• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III: SOSOK KH. M. SAID HUMAIDY DALAM MASYARAKAT

B. Kiai Said Dalam Masyarakat

87

Terbangunlah Thohuroh setelah tidur pulasnya yang tak disangka-sangka. Akhirnya mereka berdua pamit untuk kembali ke pondok, kemudian kiai Said memberikan segapok uang kepada Rufiah untuk ongkos naik angkot ke pondok. Thohuroh pun masih menyadari Rufiah lah pacar kiai Said. Sesampainya di pondok kiai Said mengirim surat kembali yang berisi, “Alhamdulillah aku sudah dapat 2 tabib sebagai pelipur hati…”. Begitulah awal mula pertemuan singkat kiai Said dengan Thohuroh hingga ia melaksanakan pernikahan di usia mudanya.

B. Kiai Said Dalam Masyarakat

1. Kiai sebagai Pemimpin Umat

Kiai adalah gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajarkan kitab-kitab Islam klasik kepada santrinya.109 Oleh karena itu sebutan kiai bisa menempel pada diri siapa saja, baik orang mempunyai maupun tidak, sebab sebutan itu datang dari masyarakat setempat dan bukan seperti sarjana, doktor, maupun profesor yang semuanya itu harus melalui jenjang pendidikan atau suatu penemuan (penelitian).110

Kepemimpinan (leading) kiai berarti menggunakan pengaruh untuk memotivasi mad’u guna mencapai tujuan-tujuan dakwah. Keberadaan kiai sebagai pemimpin umat, ditinjau dari tugas dan fungsinya dapat dipandang sebagai fenomena kepemimpinan yang

109 Zamakhsyari Dhofier. Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1982), hal. 55.

88

unik. Dikatakan unik, kiai sebagai pemimpin umat tidak sekedar bermasyarakat, membuat peraturan tata tertib, merancang struktur masyarakat, melaksanakan kegiatan bermasyarakat di lingkungannya, melainkan juga bertugas pula sebagai pembina dan pendidik umat serta menjadi pemimpin masyarakat.

Para kiai dengan kelebihan pengetahuanya dalam islam, sering kali dilihat orang yang senantiasa dapat memahami keagungan Tuhan dan rahasia alam, hingga dengan demikian mereka dianggap memiliki kedudukan yang tidak terjangkau, terutama oleh kebanyakan orang awam. Dalam beberapa hal, mereka menunjukkan kekhususan mereka dalam bentuk berpakaian yang merupakan simbol kealiman yaitu kopiah dan surban.111

Dilihat dari pendekatan ini, kiai Said memiliki peran memimpin para jama’ah KBIH untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Beliau sebagai seorang pendidik/kiai mempunyai kedudukan layaknya orang tua dalam sikap kelemah-lembutan terhadap murid-muridnya, dan kecintaannya terhadap mereka. Dan ia bertanggung jawab terhadap semua muridnya dalam perihal kehadiran kiai/pendidik. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin. Dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Mutafaq Alaih).112

111 Ibid, hal. 56.

112 Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Ringkasan Shahih Muslim Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), hal. 8.

89

2. Kiai sebagai Pemberi Ide atau Pemikiran

Dalam melaksanakan tablikh dan dakwah untuk membimbing serta disamping sebagai pemimpin umat, kiai juga mempunyai tugas dan kewajiban sebagai pemberi ide atau pemikiran agar menjadi orang-orang yang beriman dan melaksanakan ajaran Islam.

Kiai harus bisa memberi keputusan atau memberikan solusi bagi persoalan-persoalan dan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat secara adil berdasarkan al-quran dan al-sunnah.

Dalam pandangan ini, kiai Said ikut sumbangsih dalam berbagai ceramahnya bahkan jika di pandang dari sudut akademisi beliau telah menulis sebuah buku atas hasil penelitiannya dahulu saat masih di bangku kuliah. Selain itu, kiai juga memberikan penjelasan kepada masyarakat terhadap berbagai macam ajaran Islam yang bersumber dari al-quran dan al-sunnah. Para kiai harus menjelaskan hal-hal tersebut agar dapat dijadikan pedoman dan rujukan dalam menjalani kehidupan.

