• Tidak ada hasil yang ditemukan

DENGAN berat hati, aku mengambil pena dan menuliskan kisah kehebatan temanku Holmes yang termasyhur itu, untuk yang terakhir kalinya. Selama ini, aku telah berusaha untuk menuliskan pengalaman-pengalaman unik yang kulalui bersamanya sejak masa kasus A Study in Scarlet, sampai masalah Dokumen Angkatan Laut—yang berhasil mencegah kericuhan internasional yang serius. Aku tetap merasa bahwa hasil tulisan-tulisanku tak cukup baik dan mungkin agak membingungkan. Sebetulnya aku bermaksud berhenti menulis tentang Holmes sejak dua tahun yang lalu, dan biarlah peristiwa itu, yang telah mengakibatkan hidupku serasa hampa selama dua tahun terakhir ini, kusimpan saja sebagai kenangan pribadiku. Tapi, tanganku terpaksa kuayunkan untuk menuliskan kisah berikut ini, karena adanya surat-surat yang ditulis oleh Kolonel James Moriarty yang membela almarhum adiknya. Aku tak punya pilihan lain kecuali membeberkan di depan umum apa yang sebenarnya telah terjadi. Hanya aku sendirilah yang tahu kebenaran tentang itu, dan kini aku sadar tak ada gunanya lagi hal itu ditutup-tutupi. Sejauh yang aku tahu, hanya ada tiga artikel yang berhubungan dengan hal itu yang diterbitkan untuk umum: satu di Journal de Genive pada tanggal 6 Mei 1891, lalu ulasan wartawan Reuter di koran-koran Inggris pada tanggal 7 Mei 1891, dan yang ketiga surat-surat yang baru-baru ini dimuat di beberapa surat kabar seperti yang kusinggung sebelumnya tadi. Yang pertama dan kedua cuma singkat saja, sedangkan yang ketiga merupakan pemutarbalikan fakta. Merupakan tanggung jawabku untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya telah terjadi antara Profesor Moriarty dan Mr. Sherlock Holmes.

Harap diingat, bahwa sejak pernikahanku dan sejak mulai praktek dokter sendiri, hubungan eratku dengan Holmes jadi agak terganggu. Sesekali dia masih mengunjungiku kalau dia memerlukanku untuk menemaninya melakukan penyelidikan, tapi lama-lama semakin jarang dia melakukannya. Sehingga pada tahun 1890 hanya tiga kasusnya yang ada dalam arsipku. Selama musim dingin tahun itu juga sampai awal musim semi tahun 1891, aku membaca di surat-surat kabar bahwa dia telah diminta jasanya oleh pemerintah Prancis untuk menangani sebuah masalah yang sangat penting, dan aku menerima dua surat dari Holmes, satu dikirim dari Narbonne, dan satunya lagi dari Nimes. Dari kedua suratnya itu, aku berkesimpulan bahwa nampaknya dia akan tinggal lama di Prancis. Itulah sebabnya aku sangat terkejut ketika aku melihatnya berjalan menuju ke ruang praktekku

pada malam hari tanggal 24 April 1891. Keterkejutanku bertambah ketika kulihat wajahnya yang pucat dan badannya yang lebih kurus dari biasanya.

"Ya, akhir-akhir ini aku lebih banyak kerja keras," komentarnya, seolah tahu apa yang membuatku terkejut. "Aku agak merasa tertekan akhir-akhir ini. Boleh kututup jendelamu?"

Satu-satunya penerangan di ruangan itu berasal dari lampu mejaku yang kupakai untuk membaca. Holmes berjalan miring sepanjang dinding, lalu ditutupnya jendela dan dikuncinya dengan saksama.

"Ada yang kautakutkan?" tanyaku. "Yah, begitulah."

"Apa yang kautakutkan?" "Tembakan senapan angin."

"Sobatku Holmes, apa maksudmu?"

"Kurasa kau mengerti diriku dengan baik, Watson, bahwa aku bukanlah orang yang gampang gugup. Pada saat yang sama, adalah merupakan kebodohan dan bukannya keberanian kalau kau tak bersikap waspada akan kemungkinan terjadinya bahaya di dekatmu. Bisa tolong minta apinya?" Dia mengisap rokoknya dalam-dalam seolah-olah tindakannya itu bisa menenangkan dirinya.

