• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kiat Intervensi Pengembangan Masyarakat

Dalam dokumen Konsep PNM Mandiri Perkotaan (Halaman 29-34)

Beberapa kaidah dasar yang harus diperhatikan dan dilaksanakan sungguh-sungguh oleh para pelaku PNPM Mandiri Perkotaan dalam pelaksanaan kegiatan (intervensi) pengembangan masyarakat, adalah sbb:

a) Kaidah Membangun Dari Dalam (development from within)

Proses pengembangan masyarakat dititikberatkan pada upaya membangun masyarakat dari dalam melalui penggalian kembali nilai-nilai luhur yang telah dimiliki masyarakat tetapi tidak mampu lagi diterapkan sehingga menghancurkan kapital social dan menghasilkan berbagai kerusakan multidimensi, termasuk kemiskinan dan masyarakat yang terkotak-kotak (fragmented community). Pemberdayaan dalam konteks ini adalah membangun kembali potensi manusia itu sendiri yang sudah dimiliki untuk kembali mampu bertindak sesuai dengan nilai-nilai luhur tersebut yang kondusif terhadap tumbuhnya kapital social sehingga pada gilirannya akan mampu membangun kepedulian dan integritas yang tinggi yang melahirkan tata pengelolaan urusan publik yang baik serta solidaritas sosial masyarakat untuk bersatu, bahu-membahu menanggulangi kemiskinan di wilayah masing-masing secara mandiri dan berkelanjutan, Secara singkat pembangunan dari dalam ini menekankan penggalian terhadap nilai-nilai luhur yang telah dimiliki manusia/masyarakat dan memberdayakan manusia/masyarakat untuk menjadi pelaku nilai sehingga mampu menjalankan tugas dan fungsi masing-masing di masyarakat sesuai dengan martabatnya sebagai manusia yang luhur. Hasil yang diharapkan dari proses pengembangan masyarakat ini adalah tumbuhnya kesadaran kritis dan kesiapan masyarakat bahwa persoalan kemiskinan di wilayahnya hanya dapat diatasi oleh mereka sendiri, dengan cara; (1) membangun kembali nilai-nilai luhur universal sebagai landasan dari semua keputusan dan tindakan, (2) menemukan dan menggalang pribadi-pribadi yang komit dan memiliki integritas tinggi dalam menangulangi kemiskinan yg sehari-harinya merupakan pelaku nilai, (3) bertumpu pada keswadayaan masyarakat dan prinsip pembangunan organik yang berkelanjutan.

Pada dasarnya substansi pemberdayaan masyarakat dalam konteks ini intinya adalah perubahan perilaku pelaku sendiri. Peran dari pendampingan/ pihak luar hanyalah sebagai pelengkap dari adanya niat, parakarsa, untuk membangun kepedulian, dan komitmen masyarakat itu sendiri.

Oleh karena itu, berhasil tidaknya PNPM Mandiri Perkotaan di suatu lokasi sasaran untuk sebagian besar justru akan sangat tergantung pada kepedulian, komitmen, motivasi dan ikhtiar masyarakat setempat. Dengan demikian, PNPM Mandiri Perkotaan diharapkan dapat dijadikan sarana bagi proses pembelajaran masyarakat untuk terus melakukan perubahan-perubahan sendiri ke arah yang lebih baik dan efektif, baik itu menyangkut pola pikir, pola perilaku, pola tindak dan lain-lain. Inilah yang menjadi hakekat membangun masyarakat dari dalam (development from within).

Pada sisi lain, bagi para pendamping PNPM Mandiri Perkotaan (fasiliatator, konsultan dll), prinsip membangun dari dalam mengandung makna bahwa proses pendampingan tahapan kegiatan tidak diurus dan dilaksanakan sendiri oleh para pendamping, tetapi justru para pendamping seharusnya melakukan proses pendampingan yang menitikberatkan pada proses pembelajaran bagi masyarakat agar selain masyarakat akan mampu melakukan tahapan kegiatannya sendiri juga dapat menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat terhadap susbstansi mengapa, apa dan untuk apa kegiatan itu harus mereka lakukan.

b) Kaidah Kerelawanan (Volunteerism)

