• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Klasifikasi Konjungtivitis

Konjungtivitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 2.3.1. Konjungtivitis Bakteri

Suatu jenis konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri yaitu infeksi bakteri Gonokok, Meningokok, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Hemophilis influenzae, dan Escherichia coli.4 Terdapat dua bentuk konjungtivitis bakteri yaitu akut (termasuk hiperakut dan subakut) dan kronik. Konjungtivitis bakteri akut biasanya jinak dan dapat sembuh sendiri, berlangsung kurang dari 14 hari. Sebaliknya, konjungtivitis hiperakut (purulen) yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae atau Neisseria meningitidis yang dapat menimbulkan komplikasi mata berat bila tidak diobati sejak dini. Konjungtivitis kronik biasanya sekunder terhadap penyakit pelpebra atau obstruksi ductus nasolacrimalis.3

Konjungtivitis bakteri hiperakut disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, Neisseria kochii, dan Neisseria meningitidis, ditandai oleh eksudat purulen yang banyak. Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang disertai dengan sekret purulen. Gonokok merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan sangat bersifat invasif sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat. Penyakit kelamin yang disebabkan oleh gonore merupakan penyakit yang tersebar luas di seluruh dunia secara endemik. Pada neonatus, infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada bayi, penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut.3

2.3.2. Konjungtivitis Kataralis Epidemika

Konjungtivitis kataralis epidemika biasa disebut juga konjungtivitis mukopurulenta yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva. Selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis kataralis epidemika dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata sering berair, gatal dan banyak kotoran mata. Penyebab paling umum adalah Streptococcus pneumoniae pada iklim sedang dan Haemophilus aegyptius pada iklim tropis.3

Gambaran klinis adalah injeksi konjungtiva dan hipereni konjungtiva tarsal, tanpa folikel, tanpa cobble-stone dan tanpa flikten. Pada konjungtivitis kataralis epidemika berbentuk sekret serus, mukus atau mukopurulen, tergantung penyebabnya. Konjungtivitis kataralis epidemika dapat menyertai blefaritis atau obstruksi duktus nasolakrimal. Gejala-gejala umum konjungtivitis ini dapat disertai

maserasi lateral maupun medial. Radang konjungtiva demikian juga disebut sebagai konjungtivitis angular. Beberapa jenis konjungtivitis dapat disertai kelainan pada kornea, biasanya berupa keratitis pungtata superfisial. Konjungtivitis kataralis epidemika dapat bersifat akut atau kronik, tergantung penyebabnya.

2.3.3. Konjungtivitis Virus3

Konjungtivitis virus atau viral adalah suatu penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus. Keadaan ini berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat, sampai infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama dari pada konjungtivitis bakteri. Konjungtivitis ini terutama disebabkan oleh adenovirus dan herpes simplex virus adalah virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga disebabkan oleh virus varicella zoster, piconavirus (enterovirus 70, coxsackie A24), poxvirus, dan immunodeficiency virus.15 a. Keratokonjungtivitis Epidemika

Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan adenovirus 8, 19, 29, dan 37 (subgrup D adenovirus manusia). Awalnya sering pada satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Keratokonjungtivitis epidemika pada orang dewasa terbatas di bagian luar mata, tetapi pada anak-anak mungkin terdapat gejala-gejala sistemik infeksi virus, seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare. b. Konjungtivitis Hemoragika Akut

Konjungtivitis ini disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan coxsackievirus A24.3 Konjungtivitis hemoragika akut merupakan konjungtivitis disertai timbulnya perdarahan konjungtiva.4 Perdarahan konjungtiva umumnya difus, tetapi awalnya

dapat berupa bintik-bintik, mulai dari konjungtiva bulbaris superior dan menyebar ke bawah.

2.3.4. Trachoma

Trachoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, pada mulanya suatu konjungtivitis folikular kronik pada masa kanak-kanak yang berkembang hingga terbentuknya parut konjungtiva. Pada kasus berat, pembalikan bulu mata ke dalam terjadi pada masa dewasa muda sebagai akibat parut konjungtiva yang berat. Abrasi terus menerus oleh bulu mata yang membalik dan defek film air mata menyebabkan parut kornea, umumnya setelah usia 30 tahun.

