• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISA DATA

5.1 Klasifikasi Jawaban Responden

Dalam mengklasifikasi jawaban responden terhadap kuesioner yang disebarkan, penulis membagi klasifikasi sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah dengan memakai skala ordinal untuk menilai jawaban kuesioner.Adapun skor dari setiap pertanyaan yang ditentukan adalah sebagai berikut :

f. Kategori jawaban sangat tinggi diberi skor 5 g. Kategori jawaban tinggi diberi skor 4. h. Kategori jawaban sedang diberi skor 3. i. Kategori jawaban rendah diberi skor 2.

j. Kategori jawaban sangat rendah diberi skor 1.

Untuk menentukan kategori jawaban responden dari masing-masing variabel apakah tergolong sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah, maka terlebih dahulu ditetapkan kelas intervalnya. Berdasarkan alternatif jawaban dari masing-masing responden, ditentukan kelas intervalnya sebagai berikut :

Banyaknya bilangan

Skor tertinggi-skor terendah

Maka diperoleh : 5 5-1 = 0,8

Dengan demikian dapat diketahui kategori jawaban responden untuk masing-masing variabel yaitu :

a. Skor kategori sangat tinggi : 4,2 – 5,0 b. Skor kategori tinggi : 3,3 -4,1 c. Skor kategori sedang : 2,4 – 3,2 d. Skor kategori rendah : 1,5 – 2,3 e. Skor kategori sangat rendah : 0,8 – 1,4

Untuk mengetahui jawaban tiap responden, terlebih dahulu penulis mencari besarnya jumlah nilai jawaban terhadap tiap-tiap variabel dari tiap responden serta rata-rata setiap jawaban yang diberikan, dimana dapat kita lihat pada tabel jawaban responden terhadap variabel x dan variabel y yang terlampir dalam penelitian ini.

5.1.1 Pelaksanaan pengawasan

Tabel 36: Distribusi frekuensi klasifikasi jawaban responden untuk variabel X. Jumlah nilai jawaban Kategori Frekuensi Persentase(%)

4,2 – 5,0 3,3 -4,1 2,4 – 3,2 1,5 – 2,3 0,8 – 1,4 Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah 31 3 0 0 0 91,1 8,9 0 0 0 Total 34 100

Sumber : hasil penelitian, 2009

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden terhadap variabel bebas (X) yang berada pada kategori sangat tinggi sebanyak 31 responden (91,1%), jawaban dengan kategori tinggi sebanyak 3 responden (8,9%), sedangkan dengan jawaban kategori sedang, rendah dan sangat rendah tidak ada.

Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengawasan pada Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 91,1%. Ini berarti pengawasan pada kantor tersebut berjalan dengan sangat baik.

5.1.2 Produktivitas Kerja

Tabel 37 : Distribusi frekuensi klasifikasi jawaban responden untuk variabel Y Jumlah nilai jawaban Kategori Frekuensi Persentase(%)

4,2 – 5,0 3,3 -4,1 2,4 – 3,2 1,5 – 2,3 0,8 – 1,4 Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah 12 20 2 0 0 35,3 58,8 5,9 0 0 Total 34 100

Sumber : hasil penelitian, 2009

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden terhadap variabel terikat (Y) yang berada pada kategori sangat tinggi sebanyak 12 responden (35,3%), jawaban dengan kategori tinggi sebanyak 20 responden (58,8%), jawaban dengan kategori sedang sebanyak 2 responden (5,9%), sedangkan dengan jawaban kategori rendah dan sangat rendah tidak ada.

Hal ini menunjukkan bahwa tingkat produktivitas kerja pegawai pada Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan berada pada kategori tinggi dengan persentase 58,8%. Ini berarti produktivitas kerja pegawai pada kantor tersebut sudah berjalan dengan baik.