Proses pengembangan masyarakat dengan prinsip membangun ’masyarakat dari dalam’ akan membutuhkan pelopor-pelopor penggerak dari masyarakat sendiri yang mengabdi tanpa pamrih, ikhlas, peduli, dan memiliki komitmen kuat pada kemajuan masyarakat di wilayahnya. ’Proses membangun dari dalam’ tidak akan terlaksana apabila pelopor-pelopor yang menggerakkan masyarakat tersebut yang merupakan individu atau sekumpulan individu yang hanya memiliki pamrih pribadi dan hanya mementingkan urusan ataupun kepentingan pribadi serta golongan atau kelompoknya. Dengan kata lain, perubahan perilaku masyarakat akan sangat ditentukan oleh relawan-relawan atau motor penggerak setempat yang memiliki ’moral’ yang baik dan diakui kualitaskepribadiannya, bukan hanya sekedar relawan yang pengalaman, pendidikan tinggi atau punya kedudukan yang tinggi dll.

Didasarkan pada keyakinan inilah, PNPM Mandiri Perkotaan mendorong masyarakat di lokasi sasaran agar membuka kesempatan seluas mungkin bagi warga-warganya yang ikhlas, jujur, adil, peduli dan memiliki komitmen tinggi untuk menjadi relawan-relawan yang membantu masyarakat dalam melaksanakan seluruh tahapan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan agar bermanfaat bagi masyarakat miskin serta seluruh masyarakat di wilayahnya.

Relawan-relawan yang diusulkan masyarakat tidak menjadi bagian dari struktur KMW ataupun Tim Fasilitator, namun akan didampingi khusus melalui proses penguatan kapasitas (capacity building) agar lebih mampu memahami substansi PNPM Mandiri Perkotaan berikut tahapan-tahapan kegiatannya, baik dengan cara pendampingan oleh Tim Fasilitator, bimbingan/coaching, praktek, konsultasi dan pelatihan, dll.

Relawan-relawan masyarakat ini memiliki posisi yang sama dan tidak ada perlakuan khusus (previllage) yang melekat pada salah satu dari mereka. Ciri utama relawan-relawan masyarakat adalah sama, yakni; orang-orang atau warga masyarakat setempat yang bersedia mengabdi secara ikhlas dan tanpa pamrih, tidak digaji/imbalan secara rutin, rendah hati, berkorban, diterima masyarakat berdasarkan kualitas kemanusiaan yang luhur atau moralitasnya, dan memiliki kepedulian serta komitmen yang sangat kuat bagi upaya memperbaiki kesejahteraan masyarakat miskin yang ada di sekitarnya maupun bagi upaya kemajuan masyarakat umumnya dan kondisi lingkungan wilayahnya.

Bagi Tim Fasilitator, relawan-relawan masyarakat harus dipandang sebagai pelopor dan sekaligus pendamping mayarakat yang sangat menentukan berhasil tidaknya masyarakat melalui seluruh rangkaian proses pembelajaran untuk terus menerus menumbuhkembangkan nilai-nilai luhur universal kemanusiaan, prinsip universal kemasyarakatan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan sebagai pondasi yang kokoh dalam mengembangkan berbagai upaya menanggulangi masalah kemiskinan di wilayahnya.

c) Kaidah Pertumbuhan Alamiah (Organic Development)

Siklus kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan dirancang untuk mendorong tumbuhnya kesiapan dan ’kesadaran kritis masyarakat’ di kelurahan sasaran agar mampu menanggulangi kemiskinan di wilayah masing-masing secara mandiri dan berkelanjutan. Kaidah pertumbuhan organik menekankan bahwa dinamika pertumbuhan/perubahan antara satu komunitas dengan yang lain berbeda sebagai konsekwensi lojik dari kaidah pembangunan dari dalam, bukan transplantasi. Situasi ini haruslah mampu diakomodasi oleh para pendamping khususnya Tim Fasilitator.

