• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Mahasiswa

Dalam dokumen Analisis Kemampuan Problem Solving Guru (Halaman 48-141)

B. Implementasi Perangkat

3. Kinerja Mahasiswa

Selama pelaksanaan program pembelajaran dilakukan penilaian kinerja mahasiswa dengan menggunakan lembar penilaian kinerja. Penilaian kinerja diperoleh dari laporan yang telah dikerjakan mahasiswa. Tahap ini meliputi membuat laporan akhir hasil praktikum. Laporan akhir dikumpulkan satu minggu setelah melakukan kegiatan praktikum. Hasil penilaian masing-masing aspek post-laboratorium dapat dikemukakan bahwa skor rata-ratanya adalah 56,3 termasuk dalam kategori cukup.

Ika Nurani Dewi dan Septiana Dwi Utami, Pengembangan Panduan Praktikum Fisiologi Tumbuhan I

237

Gambar 2. Diagram Kinerja Mahasiswa pada Tiga Kelompok

Tahap post-laboratorium merupakan kegia-tan untuk mengumpulkan laporan akhir dan menyajikan hasil praktikum. Setelah maha-siswa melakukan praktikum mahamaha-siswa diminta untuk membuat laporan praktikum. Laporan praktikum berisi judul, abtrak, dasar teori, alat dan bahan, prosedur kerja, tabel pengamatan, pembahasan serta kesimpulan. Pembahasan diarahkan dengan menggunakan analisis data pada LKM. Membuat laporan merupakan wujud tanggung jawab mahasiswa dari hasil yang diperoleh selama kegiatan laboratorium. Menurut Winataputra (2008) belajar akan lebih lancar apabila materi yang dipelaja-rinya relevan dengan pribadi orang yang belajar dan ia diberi kesempatan bertang-gung jawab atas proses belajarnya sendiri.

Penilaian kinerja mahasiswa pada tiga kelompok sesuai dengan Gambar 4.3 menunjukkan bahwa aspek penilaian kinerja post-laboratorium berkategori cukup. Peni-laian kinerja pada penulisan laporan di-lakukan berdasarkan laporan akhir yang telah dibuat mahasiswa. Hal ini menun-jukkan bahwa kinerja pada kegiatan post-laboratorium adalah kinerja yang ditekankan pada evaluasi dan pembuatan laporan.

Pada akhir pembelajaran diberikan angket untuk mengetahui tanggapan maha-siswa terhadap pembelajaran dengan meng-gunakan perangkat yang dikembangkan. Respon perhatian mahasiswa terhadap penerapan pembelajaran dalam kategori baik sebesar 97,73%. Secara umum dapat dijelaskan bahwa respon terhadap perangkat pembelajaran mendapat tanggapan positif dari mahasiswa.

Simpulan

Berdasarkan temuan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa perangkat model pembelajaran yang dikembangkan efektif untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis mahasiswa. Meningkatnya kemam-puan berpikir diimbangi dengan prestasi belajar yang baik. Hal ini didukung oleh keterlaksanaan pembelajaran dan respon mahasiswa yang baik.

Daftar Pustaka

Arikunto 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Ciptahar

Arends, R. 1997. Learning to Teach : Fifth Edition. New York: McGraw-Hill, Inc.

Dahar., R.W.2006. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga Dwijananti, P & Yulianti, D. 2010.

“Pengembangan Kemampuan

Berpikir Kritis Mahasiswa Melalui Pembelajaran Problem Based Instruction pada Mata Kuliah Fisika

Lingkungan”. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6 (2010) 108-114. Htpp://journal.unnes.ac.id. 0 20 40 60 80 51.3 69.93 47.86

Laporan

Laporan

Johnson, E.B. 2002. Contextual Teaching and Learning, What It is and Why It’s Here to Stay. California: Corwin Press Inc.

Kurniawan, W dan Endah, D. 2011.

Pengembangan Pembelajaran Fisika

dengan Metode Penemuan

Terbimbing Dapat Mengembangkan Keterampilan Proses Sains. (Online) JP2F, Volume 1 Nomor 2 September 2011

Liliasari., 2000. Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi Calon Guru IPA. Proceeding Nasional Science Education

Seminar, The Problem of

Mathematics and Science Education and Alternative to Solve the Problems. Malang: JICA-IMSTEP FMIPA UM.