5.1.3 Pengaruh Pengawasan terhadap Produktivitas Kerja Pegawai

Untuk mengetahui adanya hubungan antara dua variabel maka digunakan analisa korelasi. Dalam penelitian ini teknik analisa data yang digunakan terdiri dari empat tahap yaitu :

1. Koefisien Korelasi Product Moment

Untuk mengetahui adanya pengaruh pengelolaan kearsipan terhadap efisiensi kerja pegawai pada Dinas Perhubungan Propinsi Sumatera Utara atau pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, maka penulis menggunakan rumus :

[

][

]

∑ ∑

− − − = 2 2 2 2 ( ) ( ) ) )( ( Y Y N X X N Y X XY N XY

r

Keterangan : rXY : koefisien korelasi X : variabel bebas Y : variabel terikat N : jumlah sampel

Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Diketahui : ∑X = 2389 ∑Y = 2032

∑X22

= 168.557 ∑Y22 = 122366

Keseluruhan hasil tersebut dimasukkan kedalam rumus koefisien korelasi product moment, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

( )( )

( )

[

2 2

]

[

2

( )

2

]

− − − = y y N x x N y x xy N rxy

[

2

] [

2

]

) 2032 ( ) 122366 ( 34 ) 2389 ( ) 168557 ( 34 ) 2032 )( 2389 ( ) 143158 ( 34 − − − = xy r

[

23617

] [

31420

]

4854448 4867372− = xy r 742046140 12924 = xy r 52 , 27240 12924 = xy r 474 , 0 = xy r

Dari hasil perhitungan yang menggunakan rumus koefisien korelasi product moment, maka dapat dilihat hasil koefisien sebesar 0,474. Untuk menentukan signifikan antara pengaruh pengawasan terhadap produktivitas kerja, maka harus diadakan perbandingan hasil perhitungan korelasi product moment dengan hasil r pada tabel (r tabel). Jika dilihat pada r tabel koefisien korelasi product moment dengan taraf signifikan 5% untuk N = 34 diperoleh r tabel 0,339.

Jika dibandingkan antara nilai r yang diperoleh dari rumus koefisien korelasi

product moment yaitu 0,339 dengan r tabel, maka dapat dilihat bahwa r yang dihasilkan

nilai r tabel (0,474 > 0,339), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pengawasan terhadap produktivitas kerja pegawai pada Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan. Ini berarti bahwa semakin tinggi pengawasan maka akan semakin tinggi pula produktivitas kerja pegawai. Dengan kata lain apabila ada peningkatan pada satu variabel maka akan diikuti dengan peningkatan pada variabel yang lain, apabila terjadi penurunan pada satu variabel, maka akan diikuti dengan penurunan pada variabel yang lainnya.

Berdasarkan hasil-hasil yang dikemukakan diatas maka hipotesa yang dikemukakan dalam penelitian ini dapat diterima yaitu ada pengaruh positif antara pengawasan terhadap produktivitas kerja pegawai Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan.

Selanjutnya untuk dapat memberikan interpretasi seberapa kuat hubungan tersebut, maka digunakan pedoman berikut ini.

Tabel 38 : Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat Rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

Berdasarkan tabel di atas, maka koefisien korelasi yang ditemukan sebesar 0,474 termasuk pada kategori Sedang. Jadi terdapat hubungan yang sedang antara pengawasan terhadap produktivitas kerja pegawai pada Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan.

2. Uji Signifikasi

Untuk mengetahui signifikasi koefisien korelasi product moment tersebut di atas diperiksa melalui uji-t melalui rumus sebagai berikut:

2 1 2 r n r t − − = 2 ) 339 , 0 ( 1 2 34 339 , 0 − − = t 886 , 0 32 339 , 0 = t ) 0 , 6 )( 339 , 0 ( = t 394 , 2 = t

Harga t-hitung selanjutnya dikonsultasikan dengan t-tabel. Untuk kesalahan 5% uji dua pihak dan dk = 34, maka diperoleh t-tabel = 1,684. Jadi t-hitung > t-tabel atau 2,394 > 1,684. Ho ditolak apabila nilai t-hitung lebih besar dari harga t-tabel (t-hitung > t-tabel), dan diterima bila harga t-hitung lebih kecil. Sesuai dengan ketentuan tersebut maka pernyataan ditolak dan Ha diterima artinya hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh yang positif antara pengawasan terhadap produktivitas kerja pegawai pada Departemen

Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan sudah terbukti secara analisa statistik dari data yang dikumpulkan.

