• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Kinerja Proses Fraksinasi

Pada penelitian ini, fraksinasi difokuskan untuk pemisahan senyawa Sitronelal, Sitronelol, dan Geraniol. Dari ketiga senyawa tersebut, Sitronelal memiliki titik didih yang paling rendah dari pada Sitronelol dan Geraniol. Dengan demikian pada saat awal dilakukan proses fraksinasi, Sitronelal akan lebih banyak berada pada fraksi destilat, sedangkan Sitronelol dan Geraniol berada pada fraksi

destilat maupun residu. (Agustian et al, 2005)

Untuk mengetahui dan membandingkan perlakuan atau kondisi fraksinasi yang paling efektif dan efisien maka perlu dihitung laju fraksinasi dari masing- masing perlakuan maupun ulangan yang dilakukan selama percobaan. Setiap

perlakuan pada percobaan ini menggunakan reflux ratio 20/10. Sebagai dasar

penghitungan laju fraksinasi ini, digunakan pendekatan bahwa perolehan destilat maksimum yang diharapkan pada setiap perlakuan adalah 100 %, artinya jika mengacu pada hasil analisis dengan menggunakan GC-MS, dimana pada bahan pertama ini antara lain mengandung 35,53 % Sitronelal, 15,43 % Sitronelol, dan 15,94 % Geraniol, maka perolehan destilat maksimun yang diharapkan pada

setiap kali pengumpanan (feeding) adalah sebagai berikut : 533 ml Sitronelal, 231

ml Sitronelol, dan 239 ml Geraniol, sedangkan pada bahan ke dua, harapan

perolehan destilat maksimun pada setiap kali pengumpanan (feeding) adalah

sebagai berikut : 664 ml Sitronelal, 207 ml Sitronelol, dan 263 ml Geraniol. Data lengkap tentang jumlah perolehan destilat atau fraksi yaitu fraksi-1 yang diharapkan mengandung banyak Sitronelal ; fraksi-2 mengandung banyak Sitronelol dan fraksi-3 mengandung banyak Geraniol), waktu proses, laju fraksinasi minyak sereh wangi pada berbagai kondisi perlakuan dan ulangannya, dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan rekapitulasinya dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rekapitulasi Laju Fraksinasi Minyak Sereh Wangi pada Tekanan Vakum 1 mmHg, 30 mmHg, dan 60 mmHg ( ~1 mBar, 40 mBar, dan 80 mBar)

No. Perlakuan & Nama Fraksi

Suhu atau T ( 0 C) Perolehan Fraksi Laju Fraksinasi (ml/menit) T Heat T Flask T Head Volume

(ml) Waktu (menit) A. 1 mBar, dengan nilai rata-rata 1.Fraksi - 1 117,12 103,24 55,17 698 133,7 5,22 2.Fraksi -2 127,81 113,63 64,05 255 75 3,40 3.Fraksi - 3 132,42 129,03 68,30 278 86,6 3,21 B. 40 mBar, dengan nilai rata-rata 1.Fraksi - 1 155,00 123,42 109,47 538 112,33 4,81 2.Fraksi -2 187,12 157,57 128,37 250 85,67 2,92 3.Fraksi - 3 227,13 186,70 135,33 242 91,67 2,71 C. 80 mBar, dengan nilai rata-rata 1.Fraksi - 1 239,10 192,29 124,90 564 825,50 3,09 2Fraksi -2 262,21 208,00 142,28 246 289,25 1,99 3.Fraksi - 3 287,99 236,83 148,60 261 105,80 1,85

Dari Tabel 9, dapat diketahui bahwa laju fraksinasi yang tercepat adalah laju fraksinasi yang dilakukan dengan tekanan vakum 1 mBar. Laju fraksinasi ini

penting sekali karena dapat dipakai sebagai dasar perhitungan efisiensi biaya

proses. Menurut Stichlmair, et al (1998), laju fraksinasi tercepat yang diperoleh pada perlakuan dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar disebabkan karena makin kecil tekanan vakum yang digunakan dalam suatu proses, maka makin

kecil pula tekanan parsialnya sehingga daya dorongnya (driving force) tinggi.

