• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEWENANGAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA

B. Kewenangan Notaris dalam Pembuatan Akta Otentik

Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris telah mengatur pengertian dari Notaris yaitu : Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud undang-undang ini.

Disinilah letaknya arti yang penting dari profesi notaris bahwa ia karena undang-undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktikan yang mutlak dalam pembuktian bahwa apa yang tersebut dalam akta otentik pada pokoknya dianggap benar. Hal ini sangat penting untuk mereka yang membutuhkan alat pembuktian untuk suatu keperluan, baik untuk pribadi maupun untuk kepentingan suatu usaha.

Begitu pula halnya dengan perjanjian kredit angsuran sistem fidusia pada Perum Pegadaian, notaris mempunyai kewenangan dalam membuat perjanjian kredit Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum

angsuran sistem fidusia. Namun, mengenai isi perjanjian tersebut tetap didominasi kepentingan Perum Pegadaian selaku kreditur. Hal itu terjadi disebabkan pihak Perum Pegadaian tidak mau rugi dan kehilangan dana yang akan dan atau telah diberikan kepada pihak debitur. Namun begitu, umumnya debitur menerima keinginan- keinginan dari pihak Perum Pegadaian, hal itu disebabkan karena kebutuhan akan dana yang cukup dan proses pencairan dana kredit cepat.

Notaris sebagai satu-satunya pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan, sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Dengan perkataan lain, wewenang notaris bersifat umum (regel) sedangkan wewenang para pejabat lain adalah pengecualian. Jadi di dalam suatu perundang-undangan untuk sesuatu perbuatan hukum diharuskan adanya akta otentik terkecuali oleh undang-undang tersebut dinyatakan secara tegas bahwa selain notaris, pejabat umum lainnya juga turut berwenang untuk pembuatan suatu akta tertentu.

Adapun akta-akta yang pembuatannya juga ditugaskan kepada pejabat lain atau oleh undang-undang dikecualikan pembuatannya kepadanya, antara lain :

1. Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 KUHPerdata);

2. Berita Acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotek (Pasal 1227 KUHPerdata);

3. Berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (Pasal 1405 dan Pasal 1406 KUHPerdata);

4. Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 dan Pasal 218 KUHD). 5. Akta catatan sipil (Pasal 4 KUHPerdata). 33

33

R. Soegono Notodisoerjo, Op. Cit, hal. 53.

Untuk pembuatan akta-akta yang dimaksud pada angka 1 sampai 4 notaris berwenang membuatnya bersama-sama dengan pejabat lain (turut berwenang membuatnya) sedangkan yang disebut pada angka 5 notaris tidak berwenang untuk membuatnya tetapi hanya oleh pegawai kantor catatan sipil.

Selain membuat akta-akta otentik, notaris juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan mensahkan (Waarmerken dan legaliseren). Wewenang notaris lainnya adalah memberikan nasehat hukum dan penjelasan, petunjuk kepada para penghadap tentang hal-hal yang dapat dilakukan atau yang dilarang berhubungan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam hal kewenangan utama notaris adalah untuk membuat akta otentik, maka otensitas dari akta notaris tersebut bersumber dari Pasal 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dimana notaris dijadikan sebagai Pejabat Umum (Openbaar Ambtenaar) sehingga dengan demikian akta yang dibuat oleh notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik seperti yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yaitu suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk ditempat dimana akta itu dibuatnya.

Sepanjang mengenai wewenang yang harus dipunyai oleh pejabat umum untuk membuat suatu akta otentik, seorang notaris hanya boleh melakukan atau menjalankan jabatannya di dalam seluruh daerah yang ditentukan baginya dan hanya di dalam daerah hukum itu ia berwenang.

