• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA…………………………………….. ………19-49

E. Kinerja

1. Defenisi Kinerja

Kinerja pada dasarnya merupakan perilaku nyata yang dihasilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Untuk mendapatkan kinerja yang baik dari seorang karyawan pada sebuah organisasi harus dapat memberikan sarana dan prasarana sebagai penunjang dalam penyelesaian pekerjaan. Istilah kinerja sendiri merupakan tujuan dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang).

Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi pada ekonomi. (Armstrong dan Baron, 1998:15). Armstrong juga memperbarui perumusannya dengan menyatakan bahwa Manajemen Kinerja adalah proses sistematis untuk memperbaiki kinerja organisasional dengan mengembangkan kinerja individual dan tim. Menurut Mangkunegara Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang di capai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2001:67). Sedangkan menurut Rivai kinerja tersebut perilaku nyata yang ditampilkan setiap karyawan sebagai prestasi kerja yang dihasilkan sesuai dengan perannya dalam perusahaan (Rivai, 2004:309).

Kinerja dalam pandangan Islam adalah orang yang bekerja yangmenyumbangkan jiwa dan tenaganya untuk kebaikan diri, keluarga, masyarakat dan instansi/perusahaan. Disebutkan dalam QS Al-An’am /6:135 sebagai berikut :







































Terjemahnya :

“Katakanlah: Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.”

Dalam Islam, orang bekerja bukan untuk mencari pengakuan dari orang lain terhadap prestasi yang dibuatnya, tetapi yang dicari dalam bekerja adalah pengakuan dari Allah Swt. Hal ini telah dijelaskan dalam Qur’an Surah Al-Insyirah /94:7-8 sebagai berikut :

















Terjemahnya :

“Maka, apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras untuk (urusan-urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhan-mulah engkau berharap”

Ayat di atas mengandung arti bahwa seseorang harus terus bekerja dengan kesungguhan hati untuk meningkatkan prestasi. Bekerja tidak hanya sebagai suatu

beban, namun setelah bekerja keras harus menikmati hasilnya dengan bergembira dan bersyukur atas pemberian Allah. Dalam bekerja, seorang Muslim harus mengharapkan pengakuan dari Allah bukan pengakuan dari sesama manusia. Bekerja karena Allah dapat melahirkan kepuasan jiwa. Seseorang dapat menikmati pekerjaannya serta melakukan pekerjaan dengan kesungguhan hati. Selain itu, seseorang dapat terhindar dari dampak negatif apabila bekerja hanya mengejar materi saja atau duniawi saja. Bekerja karena Allah dapat menunjukan adanya kinerja secara spiritual.

Fa izaa farogta fansobe’ Sebagian mufassir menafsirakan bahwa apabila kamu (Muhammad) telah selesai berdakwah, maka beribadalah kepada Allah; apabila kamu telah selesai mengerjakan urusan dunia maka kerjakanlah urusan akhirat atau apabila kamu telah selesai dari kesibukan dunia, maka bersungguh-sungguhlah dalam beribadah dan berdoa. Adapula yang berpendapat bahwa maksudnya adalah apabila kamu telah selesai mengerjakan shalat maka berdoalah. Orang yang berpendapat demikian, berdalih dengan pendapat tafsir ini, bahwa disyariatkan berdoa dan berdzikir setelah shalat fardhu.

Wa ilaa robbika fargobe’ Yakni perbesarlah harapanmu agar doamu dikabulkan dan ibadahmu diterima, dan janganlah engkau termasuk orang yang apabila telah selesai melakukan sesuatu, Ia malah bermain-main dan berpaling dari Tuhan mereka dan dari mengingat-Nya sehingga engkau termasuk orang-orang yang rugi.

2. Tolak Ukur Kinerja

Menurut Mangkunegara (2000:67), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut:

a. Faktor kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. b. Faktor motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan terarah untuk mencapai tujuan organisasi.

Sedangkan menurut Mathis dan Jackson dalam Silaban (2012:6) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sebagai berikut:

1. Kemampuan

Bagaimana seorang karyawan diberikan pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan kemampuan yang mereka miliki.