2.3.5. Konjungtivitis Alergi

Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering, dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistim imun.16 Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1.17

a. Konjungtivitis Vernal

Konjungtivitis vernal adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Pada mata ditemukan papil besar dengan permukaan rata pada konjungtiva tarsal, dengan rasa gatal berat, sekret gelatin yang berisi eosinofil atau granula eosinofil. Pada kornea terdapat keratitis, neovaskularisasi, dan tukak indolen. Pada tipe limbal terlihat benjolan di daerah limbus, dengan bercak Horner Trantas yang berwarna keputihan yang terdapat di dalam benjolan. Konjungtivitis vernalis dikenal juga sebagai “konjungtivitis

musiman” atau “konjungtivits musim kemarau”, yang merupakan penyakit bilateral yang disebabkan oleh alergi, biasanya berlangsung dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5-10 tahun. 4

b. Konjungtivitis Flikten

Konjungtivitis flikten merupakan nodular yang disebabkan alergi terhadap bakteri atau antigen tertentu. Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi akibat reaksi hipersensitivitas tipe IV terhadap tuberkuloprotein, stafilokok, limfogranuloma venerea, leismaniasis, infeksi parasit, dan infeksi di tempat lain dalam tubuh.4

c. Konjungtivitis Atopik

Konjungtivitis atopik merupakan reaksi alergi selaput lendir mata atau konjungtiva terhadap polen, disertai dengan demam. Memberikan tanda dengan mata berair, bengkak, belek berisi eosinofil.4

2.3.6. Konjungtivitis Jamur

Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistim imun terganggu. Selain Candida Sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenkii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang.3

2.3.7. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif

Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam,

alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi.3

2.3.8. Konjungtivitis Bleeding (Perdarahan subkonjungtiva)4

Perdarahan subkonjunctiva adalah perdarahan akibat rupturnya pembuluh darah dibawah lapisan konjungtiva. Hematom Subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah rapuh (umur, hipertensi, arteriosklerosis, konjungtivitis hemoragic, anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan). Perdarahan subkonjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma langsung maupun tidak langsung, yang kadang–kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.

Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi karena trauma mayor, minor, atau sebab yang tidak dapat dideteksi yang terjadi pada mata bagian depan. Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar, berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata. Hal ini akan berlangsung lebih dari 2 sampai 3 minggu.

Konjungtiva mengandung banyak pembuluh darah kecil dan rapuh yang mudah pecah atau rusak. Ketika hal ini terjadi, darah bocor ke dalam ruang antara konjungtiva dan sklera. Perdarahan subkonjungtiva merupakan akibat dari rupturnya pembuluh darah konjungtivalis atau episklera. Namun kadang tidak dapat ditemukan penyebabnya (perdarahan subkonjungtiva idiopatik). Manuver Valsava sebelumnya

(misalnya, batuk, tegang, muntah-muntah, mengejan) juga bisa menjadi penyebab perdarahan subkonjungtiva. Penyebab lain meliputi hipertensi dan gangguan fungsi koagulasi, misalnya karena obat antikoagulan atau penyakit leukemia.

Selain itu, infeksi umum yang berhubungan dengan demam, defisiensi vitamin C (scurvy), trauma mata tumpul atau tajam, benda asing, pembedahan pada mata, dan konjungtivitis juga dapat menjadi satu kemungkinan penyebabnya. Berbagai macam obat-obatan seperti obat antiinflamasi nonsteroid, aspirin, kontrasepsi, vitamin A dan D juga berhubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva.

2.4. Patogenesis4

Konjungtiva berhubungan dengan dunia luar kemungkinan konjungtiva terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar. Pertahanan konjungtiva terutama oleh karena adanya film air mata. Pada permukaan konjungtiva yang berfungsi melarutkan kotoran dan bahan-bahan yang toksik kemudian mengalir melaluui saluran lakrinal ke meatus nasi inferior. Film air mata mengandung beta lysine, lysozyne, IgA, IgG yang berfungsi menghambat pertumbuhan kuman. Apabila ada kuman patogen yang dapat menembus pertahanan tersebut sehingga terjadi infeksi konjungtiva yang disebut konjungtivitis.

Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan membuka sempurna, maka mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi yang menyebabkan konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah disebabkan karena adanya peradangan

yang ditandai dengan konjungtiva dan sklera yang merah, edema, rasa nyeri, dan adanya sekret mukopurulen.

Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang dapat bersifat kronis yaitu mikroorganisme, bahan alergen, dan iritatif menginfeksi kelenjar air mata sehingga fungsi sekresi juga terganggu menyebabkan hipersekresi. Pada konjungtivitis ditemukan lakrimasi, apabila pengeluaran cairan berlebihan akan mengakibatkan tekanan intra okuler yang lama kelamaan menyebabkan saluran air mata tersumbat. Aliran air mata yang terganggu akan menyebabkan iskemia saraf optik dan terjadi ulkus kornea yang dapat menyebabkan kebutaan.

Dokumen terkait