Disadari bahwa proses penumbuhan kesiapan dan kesadaran kritis masyarakat memerlukan waktu yang cukup panjang dan juga bukan merupakan proses yang dijalankan secara instan (serba cepat, formalitas dan mekanistis). Meskipun demikian, perlu juga diantisipasi bahwa proses tersebut kemungkinan dapat mentimbulkan kejenuhan, kebosanan, ketidak percayaan, ketidak yakinan, dll apabila proses yang dilaksanakan di masyarakat memberi kesan

bertele-di lokasi tertentu yang macet, vakum, dan atau terhenti sesaat berhubung harus menunggu selesainya aktivitas yang sama di kelurahan lain atau menunggu pelaksanaan kegiatan yang diselenggarakan secara terpusat (misalnya pelatihan yang diselenggarakan KMW, dll).

Oleh karena itu, para pelaku PNPM Mandiri Perkotaan diharapkan dapat memahami arti penting pertumbuhan organik suatu masyarakat, yakni dengan menyelenggarakan rangkaian aktivitas pembelajaran masyarakat di lokasi sasaran dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan secara berkesinambungan dan runtun sesuai dengan siklus perkembangan dimasyarakat itu sendiri tanpa adanya kegiatan tambahan yang bersifat intervensi luar yang disengaja ataupun tidak disengaja akan menghentikan sementara aktivitas masyarakat di lokasi sasaran itu sehingga masyarakat kehilangan momentum.

Berkaitan dengan upaya membangun pertumbuhan organik tersebut, PNPM Mandiri Perkotaan merancang agar proses pendampingan secara langsung dan intensif berada di Tim Fasilitator yang berkedudukan di kecamatan sasaran. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong Tim Fasilitator, bersama dengan para Relawan, mampu mendampingi masyarakat kelurahan dalam melaksanakan kegiatan secara berkesinambungan sesuai dengan siklus perkembangan di kelurahan masing-masing. Kalaupun dirasakan cukup berat untuk menjaga kesinambungan kegiatan di tingkat kelurahan, maka setidaknya kesinambungan kegiatan masyarakat secara organik dapat dikembangkan di tingkat kecamatan. Hal ini berarti ketika seluruh kelurahan di kecamatan bersangkutan telah melaksanakan satu siklus kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan dapat segera dilanjutkan dengan siklus berikutnya. Meskipun demikian tetap akan lebih baik apabila kesinambungan kegiatan tersebut dapat dikembangkan di tingkat kelurahan sehingga dapat dijaga semua kelurahan tidak akan kehilangan momentumnya.

Bila kesimambungan akan diterapkan ditingkat Tim Fasilitator (kecamatan) maka seluruh strategi pendampingan masyarakat dan pengembangan kapasitas yang dilakukan akan bertumpu pada strategi pelaksanaan kegiatan di tingkat kecamatan, yang dikoordinasi oleh Tim Fasilitator setempat.

Secara umum hasil yang diharapkan terjadi dalam proses pengembangan masyarakat ini adalah:

ƒ Masyarakat yang sadar akan kondisinya; potensi, kelemahan, peluang dan persoalan yang masih harus diselesaikan bersama dan tumbuhnya solidaritas sosial antar warga.

ƒ Masyarakat menyadari bahwa untuk menyelesaikan persoalan bersama ini secara sistematik dan efektif dibutuhkan; (1) relawan-relawan sebagai pelopor, (2)

masyarakat yang terorganisasi (organized community), (3) dan kepemimpinan yang baik pula serta kelompok sasaran yang terorganisasi dgn baik pula.

ƒ Kondisi tersebut kemudian mendorong lahirnya para relawan, masyarakat warga yg terorganisasi, BKM/LKM sebagai pimpinan kolektif dan kelompok sasaran yang

terorganisasi dalam bentuk KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat).

ƒ Agar seluruh kegiatan penangulangan kemiskinan tersebut juga terrencana dengan baik BKM mengkoordinasi perumusan PJM dan Renta Pronangkis secara partisipatif.

Disamping ketiga kaidah tersebut di atas perlu juga dipahami bentukan-bentukan kelembagaan yang akan dihasilkan melalui siklus P2KP ini sebagai berikut.

a) BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat)/LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat)

BKM adalah lembaga pimpinan kolektif masyarakat warga/penduduk suatu kelurahan/desa yang terdiri dari pribadi-pribadi yang dipilih dan dipercaya warga berdasarkan kriteria luhur kemanusiaan yang disepakati bersama dan dapat mewakili masyarakat kelurahan/desa dalam berbagai kepentingan.