Nasution. S, 2008. Berbagai pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Nur, M. 2008. Pengajaran Berpusat Pada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis Dalam Pengajaran Edisi Kelima. Universitas Negeri Surabaya. PSMS Santyasa, W. 2006. Pembelajaran Inovatif :

Model Kolaboratif, Basis Proyek, Dan Orientasi NOS. (Makalah Disajikan dalam Seminar Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Semarapura Tanggal 27 Desember 2006, di Semarapura).

Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung, Alfabeta.

Rustaman, N. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Penerbit Universitas Negeri Malang.

Winataputra. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka

Zulfiani dkk, 2009. Strategi Pembelajaran Sains. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN.

© 2014 LPPM IKIP Mataram

Analisis Kemampuan Problem Solving Guru Matematika SMP Berstandar PISA sebagai Pendukung Implementasi Kurikulum 2013

Ita Chairun Nissa & Indira Puteri Kinasih

Fakultas Pendidikan Matematika dan IPA, IKIP Mataram Email: [email protected]

Abstract: This study aims to describe the problem solving ability of junior high school math teachers throughout the city of Mataram in an attempt to map the readiness of teachers to support implementation of the 2013 curriculum problem solving ability in this study were categorized into two main indicators: (1) problem solving ability that is in teachers themselves and (2) the ability of teachers to students membelajarkan problem solving. Problem solving ability within mathematics teachers will be measured using standard mathematical ability PISA namely (1) the ability to formulate problems (formulate), (2) the ability to execute (employ), and (3) the ability to interpret (interpret/evaluate). Sampling in this study using proportionate random sampling technique to take samples of 62 SMP/Mts public and private located in the city of Mataram, which was then acquired by 6 junior as the sample. The data in this study were taken by engineering tests, questionnaires, and interviews. Test material was adapted from the PISA problem with doing a translation into Indonesian and contains the context and content of mathematics PISA standards. Context matter consists of personal, occupational, and societal, whereas the content matter consists of quantity, uncertainy and the data, change and relationship as well as space and shape. The results of a study of 16 teachers spread in 6 SMP/Mts public and private in Mataram city shows that the teacher has the ability to formulate problems (formulate) were good, but has a weakness in the ability to execute (employ) and the ability to interpret (interpret/evaluate) because does not have the right strategy to make the process of further mathematical calculations resulting in incorrect results and the lack of proper justification. The results of these tests supported by the questionnaire data showed that many teachers are not competent in strategies for problem solving to their students in the classroom.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kemampuan problem solving guru matematika SMP se-kota Mataram sebagai upaya untuk memetakan kesiapan guru dalam mendukung implementasi kurikulum 2013. Kemampuan problem solving pada penelitian ini dikategorikan menjadi dua indikator utama yaitu (1) kemampuan problem solving yang ada dalam diri guru sendiri dan (2) kemampuan guru membelajarkan

problem solving kepada siswanya. Kemampuan problem solving dalam diri guru matematika akan diukur menggunakan kemampuan matematika standar PISA yaitu (1) kemampuan merumuskan masalah (formulate), (2) kemampuan melaksanakan (employ), dan (3) kemampuan menafsirkan (interpret/evaluate). Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik proportionate random sampling untuk mengambil sampel dari 62 SMP/Mts negeri dan swasta yang terdapat di kota Mataram, yang kemudian diperoleh sebanyak 6 SMP sebagai sampelnya. Data dalam penelitian ini diambil dengan teknik tes, angket, dan wawancara. Materi tes diadaptasi dari soal PISA dengan melakukan alih bahasa ke dalam bahasa Indonesia serta memuat konteks dan konten matematika standar PISA. Konteks soal terdiri dari personal, occupational, dan societal, sedangkan konten soal terdiri dari quantity, uncertainy and data, change and relationship serta space and shape. Hasil penelitian terhadap 16 orang guru yang tersebar dalam 6 SMP/Mts negeri dan swasta di kota Mataram menunjukkan bahwa guru memiliki kemampuan merumuskan masalah (formulate) yang baik, tetapi memiliki kelemahan pada kemampuan melaksanakan (employ) dan kemampuan menafsirkan (interpret/evaluate) karena tidak memiliki strategi yang tepat untuk melakukan proses matematika selanjutnya sehingga berakibat pada hasil perhitungan yang salah dan justifikasi yang kurang tepat. Hasil tes ini didukung pula oleh data angket yang menunjukkan bahwa masih banyak guru yang belum kaya dengan strategi untuk membelajarkan problem solving kepada siswanya di kelas.