2. Motivasi

Suatu dorongan dan semangat yang diberikan perusahaan maupun diri sendiri untuk menambah gairah kerja karyawan dalam bekerja.

Pemberian dukungan dari perusahaan baik berupa sarana penunjang kerja, pelatihan maupun penghargaan atas prestasi kerja untuk karyawan yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan.

4. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan

Adanya suatu pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan yang sesuai dengan kemampuan dalam bekerja membuat karyawan menjadi semangat dan akan menambah kinerja karyawan.

5. Hubungan dengan organisasi

Jika karyawan memiliki hubungan yang baik dengan organisasi akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan akan meningkatkan kinerja karyawan.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, maka pengukuran kinerja dalam penelitian ini terdiri atas :

a. Kualitas Kerja. Kualitas pekerjaan menggambarkan tingkat keterandalan pekerjaan yang dihasilkan oleh para karyawan pada periode waktu tertentu. Keterandalan dimaksudkan bahwa pengukuran pelaksanaan pekerjaan karyawan telah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. (Certo, 2005 ; 277). Bernadin danRussel (2000 : 341) menyatakan kualitas kerja merupakan tingkatan dimana proses/hasil diperoleh dengan sempurna tampilan kerja secara ideal dan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan (rapi, tertib, akurat, terorganisasi dengan baik) serta memiliki tanggung jawab dan kejujuran.

b. Kuantitas Kerja. Kuantitas pekerjaan pegawai dapat diukur melalui tingkat absensi yaitu keadaan yang menggambarkan tingkat kemangkiran kerja para pegawai. Tingkat keterlambatan hadir ke kantor yang menggambarkan tingkat kedisiplinan pegawai. Tingkat cekatan pegawai yang menggambarkan tingkat kelambanan atau keterlambatan para pegawai dalam menyelesaikan .pekerjaan. Serta lamanya waktu yang dipergunakan para karyawan dalam memberikan pelayanan publik (Certo, 2005 : 278).

c. Ketepatan Waktu. Ketepatan waktu yaitu tingkatan dimana antar kegiatan dengan hasil yang diproduksi tepat waktu atau lebih awal khususnya antara koordinasi dengan keluaran yang lain, sebisa mungkin memaksimalkan waktu untuk kegiatan lain (Bernardin and Russel, 2000 : 341).

3. Indikator Kinerja Pegawai

Menurut Mathis dan Jackson (2006:376) indikator yang mempengaruhi kinerja diantaranya:

a. Kuantitas dari hasil

Merupakan jumlah yang dihasilkan dan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan. Kuantitas yang diukur dari persepsi pegawai terhadap jumlah aktivitas yang ditugaskan beserta hasilnya.

b. Kualitas dari hasil

Tingkat dimana hasil aktivitas yang dilakukan mendekati sempurna, dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktivitas,

maupun memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas. Kualitas kerja diukur dari persepsi pegawai terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan pegawai.

c. Kehadiran

Merupakan bentuk hasil dari aktivitas karyawan yang didukung dengan tingkat kehadiran dan ketepatan waktu yang tinggi.

d. Kemampuan bekerja sama

Karyawan dapat bekerja sama dengan pemimpin maupun rekan kerja agar tujuan efektivitas perusahaan tercapai dengan baik.

F. Hubungan Antar Variabel

1. Hubungan Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Intelektual Dengan Kinerja

Menurut Agustian membuktikan bahwa banyak orang disekitar kita memiliki kecerdasan otak saja, memiliki gelar tinggi, belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Seringkali justru yang berpendidikan formal lebih rendah, banyak yang ternyata mampu lebih berhasil (Ary Ginanjar Agustian, 8)

Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal (IQ), padahal diperlukan pula bagaimana mengembangkan kecerdasan emosi seperti ketangguhan, inisiatif, optimisme, kemampuan beradaptasi. Selain itu juga begitu banyak orang berpendidikan yang tampak begitu menjanjikan, mengalami

kemandekan dalam kariernya, lebih buruk lagi mereka tersingkir akibat rendahnya kecerdasan emosional. Dari sini Agustian berkesimpulan dalam bukunya Agustian sederhananya menyatakan bahwa kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan untuk merasa. Kunci kecerdasan emosi adalah pada kejujuran suara hati anda. Suara hati itulah yang harusnya dijadikan pusat prinsip yang mampu memberikan rasa aman, pedoman, kekuatan serta kebijaksanaan(Ary Ginanjar Agustian, 11). Ketika hal ini dijalankan dalam sebuah lingkungan kerja, maka yang dihasilkan bahwa peningkatan kinerja yang baik dan mencapai kesuksesan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurullitasari Mulyani (2016) dia menemukan bahwa berdasarkan hasil pengujian secara analisis data disimpulkan bahwa variabel kecerdasan intelektual berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan.

2. Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan Kinerja

kinerja karyawan akhir-akhir ini tidak ditentukan oleh faktor intelektualnya saja tetapi juga faktor emosinya. Seseorang yang dapat mengontrol emosinya dengan baik maka akan menghasilkan kinerja yang baik pula. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Meyer (Psikologi.com:2004) bahwa kecerdasan emosional merupakan faktor yang sama pentingnya dengan kombinasi kemampuan teknis dan analisis untuk menghasilkan kinerja yang optimal.

Suatu penelitian yang pernah dilakukan oleh Boyatzis (1999) dan Chermis (1998) terdapat beberapa subjek penelitian dalam beberapa perusahaan maka hasil

yang didapat menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki skor kecerdasan emosi yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik yang dapat dilihat dari bagaimana kualitas dan kuantitas yang diberikan karyawan tersebut terhadap perusahaan. Chermis juga mengungkapkan bahwa walaupun seseorang tersebut memiliki kinerja yang cukup baik tetapi apabila mereka memiliki sifat yang tertuup dan tidaak berinteraksi dengan orang lain secara baik maka kinerjanya tidak akan berkembang (R.A Fabiola Meirnayati Trihandini, 2005)

3. Hubungan Kecerdasan Intelektual Dengan Kinerja

Menurut Eysenck (1981) dunia kerja erat kaitannya dengan kecerdasan intelektual yang dimiliki seseorang. Seorang pekerja yang meemiliki IQ yang tinggi diharapkan dpat menghasilkan kinerja yang lebih baik dibanding dengan mereka yang memiliki IQ yang lebih rendah. Hal tersebut Karena mereka yang memiliki IQ yang lebih tinggi lebih mudah menyerap ilmu yang diberikan sehingga kemampuannya dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan pekerjaanya lebig baik

Penelitian yang dilakukan oleh Wiramiharja (2003) menemukan bahwa kecerdasan yang lebih bersifat kognitif memiliki korelasi positif yang bersifat signifikan dengan prestasi kerja. Iya menyebutkan bahwa prestasi kerja yang dimiliki oleh seorang pekerja akan membawanya ke hasil yang lebih memuaskan untuk dapat meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitian ini iya memberikan kontribusi sebesar

30% didalam pencapaian prestasi kerja dan kinerja seseorang (R.A Fabiola Meirnayati Trihandini, 2005)

4. Hubungan Kecerdasan Emosional Dan Kecerdasan Intelektual Yang Dimoderasi Oleh Lingkungan Kerja Dengan Kinerja

menurut Goleman (dalam pratiwi 2011) menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendaliakan emosi dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa. Menurut Zohar dan Marshall (dalam Nyoman Ari Sury Dharmawan 2013) mengatakan bahwa kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang digunakan untuk memecahkan masalah logika maupun strategi (Nyoman Ari Sury Dharmawan 2013:844). Menurut Nitisemito (2000:183) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan (Faris Ramanda Putra, 2013:2). Dari defenisi di atas dapat dikatakan bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan emosional dan kecerdasan inteletual yang tinggi serta didukung dengan lingkungan kerja yang baik maka akan dapat menyelesaiakan pekerjaannya dengan baik pula. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lisda Rahmasari yang mengatakan bahwa kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja karyawan sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fariz Ramanda Putra yang mengatakan bahwa lingkunngan kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja.