Anggota BKM/LKM terdiri dari 9 sampai dengan 11 orang sesuai kesepakatan masyarakat kelurahan/desa, yang semuanya adalah relawan dan bekerja sebagai dewan sehingga keputusan BKM?LKM adalah keputusan kolektif

Jadi jelaslah bahwa BKM/LKM adalah suatu lembaga pimpinan kolektif dari himpunan masyarakat warga suatu kelurahan/desa yang anggota-anggotanya dipilih berdasarkan kriteria nilai-nilai luhur kemanusiaan dan bukan perwakilan golongan/RT/RW sehingga memungkinkan berperan secara penuh sebagai pemimpin masyarakat warga serta menghindarkan kecenderungan menjadi partisan.

Kolektifitas kepemimpinan ini penting dalam rangka memperkuat kemampuan individu untuk dapat menghasilkan dan mengambil keputusan yang lebih adil dan bijaksana oleh sebab terjadinya proses saling asuh, saling asih dan saling asah antar anggota kepemimpinan yang pada akhirnya akan menjamin terjadinya demokrasi, tanggung gugat dan transparansi. Disamping itu pola kepemimpinan kolektif ini juga merupakan disinsentif bagi para pemimpin yang justeru ingin mendapatkan kekuataan absolute di satu tangan yang pada gilirannya akan melahirkan anargi dan tirani yang mementingkan diri sendiri sehingga meperkuat ketidakadilan. Peran utama BKM?LKM adalah mengawal penerapan nilai-nilai luhur kemanusiaan dalam proses penangulangan kemiskinan pada khususnya dan kehidupan bermasyarakat pada umumnya di kelurahan yang bersangkutan

Pemilihan anggota BKM/LKM dilakukan tanpa pencalonan dan tiap pemilih harus menulis sekurang-kurangnya 3 nama (sesuai kesepakatan warga) secara rahasia, pribadi-pribadi penduduk kelurahan/desa yang dianggap memenuhi kriteria yang telah disepakati, dikumpulkan dan dihitung. Kemudian dipilih 9 s/d 11 nama yang mendapatkan perolehan suara terbanyak sebagai anggota BKM/LKM. Para anggota BKM/LKM tersebut kemudian memilih siapa diantara mereka yang akan menjadi koordinator, wakil, sekretaris, dsb sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Pada dasarnya pemilihan harus dilakukan di tingkat dimana warga saling kenal misalnya tingkat RT untuk memilih utusan RT dan kemudian kumpulan utusan RT di tingkat kelurahan/desa memilih anggota BKM/LKM dari antara para utusan tersebut. Bila kelurahan/desa yang bersangkutan cukup luas artinya terdiri dari RT yang banyak sekali, lebih dari 75 RT maka pemilihan dapat dilakukan berjenjang. Dipilih utusan RT, kemudian dari kumpulan utusan RT di tingkat RW/Dusun dipilih lagi utusan RW/Dusun untuk kemudian utusan RW/Dusun ini ke kelurahan/desa untuk memilih anggota BKM. Jumlah utusan RT atau RW/Dusun dapat ditetapkan sebelumnya sesuai kesepakatan warga. Yang penting pemilihan atau penjaringan orang-orang baik harus dilakukan di tingkat dimana antar warga saling mengenal. Tidak adanya pencalonan memungkinkan anggota masyarakat memilih tanpa paksaan siapapun yang mereka anggap bisa mewakili sifat-sifat baik kemanusiaan tersebut, sesuai pengalaman interaksi mereka dalam kehidupan sehari-hari. Tidak mungkin adanya kampanye; karena yang dipilih adalah orang yang perbuatan sehari-harinya saat ini sesuai dengan kriteria tersebut di atas, bukan perkataan (janji) tentang masa depan yang belum pasti. Jadi konsepnya adalah membandingkan dan mengkonfirmasikan perbuatan/perilaku sehari-hari orang yang akan dipilih dan bukan perkataan (janji).

b) KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat)

KSM adalah kelompok masyarakat pemanfaat langsung dari PNPM Mandiri Perkotaan ini yang langsung menikmati hasil dari program penanggulangan kemiskinan yang direncanakan secara partisipatif oleh masyarakat kelurahan dibawah koordinasi BKM/LKM.