"Maaf, aku kemari malam-malam begini," katanya, "dan aku juga mau minta izin dulu, karena nanti kalau pulang dari sini aku akan loncat dari tembok taman belakang."

"Apa maksudmu dengan semua ini?" tanyaku.

Dijulurkannya tangannya, dan nampaklah olehku di bawah sinar lampu mejaku bahwa dua buku jarinya terluka oleh tembakan peluru dan berdarah.

"Kaulihat sendiri, aku tak main-main," katanya sambil tersenyum. "Sebaliknya, biasa, kan, kalau laki-Iaki terluka tangannya? Apakah Mrs. Watson ada di rumah?"

"Tidak, dia sedang pergi." "Benarkah? Jadi kau sendirian?" "Begitulah."

"Kalau begitu lebih mudahlah bagiku untuk mengajakmu pergi denganku ke Eropa selama seminggu."

"Ke mana?"

"Oh, ke mana sajalah. Tak ada bedanya bagiku."

Aneh. Tidak biasanya Holmes bepergian tanpa tujuan yang jelas, dan wajahnya yang pucat dan letih menunjukkan bahwa dia sedang

mengalami tekanan batin yang luar biasa. Dia menyadari keprihatinanku dari sorot mataku dan sambil mengatupkan ujung-ujung jari kedua tangannya dan menempelkan sikunya ke lututnya, dia mulai menjelaskan keadaannya

"Kau mungkin pernah mendengar tentang Profesor Moriarry?" tanyanya. "Tidak."

"Wah, dialah si jenius hebat di balik semua ini!" teriaknya. "Jaringannya tersebar di seluruh London, dan tak seorang pun mengenal namanya. Itulah rekor puncaknya dalam dunia kriminal. Sungguh, Watson, kalau aku berhasil mengalahkan orang ini, kalau aku berhasil membebaskan masyarakat dari cengkeramannya, aku akan merasa bahwa karierku sudah mencapai puncaknya, dan aku akan bersiap untuk memilih pekerjaan lain yang lebih tenang. Antara kau dan aku saja, ya! Kedudukan yang kuperoleh ketika menangani kasus kasus yang baru-baru ini terjadi, yang menyebabkan keluarga kerajaan Skandinavia dan pemerintah Prancis sampai meminta jasaku, pasti bisa menyediakan pekerjaan ringan yang menyenangkan untuk mencukupi kehidupanku selanjutnya, dan aku bisa memusatkan perhatianku pada riset-riset kimiaku. Tapi aku tak bisa berpangku tangan, Watson, aku tak bisa duduk tenang, kalau aku membayangkan bahwa si Profesor Moriarty ini bisa enak-enak bebas berkeliaran di London, tanpa ada seorang pun yang mampu menghalangi rencana- rencana jahatnya."

"Kariernya luar biasa. Dia dilahirkan dari keluarga baik-baik dan pendidikannya tinggi. Dia mendapat karunia alam berupa kecakapan di bidang matematika. Pada usia dua puluh satu tahun, dia menulis risalah tentang Teorema Binomial yang saat itu sedang populer di Eropa. Atas dasar itulah dia diangkat menjadi mahaguru bidang matematika pada salah satu universitas kita, dan sejak itu kariernya terus menanjak. Tapi orang ini punya kecenderungan bersikap kejam yang menurun kepadanya. Ada sifat kurang baik yang diwarisinya dari nenek moyangnya, yang melalui kecerdasannya yang luar biasa, bukannya dibelokkan menjadi hal-hal yang positif, tapi malah menjadi-jadi jahatnya. Banyak orang mengeluhkan perangainya yang buruk ini, dan akhirnya dia dipaksa untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai mahaguru dan dia pun lalu pindah ke London, dan bekerja sebagai guru matematika di ketentaraan. Hanya itulah yang diketahui orang pada umumnya, tapi aku akan menceritakan padamu apa yang telah kuselidiki lebih jauh dari orang ini.