Akibatnya, laju fraksinasi menjadi lebih cepat, terutama fraksi yang mempunyai titik didih rendah, Secara menyeluruh, hasil percobaan ini membuktikan teori tersebut di atas. Untuk lebih meyakinkan hasil fraksinasi dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar ini, dan juga untuk meningkatkan perolehan fraksi dengan kadar yang lebih tinggi, maka khusus untuk perlakuan dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar, diulangi 3 kali lagi, dimana ulangan yang ke-4, 5, dan 6 menggunakan Minyak Sereh Wangi-2 yang dibeli dari tempat yang sama.

Pada perlakuan ulangan, laju fraksinasi berlangsung lebih cepat dibanding dengan perlakuan yang menggunakan tekanan vakum lebih tinggi, karena dalam hal ini makin kecil tekanan vakum yang digunakan, maka makin besar daya hisap terhadap fraksi yang bersangkutan, terutama fraksi yang memiliki titik didih yang

lebih rendah dari pada fraksi lain yang terdapat pada bahan baku yang sama, Demikian sebaliknya, makin besar tekanan vakum yang digunakan maka makin lama laju fraksinasinya, karena laju difusi fraksi dengan titik didih yang lebih tinggi akan semakin sulit dan juga karena jumlah fraksi yang ada di dalam bahan makin kecil. Dari Tabel 9, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat berarti antara laju fraksinasi yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar, 40 mBar, dan 80 mBar. Jika dilihat rata-rata pada setiap perlakuan, maka laju fraksinasi yang paling cepat adalah yang menggunakan tekanan vakum 1 mBar, kemudian disusul oleh perlakuan dengan menggunakan tekanan vakum 40 mBar dan 80 mBar.

Menurut Yoder et al (1980) di dalam Purwanto (1995), laju fraksinasi

tergantung pada beberapa faktor, yaitu:

1. Sifat cairan

Pada kondisi yang sama, cairan yang berbeda tidak akan menguap pada laju yang sama, Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan pada kekuatan intermolekuler yang dipengaruhi oleh bobot molekul, struktur dan derajat polaritas molekul,

2. Suhu

Untuk setiap cairan, laju penguapan bervariasi sesuai dengan suhu yang diberikan, Peningkatan energy kinetik akibat kenaikan suhu akan mengakibatkan kekuatan intermolekuler akan lebih mudah putus pada suhu yang lebih tinggi dan meningkatkan laju penguapan.

3. Luas area permukaan

Semakin besar luas bidang permukaan, maka laju penguapan akan meningkat,

Dalam pemisahan komponen yang mudah menguap (volatil), maka fraksinasi

harus dilakukan melalui beberapa tahap. Komponen dengan titik didih lebih rendah akan lebih cepat menguap dibandingkan dengan komponen dengan titik didih lebih tinggi. Fraksinasi atau distilasi bertingkat merupakan penguapan dan pengembunan campuran komponen, yang dalam campuran uap akan terdapat lebih banyak komponen dengan titik didih lebih rendah, sedangkan pada cairan sisa lebih mengandung banyak komponen dengan titik didih lebih tinggi (Slabaugh dan Parsons, 1976).

4. Refluks

Pada proses fraksinasi ini, refluks ratio yang digunakan adalah 20 : 10, artinya

kuantitas kondensat yang dikembalikan ke kolom (kuantitas refluks) adalah 20 ml per satuan waktu terhadap 10 ml destilat yang diambil per satuan waktu.

Menurut Cook dan Cullen (1987), semakin tinggi nilai refluks ratio, maka

semakin besar efisiensi proses pemisahan. Menurut Furniss et al (1984),

peningkatan refluks ratio di atas nilai tertentu tidak akan menaikkan tingkat pemisahan atau efisiensi kolom. Pada penelitian ini, rasio refluks yang dipakai

adalah 20/10. Dasar pertimbangan penggunaan refluks ratio tersebut

berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang menjelaskan bahwa

refluks ratio yang paling efektif untuk fraksinasi Minyak Sereh Wangi adalah

20/10. Proses refluks terjadi di dalam stillhead, refluksat mengalir turun dan dibawa ke dalam bahan pengisi kolom dan tercampur dengan uap yang sedang naik. Hasil pencampuran refluksat dengan fase yang naik menyebabkan terjadinya penukaran panas dan bahan. Bagian senyawa kurang volatil di dalam uap dikondensasi melalui panas yang dipindahkan oleh refluksat. Absorpsi panas oleh refluksat dari uap yang naik menyebabkan penguapan sebagian kecil senyawa yang kontak menjadi fase uap dan kemudian terkondensasi menjadi produk, sehingga produk yang diperoleh lebih mengandung banyak fraksi yang lebih mudah menguap lebih banyak. Secara umum dalam pemisahan dua jenis cairan dengan titik didih yang berdekatan memerlukan kolom yang lebih panjang dan rasio refluks yang lebih besar (Mellon, 1956).

