• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS KEWENANGAN PRESIDEN MENURUT UUD

C. Kewenangan Presiden atau Kepala Negara dalam Perspektif

Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power), juga memegang kekuasaan legislatif (legislatif power) dan kekuasaan yudikatif (judicative power). Wewenang dan kekuasaan Presiden Republik Indonesia dibagi dua jenis yaitu selaku kepala negara dan selaku kepala pemerintahan. Cara membedakan antara tugas Presiden sebagai kepala negara dengan Presiden sebagai kepala pemerintahan adalah sebagai berikut10:

Tugas dan tanggung jawab sebagai kepala negara meliputi hal-hal yang ceremonial dan protokoler kenegaraan, jadi mirip dengan kewenangan para kaisar dan

9

Jimly Asshiddiqie, Format kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, h. 65-67

10

ratu pada berbagai negara lain, tetapi tidak berkenaan dengan kewenangan penyelenggaraan pemerintahan.

Kekuasaan dan kewenangan kepala negara tersebut meliputi sebagai berikut: a. Melangsungkan perjanjian dengan negara lain

b. Mengadakan perdamaian dengan negara lain c. Menyatakan negara dalam keadaan bahaya d. Mengumumkan Perang dengan negara lain

e. Mengangkat, melantik dan memberhentikan Duta dan Konsul untuk negara lain

f. Memberikan gelar , tanda jasa, tanda kehormatan tingkat nasional

g. Menerima surat kepercayaan dari negara lain melalui Duta dan Konsul negara lain

h. Menguasai angkatan darat, laut, dan udara serta kepolisian11.

Kekuasaan dan kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan adalah karena fungsinya sebagai penyelenggara tugas eksekutif, meliputi sebagai berikut:

a. Memimpin kabinet

b. Mengangkat dan melantik menteri-menteri c. Memberhentikan menteri-menteri

d. Mengawasi operasional pembangunan e. Menerima mandat dari MPR RI.

11

Di samping itu, karena Indonesia berlaku pembagian kekuasaan (distribution of power) sehingga masing-masing kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif hanya dibagi-bagi, dalam arti masih ada hubungan satu sama lain. Karenanya Presiden RI juga mempunyai kekuasaan sebagai berikut12:

Di bidang legislatif:

a. Membentuk Undang-undang (dengan persetujuan DPR)

b. Menetapkan Peraturan Pemerintahan sebagai pengganti Undang-undang c. Menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai tata cara untuk menjalankan

Undang-undang. Di bidang yudikatif a. Memberikan grasi

Yaitu hak untuk memberikan pengurangan hukuman atau pengampunan dan pembebasan hukuman sama sekali. Contoh, mereka yang pernah dihukum dengan hukuman mati, dikurangi menjadi hukuman seumur hidup.

b. Memberikan abolisi

Yaitu hak untuk memberikan pernyataan bahwa hukuman tuntutan pidana harus digugurkan atau suatu tuntutan pidana yang telah di mulai harus dihentikan. Contoh, yaitu mereka yang pernah tersangka melakukan perbuatan pemeberontakan dibatalkan sebelum diadili.

c. Memberikan amnesti

12

Yaitu hak untuk memberikan pernyataan bahwa hukuman tuntutan pidana yang telah dijatuhkan, harus dibatalkan. Contoh, yaitu mereka yang pernah dituduh melakukan perbuatan yang ditindak pidana dibatalkan sesudah diadili.

d. Memberikan rehabilitasi

Yaitu hak untuk memberikan pernyataan pengembalian nama baik seseorang. Contoh, mereka yang pernah dihukum dan namanya tercemar, dapat dikembalikan nama baiknya melalui sebuah pernyataan.

Jadi dapat dilihat begitu besarnya kekuasaan Presiden RI, hak tersebut disebabkan karena pengaturan dalam UUD 1945. diharapkan mempunyai pengaruh dan kekuasaan yang besar demi tetap terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa. Sehingga MPR RI dirasa perlu untuk menjabarkan ke dalam berbagai ketetapan, misalnya batas penetuan berapa kali seseorang memangku jabatan Presiden.

Membatasi waktu seseorang dengan menentukan berapa kali terhadap yang bersangkutan dinyatakan boleh dipilih kembali, sama sekali bukan merupakan pengkebirian terhadap hak seseorang Indonesia asli untuk jadi Presiden, dan juga bukan pengkebirian terhadap UUD 1945 itu sendiri, tetapi bahkan merupakan usaha dan menjabarkannya lebih lanjut.