3. Kiai sebagai Teladan Umat

Para kiai harus konsekuen dalam melaksanakan ajaran Islam untuk diri mereka sendiri maupun keluarga, saudara-saudara, dan sanak familinya. Salah satu penyebab keberhasilan dakwah Rasulullah SAW, adalah karena beliau dapat dijadikan teladan bagi umatnya. Sebagaimana difirmankan dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang artinya:

90

“…Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu”.(QS. Al-Ahzab: 21).113

Dalam proses keteladanannya, kiai Said membentuk orientasi kehidupan masyarakat yang bermoral dan berbudi luhur lewat aksi shodaqoh dan amalan-amalannya. Dengan demikian, nilai-nilai agama Islam dapat terinternalisasi ke dalam jiwa mereka, yang pada akhirnya mereka memiliki watak mandiri, karakter yang kuat dan terpuji, ketaatan dalam beragama, kedisiplinan dalam beribadah, serta menghormati sesama manusia. Jika masyarakat telah memiliki orientasi kehidupan yang bermoral, maka mereka akan mampu memfilter infiltrasi budaya asing dengan mengambil sisi positif dan membuang sisi negatif.

Akhirnya kiai menjadi rahmat bagi seluruh alam terutama pada masa-masa kritis seperti ketika terjadi ketidakadilan, pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM), bencana yang melanda manusia, perampokan, pencurian yang terjadi dimana-mana, pembunuhan, sehingga umat pun merasa diayomi, tenang, tenteram, bahagia, dan sejahtera di bawah bimbingannya.

4. Kiai sebagai Tabib

Keberadaan seorang kiai sebagai seorang pemimpin, tidak secara langsung diperoleh begitu saja. Terkadang masyarakat yang menilai tidak saja dari segi keahlian ilmu-ilmu agama seorang kiai

91

melainkan dinilai pula dari kewibawaan (kharisma) yang bersumber dari ilmu, kesaktian, sifat pribadi dan seringkali keturunan.

Tak di pungkiri sang kiai kampung ini mampu menyembuhkan orang yang sedang sakit seperti yang telah di tulis sebelumnya. Kiai Said pun tak ingin di bayar atas jasanya ini. Beliau juga tak ingin di anggap bisa menyembuhkan orang, karena semua tindakannya tersebut adalah karomah dan ijabah dari Allah SWT.

Menurut Abdullah ibnu Abbas, kiai adalah orang-orang yang mengetahui bahwa Allah SWT adalah Dzat yang berkuasa atas segala sesuatu.114 Ia memimpin kaum santri, memberikan pembimbingan dan tuntunan kepada mereka, menenangkan hati seseorang yang sedang gelisah, menggerakkan pembangunan, memberikan ketetapan hukum tentang berbagai masalah aktual, bahkan tidak jarang ia bertindak sebagai tabib dalam mengobati penyakit yang diderita orang yang mohon bantuannya. Maka kiai mengemban tanggung jawab moral-spritual selain kebutuhan materi’il. Tidak berlebihan jika terdapat

penilaian bahwa figur kiai sebagai pemimpin kharismatik

menyebabkan hampir segala masalah kemasyarakatan yang terjadi di sekitarnya harus dikonsultasikan lebih dahulu kepadanya sebelum mengambil sikap terhadap masalah itu.115

114 Hamdan Rasyid. Bimbingan Ulama; Kepada Umara dan Umat (Jakarta: Pustaka Beta, 2007), hal. 18.

115 Nazaruddin et al. Seri Monografi Pondok Pesantren dan Angkatan Kerja (Jakarta: Depag RI, 1986),hal. 28.

92