Jadi kesimpulannya koefisien korelasi antara variabel bebas dengan variabel terikat sebesar 0,339 signifikan, artinya dapat digeneralisasikan pada seluruh populasi yang ada.

4. Koefisien Determinasi

Untuk mengetahui persentase variabel terikat (produktivitas kerja) dipengaruhi variabel bebas (pengawasan) yaitu dengan mengkuadratkan harga koefisien korelasi

product moment (rxy) dan dikalikan dengan 100%.

Dengan demikian rumus koefisien determinan adalah sebagai berikut: D = (rxy)2x100%

= (0,474)2x100%

= 0,224 x 100%

= 22,46%

Dari hasil perhitungan tersebut, maka dapat diketahui bahwa besarnya pengaruh pengawasan terhadap produktivitas kerja pegawai Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan sebesar 22,46%, yang berarti selebihnya yaitu 77,54% lagi dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.

5.2 Analisa Data 5.2.1 Pengawasan

Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh dari variabel bebas menunjukkan bahwa pengawasan pada kantor Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 91,1% (lihat tabel 36). Hal ini menunjukkan bahwa pengawasan yang dilakukan pada kantor tersebut sudah berjalan dengan sangat baik.

1. Penetapan Standar Kerja

Proses pengawasan terdiri dari beberapa tindakan (langkah pokok) tertentu yang bersifat fundamental bagi semua pengawasan manajerial. Langkah awalnya yaitu penentuan ukuran atau pedoman baku (standar). Standar terlebih dahulu harus ditetapkan. Ini tidak lain suatu model atau suatu ketentuan yang telah diterima bersama atau yang telah ditentukan oleh pihak yang berwenang. Standar berguna antara lain sebagai alat pembanding di dalam pengawasan, alat pengukur untuk menjawab pertanyaan berapa suatu kegiatan atau sesuatu hasil telah dilaksanakan, sebagai alat untuk membantu pengertian yang lebih cepat antara pengawasan dengan yang diawasi, sebagai cara untuk memperbaiki

uniformitas.

Berdasarkan data yang diperoleh, penetapan standar meliputi penentuan jadwal kerja dimana para responden sebanyak 32 responden (94,1%) menyatakan bahwa penentuan jadwal kerja itu sangat penting karena kegiatan menjadi sangat terkontrol (lihat pada tabel 6). Hal ini berarti bahwa adanya penentuan jadwal kerja memang sangat penting agar segala pekerjaan dapat terkontrol dengan baik.

Kemudian dalam hal mengetahui standar kerja yang telah ditetapkan oleh pimpinan, para responden sebanyak 28 orang (82,4%) menyatakan mengetahui standar kerja dan sangat memahaminya (lihat pada tabel 7). Hal ini berarti bahwa standar kerja yang ada pada instansi ini telah diketahui dan benar-benar dipahami oleh para pegawai sehingga mereka akan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar kerja yang digunakan.

Dalam hal pelaksanaan tugas yang sudah ditentukan berdasarkan job description,

para responden sebanyak 30 orang (88,3%) menyatakan selalu melaksanakan tugas dengan baik (lihat pada tabel 8). Hal ini berarti bahwa mayoritas pegawai dapat melaksanakan tugas/pekerjaan dengan baik sesuai dengan job description yang telah ditetapkan oleh pimpinan.

Selanjutnya mengenai apakah standar kerja yang telah ditetapkan pimpinan tersebut memberatkan responden dalam melaksanakan pekerjaan dan yang menyatakan tidak memberatkan dalam pelaksanaan kerja (lihat pada tabel 9) dengan jumlah responden sebanyak 21 orang (61,8%). Hal ini berarti bahwa apa yang telah menjadi standar kerja itu bagi kebanyakan pegawai merasa tidak keberatan dalam menjalankan pekerjaan sesuai dengan standar kerja yang sudah ditetapkan dan mungkin bagi sebagian kecil pegawai merasa keberatan dalam menjalankannya karena merasa tidak mampu untuk melaksanakannya.