Untuk itu, wewenang notaris meliputi 4 hal, yaitu :

1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu, seperti telah dikemukakan di atas, tidak setiap pejabat umum dapat membuat semua akta, akan tetapi seorang pejabat umum hanya dapat membuat akta-akta tertentu yaitu yang ditugaskan atau dikecualikan kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat notaris tidak berwenang untuk membuat akta untuk kepentingan setiap orang. Misalnya ditentukan bahwa notaris tidak diperbolehkan membuat akta di dalam mana notaris sendiri, isterinya, keluarga sedarah atau keluarga semenda dari notaris itu dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, baik secara pribadi maupun melalui kuasa, menjadi pihak. Maksud dan tujuan dari ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya tindakan memihak dan penyalahgunaan jabatan.

3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat; bagi setiap notaris ditentukan daerah hukumnya (daerah jabatannya) dan hanya di dalam daerah yang ditentukan baginya itu ia berwenang untuk membuat akta otentik. Akta yang dibuatnya di luar daerah jabatannya adalah tidak sah.

4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta. Notaris tidak boleh membuat akta selama ia masih cuti atau dipecat dari jabatannya (sebelum diambil sumpahnya).34

Apabila salah satu dari persyaratan di atas tidak dipenuhi, maka akta yang dibuatnya menjadi tidak otentik dan hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah tangan, apabila akta ini ditandatangani oleh para penghadap, kecuali dalam keadaan darurat, seperti pembuatan akta wasiat di atas kapal dan jika seseorang dalam keadaan sekarat.

Demikian juga halnya, apabila oleh undang-undang disebutkan untuk suatu perbuatan atau perjanjian atau ketetapan diharuskan dengan adanya akta otentik, dan

34

G.H.S. Lumban Tobing, Op. Cit, hal 43-50.

jika salah satu dari persyaratan di atas tidak dipenuhi, maka akta untuk perbuatan atau perjanjian atau ketetapan itu menjadi tidak sah.

Tindakan notaris tersebut bukanlah bertentangan dengan apa yang telah digariskan dalam peraturan tersebut namun hal ini harus disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi notaris saat itu, tentunya dengan segala bukti-bukti yang ada dihadapannya. Bila Notaris berpendapat bahwa terdapat alasan yang mendasar untuk menolak maka hal tersebut ia diberitahukan secara tertulis kepada yang meminta bantuannya itu atau pihak penghadap.

Namun apabila si penghadap tetap menghendaki bantuan dari notaris tersebut, pihak penghadap dapat mengajukan tuntutannya kepada Hakim Perdata, dengan menyampaikan surat dari notaris tersebut yang telah diserahkan kepada yang bersangkutan. “Tugas notaris berdasarkan kepercayaan yang besar yang diberikan oleh pemerintah”.35 Dimana kepercayaan tersebut harus dihormati oleh masing- masing pihak, kalau tidak dapat menimbulkan akibat yang buruk.

Larangan untuk menolak pembuatan akta disebabkan karena pengangkatan notaris oleh pemerintah itu diperuntukkan bagi kepentingan umum sehingga jabatan notaris ini merupakan kewajiban jabatan (Ambisplihten) berdasarkan undang-undang.

Adakalanya notaris dapat menolak pembuatan akta dalam hal :

1. Apabila diminta kepada notaris dibuatkan berita acara untuk keperluan atau maksud reklame.

35

Effendi Perangin-angin, Teknik Pembuatan Akta I, Jakarta, 1979, hal 5.

2. Apabila notaris mengetahui bahwa akta yang dikehendaki oleh para pihak itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kenyataan yang sebenarnya. 36

Pada pokoknya akta-akta notaris itu diperbuat dalam lapangan hubungan hukum privat khususnya bila dikaitkan dengan pengurusan piutang negara tidak lepas dari lapangan, hubungan hukum perjanjian, yang bila dikaji maka akan terdapat golongan besar akta yang bisa dibuat oleh notaris, yaitu :