Pendahuluan

Programme for International Student Assessment (PISA) merupakan program yang dimulai pada tahun 2000 dan berulang tiga-tahunan yang diselenggarakan oleh

Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) yang menguji penguasaan siswa sekolah usia 15 tahun terhadap literasi membaca, matematika, dan sains. Survei tiga-tahunan ini dilakukan untuk mengukur tingkat kesiapan anak berusia 15 tahun, yaitu usia di ujung masa wajib belajar dalam menghadapi tantangan kehidupan masa kini. Warga negara harus dapat menggunakan matematika dalam banyak situasi dalam kehidupan sehari-hari, seperti pada saat media menyajikan in-formasi tentang beragam topik dalam bentuk tabel, diagram dan grafik, ketika melakukan transaksi uang dan ketika menentukan pembelian terbaik di pasar ekonomi dan berbagai permasalahan lainnya. Untuk me-nangkap konsepsi OECD ini, maka PISA menggunakan konsep literasi matematika (mathematical literacy) yang berkaitan dengan kemampuan siswa untuk melakukan analisis, penalaran dan komunikasi secara efektif pada saat mereka mengajukan, me-mecahkan dan menafsirkan masalah matem-atika dalam berbagai situasi termasuk kuantitas, spasial, probabilitas atau konsep matematika lainnya.

Literasi matematika berkaitan dengan kecakapan menggunakan keterampilan dan kompetensi matematika yang diperoleh me-lalui pendidikan dan pengalaman hidup untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Proses dasar yang berkaitan dengan hal tersebut disebut dengan matem-atisasi. Matematisasi adalah suatu proses

mengubah konteks masalah kehidupan sehari-hari ke dalam model matematika untuk menyelesaikannya. Matematisasi me-libatkan proses menafsirkan dan meng-evaluasi masalah yang dicerminkan pada solusi yang benar-benar menjawab masalah yang diberikan. Melalui pengertian ini bah-wa literasi matematika harus termuat dalam kurikulum matematika sekolah dan penilaian terhadap literasi matematika siswa tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran yang ada, karena pengetahuan dan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah kehidu-pan sehari-hari sangat bergantung pada apa dan bagaimana matematika diajarkan di sekolah dan bagaimana para guru membe-lajarkan pemecahan masalah (PISA, 2012).

Hasil PISA pada umumnya digunakan untuk menentukan sikap dan kebijakan ne-gara dalam merumuskan strategi pendidikan, sebab OECD memandang bahwa kemajuan ekonomi suatu negara dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan penguasaan kom-petensi aplikatif bidang matematika dan sains. Sekitar 28 juta siswa sekolah usia 15 tahun dinilai oleh PISA dari 65 negara-negara ekonomi maupun pastisipan OECD. Indonesia sendiri sebagai negara mitra OECD ikut disurvei oleh PISA pada tahun 2012 dan hasilnya menunjukkan bahwa Indonesia menduduki ranking 64 dari 65 negara. Kenyataan inilah yang menjadi salah satu alasan harus diimplementasikannya kurikulum 2013 yang bermuatan pendidikan karakter dan pemecahan masalah untuk memberikan kecakapan hidup bagi siswa dalam menghadapi tantangan masa depan. Kurikulum 2013 yang baru saja diimple-mentasikan pada Juli 2013 tentunya tidak sedikit menimbulkan kendala terutama pada

Ita Chairun Nissa dan Indira Puteri Kinasih, Analisis Kemampuan Problem Solving

241 kesiapan para guru baik dalam penguasaan

matematika maupun strategi pembelajaran yang dapat membekali siswa menuju literasi matematika.

Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai bagian dari wilayah Negara Repub-lik Indonesia tentunya turut menyumbang dalam perolehan skor Indonesia dalam ranking PISA 2012 terutama dalam hal literasi matematika. Hal ini mungkin dapat dilihat dari data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) propinsi NTB pada tahun 2010 yang berada pada peringkat ke-32 dari 33 propinsi di Indonesia dengan pertum-buhan IPM sebesar 0,84 (data provinsi NTB per Januari 2013). Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development Index

(HDI) merupakan pengukuran perbandingan dari harapan hidup, literasi huruf, pendidi-kan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia dan digunakan untuk meng-klasifikasikan apakah suatu negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.

Tentunya Skor IPM propinsi NTB tersebut dapat menjadi indikator kualitas pendidikan NTB khususnya hasil pembelaja-ran matematika. Mengingat tuntutan kom-petensi matematika dalam kecakapan hidup sangat mendominasi dalam kajian PISA, maka hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para guru untuk lebih meningkatkan kemampuan problem solving dalam dirinya sekaligus juga mampu membelajarkan

problem solving kepada siswanya. Tuntutan inilah yang harus dipenuhi oleh para guru matematika SMP dalam menjawab tan-tangan PISA yang termuat dalam kurikulum

2013. Oleh karena itu sangat penting untuk memiliki gambaran secara umum melalui suatu penelitian yang akan menganalisis bagaimana kemampuan problem solving

guru Matematika SMP Negeri se-kota Mata-ram berdasarkan standar PISA dalam upaya mendukung implementasi kurikulum 2013.

Kajian Literatur

Pengetahuan dan kemampuan guru mate-matika memang berperan sangat penting dalam membelajarkan problem solving

kepada siswanya. Hal ini didukung oleh berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli, salah satunya adalah Blomeke dan Delaney (2012) yang telah melakukan penelitian mengenai sejauh mana wawasan guru matematika terhadap ilmu pengetahuan yang akan mereka ajarkan kepada siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh guru matematika merupakan salah satu parameter yang paling penting dari kualitas pem-belajaran di sekolah, khususnya peningkatan hasil belajar siswanya. Hal ini disebabkan karena keputusan guru di dalam kelas baik dalam hal desain pembelajaran maupun cara penilaian terhadap siswa berkaitan erat dengan pengetahuan matematika yang di-miliki guru tersebut. Selain itu, penelitian yang telah dilakukan oleh Pimta, Tayruakham, dan Nuangchalerm (2009) menunjukkan bahwa kemampuan problem solving guru memiliki pengaruh baik secara langsung dan tidak langsung terhadap kemampuan problem solving siswa. Ke-mampuan problem solving guru yang nam-pak pada perilaku guru dalam mengajarkan matematika dapat mendorong siswa untuk menjadi antusias, bertanggung jawab dalam

pembelajaran, dan memiliki sikap yang baik terhadap materi pelajaran. Bahkan ketika siswa telah memiliki keinginan dan merasa senang dengan kegiatan pemecahan masalah matematika, maka siswa sebenarnya sedang meningkatkan kemampuan problem solving

dalam dirinya.

Haja (2004) juga melakukan penelitian dengan cara mengeksplorasi kompetensi pemecahan masalah dari empat orang calon guru dari Universitas London di Inggris. Masalah yang diberikan dalam penelitian Haja adalah masalah yang berkaitan dengan materi geometri yang dirancang dalam bentuk Open-Ended Problem. Hasil peneli-tian Haja menunjukkan bahwa guru melaku-kan pemecahan masalah dengan cara antara lain: (1) guru menggunakan pengetahuan mengenai materi pelajaran untuk memahami masalah, (2) guru membuat konjektur-kon-jektur dari masalah yang telah dirumuskan, (3) guru memeriksa konjektur-konjektur yang telah dibuat, dan (4) guru menjustifi-kasi solusi yang telah diperoleh.