"Seperti yang kausadari, Watson, tak ada orang yang tahu seluk-beluk dunia kejahatan tingkat tinggi di London sebaik diriku. Dengan berlalunya waktu, aku terus-menerus menyadari adanya kekuatan tersembunyi di balik tindak-tindak kejahatan yang terjadi, jaringan kekuatan yang kuat yang menghalangi ditegakkannya hukum dan melindungi para pelakunya. Dalam bermacam macam kasus yang tak terungkap—pemalsuan, perampokan, pembunuhan—aku merasakan dan mengambil kesimpulan bahwa kekuatan itulah yang berperan di belakangnya. Dan aku tak pernah dimintai bantuan untuk ikut menyelidikinya. Selama bertahun-tahun aku terus berusaha untuk menyingkapkan tabir yang menutupinya, dan setelah berputar-putar sekian lama, kini aku sudah berhasil menangkap jejak kekuatan yang tersembunyi itu yang mengarah pada seseorang bernama Profesor Moriarty yang dikenal sebagai ahli matematika itu.

"Dia itu Napoleon-nya dunia kejahatan, Watson. Dialah yang mengatur separo dari semua tindak kejahatan terselubung yang telah dan sedang terjadi di London ini. Dia seorang jenius, filsuf, pemikir yang teoretis. Otaknya cerdas sekali. Dia tinggal duduk diam, seperti labah-labah di tengah- tengah sarangnya, tapi jaringannya meluas ke mana mana, dan dia mengontrol semua perkembangannya. Dia tak perlu bekerja keras. Dia hanya mengatur rencana. Tapi agen-agennya banyak sekali dan diorganisasi dengan rapi. Kalau ada tindak kejahatan yang harus dilakukan— mencuri dokumen, merampok sebuah rumah, atau menggeser kedudukan seseorang, misalnya—pesan ini akan disampaikan ke Pak Profesor. Lalu dialah yang mengatur bagaimana sebaiknya tugas ini

dijalankan. Agen yang menjalankan tugas ini bisa saja tertangkap. Kalau itu terjadi, akan diusahakan mendapatkan uang jaminan untuk melepaskan atau membelanya di pengadilan. Tapi otak kejahatan yang mempekerjakan para agen itu tak pernah tertangkap—bahkan dicurigai saja tak pernah. Begitulah kesimpulanku, Watson, dan aku sedang mengerahkan segenap kemampuanku untuk membongkar organisasi itu.

"Tapi Pak Profesor itu dijaga dengan ketat, begitu ketatnya sampai apa pun yang kulakukan, rasanya tak bisa membuktikan kejahatannya kalaupun dia sampai disidangkan. Kau kan tahu kemampuanku, Watson, tapi selama tiga bulan terakhir ini aku harus mengakui bahwa akhirnya aku menemukan juga seorang musuh yang mampu mengimbangi kecerdasanku. Walaupun aku ngeri melihat kejahatan-kejahatan yang diatur olehnya, aku juga mengagumi kelihaiannya. Tapi akhirnya dia tersandung juga. Hanya kesalahan kecil yang dibuatnya, namun itu cukup bagiku. Kumanfaatkan kesempatan itu sebaik-baiknya, dan sejak itu aku pun telah memasang jeratku di sekelilingnya. Sekarang ini, semua upayaku akan segera berakhir. Tiga hari lagi, yaitu Senin yang akan datang, semuanya siap, dan Pak Profesor itu beserta seluruh pentolan komplotannya akan berada di tangan polisi. Lalu, akan berlangsung pengadilan kejahatan terbesar abad ini, terbongkarnya lebih dari empat puluh kasus yang selama ini merupakan misteri, dan tiang gantungan bagi mereka semua. Tapi kami tak boleh bertindak terlalu dini, sebab bisa saja mereka lolos dari genggaman kami pada detik terakhir.

"Begini, kalau saja semua yang kurencanakan ini tak diketahui oleh Profesor Moriarty, maka semua akan mudah saja jadinya. Tapi dia itu terlalu lihai, sehingga tak mungkin tak mencium setiap detail dari rencanaku. Berkali-kali dia berusaha untuk lolos, tapi dengan gigih aku terus mengejarnya. Kalau saja pertempuran diam-diam ini bisa diceritakan secara tertulis, sobat, maka itu akan menjadi karya penyelidikan yang sangat lihai dan luar biasa. Tak pernah aku begitu seriusnya dan begitu tertekannya dalam menangani seorang penjahat. Dia amat tangguh dan aku baru saja berhasil mengalahkan ketangguhannya. Pagi tadi aku melakukan langkah-langkah terakhir, dan hanya dalam waktu tiga hari lagi semuanya akan beres. Aku tadi sedang duduk sambil membayangkan hal ini, ketika pintu kamarku terbuka, dan Profesor Moriarty berdiri di hadapanku.