2. Pengukuran Hasil Kerja

Penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah atau senyatanya dikerjakan. Ini dapat dilakukan dengan melalui antara lain : laporan (lisan atau tertulis), buku catatan harian tentang itu tentang bagan jadwal atau grafik produksi, inspeksi atau

pengawasan langsung, pertemuan/konperensi dengan petugas-petugas yang bersangkutan, survei yang dilakukan oleh tenaga staf atas badan tertentu.

Pimpinan selalu meminta hasil kerja pegawainya. Hal ini dapat diketahui berdasarkan data yang diperoleh, mengenai pemeriksaan hasil kerja yang dilakukan oleh pimpinan dan sebanyak 31 responden (91,2%) menyatakan bahwa pimpinan selalu memeriksa hasil kerja (lihat pada tabel 10). Hal ini berarti bahwa dalam proses penyelesaian pekerjaan, pimpinan selalu menyempatkan waktu melakukan pemeriksaan terhadap hasil kerja yang telah dikerjakan oleh pegawai.

Dalam hal pemberian instruksi yang diberikan pimpinan kepada responden, sebanyak 32 responden (94,1%) menyatakan selalu mengikuti instruksi yang diberikan oleh pimpinan (lihat pada tabel 11). Hal ini berarti bahwa mayoritas pegawai selalu patuh dalam mengikuti setiap instruksi yang diberikan oleh pimpinan. Mereka menganggap bahwa setiap instruksi yang diberikan akan sangat berguna dan membantu mereka dalam proses pengerjaan tugas/pekerjaan.

Kemudian dalam hal pekerjaan yang dilakukan apakah telah sesuai dengan standar kerja yang telah ditetapkan, sebanyak 29 responden (85,3%) menyatakan sesuai dengan standar kerja dan sangat baik hasilnya. Hal ini menunjukkan bahwa pimpinan berhasil memberikan pengarahan yang baik kepada pegawai agar menyelesaikan tugas/pekerjaan sesuai dengan standar kerja dan diharapkan mencapai hasil yang sangat baik hasilnya (lihat pada tabel 12).

Selanjutnya mengenai penyelesaian kerja pada waktu yang telah ditentukan berdasarkan standar kerja. Pada umumnya responden menyatakan selalu tepat waktu berdasarkan standar kerja sebanyak 27 responden (79,5%), (lihat pada tabel 13). Hal ini

berarti bahwa mayoritas pegawai mampu menyelesaikan pekerjaan berdasarkan standar kerja serta selalu tepat pada waktunya.

3. Tindakan Koreksi/perbaikan

Perbandingan antara pelaksanaan pekerjaan dengan ukuran atau standar yang telah ditetapkan untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Ini dilakukan untuk pembandingan antara hasil pengukuran tadi dengan standar, dengan maksud untuk mengetahui apakah diantaranya terdapat suatu perbedaan dan jika ada seberapa besarnya perbedaan itu, kemudian untuk menentukan perbedaan itu perlu diperbaiki atau tidak.

Para pegawai sering mendapatkan hambatan terhadap pekerjaannya, untuk itu pimpinan akan selalu siap dalam membantu masalah yang dihadapi seluruh para pegawainya. Hal ini dapat kita lihat dari distribusi jawaban responden mengenai pemberian tindakan perbaikan terhadap pelaksanaan tugas/pekerjaan yang dilakukan oleh pimpinan. Sebanyak 27 responden (79,4%) menyatakan pimpinan selalu memberikan tindakan perbaikan. Dan tidak ada seorangpun yang menyatakan pimpinan tidak pernah memberikan tindakan perbaikan (lihat pada tabel 14). Hal ini berarti bahwa pimpinan melaksanakan tanggung jawabnya dalam memberikan pengarahan kepada pegawai untuk memperbaiki setiap kesalahan yang telah dilakukan pegawainya.