Penelitian-penelitian yang telah dilaku-kan oleh para ahli dalam mengeksplorasi ke-mampuan problem solving guru matematika memberikan kita suatu masukan mengenai apa yang penting dan dibutuhkan guru sebelum mereka mengajarkan pemecahan masalah kepada siswa di dalam kelas. Xenofontos dan Andrews (2007) melalui penelitiannya mendeskripsikan hal-hal yang dibutuhkan guru untuk memiliki kemam-puan problem solving yang baik antara lain: (1) guru harus menambah pengalaman memecahkan masalah dari sudut pandang seorang problem solver sebelum menerap-kannya dalam pembelajaran di dalam kelas, (2) guru harus selalu merefleksi proses

berpikir yang digunakannya dalam pemeca-han masalah untuk mendapatkan insight

mengenai kealamiahan aktivitas pemecahan masalah, dan (3) guru harus membiasakan diri dengan literatur-literatur mengenai pe-nelitian tentang pemecahan masalah maupun teori pembelajaran pemecahan masalah di kelas.

Para ahli pendidikan dan psikologi me-nyatakan bahwa problem solving merupakan inti dari pembelajaran matematika, sehingga kemampuan problem solving dijadikan capaian pembelajaran yang utama dalam mata pelajaran matematika pada Kurikulum 2013. Problem solving sendiri diterima secara umum dan luas sebagai suatu bentuk pemikiran dan tindakan dalam situasi ter-tentu dimana tidak tersedianya prosedur secara langsung untuk memecahkan masalah tersebut sebagaimana kita menentukan solusi dari masalah matematika yang rutin. Seorang pemecah masalah mungkin me-miliki pemahaman terhadap masalah ter-sebut, tetapi tidak dengan segera mengetahui cara untuk memecahkan masalah itu. Sehingga dapat kita katakan bahwa pemaha-man terhadap suatu masalah serta langkah-langkah yang dapat ditransformasi berdasar-kan pada perencanaan dan penalaran aberdasar-kan membentuk suatu proses problem solving

(Reeff; Zabal; Blech, 2006)

Guru dapat mengajarkan problem solving kepada siswa dengan cara memberi-kan banyak pengalaman pemecahan masalah melalui pemberian masalah matematika yang menarik dan menantang bagi siswa. Masalah matematika yang diajukan guru di kelas merupakan suatu alat yang tidak hanya digunakan untuk membantu siswa mengem-bangkan kemampuan berpikirnya tetapi juga

Ita Chairun Nissa dan Indira Puteri Kinasih, Analisis Kemampuan Problem Solving

243 membantu siswa untuk mengembangkan

keterampilannya dalam memecahkan masa-lah, khususnya masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Tujuan pem-belajaran matematika akan menjadi efektif apabila siswa dapat memecahkan suatu masalah. Kenyataanya, pengalaman dalam memecahkan masalah dari suatu materi pelajaran adalah sangat penting untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan membantu siswa memperoleh lebih banyak kemampuan dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (Pimta; Tayruakham; Nuangchalerm, 2009).

Metode Penelitian

Subjek penelitian ini adalah 16 guru SMP/ MTs negeri dan swasta di kota Mataram yang tersebar pada 6 SMP/MTs yang di-ambil secara acak dari 62 SMP/MTs negeri dan swasta di kota Mataram. Data pada penelitian ini dikumpulkan dengan teknik tes, angket dan wawancara. Tes yang di-gunakan pada penelitian ini adalah tes uraian yang merupakan soal matematika PISA tahun 2012 yang telah dialihbahasa ke dalam bahasa Indonesia serta memuat konteks dan konten standar PISA.

Tabel berikut mendeskripsikan tes yang diberikan kepada guru:

Tabel 1. Deskripsi Tes Kemampuan Problem Solving Standar PISA

Topik masalah dan deskripsinya

Kode soal: A1, Topik: Memori USB/ Flashdisk, context: personal dan content: quantity, Deskripsi:

1.Mampu membaca data pada diagram lingkaran, tabel dan hubungannya

2.Mampu membuat keputusan menggunakan sifat-sifat bilangan bulat

Kode soal: A2, Topik: Memori USB/ Flashdisk, context: personal dan content:

uncertainty and data, Deskripsi:

1.Mampu membaca data pada diagram lingkaran, tabel dan hubungannya

2.Mampu membuat konjektur dan menjus-tifikasinya menggunakan konsep persen dan sudut

Kode soal : B, Topik : Sepeda Baru Helen context : personal dan content : change and

relationship, Deskripsi :