"Aku bukan orang yang gampang terkejut, Watson, tapi terus terang waktu itu aku terkejut melihat orang yang sedang memenuhi pikiranku berdiri di kamarku. Aku sudah mengenalnya. Sosoknya kurus tinggi, dahinya amat menonjol ke depan sehingga membentuk lengkungan, dan kedua

matanya amat tenggelam ke dalam. Wajahnya tercukur bersih, pucat, dan bagaikan pertapa. Dia masih tampak seperti seorang profesor sungguhan. Bahunya agak bungkuk karena terlalu banyak membaca, dagunya menonjol ke luar, dan dia selalu menoleh ke kiri dan ke kanan dengan tenang, bak seekor reptil yang sedang mengawasi sekelilingnya. Matanya yang mengerut menatapku dengan amat penasaran.

"'Tindakan Anda agak lamban, padahal saya kira Anda bisa lebih cekatan,' katanya pada akhirnya. 'Berbahaya sekali menggenggam pistol yang berisi peluru di dalam saku baju tidur Anda.'

"Memang, waktu dia masuk tadi, aku langsung menyadari kemungkinan bahaya yang mengancamku. Satu-satunya kemungkinan lolos baginya ialah dengan membunuhku. Dalam sekejap aku menyambar pistol dari laci dan menyelipkannya di saku bajuku. Aku membalas komentarnya dengan mengeluarkan pistolku yang sudah terkokang itu dan menaruhnya di meja. Dia masih tersenyum dan mengedip- ngedipkan matanya, tapi pandangan matanya serasa agak lain. Untunglah, pistol itu telah kutaruh di meja.

"'Anda ternyata tak mengerti diri saya,' katanya.

"'Sebaliknya,' jawabku, 'saya rasa saya sangat mengenal Anda. Silakan duduk. Kalau Anda ingin menyampaikan sesuatu, silakan. Saya punya waktu lima menit.'

"'Apa yang ingin saya sampaikan pasti sudah ada di benak Anda,' katanya. "'Kalau begitu jawaban saya juga mungkin sudah ada di benak Anda,' jawabku. "'Anda tetap ngotot?'

"'Tentu saja.'

yang ada di meja. Tapi ternyata dia cuma mengeluarkan sebuah buku catatan kecil yang berisi coretan tanggal-tanggal.

"'Anda menginjakkan kaki ke tempat saya pada tanggal 4 Januari,' katanya. 'Tanggal 23 berikutnya Anda menyusahkan saya; pertengahan Februari Anda juga mengganggu saya; akhir Maret Anda menghalangi rencana-rencana saya; dan sekarang, akhir April, gangguan Anda menyebabkan saya hendak ditangkap. Saya tak mungkin membiarkan hal ini berlarut-larut.'

"'Apakah ada saran yang ingin Anda kemukakan?' tanyaku.

"'Anda harus menghentikan semua ulah Anda, Mr. Holmes,' katanya sambil menggoyang- goyangkan wajahnya. 'Anda benar-benar harus menghentikannya, mengerti?'

"'Sesudah hari Senin,' kataku.

"'Wah, wah!' katanya. 'Saya yakin orang secerdas Anda pasti tahu apa yang akan terjadi dengan ulah Anda ini. Anda benar-benar harus mengundurkan diri. Anda sudah mengatur segalanya sedemikian rupa sehingga hanya ada satu jalan keluar bagi kami. Saya merasa mendapat kehormatan karena dapat mengamati cara kerja Anda, dan dengarlah, saya tak main-main kalau saya katakan bahwa saya sebenarnya tak menginginkan mengambil langkah-langkah kekerasan. Anda tersenyum, sir, tapi memang begitulah keadaannya.'

"'Bahaya adalah bagian dari pekerjaan saya,' komentarku.

"'Maksud saya bukan sekadar bahaya,' katanya, 'tapi penghancuran yang tak bisa dihindari. Anda tidak sedang berhadapan dengan seseorang, tapi dengan suatu organisasi yang besar. Bagaimanapun cerdasnya Anda, Anda takkan dapat melihat seberapa besarnya organisasi itu. Jadi, Anda harus minggir, Mr. Holmes, atau akan terinjak-injak.'