Tidak jarang para pegawai mendapatkan teguran maupun nasehat jika oknum pegawai melakukan kesalahan. Jawaban responden mengenai apakah pimpinan selalu memperingati atau menegur dan menyerahkan untuk diperbaiki apabila pegawai melakukan kesalahan dalam pelaksanaan tugas/pekerjaan, dan semua responden menyatakan pimpinan selalu memperingati/menegur dan menyerahkan kembali hasil pekerjaan yang salah itu untuk diperbaiki kembali (lihat pada tabel 15). Hal ini berarti bahwa pimpinan tidak akan

tinggal diam jika terdapat suatu kesalahan yang dilakukan pegawainya. Pemberian teguran maupun nasehat akan sangat membantu merubah sikap ataupun tindakan pegawai yang salah.

Mengenai teguran dari pimpinan dapat memperkecil kesalahan pelaksanaan tugas/pekerjaan. Sebanyak 32 responden (94,1%) menyatakan teguran dari pimpinan selalu berpengaruh memperkecil kesalahan dan mereka memperbaiki apa yang menjadi kesalahannya (lihat pada tabel 16). Hal ini berarti bahwa teguran dari pimpinan membuat para pegawai menyadari kesalahannya dan sebisa mungkin tidak mengulanginya kembali.

Selanjutnya mengenai pemberian sanksi dari pimpinan apabila pegawai melakukan kesalahan seperti datang terlambat, tugas tidak selesai pada waktunya dan tidak hadir tanpa alasan. Pada umumnya responden menyatakan pimpinan memberikan sanksi dan responden tidak mengulanginya. Sebanyak 25 responden (73,5%) menyatakan pimpinan memberikan sanksi dan pegawai tidak mengulangi kesalahan yang sama (lihat pada tabel 17). Hal ini membuktikan bahwa pimpinan telah berhasil mencari cara yang benar agar kesalahan tidak terulang kembali yaitu dengan memberikan sanksi. Pemberian sanksi ini bertujuan agar membuat pegawai menjadi disiplin dalam bekerja. Dengan adanya pemberian sanksi dari pimpinan membuat pegawai jera dan tidak mengulangi kesalahan yang sama lagi.

4. Umpan Balik

Perbaikan atau pembetulan terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi sehingga pekerjaan tadi sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Bila hasil analisa menunjukkan adanya tindakan koreksi, tindakan ini harus diambil. Tindakan koreksi dapat diambil dalam berbagai bentuk. Standar mungkin diubah, pelaksanaan diperbaiki, atau

keduanya dilakukan bersamaan. Oleh karena itu diperlukan adanya proses umpan balik terhadap hasil dari pelaksanaan pekerjaan yang telah melalui proses perbaikan tersebut.

Berdasarkan distribusi jawaban responden, sebanyak 21 responden (61,8%) menyatakan pimpinan selalu memberikan informasi sebagai umpan balik dari prestasi kerja yang telah dilakukan. Hal ini dapat kita ketahui bahwa pimpinan selalu memberikan informasi sebagai umpan balik dari hasil pekerjaan yang baik sebagai suatu hasil prestasi kerja yang dilakukan oleh pegawai (lihat pada tabel 18). Hal ini berati bahwa pimpinan antusias dalam memberikan informasi umpan balik. Informasi yang diberikan bertujuan untuk memberitahu kepada pegawai mengenai penilaian pimpinan terhadap hasil pekerjaan yang dikerjakan oleh pegawai. Prestasi kerja dari pegawai akan dinilai dan disampaikan langsung oleh pimpinan kepada pegawai yang bersangkutan sehingga dapat memotivasi pegawai agar dapat bekerja lebih giat lagi.

Mengenai umpan balik yang diberikan pimpinan dapat mengubah perilaku responden dalam melaksanakan tugas/pekerjaan. Sebanyak 34 responden (100%) menyatakan umpan balik dari pimpinan bisa mengubah perilaku responden dalam melaksanakan tugas/pekerjaan dan responden tidak mengulanginya (lihat pada tabel 19). Hal ini berarti bahwa pimpinan berhasil mengubah perilaku responden dalam melaksanakan tugas/pekerjaan melalui umpan balik yang diberikannya.