Dari uraian tersebut di atas, secara ringkas dapat dikemukakan bahwa cara untuk menentukan kondisi proses fraksinasi yang terbaik untuk mendapatkan produk dengan rendemen dan mutu tinggi adalah sebagai berikut :

1. Sebelum melakukan distilasi fraksinasi vakum, terlebih dahulu harus di

lakukan karakterisasi bahan baku dengan bantuan alat GC-MS untuk mengetahui berapa kandungan fraksi yang diinginkan dalam bahan baku yang akan dipakai dalam proses ini. Hal ini penting untuk menentukan target jumlah destilat atau fraksi yang harus diperoleh jika dianggap seluruh fraksi yang bersangkutan dapat seluruhnya terfraksinasi. Caranya dengan mengalikan kadar fraksi yang dikehendaki dan yang diperoleh melalui analisis GC-MS

tersebut dengan volume bahan baku pada setiap pengumpanan pada alat Distilasi Fraksinasi Vakum.

2. Melakukan Fraksinasi dengan alat Distilasi Fraksinasi Vakum dengan

menggunakan berbagai tekanan. Pada penelitian ini digunakan tekanan vakum sebesar 1, 40, dan 80 mBar serta reflux ratio 20 : 10. Hal-hal yang perlu

diperhatikan selama proses fraksinasi berlangsung adalah : suhu Head dijaga

tidak sampai melebihi titik didih dari masing-masing fraksi yang sedang difraksinasi karena akan menyebabkan terikutnya fraksi-fraksi lain yang tidak

dikehendaki sebagai kotoran atau empurities (pada tekanan vakum 1 mBar,

titik didih Sitronelal =44 0C ; Sitronelol = 66,4 0C dan Geraniol = 69,2 0C). Hal ini penting, karena dapat mengganggu kemurnian dari fraksi yang akan

dihasilkan. Suhu heater harus selalu dijaga dengan cara selalu memperhatikan

panas atau suhu dari heater melalui pengaturan on/off pada heater. Hal ini juga

penting karena selain dapat mempengaruhi suhu head juga dapat menghentikan

kerja sistem komputer yang digunakan sebagai panel monitoring/pengontrol jalannya proses fraksinasi ini.

3. Semua fraksi dari hasil proses fraksinasi kemudian dihitung laju fraksinasinya

lalu dibandingkan antara perlakuan dan ulangan percobaan, kemudian diambil rata-ratanya. Dengan demikian dapat diketahui model perlakuan yang paling efektif dalam menghasilkan rendemen yang dikehendaki. Hasil perhitungan atau analisis dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laju fraksinasi yang tercepat adalah yang dilakukan dengan menggunakan Tekanan Vakum 1 mBar, dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rekapitulasi Hasil Analisis Sifat Fisik dan Kimiawi Fraksi -1

(Mengandung banyak Sitronelal) Menggunakan Tekanan Vakum 1 mBar

No Parameter Mutu

Fraksi – 1 (mengandung banyak Sitronelal)

Hasil Percobaan SNI 06-0026-1987 1. Bobot Jenis, 25oC/25 0C (gr/cm3) 0,8526 0,850 – 0,860 2. Indeks Bias (nD 25 0C ) 1,4457 1,4440 – 1,4540

3. Putaran Optik +5,85 ( - 1 0 ) – ( + 11 0) 5. Kelarutan Dalam Alkohol 70 % 1 : 5 jernih 1 : 5 jernih

4. Masing–masing fraksi yang dihasilkan diuji sifat fisik dan kimiawinya lalu dibandingkan dengan standar mutu yang ada dan yang berlaku, baik secara nasional maupun internasional sehingga diketahui mutu terbaik dari fraksi hasil perancangan proses fraksinasi ini. Berdasarkan uji mutu, ternyata fraksi terbaik ditinjau dari sifat fisik dan kimiawinya adalah fraksi-fraksi yang dihasilkan dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar, karena angka-angkanya pada umumnya mengindikasikan bahwa fraksi hasil percobaan ini lebih baik dari

pada parameter mutu yang ada pada standar mutu (SNI dan EOA atau Essential

Oil Association Standard of USA).