"'Maaf,' kataku sambil berdiri, 'saya sampai terlena dalam pembicaraan ini, sehingga saya hampir saja mengesampingkan sesuatu yang penting yang harus saya kerjakan di tempat lain.'

"Dia juga berdiri dan menatapku tanpa mengucapkan sepatah kata pun, sambil menggeleng- gelengkan kepalanya dengan sedih.

"'Yah, yah,' katanya pada akhirnya. 'Sayang sekali. Tapi saya sudah berusaha semaksimal mungkin. Saya tahu apa pun yang akan Anda lakukan. Tak ada yang bisa Anda lakukan sebelum hari

Senin. Ini adalah pertarungan antara Anda dan saya, Mr. Holmes. Anda ingin memenjarakan saya. Dengar, itu tak mungkin. Anda juga ingin mengalahkan saya, tapi itu pun tak mungkin. Kalau Anda merencanakan untuk menghancurkan saya, saya pun akan menghancurkan Anda.'

"'Anda telah banyak memuji saya, Mr. Moriarty,' kataku. 'Saya akan membalasnya dengan mengatakan bahwa kalau yang pertama bisa terjadi, saya pun akan rela bila hal yang Anda ucapkan terakhir kali itu sampai terjadi, demi kepentingan orang banyak.'

"'Saya jamin hanya satu yang akan terjadi, bukan yang satunya lagi,' dia menjawab dengan geram lalu membalikkan badan dan pergi sambil menengok-nengok ke sekeliling kamarku

"Begitulah pembicaraanku yang unik dengan Profesor Moriarty. Kuakui pikiranku sangat terganggu karenanya. Gaya bicaranya yang tenang dan tepat menunjukkan bahwa dia bersungguh- sungguh, bukan sekadar mengancam. Tentu saja kau akan mengatakan, 'Mengapa tak minta bantuan polisi untuk melawannya?' Alasannya ialah karena aku yakin bahwa agen-agennyalah yang akan mengerjaiku. Aku punya bukti-bukti yang menguatkan hal itu."

"Kau sudah pernah diserang?"

"Sobatku Watson, Profesor Moriarty

bukanlah orang yang suka membuang-buang waktu. Aku pergi keluar tadi siang karena ada urusan di Oxford Street. Ketika aku melewati belokan dari Bentinck Street dan menuju persimpangan jalan di Welbeck Street, sebuah kereta yang dihela dua ekor kuda tiba-tiba menerjangku dengan kecepatan tinggi. Aku melompat ke trotoar dan kalau terlambat sedetik saja, aku pasti sudah terlindas oleh kereta yang berasal dari Marylebone Lane itu. Dalam sekejap mata kereta itu menghilang. Aku lalu berjalan di trotoar saja sesudah itu, Watson, tapi ketika aku sedang melewati Vere Street, sebuah batu bata terjatuh dari atap sebuah rumah dan jatuh berkeping-keping di kakiku. Aku memanggil polisi dan tempat itu pun diperiksa. Di atas atap rumah itu memang ditemukan tumpukan kayu dan batu bata untuk persiapan

perbaikan rumah itu, dan mereka meyakinkanku bahwa tadi pasti ada tiupan angin yang telah menyebabkan batu bata itu tergeser dan jatuh menimpa kakiku. Tentu saja aku tak percaya itu, tapi aku tak bisa membuktikan pendapatku. Aku lalu memanggil taksi dan pergi menemui kakakku di Pall Mall. Seharian aku tinggal di tempatnya. Sekarang, aku menemuimu di sini, dan tadi dalam perjalanan seseorang menghantamku dengan tongkat pemukul. Aku berhasil memukulnya kembali, dan polisi lalu meringkusnya, tapi menurutku, tertangkapnya cecunguk yang kutinju gigi depannya itu, takkan menunjukkan jejak ke arah bekas guru matematika yang sedang merancang semuanya ini dari tempat yang jauh. Itulah sebabnya kau tak perlu heran, Watson, kenapa aku langsung menutup jendelamu begitu aku masuk ke sini tadi, dan aku harus minta izin untuk nanti pulang tidak lewat pintu depan."