Selanjutnya mengenai umpan balik yang diberikan pimpinan dapat memotivasi untuk dapat bekerja lebih baik lagi. Pada umumnya responden menyatakan umpan balik yang diberikan pimpinan dapat memotivasi dan bekerja lebih baik. Sebanyak 32 responden (94,2%) menyatakan umpan balik dari pimpinan dapat memotivasi dan dapat bekerja lebih baik lagi (lihat pada tabel 20). Hal ini berarti bahwa pimpinan mampu memotivasi pegawai

agar dapat bekerja lebih baik lagi melalui umpan balik yang diberikannya kepada pegawai. Motivasi merupakan kekuatan atau motor pendorong kegiatan seseorang kearah pencapaian tujuan tertentu dan melibatkan segala kemampuan yang dimiliki untuk mencapainya. Dengan demikian pegawai akan mengetahui fungsi, peranan dan tanggung jawab dilingkungan kerjanya dan dilain pihak pimpinan perlu menumbuhkan iklim kerja yang sehat dimana hak dan kewajiban pegawai diatur sedemikian rupa selaras dengan fungsi, peranan dan tanggung jawab pegawai.

5.6.2 Produktivitas Kerja Pegawai

Produktivitas kerja pegawai pada Direktorat Jenderal Bina Marga SNVT Preservasi dan Pembangunan Jalan dan Jembatan Metropolitan Medan berdasarkan perhitungan statistik (lihat pada tabel 37) menunjukkan bahwa produktivitas kerja berada pada kategori tinggi dengan persentase 58,8%. Ini berarti produktivitas kerja pegawai pada kantor tersebut sudah berjalan dengan baik.

1. Efektivitas Kerja

Didalam indikator efektivitas kerja terdapat 3 faktor penentu yang meliputi kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan dan ketepatan waktu dalam melaksanakan tugas/pekerjaan. Berdasarkan distribusi jawaban responden mengenai pekerjaan yang dilakukan telah memenuhi pencapaian kualitas kerja yang baik. Pada umumnya 28 responden (82,4%) menyatakan memenuhi kualitas kerja yang baik (lihat pada tabel 21). Hal ini berarti bahwa mayoritas pegawai merasa bahwa dirinya sudah memenuhi dan mencapai kualitas kerja yang baik.

Dalam hal mengenai perasaan puas dengan hasil pekerjaan yang telah dikerjakan responden, sebanyak 17 responden (50%) menyatakan bahwa selalu puas dengan hasil kerja yang telah dikerjakan. Hal ini berarti bahwa sebagian pegawai merasakan puas terhadap hasil kerja yang mereka kerjakan dan sebagian lagi merasakan kurang puas dengan hasil kerja (lihat pada tabel 22).

Perkembangan organisasi menuntut adanya kuantitas pekerjaan. Kuantitas pekerjaan menyangkut pencapaian target, hasil kerja yang sesuai dengan rencana organisasi. Rasio kuantitas pegawai harus seimbang dengan kuantitas pekerjaan sehingga dengan perimbangan tersebut dapat menjadi tenaga kerja yang produktif untuk meningkatkan produktivitas kerja di dalam organisasi tersebut. Dalam hal mengenai pencapaian hasil kerja sesuai dengan rencana organisasi, sebanyak 26 responden (76,5%) menyatakan selalu tercapai sesuai rencana organisasi (lihat pada tabel 23). Hal ini berarti bahwa para pegawai bekerja berdasarkan standar kerja dan juga berpengaruh terhadap pencapaian rencana atau tujuan dari organisasi.

Selanjutnya mengenai pemenuhan target waktu yang telah ditentukan, sebanyak 22 responden (64,7%) menyatakan bahwa responden selalu memenuhi target waktu dalam melaksanakan pekerjaan. Hal ini berarti bahwa mayoritas dari pegawai bekerja sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan (lihat pada tabel 24). Peran pimpinan melakukan pengawasan dan mengkoordinasi pegawainya ketika dalam melaksanakan tugas serta harus peka terhadap penyebab kendala-kendala jika pegawainya melaksanakan tugas tidak tepat pada waktu yang telah ditentukan.