Pasal 7 UUD 1945 menyatakan sebagai berikut: “Presiden dan Wakil Presiden memgang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali”.

Pada pasal tersebut di atas menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden hanya dipilih dua kali atau sepuluh tahun masa jabatan, karena apabila lebih dari waktu tersebut di atas, maka bunyinya akan sebagai berikut:

“Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih berkali-kali”13.

13

A. Kewenangan Presiden dalam UUD 1945 sebelum Amandemen

Menurut UUD 1945, Lembaga Kepresidenan yang bersifat personal. Terdiri dari seorang Presiden dan wakil Presiden. Lembaga ini dipilih oleh MPR, dengan syarat tertentu dan memiliki masa jabatan selama 5 tahun. Sebelum menjalankan tugasnya lembaga ini bersumpah di hadapan MPR atau DPR.

Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power), juga memegang kekuasaan legislatif (legislative power) dan kekuasaan yudikatif (judicative power)1.

Dari pasal 4 ayat (1) dapat diketahui bahwa, Presiden berkedudukan sebagai Kepala Pemerintahan (Kepala Eksekutif). Hal ini diperjelaskan oleh penjelasan Undang-undang Dasar 1945 untuk pasal tersebut yang menyatakan bahwa “Presiden ialah Kepala Kekuasaan Eksekutif dalam negara”, kemudian di dalam penjelasan umum angka IV di sebutkan bahwa “Presiden ialah penyelenggara Pemerintahan Negara yang tertinggi di bawah Majelis”.

1

Moh. Mahfud MD, Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001) h. 113

Di negara-negara yang menggunakan sistem kabinet Presidensiil, di samping berfungsi sebagai Kepala Pemerintahan dan berfungsi sebagai Kepala Negara. Sekalipun dasar konstitusional hal yang menyatakan bahwa Presiden adalah Kepala Negara di dalam penjelasan UUD 1945 terhadap pasal 10 disebukan bahwa Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Pasal 12 disebutkan bahwa Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat- syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang-undang.

Pasal 13 ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa Presiden mengangkat duta dan konsul dan Presiden menerima duta Negara lain.

Pasal 14 disebutkan bahwa Presiden memberi grasi, amnesty abolisi dan rehabilitasi.

Pasal 15 disebutkan bahwa Presiden memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan.

Kekuasaan-kekuasaan Presiden dalam pasal-pasal ini, ialah konsekuensi dari kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara. Dapat dikemukakan dasar konstitusional tentang kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara di Indonesia2, yakni:

Pertama, Presiden sebagai Kepala Pemerintahan (eksekutif) berdasarkan

Pasal 4 ayat (1) serta penjelasan terhadap pasal tersebut dan penjelasan umum angka IV UUD 1945 yaitu Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di bawah majlis.

2

Kedua, Presiden sebagai Kepala Negara, berdasarkan penjelasan Undang- undang Dasar 1945 terhadap pasal-pasal 10, 11, 12, 13, 14, 15 serta adanya penyebutan Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden)3.

Lazimnya negara-negara yang menganut sistem Presidensiil dalam pemerintahan Negara, Indonesia telah menempatkan Presiden dalam fungsi Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan di Negara Republik Indonesia yang kekuasaan-kekuasaannya sebagai berikut:

1. Diplomatik : menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain.

2. Administratif: melaksanakan undang-undang serta peraturan-peraturan lain dan menjalankan administrasi negara.

3. Militer: mengatur angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang serta keamanan dan pertahanan negara.

4. Yudikatif: memberi grasi, amnesti, dan sebagainya.

5. Legislatif: merencanakan rancangan undang-undang dan membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang-undang4.

3

Moh. Mahfud MD, Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia, h. 114

4

Dede Rosyada, Pendidikan Kewargaan Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000), h.111

Secara lebih terperinci, dapat dikemukakan bahwa Presiden RI berdasarkan UUD 1945 mempunyai kekuasaan-kekuasaan seperti:

a. Menjalankan Undang-undang.

b. Mengangkat dan memberhentikan Menteri-menteri.

c. Membentuk Undang-undang bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat.

d. Membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang. e. Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang. f. Mengajukan RAPBN.

g. Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Perang Republik Indonesia.

h. Menetapkan perang dengan persetujuan DPR. i. Mengangkat duta dan konsul.

j. Menerima duta dari Negara lain.

k. Memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. l. Memberi gelar dan tanda jasa5.