1. Golongan akta perjanjian yang dibuat berdasarkan aturan yang terdapat di dalam KUHPerdata, seperti :

a. Jual beli

b. Sewa menyewa c. Tukar menukar

d. Pinjam meminjam barang/uang e. Perjanjian kerja

f. Kongsi

g. Pemberian kuasa h. Hibah

i. Dan lain sebagainya

2. Golongan akta perjanjian yang dibuat berdasarkan aturan yang terdapat di luar atau tidak diatur dalam KUHPerdata tetapi dikenal dalam praktek, seperti :

a. Leasing b. Beli sewa c. Kontrak rahim d. Franchise

e. Dan lain sebagainya. 37

Selanjutnya dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, kewenangan lainnya yang dimaksud undang-undang tersebut dijabarkan mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan. Berkaitan dengan peranannya sebagai

36

Chairari Bustami, Tesis Aspek-aspek Hukum yang Terkait Dalam Akta Perikatan Jual Beli yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan, Medan, 2002, hal 91.

37

Salim HS, Op. Cit., hal. 13.

pejabat umum tersebut maka selanjutnya notaris dalam kapasitas tugasnya yang terjabar pada Pasal 15 ayat (2) berwenang untuk :

a. Menyerahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus;

b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus;

c. Membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya;

e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertambahan; atau

g. Membuat akta risalah lelang.

Pada prinsipnya yang terutama pembuatan akta dalam proses perjanjian kredit, biasanya perjanjian kredit ada yang dibuat khusus oleh bank berdasarkan kebijaksanaan/manajemen bank itu berupa akta di bawah tangan akan tetapi umumnya adalah dengan menggunakan akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris.

Proses perjanjian kredit tersebut yang terpenting pada persoalan pengikat jaminan kredit. Pegadaian harus sangat hati-hati dalam mengikat jaminan milik nasabah tersebut. Sedemikian pentingnya jaminan kredit tersebut sehingga dibutuhkan suatu pembahasan tersendiri karena demikian banyak akta-akta notaris

yang dapat dibuat dari berbagai jenis pengikatnya jaminan kredit tersebut, yang akhirnya terkait dengan sistem pengurusan piutang dan lelang negara.

Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu zekerheid atau cautie, yang secara umum mencakup cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, di samping pertanggung jawab umum debitur terhadap barang- barangnya. Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan agunan. 38

Berdasarkan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, tentang Perbankan berbunyi : Kredit yang diberikan oleh Bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur. Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan “Agunan Tambahan”. 39

Tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk yang dijadikan agunan tersebut dengan ketentuan tidak tersangkut sengketa. Surat tidak sengketa tersebut dimintakan kepada lurah/camat dimana tanah itu berada.

Dari penjabaran Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tersebut, dapat dibedakan jaminan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :

38

Ibid., hal. 21.

39

Johannes Ibrahim, Op. Cit.,hal. 73-74.

1. Jaminan materiil (kebendaan), yaitu jaminan kebendaan; dan 2. Jaminan immateriil (perorangan), yaitu jaminan perorangan. 40

Perjanjian jaminan kebendaan, mempunyai ciri-ciri kebendaan dalam arti jaminan kebendaan memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda bersangkutan, perjanjian ini dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu :

a. Perjanjian pokok, merupakan perjanjian untuk mendapatkan fasilitas dari lembaga perbankan atau lembaga keuangan non bank.

b. Pejanjian accesoir, merupakan perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok, contoh perjanjian pembebanan jaminan seperti perjanjian gadai, tanggungan, dan fidusia.41

Perjanjian jaminan perorangan merupakan perjanjian yang menjaminkan harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan 42 contohnya borgh, tanggung-menanggung, perjanjian garansi 43 tidak memberikan hak mendahului.

