• Tidak ada hasil yang ditemukan

Di Indonesia, saat ini ada organisasi atau lembaga pengelola zakat. Keberadaan organisasi tersebut diatur dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan yang dibentuk oleh pemerintah atau lembaga yang didirikan oleh masyarakat. Adapun

88Imam al-Mawardi, al-Ahkam as-Sulthaniyyah: Hukum-Hukum Penyelenggaraan Negara dalam Syari’at Islam,…, hlm. 202-203.

lembaga pengelolaan zakat tersebut adalah Badan Amil Zakat (BAZNAS), Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan Unit Pengumpul Zakat (UPZ).89 Semua pengiat zakat berharap, dengan adanya Undang-Undang ini ada perbaikan dari semua sektor. Bukan hanya perbaikan dari segi kelembagaan, tapi dari segii kesadaran masyarakat dalam menyalurkan zakat melalui lembaga juga meningkat. Dengan demikian penghimpunan zakat oleh pengelola zakat juga bertambah sehingga bermanfaat bagi masyarakat miskin.

Di dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di dalam Pasal 5 ayat (3) yang menjelaskan mengenai pertanggugjawabannya kepada Negara, berbunyi sebagai berikut;90

“(3) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga

pemerintah nonstructural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri”.

Dimana dijelaskan bahwa untuk melaksanakan pengelolaan zakat pemerintah membentuk BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasioanal). Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam Pasal 6,“BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional”.91

89 Tim Penyusun Direktorat Pemberdayaan Zakat, Standar Operasional Prosedur

Lembaga Pengelolaan Zakat, (Jakarta: Dirjen Bimas Islam Kementrian Agama RI, 2012), hlm. 29.

90

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011, No. 115, dalam Pasal 5 ayat (3), UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pegelolaan Zakat.

91Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011, No. 115, dalam Pasal 6 UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pegelolaan Zakat.

Untuk mengetahui bahwa yang berwewenang untuk mengangkat atau memberhentikan petugas zakat yaitu Presiden melalui usulan Menteri, dalam hal ini Menteri Agama. Sebagaiana dijelasakan dalam Pasal 10;92

“(1) Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul

Menteri.

(2) Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia”.

Secara umum UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat tidak berbeda dengan Undang-Undang yang sebelumnya yang tetap memberikan porsi yang sangata besar bagi lembaga pengelolaan zakat. Namun, perbedaan dengan undang-undang sebelumnya yaitu undang-undang baru tidak menggunakan nama

generik “Badan Amil Zakat” untuk lembaga yang diinisiasi pemerintah,

sebagaimana yang digunakan pada Undang-Undang sebelumnya. Akan teapi, secara tegas Undang-Undang ini telah menetapkan BAZNAS sebagai lembaga resmi yang berwewenang dan berhak dalam mengelola zakat.93

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, mengenai mekanisme dan tata cara pengangkatan amil zakat dijelaskan dalam Pasal 6, yaitu:

(1). Anggota BAZNAS yang diangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) berasal dari unsur masyarakat dan dari unsur Pemerintah.

92Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011, No. 115, dalam Pasal 10 UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pegelolaan Zakat.

(2). Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

(3). Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.94

Peraturan PP Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat memperjelas tata cara pengangkatan amil zakat, sehingga tidak bisa pembentukkan amil zakat tanpa se-izin pemerintah. Sebab dalam pasal 6 telah menjelaskan bahwa anggota BAZNAS di lantik oleh Presiden atas usulan Menteri Agama dan atas pertimbangan dan persetujuan DPR.

Dalam upaya pengumpulan zakat, pemerintah telah mengukuhkan Badan Amil Zakat (BAZ), yaitu lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, yang personalia pengurusannya terdiri atas ulama, cendikiawan, profesional, tokoh masyarakat, dan unsur pemerintah. Lembaga Amil Zakat (LAZ), yaitu lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat, yang pengukuhannya dilakukan oleh pemerintah bila telah memenuhi persyaratan tertentu. Lembaga-lembaga ini ditugaskan sebagai Lembaga-lembaga yang mengelola, mengumpulkan, menyalurkan, dan pemberdayaan para penerima zakat dari dana zakat.

Di dalam konteks Qanun Aceh, No. 7 Tahun 2010 tentang Baitul Mal, juga menegaskan bahwa yang berhak dan berwewenang mengangkat Amil zakat adalah pemerintah. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 4;95

94Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, di dalam Pasal 6.

“ (2) Jabatan Kepala, Wakil Kepala, Sekretaris, Bendahara, Kepala Subbag

dan Kepala SubBidang Baitul Mal Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

(3) Untuk dapat diangkat sebagai pejabat/pimpinan badan Baitul Mal Aceh harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. bertaqwa kepada Allah SWT dan taat beribadah; b. amanah, jujur dan bertanggungjawab;

c. memiliki kredibilitas dalam masyarakat;

d.mempunyai pengetahuan tentang zakat, waqaf, harta agama dan harta lainnya serta manajemen;

e. memiliki komitmen yang kuat untuk mengembangkan pengelolaan zakat, waqaf, harta agama dan harta lainnya, dan

f.syarat-syarat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Sebelum diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Gubernur membentuk tim independen yang bersifat ad hoc untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon-calon Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Aceh.

(5) Tata cara uji kelayakan dan kepatutan pemilihan Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Aceh ditetapkan dengan keputusan Gubernur. (6) Calon Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Aceh, sebelum ditunjuk

dan diangkat oleh Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlebih dahulu harus mendapat persetujuan Pimpinan DPRA,

melalui tela’ah Komisi terkait.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa di dalam hukum positif, melalui pembahasan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, dan dalam konteks Aceh, yaitu melalui Qanun Aceh, No. 7 Tahun 2010 tentang Baitul Mal, secara keseluruh menjelaskan bahwa yang berwewenang mengangkat Amil zakat yaitu Pemerintah melalui usulan Menteri Agama di tingkat pusat. Sedangkan untuk wilayah merupakan kebijakan Gubernur, di daerah menjadi kebijakan Walikota atau Bupati setempat.

Dokumen terkait