• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HUKUM KEWARISAN ISLAM DAN PEMBAGIAN

B. Pembagian Warisan

1. Kewajiban Ahli Waris Sebelum Pembagian Warisan

103

C. Pembagian Warisan

1. Kewajiban Ahli Waris Sebelum Pembagian Warisan

Sebelum pembagian warisan, terdapat beberapa kewajiban ahli waris terhadap harta pewaris yang dilaksanakan secara berurutan, yaitu biaya pengurusan jenazah, pembayaran hutang, dan pelaksanaan wasiat.259 Hal tersebut diuraikan sebagai berikut.

a. Biaya Pengurusan Jenazah

Tidak ada keterangan dalam al-Qur’an yang menjelaskan biaya pengurusan jenazah, namun berdasarkan ijtihad mayoritas ulama, yaitu ulama golongan Hanafiyah, Hanabilah, dan Malikiyah ditetapkan bahwa biaya pengurusan jenazah lebih diutamakan daripada pembayaran hutang, sedangkan ulama golongan Syafi’iyah sebaliknya, mendahulukan pembayaran hutang daripada biaya pengurusan jenazah.260

Biaya pengurusan jenazah seperti biaya memandikan, pembeliaan kain kafan, biaya pengobatan dan perawatan rumah sakit apabila ada, dan lain sebagainnya hingga penguburannya merupakan kewajiban pertama yang harus disegerakan pelaksanaannya yang diambilkan dari harta pewaris, karena pengurusan jenazah merupakan kebutuhan hidup yang utama, sebagaimana kebutuhan hidup yang utama lebih didahulukan daripada pelunasan hutang saat pailit.261

259 al-Sayyid Sa>biq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 3 (Beirut: Da>r al-Fikr, 1403 H/1983 M ), 142.

260 Wahbah al-Zuh}ayli>}, al-Fiqh al-Isla>mi>, Juz 8, 272.

104

Dalam tradisi masyarakat Indonesia khususnya, terkadang diadakan upacara kematian, walimah kematian, peringatan kematian tahunan (hawl) dan pembacaan dzikir dan doa. Menurut Wahbah al-Zuhayli>, biaya acara tersebut tidak boleh diambilkan dari harta pewaris, dan apabila hal tersebut dilakukan maka yang bertanggung jawab adalah ahli waris yang diambil dari harta pribadinya.262 Pelarangan tersebut atas dasar pemahaman bahwa hal tersebut dinilai sebagai perbuatan bid’ah, meskipun demikian beberapa ulama memperbolehkan pelaksanaan tradisi membaca al-Qur’an dan doa terhadap mayit setelah dikuburkan, karena membaca al-Qur’an dan doa terhadap mayit merupakan amalan yang disyariatkan dan dianggap sebagai bid’ah hasanah.263

Menurut hemat peneliti, dalam mensikapi hal tersebut apabila tradisi slametan tetap dilaksanakan baik tradisi slametan dari hari pertama hingga hari ke-7, ke-40, ke-100, tahun pertama, tahun kedua, tahun ketiga, dan hari ke-1000 atau haul (kematian) seperti yang dilaksanakan pada masyarakat Indonesia dan mungkin dibeberapa negara lainnya, maka biayanya tidak boleh diambilkan dari harta peninggalan pewaris, namun diambil dari harta pribadi ahli waris atau infaq dari masyarakat.

b. Pembayaran Hutang

Dalam surat al-Nisa>’ ayat 11 dan 12 disebutkan bahwa pembagian warisan sesuai bagian yang telah ditentukan dapat dilaksanakan setelah

262 Wahbah al-Zuh}ayli>}, al-Fiqh al-Isla>mi>, Juz 8, 282.

263 Abi> ‘Umar Da>na>ng Ibn Ah}mad Mu>ha>di>>, al-Bid’ah al-H}asanah ‘Inda al-Sha>fi’iyyah Fi> al-‘Iba>da>t (t.tp: Da>r al-Fa>ruq, Indu>ni>sia>), 268-269.