Adanya jenis-jenis perjanjian kebendaan, berupa perjanjian pokok di atas dan perjanjian tambahan serta perjanjian yang biasa dikenal juga dengan akta pengikatan/pembebanan jaminan, baik dibawah tangan biasanya dilakukan pada lembaga pegadaian, yang apabila debitur wanprestasi pelelangan barang dilakukan

40

Salim HS, Op,. Cit, hal. 23

41 Ibid, hal . 29-30 42 Ibid, hal . 23 43 Ibid, hal . 25

kantor pegadaian tersebut cukup dengan dibantu dua orang makelar sebagai perantara pelelangan. Akan tetapi pada lembaga bank biasanya yang berbentuk akta otentik 44

Perjanjian kredit yang telah disepakati mewajibkan dilampirkannya jaminan, dalam hal demikian maka kita dapat melihat berbagai peran notaris sebagai pejabat yang dipercaya juga untuk mengatur pengikatan jaminan, selain pembuatan akta perjanjian kredit. Dalam praktek jabatan notaris, selain notaris juga ada dikenal notaris, yang kewenangannya berbeda dari notaris biasa, notaris tersebut tidak hanya sekedar notaris tetapi juga pejabat yang diberi kewenangan membuat proses akta dalam bidang pertanahan dan kalau ditinjau lebih dalam justru notaris inilah yang lebih luas peranannya karena ada jenis-jenis akta yang hanya dibuat oleh notaris. Notaris maksudnya adalah notaris yang disumpah oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Ham dan lingkup kerjanya sesuai kedudukannya yang meliputi wilayah jabatan dalam propinsi di kota dimana ia ditugaskan (Pasal 18 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004). Menurut PP RI Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pembuat Akta Tanah Pasal 1 yaitu pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, perbuatan hukum dimaksud mengenai :

a. Jual beli; b. Tukar menukar; c. Hibah;

d. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng); e. Pembagian hak bersama;

f. Pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik;

44

Ibid, hal . 25

g. Pemberian hak tanggungan;

h. Pemberian kuasa membebankan hak tanggungan. 45

Jadi dalam lapangan hukum berkaitan dengan akta-akta pertanahan secara konkrit telah dipaparkan sebagaimana point a-h tersebut ada klasifikasi menyebabkan notaris berwenang dalam suatu akta sedangkan akta-akta khusus pertanahan harus PPAT dan pilihan tersebut tergantung jaminan yang dimiliki nasabah yang kemudian dituangkan dalam bentuk pengikatan akta jaminan.

Surat mana dapat dibuat oleh notaris atau PPAT karena 2 (dua) alasan yaitu alasan subjektif dan alasan objektif. Alasan subjektif yaitu :

1. Pemberian hak tanggungan tidak dapat hadir sendiri dihadapan notaris atau PPAT untuk membuat Hak Tanggungan;

2. Prosedur pembebanan hak tanggungan panjang/lama; 3. Biaya pembuatan hak tanggungan cukup tinggi; 4. Kredit yang diberikan jangka pendek;

5. Kredit yang diberikan tidak besar/kecil; 6. Debitur sangat dipercaya/bonafide.46

Adapun yang menjadi alasan objektif ialah :

1. Sertifikat belum diterbitkan, atau sedang pengurusan di BPN;

2. Balik nama atas tanah pemberi hak tanggungan belum dilakukan, umpamanya masih terdaftar atas nama pewaris;

3. Pemecahan/penggabungan tanah belum selesai dilakukan atas nama pemberi hak tanggungan, umpamanya yang dibeli satu kapling dari sekian banyak kapling. 4. Roya/pencoretan belum dilakukan karena masih ada tertera hak tanggungan.

45

www.Hukumonline.com, Notaris-PPAT.

46

Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit., hal. 148.

Proses pendaftaran/pembuatan sertifikat hak tanggungan di Kantor Badan Pertanahan dari SKMHT ini berlaku maksimal 1 (satu) bulan untuk sertifikat tanah/bangunan yang sudah terdaftar atas nama debitur sendiri. Dalam maksimal 3 (tiga) bulan untuk sertifikat tanah/bangunan yang belum terdaftar atas nama debitur itu, jadi bentuk akta otentik yang dilampirkan sementara adalah :

a. Akta Pengikatan Jual Beli;

b. Akta Kuasa, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Akta Pengikatan Jual Beli tersebut;

c. Akta Pengoperan/Pengalihan Hak dengan Ganti Rugi (PHGR) sebagai bentuk akta apabila tanah/bangunan tersebut masih merupakan tanah yang belum ada status haknya, belum terdaftar/masih berstatus tanah hak milik negara. Dengan bentuk ketiga akta otentik tersebut dibuat SKMHT oleh Notaris dan atau PPAT dari SKMHT mana selanjutnya sesuai jangka waktu dibuat APHT, disinilah tampak satu peran notaris tersebut dalam sistem pengurusan piutang negara.

