlu bagi anak agar ia mengetahui sampai sejauh mana ia telah menguasai bahan pelajaran, sedangkan bagi guru untuk mengetahui sampai

b. Penggunaan modul disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki anak, hal ini dapat dilihat dari adanya tahapan-tahapan materi yang ada di dalam modul untuk dikerjakan langsung oleh anak.

c. Berkat penilaian yang kontinu maka kekurangan-kekurangan segera dapat ditemukan. Pengulangan dilakukan hanya pada bagian-bagian yang belum dikuasai oleh anak dan tidak perlu seluruh pelajaran, dalam hal ini tentu akan banyak menghabiskan waktu dan tenaga anak, serta dapat memupuk rasa kejengkelan pada anak.

d. Pengajaran modul memberikan bahan pelajaran yang sedikit danlangsung diberi penilaian.

Walaupun tampaknya penggunaan modul untuk pembelajaran lebih membantu siswa belajar dengan hasil yang lebih memuaskan bila dibandingkan dengan pengajaran konvensional, namun ada sejumlah masalah-masalah atau kelemahan yang timbul dalam penggunaan modul untuk pembelajaran.

Menurut Nasution (2015: 218) ada sejumlah masalah yang timbul dalam penggunaan modul untuk pembelajaran bagi anak, guru, dan administrator. Permasalahan tersebut yaitu anak harus sanggup mengatur waktu; memaksa diri untuk belajar dan kuat terhadap godaan-godaan teman untuk bermain; anak cenderung menjadi pasif dan akan mengalami kesulitan untuk beralih kepada cara baru yang menuntut aktivitas sebagai dasar utama dalam belajar; pembuatan modul memakan waktu yang banyak juga memerlukan keahlian dan keterampilan yang cukup; serta memerlukan banyak fasilitas yang akan melibatkan soal pembiayaan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa dengan digunakannya modul sebagai media pembelajaran, guru dapat lebih cepat dan

hal ini dikarenakan materi yang dibahas dalam modul dilakukan secara bertahap dan berurutan sesuai dengan kemampuan anak. Konsep sistem pembelajaran dengan modul pada dasarnya adalah pembelajaran mandiri yang menuntut peserta didik untuk selalu aktif dan meminimalisir bantuan dari pihak luar tidak terkecuali guru. Sistem pengajaran modul merupakan cara penyampaian pelajaran dimana peran guru hanya sebagai pengorganisir serta fasilitator kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Berdasarkan sistem pengajaran modul bahan pelajaran atau materi pelajaran dapat dipelajari sendiri oleh siswa, guru hanya memberikan arahan serta bimbingan. Pelaksanaan sistem dengan modul menitikberatkan pada aktifitas serta kreatifitas belajar siswa.

Penggunaan modul ini diharapkan dapat mempermudah anak dalam mengurutkan tahapan-tahapan dalam bercocok tanam sawi dengan baik dan benar. Selain itu juga dengan digunakannya modul, anak dapat belajar mandiri tanpa adanya bantuan dari orang lain. Kelemahan penggunaan modul yaitu menuntut siswa untuk disiplin dan belajar mandiri, membutuhkan dana yang tidak sedikit, waktu yang cukup banyak, dan dukungan tenaga. Penggunaan modul juga membutuhkan keterampilan dalam memilih materi yang tepat untuk disajikan.

Alasan peneliti memilih modul sebagai media pembelajaran bercocok tanam sawi tidak terlepas dari rujukan pada teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner. Teori belajar Skinner ini banyak diterapkan dalam bidang pendidikan formal terutama dalam penetapan model pembelajaran dan

teknologi pembelajaran. Memilih rangsangan dan memberikan peneguhan adalah merupakan unsur utama dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran di kelas siswa perlu mendapat perhatian terutama dalam aspek perbedaan individual, kesiapan untuk pembelajaran, dan pemberian motivasi (Mohammad Surya, 2003: 44).

Program pembelajaran yang terkenal dari Skinner adalah “program Instruction” yaitu suatu bahan belajar yang menggunakan media dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran berprogram ini bahan ajar disajikan dalam bentuk unit-unit kecil yang diberikan ilustrasi dan pertanyaan, tujuannya adalah untuk memberikan umpan balik dengan segera terhadap aktivitas belajar siswa. Media pembelajaran yang disebutkan oleh Skinner tadi sangat sesuai dengan kajian mengenai modul yang dikemukakan oleh Winkel (2009: 472) bahwa modul pembelajaran merupakan satuan program belajar mengajar yang terkecil, yang dipelajari oleh anak sendiri secara perseorangan atau diajarkan oleh siswa kepada dirinya sendiri (self- instructional).

Lebih lanjut lagi dijelaskan oleh Nasution (2015: 67) yang menyebutkan keuntungan modul yaitu memberikan feedback atau balikan yang segera dan terus menerus. Balikan ini perlu bagi anak agar ia mengetahui sampai sejauh mana ia telah menguasai bahan pelajaran, sedangkan bagi guru untuk mengetahui sampai seberapa jauh efektivitas modul itu.Selain itu penggunan modul disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki anak, hal ini dapat dilihat dari adanya tahapan-tahapan materi yang

ada di dalam modul untuk dikerjakan langsung oleh anak, dan memberikan pelajaran remedial, serta membuka kemungkinan untuk melakukan test formatif dalam mengatasi kekurangan yang dimiliki anak.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti memilih modul sebagai media pembelajaran bercocok tanam sawi karena cocok diterapkan bagi anak tunagrahita ringan, selain itu juga modul ini akan menimbulkan persepsi yang sama karena penyusunannya disesuaikan dengan kemampuan anak, dapat menarik anak sehingga lebih mudah bagi anak tunagrahita ringan untuk memusatkan perhatian, dan tidak mudah untuk dilupakan.

Selanjutnya, apabila materi keterampilan bercocok tanam sawi disajikan dalam bentuk modul yang di dalamnya terdapat gambar-gambar dan berwarna, maka akan dapat diserap dan dipahami dengan baik. Selain itu, keterampilan bercocok tanam sawi yang dilaksanakan di kebun sekolah dapat dilakukan di rumah secara mandiri tanpa harus ditemani oleh guru pembimbing keterampilan, karena masing-masing anak mempunyai atau membawa modul bercocok tanam sawi. Modul dapat disesuaikan dengan kondisi yang ada. Pembuatan modul memerlukan kerja sama tim dari berbagai bidang keahlian. Maka dari itu, dapat dibuat media pembelajaran khusus bagi anak tunagrahita ringan yang sangat membantu dalam proses pembelajarannya.

Dokumen terkait