105

dipenuhi 2 (dua) kewajiban, yaitu wasiat dan hutang. Meskipun kata wasiat disebutkan terlebih dahulu dari kata hutang, namun tidak berarti pelaksanaan wasiat lebih didahulukan dari pembayaran hutang. Namun yang dikehendaki oleh sha>ri’ adalah wasiat dan hutang harus didahulukan sebelum pembagian warisan. Hal tersebut dapat diketahui dari aspek linguistik, yaitu kata hutang (al-dayn) dan wasiat di’atafkan dengan huruf ‘aw” bukan huruf “waw”. Artinya, keduanya wajib dilaksanakan sebelum pembagian warisan.264 Pendahuluan penyebutan hutang terhadap wasiat dikarenakan hutang merupakan suatu kewajiban, sedangkan wasiat suatu perbuatan baik (al-tabarru’a>t) yang sebaiknya dilakukan apabila keadaan memungkinkan.265

Pembayaran hutang pewaris merupakan kewajiban selanjutnya yang lebih didahulukan daripada pelaksanaan wasiat, baik hutang kepada sesama manusia (dain al-‘iba>d) maupun hutang kepada Allah (dayn Alla>h) seperti hutang zakat, kafarat, nazar.266 Menurut Ibn H}azm dan Syafi’i, hutang kepada Allah lebih didahulukan pelaksanaannya dari hutang kepada manusia, sedangkan menurut ulama golongan Hanafiyah hutang kepada Allah gugur karena kematian, artinya hutang zakat, kafarat, maupun nazar seseorang gugur apabila ia meninggal, kecuali apabila ahli waris ingin

264 Ra>shid Rid}a>, Tafsi>r Al-Mana>r, Juz 4, 419.

265 Muh}ammad Ibn S}a>lih al-Uthaymin, Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m Su>rah al-Nisa>’, Juz 1 (Riyad: Da>r Ibn Al-Jawzi>}, 1430 H), 76.

266 Menurut ulama golongan Hanafiyah, pelunasan hutang kepada Allah (dayn Alla>h) tidak diambil dari harta yang ditinggalkan pewaris. Sedangkan menurut mayoritas ulama, pelunasan hutang kepada Allah (dayn Alla>h) tersebut diambil dari harta yang ditinggalkan pewaris. ‘Ali> S}a>bu>ni>, al-Mawa>rith, 35. Muh}ammad al-Sari>ti>, al-Was}a>ya> wa al-Awqa>f<<<<<<<<<<<<<<<<<<, Juz 2, 262.

106

berbuat kebaikan (tabarru’a>t) dengan melaksanakannya atau pewaris berwasiat supaya ahli warisnya melaksanakannya, karena rukun ibadah adalah niat dan pelaksanaannya yang dapat gugur dengan sebab kematian. Sedangkan ulama Hanabilah menyamakan keduanaya, tidak mendahulukan hutang kepada Allah atas hutang kepada manusia, ataupun sebaliknya.267

Hutang seseorang yang telah meninggal bukanlah beban ahli waris, karena dalam Islam hutang tidak dapat diwariskan. Maka pembayaran hutang dibebankan kepada harta pewaris, sebagaimana yang dapat dipahami dari Qur’an surat An’a>m ayat 164, Isra>’ ayat 15, Fa>tir ayat 18, al-Zumar ayat 7, dan al-Najm ayat 38.268 Sedangkan ahli waris hanya berkewajiban membayarkan hutang tersebut dari harta pewaris sebagaimana yang diatur dalam KHI Pasal 175, bahwa ahli waris berkewajiban membayar hutang hanya sebatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya saja.269 c. Pelaksanaan Wasiat

Setelah kedua kewajiban tersebut terlaksana, maka selanjutnya adalah melaksanakan wasiat pewaris bagi yang berhak menerimanya sebagaimana yang diatur pada surat al-Baqarah ayat 180 yang menjelaskan perintah berwasiat kepada orang tua dan kerabat bagi seseorang yang telah nampak tanda-tanda kematian dan mempunyai harta yang ukuran banyaknya disesuaikan dengan tradisi yang berlaku di masyarakat. Orang tua dan kerabat yang dimaksud adalah sebagaimana yang dijelaskan dalam

267 al-Sayyid Sa>biq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 3, 425.

268 Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum, 93.

107

surat al-Nisa>’ ayat 11, 12, dan 176 secara umum. Kemudian dalam pelaksanaannya dibatasi dengan hadis dari Abu> Umamah yang menjelaskan bahwa wasiat tidak diboleh diberikan kepada ahli waris. Ahli waris yang dimaksud adalah yang tidak mendapatkan warisan, meskipun dikarenakan perbedaan agama.270 Batasan maksimal wasiat adalah sepertiga dari harta pewaris, apabila wasiat melebihi dari sepertiga maka wasiat tersebut tidak wajib dikerjakan kecuali atas izin ahli waris.271

Dokumen terkait