5. Fraksi-fraksi hasil perancangan proses fraksinasi ini kemudian di cek kadarnya

dengan bantuan alat GC-MS. Hasilnya adalah bahwa fraksi-fraksi yang semula diduga adalah murni Sitronelal atau Sitronelol maupun Geraniol itu masih merupakan campuran dari fraksi-fraksi lain yang mempunyai titik didih di sekitar fraksi yang bersangkutan. Dengan demikian berarti bahwa fraksi-fraksi yang dihasilkan tersebut ternyata hanyalah fraksi-fraksi yang mengandung banyak fraksi yang bersangkutan, misalnya Fraksi-1 yang mengandung banyak Sitronelal, Fraksi-2 yang mengandung banyak Sitronelol dan Fraksi-3 yang mengandung banyak Geraniol. Pada residu yang dihasilkan masih terkandung fraksi Sitronelol maupun Geraniol. Karena itu fraksi-fraksi yang merupakan pengotor ini, diduga dapat dihilangkan dengan cara menindaklanjuti proses ini

dengan menggu-nakan bantuan alat Molecular Distillation. Dalam hal ini,

campuran fraksi-fraksi lain yang berada pada fraksi yang dikehendaki tersebut dapat digunakan sebagai dasar perhitungan untuk menentukan target dari fraksi yang bersangkutan.

6. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kondisi terbaik dari rancangan

proses isolasi Sitronelal, Sitronelol dan Geraniol dari Minyak Sereh Wangi adalah dengan hanya menggunakan alat Distilasi Fraksinasi Vakum saja belum dapat ditemukan. Karena itu untuk mencari solusi dari masalah yang timbul pada perkembangan hasil percobaan ini, perlu ditindaklanjuti dengan

percobaan yang menggunakan bantuan alat Molecullar Distillation yang ada

7. Masing-masing fraksi yang dihasilkan diuji sifat fisik dan kimiawinya lalu dibandingkan dengan sandar mutu yang ada dan yang berlaku, baik secara nasional maupun internasional sehingga dapat diketahui mutu terbaik dari fraksi hasil perancangan proses fraksinasi ini. Berdasarkan uji mutu ini ternyata fraksi terbaik ditinjau dari sifat fisik dan kimiawinya adalah fraksi-fraksi yang

dihasilkan dengan menggunakan tekanan vakum 1 mBar karena angka-angkanya pada umumnya mengindikasikan bahwa fraksi hasil

percobaan ini lebih baik dari pada parameter mutu yang ada pada standar mutu

(SNI dan EOA atau Essential Oil Association Standard of USA).

8. Fraksi-fraksi hasil perancangan proses fraksinasi ini kemudian diperiksa

kadarnya dengan bantuan alat GC-MS. Hasilnya adalah bahwa fraksi-fraksi yang semula diduga adalah murni Sitronelal atau Sitronelol maupun Geraniol itu masih merupakan campuran dari fraksi-fraksi lain yang mempunyai titik didih di sekitar fraksi yang bersangkutan. Dengan demikian, berarti bahwa fraksi-fraksi yang dihasilkan tersebut ternyata hanyalah fraksi-fraksi yang mengandung banyak fraksi yang bersangkutan, misalnya Fraksi-1 mengandung banyak Sitronelal, Fraksi-2 mengandung banyak Sitronelol dan Fraksi-3 mengandung banyak Geraniol, bahkan pada residu yang dihasilkan masih terkandung fraksi Sitronelol maupun Geraniol). Karena itu fraksi-fraksi yang

merupakan pengotor ini, diduga dapat dihilangkan dengan cara

menindaklanjuti proses ini dengan menggu-nakan bantuan alat Molecular

Distillation. Dalam hal ini, campuran fraksi-fraksi lain yang berada pada fraksi

yang dikehendaki tersebut dapat digunakan sebagai dasar perhitungan untuk menentukan target dari fraksi yang bersangkutan.

9. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kondisi terbaik dari rancangan

proses isolasi Sitronelal, Sitronelol, dan Geraniol dari Minyak Sereh Wangi dengan hanya menggunakan alat Distilasi Fraksinasi Vakum saja belum dapat ditemukan. Karena itu, untuk mencari solusi dari masalah yang timbul pada perkembangan hasil percobaan ini, perlu ditindaklanjuti dengan percobaan

yang menggunakan bantuan alat Molecullar Distillation yang ada pada

Dokumen terkait