• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. POLITIK HUKUM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

2. Koalisi Partai Politik Dalam Mengusung Calon Kepala Daerah

Partai politik sebagai bagian dari pada pilar demokrasi tentunya sangat mempengaruhi demokrasi itu sendiri. Berkaiatan dengan pemilihan kepala daerah, keberhasilan partai politik dapat diukur dengan melihat sejauh mana partai politik menerapkan sistem seleksi tingkat partai politik, seleksi administratif ditingkat penyelenggara pemilihan, dan tingkat politis dalam hati nurani rakyat. Persoalan seleksi kepemimpinan dalam pemilihan kepala daerah justru terletak pada seleksi partai politik. Terlepas dari motivasi dan kepentingan jangka pendek partai politik dalam mengusung calon pemimpin lokal hampir selalu dilakukan dengan melakukan koalisi antar partai politik guna memenuhi persyaratan ketentuan undang-undang dalam mengajukan calon. Meskipun sebenarnya dalam regulasi pemilihan kepala daerah tidak ada istilah koalisi yang ada hanya gabungan partai politik. Namun dalam menentukan calon kepala daerah koalisi partai politik seringkali menunjukkan kegagalannya dalam membentuk dirinya sebagai sumber kepemimpinan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya partai koalisi dalam pemilihan

224 Kasus PDIP di Kabupaten Manggarai, PKB di kabupaten Banyuwangi, PPP di kabupaten Situbondo, Golkar di kabupaten Tapanuli Selatan pada awal pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung pada tahun 2005 menjadi contoh kasus dari akibat adanya konflik antara elite partai yang berujung pada kesulitan untuk menentukan calon kepala daerah yang akan diajukan ke penyelenggara pemilihan. Baca selengkapnya Susilo, Menyonsong Pilkada Yang

kepala daerah yang mengusung calon diluar dari pada kadernya.225 Selain itu kegagalan koalisi partai politik di daerah dalam mengusung calon kepala daerah juga ditunjukkan dengan adanya koalisi partai politik yang mengusung calon dari pusat (seperti anggota DPR, DPD, dan lain-lainnya) sehingga pemilihan kepala

daerah terkesan bukan merupakan training ground.226 Akibatnya, partai politik

sering terkesan hanya sebagai makelar politik karena rekrutmen calon sering diwarnai dengan jual beli dukungan.

Bukan suatu rahasia bahwa semenjak awal pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung pada tahun 2005 partai pemenang pemilihan kepala daerah

sebagian besar dimenangkan oleh koalisi partai politik.227 Akan tetapi dalam

realitas selama pelaksanaan pemilihan kepala daerah, hampir tidak ada pola koalisi dan kerja sama yang permanen di antara partai politik yang mengajukan pasangan calon dalam pemilihan kepala daerah. Meskipun sebenarnya pola koalisi dalam pemilihan kepala daerah adalah suatu hal yang positif karena dalam pola koalisi seolah tercermin adanya kesamaan isu lokal yang hendak diusung oleh koalisi partai politik, tetapi disisi yang lain memperlihatkan bahwa dalam pola

225 Sebagai contoh, PAN dan PKB yang mengusung pasangan Hidayat dan Sigi Purnomo Said pada pilkada kota palu. Dimana diketahui bahwa Sigi Purnomo bukanlah kader dari kedua partai koalisi pengusungnya.

226

Sebagai contoh pasangan calon Zairullah Azhar berpasangan dengan Muhammad Syafii yang di usung dari koalisi PKB, Nasdem, dan Partai Demokrat di Pilkada serentak Provinsi Kalimantan Selatan. Zairullah Azhar adalah anggota DPR-RI

227 Dari kajian Syamsuddin Haris yang menganalisi 213 pilkada pada tahun 2005, hanya ada 83 pilkada (38%) yang dimenangkan oleh pasangan kandidat yang diusung partai secara sendiri. Sebanyak 130 pilkada lainnya (62%) dimenangkan oleh pasangan calon yang diusung oleh koalisi partai politik, bailk koalisi dua partai, koalisi tiga partai, maupun koalisi empat partai atau lebih. Lihat selengkapnya dalam Syamsuddin Haris, makalah kecenderungan pencalonan dan koalisi partai dalam pilkada, Evaluasi satu tahun pilkada, Depdagri, Jakarta, 28 Juni 2006.

koalisi tidak menggambarkan adanya ideologi atau flatform politik yang jelas.228 Hal itu tergambar dengan adanya partai politik yang melakukan koalisi

ditingkatan lokal akan tetapi ditingkat nasional partai tersebut bersebrangan.229

Sepanjang pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung pola koalisi demikian seringkali ditunjukkan oleh partai politik koalisi pengusung calon ditataran lokal. Partai politik beraliran nasionalis misalnya seringkali berkoalisi dengan partai beraliran Islam, demikian juga sebaliknya. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang berideologi Pancasila dan sangat kental dengan nasionalisnya dapat berkoalisi dengan Partai Bulan Bintang, Partai Persatuan

Pembangunan, dan Partai Keadilan Sejahtra yang kental dengan flatform Islam.230

Menurut Bambang Eka Cahya, Pola koalisi antar partai politik pada pemilihan kepala daerah serentak hanya bersifat “kawin paksa”, dalam pengertian bukan atas kehendak mereka yang didasarkan pada ideologi, melainkan hanya kehendak untuk memenuhi regulasi yang ditentukan dalam ketentuan persyaratan pengusungan calon kepala daerah yang berujung pada satu tujuan hanya untuk mencari kekuasaan di daerah. Koalisi seperti ini akan berdampak pada hasil pemilihan kepala daerah, karena kepala daerah yang diusung dengan koalisi

228 Padahal sebenarnya fungsi utama melihat flatform partai dalam melakukan koalisi itu dibutuhkan karena ideologi partai politik merupakan penuntun penentuan kebijakan dan tingkah laku elite politik seperti yang dikatakan Clymber Rodee dalam bukunya Introduction to Political

Science, International Book Company (Asian Student Edition), Singapore, 1983, hlm. 76

229 Ini terjadi pada pemilihan kepala daerah di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, PDIP dan Gerindra yang bersebrangan pada pemilu Presiden justru berkoalisi mengusung Pasangan calon Kris Wartabone dan Tahir Badu di kabupaten tersebut.

230 Kasus ini terjadi dibeberapa daerah pada pengajuan pasangan calon pada pilkada serentak, misalnya; Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Cianjur yang diusung oleh Partai PDIP, PKS, Demokrat, dan PAN. Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Karawang Akhmad Marjuki dan TB Dedy Suwandi Gumelar yang diusung oleh Partai Hanura, PDIP, dan PBB. Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Indramayu yang diusung oleh Partai PDIP, PKB, dan Nasdem.

dengan flatform dan basis massa yang berbeda akan menimbulkan kohabilitas dalam pemerintahan. Padahal semestinya koalisi partai politik dalam mengajukan calon semestinya didasarkan pada kesamaan basis politik yang sama agar dapat tercipta keharmonisan dan keseimbangan politik secara ideologis dan kepentingan

dalam pemerintahan.231

231 Wawancara dengan Bambang Eka Cahya, 30 September 2015 di Ruang Pengajaran FISIPOL UMY