5

B. Perubahan Kewenangan Presiden dalam Ketentuan UUD 1945 Hasil Amandemen

Dari sudut pandang akademis, sebenarnya telah lama ditemukan bahwa perubahan atau amandemen atas UUD 1945 itu perlu dilakukan karena memuat sejumlah kelemahan yang menyebabkan tampilnya pemerintahan yang tidak demokratis. Hanya saja selalu berbenturan dengan realitas yang menolak bahkan mengancamnya. Selama orde lama dan orde baru pandangan akademis tentang politik dan konstitusi selalu menghadapi ancaman bahkan dikait-kaitkan dengan tindakan yang diancam dengan hukuman berat, sehingga wacana ini hanya berkembang di lingkungan kampus dalam waktu yang tidak terlalu lama. Pandangan akademis ini menyimpulkan bahwa perlunya amandemen atas UUD 1945 disebabkan oleh adanya empat kelemahan UUD 19456, yaitu:

Pertama, UUD 1945 membangun sistem politik yang executive heavy dalam arti memberi porsi terbesar kekuasaan kepada Presiden tanpa mekanisme checks and balances yang memadai. Presiden menjadi penentu semua agenda politik nasional karena selain sebagai kepala negara dan kepala eksekutif secara praktis Presiden juga adalah kepala Legislatif.

Kedua, UUD 1945 terlalu banyak memberi atribusi dan delegasi kewenangan

kepada Presiden untuk mengatur lagi hal-hal penting dengan UU maupun dengan

6

Peraturan Pemerintah. Dalam mengatur hal penting dalam UU, Presiden selalu berada pada posisi lebih menentukan daripada DPR, sehingga banyak materi UU yang bersumber pada kehendak-kehendak Presiden saja.

Ketiga, UUD 1945 memuat beberapa pasal yang ambigu atau multitafsir sehingga bisa ditafsirkan dengan bermacam-macam tafsir, tetapi tafsir yang harus diterima adalah tafsir yang dibuat oleh Presiden.

Keempat, UUD 1945 lebih mengutamakan semangat penyelenggara daripada

kekuatan sistemnya. Di dalam penjelasan yang kemudian dijadikan pedoman yang sekuat UUD itu sendiri disebutkan bahwa yang penting adalah semangat penyelenggara, jika penyelenggara Negara baik maka Negara akan baik. Pernyataan ini benar, tetapi belum memuat semua yang benar, sebab selain itu ada juga yang harus dinyatakan yakni bahwa sistem juga harus baik. Orang yang baik, jika bekerja dalam sistem yang tidak baik akan rusak juga, tetapi sistem yang baik, jika tidak dilaksanakan oleh orang-orang yang baik bisa jelek juga. Oleh sebab itu, harus ada keseimbangan antara orang dan sistem.

Karena kelemahan-kelemahan itulah maka selama menggunakan UUD 1945 Negara Indonesia tidak pernah terselenggara secara demokratis. Sistem politik otoriter yang dibangun oleh pemerintah melalui akumulasi kekuasaan secara terus menerus dengan menggunakan UUD 1945 itu telah melemahkan supremasi hukum.

Karena hukum tidak lagi “supreme”. Yang supreme adalah kekuasaan yang dalam prakteknya sangat menentukan karakter isi dan penegakkan hukum7.

Gerakan reformasi telah berhasil mengajak bangsa ini melakukan amandemen atau perubahan. Atas UUD 1945 karena sejumlah kelemahan yang melekat padanya telah menyebabkan terjadinya otoriterisme kekuasaan yang pada gilirannya mebawa bangsa ini ke krisis multidimensi karena banyak terjadi pelanggaran HAM, dan pelaku KKN. Pada bulan Agustus dan September 1999 beberapa partai politik besar telah bersepakat untuk memperjuangkan amandemen pada SU MPR tahun 1999. Dan amandemen benar-benar terjadi ketika SU MPR memutuskan perubahan atas Sembilan pasal UUD 19458, yaitu:

Pasal 5 ayat (1)

Semula berbunyi: Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Setelah Perubahan Pertama berbunyi: Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

7

Moh. Mahfud MD, Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia, h. 154-156

8

Pada perubahan pasal 5 tampak perimbangan kekuasaan hubungan antara Presiden dan DPR. Perubahan pada pasal ini, agar Presiden di beri haknya untuk mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 7

Semula berbunyi: Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

Setelah Perubahan Pertama berbunyi: Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatannya yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Perubahan atas pasal ini dipandang sebagai langkah yang tepat untuk mengakhiri perdebatan tentang periodisasi jabatan Presiden dan Wakil Presiden9.