Sebelum ini aku sering mengagumi keberanian temanku yang satu ini, tapi sekarang lebih-lebih lagi. Hebat sekali dia bisa dengan tenang membahas insiden-insiden menakutkan yang terjadi sepanjang hari itu!

"Kau mau menginap di sini?" tanyaku.

"Tidak, sobat, kehadiranku akan sangat membahayakanmu. Aku sudah punya rencana sendiri, dan semuanya akan baik-baik saja. Sudah banyak yang kulakukan, dan penangkapan terhadap komplotan itu bisa dilaksanakan tanpa bantuanku, walaupun nantinya kehadiranku dibutuhkan juga sebagai saksi. Tapi, yah, sebaiknya aku pergi selama beberapa hari ini, biarlah polisi yang menindaknya. Itulah sebabnya aku akan sangat senang kalau kau bisa menemaniku pergi ke Eropa."

"Praktekku sedang sepi," kataku, "dan ada tetangga yang bisa mengawasi rumahku. Dengan senang hati aku akan menemanimu."

"Dan bisa berangkat besok pagi?" "Kalau memang perlu begitu, oke saja."

"Oh, ya, sangat perlu. Kalau begitu, dengarkan apa-apa yang harus kaulakukan, dan kumohon dengan sangat, sobatku Watson, laksanakanlah dengan tepat sampai ke hal yang sekecil-kecilnya, karena kita akan terlibat permainan yang sangat merepotkan melawan penjahat paling cerdik dan sindikat penjahat paling kuat di seluruh Eropa. Sekarang, dengarkan! Suruhlah seseorang yang bisa kaupercaya untuk mengirimkan koper bawaanmu tanpa diberi label alamat ke Victoria malam ini juga. Besok pagi, suruh seseorang lagi untuk memanggil kereta, tapi jangan sampai dia membawa kereta

pertama atau kedua yang menawarkan diri. Lalu berangkatlah ke Lowther Arcade di ujung Jalan Strand. Tuliskan alamat yang akan kautuju itu di secarik kertas, dan berikan pada pengendara kereta itu sambil berpesan agar kertas itu jangan sampai hilang. Siapkan ongkos kereta, dan begitu kereta berhenti di ujung Jalan Strand itu, larilab menyeberangi Lowther Arcade, dan perhatikan jam tanganmu. Kau harus sampai di seberang pada jam sembilan lewat seperempat. Di sana kau akan menemukan sebuah kereta lain yang lebih kecil, sedang menunggu di pinggir jalan. Pengendaranya berjubah hitam dan berkerah warna merah. Masuklah ke dalam kereta itu, dan kau akan diantar ke Victoria. Sampai di sana, bergegaslah naik kereta api cepat Continental."

"Di mana aku akan menemuimu?"

"Di stasiun itu. Gerbong kedua dari kelas utama sudah dipesan untuk kita." "Jadi kita berjanji akan bertemu di gerbong kelas utama itu, ya?"

"Ya."

Aku tak berhasil membujuk Holmes agar menginap saja di rumahku. Jelas sekali bahwa dia merasa akan membawa malapetaka bagi rumah dan keluarga yang diinapinya. Karena itulah, dia pun bersikeras menolak menginap di rumahku. Sambil dengan tergesa-gesa mengingatkanku akan rencana kami besok pagi, dia bangkit dan aku mengantarnya sampai ke taman belakang. Lalu kulihat dia memanjat tembok belakang yang menuju ke Mortimer Street. Kudengar dia langsung bersiul memanggil kereta untuk membawanya pergi.

Keesokan harinya, aku melaksanakan apa yang dipesankan Holmes sampai ke hal-hal yang sekecil-kecilnya. Aku mendapatkan kereta dengan amat berhati hati dan setelah benar-benar yakin bahwa kereta itu bukanlah yang disediakan untuk kami sebagai perangkap. Setelah makan pagi, aku langsung berangkat ke Lowther Arcade, lalu menyeberanginya sambil berlari secepat mungkin. Sebuah kereta lain sudah menunggu. Pengendaranya berbadan besar dan mengenakan jubah hitam. Begitu aku melangkah masuk, pengendaranya langsung memecut kudanya, dan kereta pun langsung melaju dengan kencang menuju Stasiun Victoria. Begitu aku turun, pengendara kereta itu langsung memutar

Dokumen terkait