2. Efisiensi Kerja

Didalam indikator efisiensi kerja terdapat 3 faktor penentu yang meliputi yaitu banyak atau sedikitnya kesalahan yang dilakukan dalam bekerja, penggunaan sarana dan prasarana yang tersedia dengan baik dan penghematan dalam melaksanakan tugas/pekerjaan. Berdasarkan distribusi jawaban responden mengenai intensitas melakukan kesalahan dalam bekerja, sebanyak 24 responden (70,6%) menyatakan kadang-kadang melakukan kesalahan menyatakan kadang-kadang melakukan kesalahan dalam bekerja (lihat pada tabel 25). Hal ini menjelaskan bahwa mayoritas pegawai dalam mengerjakan pekerjaan terkadang melakukan kesalahan. Ini terjadi dikarenakan kecerobohan dan kurang teliti dalam mengejakannya.

Mengenai penggunaan sarana dan prasarana yang ada secara berlebihan (boros) dalam melakukan pekerjaan. Pada umumnya responden menyatakan jarang melakukan pemborosan dalam melakukan pekerjaan. Hampir berimbang yang menyatakan jarang melakukan pemborosan dan yang kadang-kadang melakukan pemborosan (lihat pada tabel 26). Hal ini berarti tingkat efisiensi kerja berada pada posisi yang cukup baik.

Mengenai pelaksanaan kerja harus berpedoman kepada penyelesaian kerja secepatnya walaupun sebenarnya masih tersedia waktu yang banyak untuk melakukannya. Pada umumnya responden menyatakan sangat setuju dengan pendapat tersebut. Sebanyak 22 responden (64,8%) menyatakan bahwa sangat setuju dengan pendapat tersebut. Para pegawai setuju melaksanakan pekerjaan dengan secepat mungkin walaupun sebenarnya masih tersedia waktu yang banyak untuk melakukannya. Hal ini menunjukkan suatu sikap kerja yang baik karena mereka dapat menjalankan efisiensi waktu yang baik, dengan kata lain tidak menyia-nyiakan waktu yang dimiliki (lihat pada tabel 27).

Selanjutnya mengenai penyelesaian tugas/pekerjaan dengan secepatnya. Pada umumnya responden menyatakan bahwa cepat dikerjakan dengan hasil yang baik. Sebanyak 27 responden (79,5%) menyatakan bahwa responden cepat mengerjakan dengan hasil yang baik (lihat pada tabel 28). Seorang pegawai harus memiliki paham yang memandang waktu sebagai sumber daya yang harus benar-benar dipergunakan dengan tepat dan mempraktekkan pada tugas-tugasnya yaitu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan orang tepat pada waktu yang ditentukan serta mengutamakan prinsip efisien. Disini peran pimpinan melakukan pengawasan dan mengkoordinasi pegawainya ketika dalam melaksanakan tugas serta harus peka terhadap penyebab kendala-kendala jika pegawainya melaksanakan tugas tidak tepat pada waktu yang telah ditentukan.

3. Semangat Kerja

Semangat kerja menggambarkan perasaan berhubungan dengan jiwa, semangat kelompok, kegembiraan, dan kegiatan. Apabila pekerja tampak merasa senang, optimis mengenai kegiatan dan tugas, serta ramah satu sama lain, maka pegawai itu dikatakan mempunyai semangat yang tinggi. Sebaliknya, apabila pegawai tampak tidak puas, lekas marah, sering sakit, suka membantah, gelisah, dan pesimis, maka reaksi ini dikatakan sebagai bukti semangat yang rendah.

Mengenai penggunaan sarana dan prasarana di ruang kerja yang mampu menjadikan responden bersemangat dalam bekerja, sebanyak 24 responden (70,5%) menyatakan selalu bersemangat dalam bekerja (lihat pada tabel 29). Hal ini berarti bahwa mayoritas pegawai bersemangat dalam bekerja. Semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga dengan demikian pekerjaan akan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik. Jadi

Dokumen terkait