Pasal 9

Semula berbunyi: Sebelum memangku jabatannya Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat.

Setelah Perubahan Pertama berbunyi:

9

Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h.186

(1) Sebelum memangku jabatannya, Preiseden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama dan berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Mahkamah Agung.

Perubahan pada pasal ini, ada penambahan lembaga peradilan negara yaitu Mahkamah Agung. Agar bisa sebagai saksi dalam sumpah Presiden.

Pasal 13

Semula berbunyi:

(1) Presiden mengangkat duta dan konsul

(2) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

Setelah Perubahan Pertama Berbunyi:

(1)Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2)Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pada perubahan pasal 13 tampak perimbangan kekuasaan hubungan antara Presiden dan DPR. Perubahan terhadap pasal ini dikatakan sebagai pengurangan atas kekuasaan Presiden yang selama ini prerogatif10. Ini penting dalam menjaga obyektivitas terhadap kemampuan dan kecakapan seseorang pada jabatan itu, maka adanya pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat11.

Pasal 14

Semula berbunyi: Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.

Setelah Perubahan pertama berbunyi:

(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.

(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat

Alasan perlunya Presiden memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung adalah karena Mahkamah Agung sebagai Lembaga peradilan tertinggi yang paling

10

Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, h.187 11

tepat memberikan pertimbangan kepada Presiden. Mengenai hal itu karena grasi menyangkut putusan hakim sedangkan rehabilitas tidak selalu terkait dengan putusan hakim12.

Pasal 15

Semula berbunyi:.Presiden memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan.

Setelah perubahan pertama berbunyi:

Presiden memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.

Perubahan pasal ini berdasarkan pertimbangan agar Presiden dalam memberikan berbagai tanda kehormatan kepada siapapun (baik warga negara, orang asing, badan atau lembaga didasarkan pada undang-undang13.

Pasal 17

Semula berbunyi:

(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

12

Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, h.189 13

(3) Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan.

Setelah perubahan pertama berbunyi:

(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

Perubahan pada pasal ini, agar setiap menteri mempunyai tanggung jawab dalam pemerintahan.

Pasal 20

Semula berbunyi

(1) Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

Setelah Perubahan Pertama berbunyi:

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.

(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.

(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

(4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.

Pada perubahan pasal 20 tampak perimbangan kekuasaan hubungan antara Presiden dan DPR dalam mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.

Pasal 21

Semula berbunyi:

(1) Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan rancangan undang-undang.

(2) Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang- undang.

Persamaan kekuasaan hubungan antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam megajukan usul rancangan undang-undang.

Tampak bahwa dari hasil amandemen atau perubahan pertama itu belum ada perubahan terhadap konstitusionalisme, kecuali menyangkut pembatasan masa jabatan Presiden yang tegas-tegas menyebut dipilih maksimal dua kali masa jabatan, dan sedikit Perubahannya lebih bersifat semantik dan belum menyentuh masalah- masalah penting sebagai upaya membendung tampilnya pemerintahan yang otoriter14.

Perubahan UUD 1945 yang berimplikasi pada penyelenggaraan kekuasaan Negara yaitu mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga Negara seperti Lembaga Kepresidenan. Dalam UUD 1945 Presiden Republik Indonesia adalah kepala pemerintahan Negara kesatuan Republik Indonesia.

Setelah adanya perubahan (Amandemen) UUD 1945, dalam pasal 6A, Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Sebelum adanya perubahan (Amandemen) UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR. Setelah adanya perubahan (Amandemen) UUD 1945,

14

Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada DPR, dan kedudukan antara Presiden dan MPR setara15..

Sesuai dengan prinsip perubahan UUD 1945 untuk mempertegas sistem presidensial dan dianutnya pemisahan cabang-cabang kekuasaan negara yang utama dengan prinsip Check and Balances, maka perubahan UUD 1945 berakibat pula perubahan di bidang kekuasaan eksekutif, sebagai berikut:

1. Memegang kekuasaan eksekutif menurut UUD 1945 (Pasal 4 ayat (1)).

2. Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi dipilih oleh MPR, melainkan dipilih oleh rakyat secara langsung secara berpasangan dari calon yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik (Pasal 6A).