Pembangunan KSM ini sengaja didorong sebagai kelompok basis dimana antar anggotanya dapat saling bantu, saling memperkuat dan saling belajar untuk bersama-sama keluar dari belenggu kemiskinan. Kesatuan dalam KSM ini didasari oleh ikatan pemersatu (common bound), antara lain kesamaan kepentingan dan kebutuhan, kesamaan kegiatan, kesamaan domisili dll, yang mengarah pada upaya mendorong tumbuh berkembangnya modal sosial. Pengertian kelompok dalam konteks PNPM Mandiri Perkotaan adalah kelompok masyarakat yang “sudah ada” (existing groups) dan atau kelompok-kelompok yang “dibangun baru” dalam rangka pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan, yang dapat memenuhi syarat-syarat sebagai

Diharapkan melalui pendekatan kelompok ini :

ƒ Warga masyarakat dapat lebih dinamis dan lebih nyata dalam mengembangkan praktek nilai-nilai kemanusiaan, misalnya; kejujuran, keikhlasan, dapat dipercaya, pengorbanan, kebersamaan, kesatuan, gotong royong, solidaritas antar sesama, dan lainnya;

ƒ Proses pemberdayaan (empowerment) berjalan lebih efektif dan efisien;

ƒ Terjadi konsolidasi kekuatan bersama baik antar yang lemah maupun antar yang kuat dan lemah di dalam suatu kelompok masyarakat (konsep sapu lidi);

ƒ Kelompok dapat berfungsi untuk melembagakan solidaritas dan kesatuan sosial, menumbuhkan keswadayaan, wadah proses belajar/ interaksi antar anggota, menyepakati aturan bersama, dan fungsi lainnya.

c) Relawan

Pengertian relawan-relawan dalam PNPM Mandiri Perkotaan ini mengandung makna yang cukup luas, mencakup: (1) para relawan yang terlibat mendalam secara khusus dalam satu atau beberapa tahapan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan sebagai pendamping masyarakat dan pengawal nilai, misalnya Refleksi Kemiskinan, Pemetaan Swadaya, FGD Kepemimpinan, FGD Kelembagaan dan Pengelolaan Urusan Publik, Pembentukan BKM/LKM, Perencanaan Partisipatif dan pembentukan KSM, (2) Para relawan yang terpilih untuk duduk dalam struktur yang dibangun masyarakat untuk melaksanakan PNPM Mandiri Perkotaan, misalnya Anggota BKM/LKM, Pengurus KSM, berbagai panitia yang terkait dgn pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan, dll serta (3) Para relawan yang mengikuti secara intensif seluruh proses pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan sebagai pendamping masyarakat dan pengawal nilai. Secara umum para relawan ini memberikan kontribusi nyata bagi kelancaran dan keberlanjutan PNPM Mandiri Perkotaan sebagai program dari, oleh dan untuk masyarakat.

Para relawan tersebut masuk dalam proses pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan melalui beberapa jalur sebagai berikut :

ƒ Untuk relawan pendamping masyarakat melalui jalur pendaftaran ke ketua RT masing-masing.

ƒ Untuk relawan yang berkedudukan sebagai anggota BKM/LKM, pengurus KSM atau panitia-panitia yang terkait dengan pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan akan dipilih sesuai tata tertib yang disepakati masyarakat dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip serta nilai-nilai yang dikandung PNPM Mandiri Perkotaan.

Agar relawan-relawan masyarakat tersebut mampu menjadi motor penggerak dan pendamping masyarakat dalam melaksanakan tahapan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan sesuai ketentuan, maka dalam kerja, mereka akan mendapat pendampingan intensif dari Tim Fasilitator yang ditugasi di wilayah masing-masing.

Modul 3

Dalam dokumen Konsep PNM Mandiri Perkotaan (Halaman 29-34)

Dokumen terkait