5. Hubungan Kecerdasan Emosional Yang Dimoderasi Oleh Lingkungan Kerja Dengan Kinerja

Menurut Purba berpendapat bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan di bidang emosi yaitu kesanggupan menghadapi frustasi, kemampuan mengendalikan emosi, semangat optimism dan kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain atau empati (1999:64). Lingkungan kerja menunujuk pada hal-hal di sekeliling dan melingkupi kerja karyawan dikantor brupa struktur tugas, desain pekerjaan, pola kepemimpinan, pola kerja sama, ketersediaan sarana kerja dan imbalan. Dari uraian di atas disimpulkan bahwa ketika seseorang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi berupa kesanggupan menghadapi frustasi, kemampuan mengendalikan emosi, semangat optimism dan kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain atau empati dan didukung oleh lingkungan kerja berupa struktur tugas, desain pekerjaan, pola kepemimpinan, pola kerja sama, ketersediaan sarana kerja dan imbalan yang baik maka seseorang akan menghasilkan kinerja yang baik pula. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Lisnawati yang mengatakan bahwa kecerdasan emosional secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Begitupun dengan penelitian yang dilakukan oleh Tri Widodo yang mengatakan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan variabel lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai Kec. Sidorejo Kota Salatiga

6. Hubungan Kecerdasan Intelektual Yang Dimoderasi Oleh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja

Menurut Sunar (2010:160) kecerdasan intelektual dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk bekerja secara abstrak, baik menggunakan ide-ide, simbol, hubungan logis, maupun konse-konsep teoritis. Kemampuan untuk mengenali dan belajar serta menggunakan abstraksi tersebut. Menurut Lewa dan Subono (2005:235) bahwa lingkungan kerja didesain sedemikian rupa agar dapat tercipta hubungan kerja yang mengikat pekerja dengan lingkungan. Lingkungan kerja yang menyenangkan dapat membuat pekerja merasa betah dan menyelesikan pekerjaanya serta mampu mencapai suatu hasil yang optimal. Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa pegawai yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi seperti kemampuan untuk bekerja secara abstrak, baik menggunakan ide-ide, simbol, hubungan logis, maupun konse-konsep teoritis dengan dukungan lingkungan kerja yang menyenangkan dapat membuat pekerja merasa betah sehingga pegawai dapat menyelesikan pekerjaanya serta mampu mencapai suatu hasil yang optimal.

G. Kerangka Pikir

Berdasarkan penjelasan hubungan antar variabel Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Intelektual dengan variabel Kinerja diatas, maka penulis merumuskan model penelitian sebagai berikut :

Kantor Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan salah satu instansi pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi serta kewenangan menyelenggarakan urusan di bidang pengawasan, yang didalamnya manusia

merupakan salah satu faktor yang sangat diandalkan dan perlu diperhatikan dalam mengelolah sumber daya manusia yang berkualitas pada setiap unit kerja.

Dalam mencapai tujuan organisasi maka Inspektoran tentu membutukan pegawai yang memiliki kemampuan yang mumpuni. Kemampuan tersebut adalah kecerdasan yang dimiliki oleh pegawai seperti kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual. Dengan adanya kedua kecerdasan tersebut diharapkan pegawai mampu memebrikan kinerja yang baik.

Selain kedua kecerdasan tersebut tentunya ada faktor lain yang dapat memperkuat atau melemahkan pengaruh dari kedua variabel tersebut terhadap kinerja yaitu lingkungan kerja. Lingkungan kerja disini sebagai variabel moderating.

Dengan adanya ketiga faktor tersebut tujuan akhir yang ingin dicapai yaitu bagaimana pengaruhnya terhadap kinerja pegawai pada kantor Inspektorat. Sehingga hasil dari penelitian ini dapat direkomendasikan kepada kantor yang bersangkutan sebagai referensi dan dapat menjadi bahan pertimbangan para pembuat kebijakan dalam membuat kebijakan yang terkait dengan Kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual sehingga kinerja dapat lebih meningkat.

Gambar 2.1 Kecerdasan Inteletual Lingkungan Kerja Kecerdasan Emosional Kinerja Rekomendasi Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan

52

METODE PENELITIAN

Dokumen terkait