3. Masa jabatan Presiden selama 5(lima) tahun secara tegas dibatasi untuk dua periode (Pasal 7).

4. Ditentukannya syarat-syarat yang lebih rinci untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 6).

5. Ditentukannya mekanisme impeachment terhadap Presiden yang melibatkan DPR, Mahkamah Konstitusi dan DPR (Pasal 7A dan 7B).

6. Penegasan bahwa Presiden tidak dapat membubarkan DPR (Pasal 7C).

7. Pelaksanaan hak-hak prerogatif (Presiden sebagai Kepala Negara harus dengan persetujuan atau pertimbangan DPR).

15

Jimly Asshidiqie, Hukum Konstitusi & Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), h. 54

8. Pengangkatan pejabat-pejabat publik, seperti anggota BPK (Pasal 23F), Hakim Agung (Pasal 24A ayat (3)), anggota Komisi Yudisial ( Pasal 24B ayat (3)) harus dengan persetujuan DPR.

9. Presiden berwenang membentuk DPA yang dihapuskan.

10.Dalam pembentukkan, pengubahan, dan pembubaran kementrian harus diatur dengan UU (Pasal 17 ayat (4)), tidak bebas seperti sebelumnya16.

C. Kewenangan Presiden atau Kepala Negara Menurut Perspektif Ketatanegaraan Islam

Lembaga Kepresidenan atau Kepala negara dan Pemerintahan diadakan sebagai pengganti fungsi kenabian dalam menjaga agama dan mengatur dunia. Lembaga Kepresidenan menurut perspektif ketatanegaraan Islam adalah tugasnya melaksanakan undang-undang (al-Sulthah al-tanfidziyah). Dalam hal ini negara melakukan kebijaksanaan baik yang berhubungan dengan dalam negeri, maupun yang menyangkut dengan hubungan sesama negara (hubungan internasional)17.

Pengangkatan kepala Negara untuk memimpin umat adalah wajib menurut ijma. Jika kepemimpinan negara ini kewajiban, maka kewajiban itu gugur atas orang lain, jika tidak ada seorang pun yang menjabatnya maka kewajiban ini dibebankan kepada dua kelompok manusia. Pertama adalah orang-orang yang mempunyai wewenang

16

Jimly Asshidiqie, Hukum Konstitusi & Mahkamah Konstitusi, h. 55 17

memilih Kepala Negara bagi umat Islam, kedua adalah orang-orang yang mempunyai kompetensi untuk memimpin negara sehingga mereka menunjuk salah seorang dari mereka yang memangku jabatan itu18.

Kewajiban-kewajiban yang harus diemban Kepala Negara itu meliputi semua kewajiban umum baik yang berkenaan dengan tugas-tugas keagamaan maupun kemasyarakatan, yang terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah seperti mempertahankan agama, menegakkan keadilan atau menyelesaikan perselisihan pihak yang bersengketa melalui penerapan hukum, mencegah kerusuhan dan melindungi hak-hak rakyat, melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dan jihad, mengatur perekonomian negara dan mmbagi rampasan perang, dan sebagainya. Kewajiban utama dari seorang imam adalah mempraktikkan totalitas syari’ah didalam umat dan menegakkan institusi-institusi yang menyerukan kebajikan dan mencegah kejahatan.19

Di samping itu, wewenang Imam atau Kepala Negara adalah:

1. Menegakkan hukum dan bertindak juga sebagai juru bicara bagi masyarakatnya dalam hubungan-hubungan dengan masyarakat di luar wilayahnya.

18

Imam al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam takaran Islam, h. 16-17 19

2. Imam menegakkan hukum yang mengatur hubungan antara umat baik pada masa perang maupun masa perdamaian.

3. Mengeluarkan perintah perang.

4. Memberlakukan hukum di wilayah-wilayah yang baru diduduki

5. Menghukum umat Islam dan non Islam dalam wilayahnya apabila mereka terbukti melanggar hukum.

6. Memutuskan kapan jihad dilakukan atau kapan jihad harus dihentikan. 7. Menyarankan kapan umat Islam menerima dan menyetujui

perdamaian dengan pihak musuh.

Semua kewenangan ini bukan tanpa ada pembatasannya. Imam harus menjalankannya dalam batas-batas hukum tertentu, dengan memenuhi sasaran dan tujuan hukum20

Dokumen terkait