d. Pengikatan jaminan dalam bentuk akta jaminan fidusia. Pengikatan jaminan fidusia ini sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 (UUJF), 47 Objek jaminan berupa :

1. benda bergerak, antara lain : mobil (kendaraan roda empat), kendaraan roda dua, truk, mesin-mesin, stok barang dagangan, stok bahan baku, barang setengah jadi dan siap pakai, inventaris perusahaan, meubel, minuman kaleng dan minuman botol serta benda yang akan ada, dalam praktik lazimnya seperti

47

Ibid, hal. 148.

barang inventaris atau barang persediaan/bahan baku yang akan diadakan kemudian.48

2. benda tidak bergerak dimaksudkan adalah bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, contohnya Rumah Susun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik orang lain. 49

e. Pengikatan jaminan dalam bentuk hipotek maka akta yang dibutuhkan adalah akta hipotek.

Contoh jaminan kebendaan yang menggunakan akta hipotek terkait dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang pelayaran, stb. 1934-78 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1985 adalah Kapal yang akan dibebani hipotik atas kapal berukuran 20 meter kubik atau lebih, kapal tersebut pemiliknya adalah warga negara Indonesia dan telah terdaftar di Kantor Syah Bandar. Sedangkan menurut Undang-Undang Penerbangan Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan, Pasal 12 dinyatakan, objek tersebut termasuk pesawat udara dan helikopter, mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia.

f. Pengikatan jaminan dalam bentuk borghtocht maka akan dibuat akta borghtocht. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata. 50

48

Tan Kamelo, Op. Cit., hal. 10.

49

Ibid, hal. 10.

50

Johannes Ibrahim, Op. Cit, hal. 87

g. Pengikatan jaminan yang menjadi tanggung jawab beberapa orang dapat dibuat akta pengikatan berbentuk akta tanggung-menanggung.

h. Pengikatan jaminan berupa kepercayaan (trust) terhadap orang-orang tertentu maka akta pengikatan jaminan dalam bentuk akta perjanjian garansi.

i. Pengikatan jaminan dalam bentuk Cessie Piutang

Pada dasarnya cessie bukanlah merupakan lembaga jaminan seperti halnya dengan hipotik, gadai, dan fidusia. Dalam praktik perbankan, cessie digunakan untuk memperjanjikan pengalihan suatu piutang atau tagihan yang dijadikan jaminan suatu kredit karena adanya suatu sebab- sebab lain.51

Yang dimaksud sebab-sebab lain adalah hal-hal lain selain yang dirinci pada ayat ini, misalnya dalam hal terjadi pengambilan atau penggabungan perusahaan sehingga menyebabkan beralihnya piutang perusahaan semula kepada perusahaan yang baru. Karena beralihnya Hak Tanggungan yang diatur dalam ketentuan ini terjadi karena hukum, hal tersebut tidak perlu dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Pencatatan beralihnya Hak Tanggungan ini cukup dilakukan berdasarkan akta yang membuktikan beralihnya piutang yang dijamin kepada kreditur yang baru. 52

Jadi pembuktian akta cessie piutang ini juga jelas dapat menjadi kewenangan notaris dalam hal ini pada praktek perbankan biasanya berupa barang jaminan berbentuk kios/ruko yang disewakan di Plaza/Mal, kios/ruko yang masih dalam keadaan masa sewa inilah yang dijadikan jaminan, sehingga timbulnya kemungkinan

51

Ibid, hal. 99

52

Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hal 85-86.

keterlibatan pihak ketiga menyebabkan pengikatan dalam bentuk cessie masih dipergunakan dalam praktek oleh sebagian perbankan.

Dokumen terkait