1.Mampu membaca data pada diagram lingkaran, tabel dan hubungannya

2.Mampu menentukan kebenaran suatu pernyataan menggunakan konsep jarak, waktu, dan kecepatan

Kode soal : C1, Topik : Audio dan Video Player yang Rusak, context : occupational dan content: uncertainty and data, Deskripsi: 1.Mampu membaca data pada diagram

lingkaran, tabel dan hubungannya

2.Mampu menentukan kebenaran suatu pernyataan menggunakan konsep pecahan desimal dan persen

Kode soal: C2, Topik: Audio dan Video Player yang Rusak, context : occupational dan content :uncertainty and data, Deskripsi: 1.Mampu membaca data pada diagram

lingkaran, tabel dan hubungannya

2.Mampu menentukan kebenaran suatu per-nyataan menggunakan konsep perbandingan Kode soal: C3, Topik : Audio dan Video Player yang Rusak, context : occupational dan content :uncertainty and data, Deskripsi: 1.Mampu membaca data pada diagram

lingkaran, tabel dan hubungannya

2.Mampu menentukan kebenaran suatu pernyataan menggunakan konsep peluang Kode soal: D, Topik: Toko Es Krim

context : occupational dan content : space and shape, Deskripsi:

1. Mampu membaca denah dan memahami situasinya

2. Mampu menyusun suatu bentuk menggunakan konsep bangun datar

Kode soal: E1, Topik: Mendaki Gunung Rinjani, context: societal dan content: quantity, Deskripsi :

1.Mampu membaca data dan informasi yang berkaitan dengan waktu

2.Mampu membuat keputusan menggunakan konsep nilai rata-rata dan pembulatan angka

Kode soal: E2, Topik: Mendaki Gunung Rinjani, context: societal dan content : change and relationship, Deskripsi:

1.Mampu membaca data dan informasi yang berkaitan dengan waktu

2.Mampu membuat keputusan menggunakan konsep jarak

Kemudian data tes dianalisis secara kuan-titatif dalam bentuk persentase kemampuan

problem solving guru untuk setiap indikator yang ditentukan dengan rumus:

Dimana adalah prosentase kemampuan per indikator, adalah skor yang diperoleh per indikator, dan adalah skor maksimal per indikator. Adapun indikator kemampuan

problem solving dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Indikator Kemampuan Problem Solving Berdasarkan Standar PISA Kemampuan merumuskan masalah (formulate)

1.Mampu membaca data/informasi 2.Mampu melihat hubungan antar

data/informasi

3.Mampu memahami konteks permasalahan 4.Mampu menentukan nilai/kondisi apa yang

akan dipecahkan

5.Menuliskan semua tahapan dengan sistematis Kemampuan melaksanakan (employ)

1.Memilih strategi pemecahan masalah yang tepat

2.Melakukan perhitungan sesuai dengan prinsip/prosedur matematika

3.Memperoleh hasil perhitungan yang benar 4.Menggunakan notasi /variabel/satuan hitung

dengan benar

5.Menuliskan semua langkah perhitungan dengan sistematis

Kemampuan menafsirkan (interpret/evaluate) 1.Menerjemahkan hasil perhitungan menjadi solusi yang sesuai dengan konteks masalah 2.Memberikan justifikasi logis yang mendasari

jawaban

3.Menuliskan dengan kalimat lengkap sesuai dengan konteks masalah

Persentase hasil tes guru kemudian dikonversi ke dalam kriteria kemampuan

problem solving yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 3. Kriteria Kemampuan Problem Solving Interval Kriteria Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik

Sangat Kurang Baik Sedangkan data angket dianalisis secara kualitatif dalam bentuk narasi yang me-ngungkapkan alasan guru terhadap jawaban yang dipilihnya dan dianalisis secara kuan-titatif dalam bentuk prosentase banyaknya guru yang memilih jawaban terhadap setiap pertanyaan pada angket yang dihitung dengan rumus :

Dimana adalah prosentase banyaknya res-ponden terhadap pilihan jawaban, adalah banyak responden yang memilih jawaban , dan adalah jumlah responden.

Pertanyaan pada angket diuraikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. Daftar pertanyaan angket

Dalam dokumen Analisis Kemampuan Problem Solving Guru (Halaman 48-141)

Dokumen terkait