• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak dengan adanya injeksi melalui neraca kapital pada industri pengolahan hasil pertanian terhadap struktur sektor produksi dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Koefisien Pengganda Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Sektor Produksi, Tahun 2008

Sektor Industri Makanan dan Minuman Industri Kulit Industri Hasil Hutan

Tanaman Bahan Makanan 0.38852 0.10002 0.10044

Tanaman Perkebunan 0.42483 0.05542 0.05645

Peternakan 0.07222 0.03768 0.03766

Kehutanan 0.01297 0.01314 0.23417

Perikanan 0.05390 0.03804 0.03809

Pertambangan minyak dan gas bumi 0.02278 0.01368 0.02115

Pertambangan non minyak dan penggalian 0.00229 0.00213 0.00218

Industri kertas dan barang cetakan 0.01393 0.01337 0.01401

Industri pupuk kimia dan barang dari karet 0.03976 0.03342 0.03544

Industri semen, barang galian bukan logam 0.01919 0.01971 0.02019

Industri logam dasar besi dan baja 0.01282 0.01153 0.01316

Industri alat angkutan dan industri lainnya 0.03058 0.02166 0.02366

Listrik dan Air bersih 0.03132 0.03297 0.03264

Bangunan/Kontruksi 0.04169 0.04197 0.04310

Perdagangan 0.23806 0.05457 0.15181

Restoran dan hotel 0.03130 0.03239 0.03282

Angkutan dan Komunikasi 0.05899 0.03528 0.04983

Bank, Usaha persewaan, dan jasa perusahaan 0.02587 0.01902 0.02346

Pemerintahan umum, pertahanan, jasa dan

kegiatan lainnya 0.04536 0.04073 0.04341

Jumlah 1.56640 0.61671 0.97368

Berdasarkan Tabel 9, sektor tanaman bahan makanan umumnya mempunyai nilai pengganda lebih besar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Dimana ketiga industri pengolahan hasil pertanian memiliki nilai pengganda yakni industri makanan dan minuman sebesar 0.3885, industri kulit sebesar 0.1000, dan industri hasil hutan sebesar 0.1004. Nilai-nilai ini memberikan arti bahwa peningkatan investasi melalui injeksi neraca kapital di sektor industri pengolahan hasil pertanian sebesar 1 milyar rupiah akan mampu meningkatkan pendapatan di sektor tanaman bahan makanan sebesar 1.0002 milyar rupiah sampai 3.8852 milyar rupiah.

Sektor yang memiliki nilai pengganda paling rendah dengan adanya injeksi investasi melalui neraca kapital pada industri pengolahan hasil pertanian terdapat pada sektor industri logam dasar besi dan baja dengan nilai pengganda 0.01153 sampai dengan 0.01316. Nilai ini memberikan arti bahwa jika peningkatan investasi di sektor industri pengolahan hasil pertanian sebesar 1 milyar rupiah akan meningkatkan pendapatan di sektor industri logam dasar besi dan baja sebesar 0.0115 milyar rupiah sampai 0.0131 milyar rupiah. Di lihat dari jenis sektornya pada tahun 2008, maka sektor industri pengolahan makanan dan minuman memiliki pengaruh lebih besar pada sektor produksi dibandingkan kedua sektor lainnya dengan besaran 1.5664.

5.1.5. Koefisien Pengganda Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap

Institusi Rumahtangga

Berdasarkan gambaran kuantitatif model SNSE dari analisis pengganda dengan adanya injeksi melalui neraca kapital pada sektor industri pengolahan hasil pertanian terhadap institusi rumahtangga dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan investasi di sektor

industri pengolahan hasil pertanian terdapat perbedaan pendapatan yang diperoleh masing-masing golongan rumahtangga. Sebagai contoh untuk peningkatan investasi pada industri pengolahan hasil pertanian akan memberikan peningkatan pendapatan rumahtangga dengan nilai pengganda berkisar 0.5970 sampai 0.6226, artinya setiap peningkatan investasi pada industri pengolahan hasil pertanian sebesar 1 milyar rupiah, maka akan menyebabkan peningkatan pendapatan rumahtangga sebesar 0.5970 milyar rupiah sampai 0.6226 milyar rupiah, dimana dampak terbesar diterima oleh golongan rumahtangga atas di perkotaan, sedangkan dampak terkecil diterima oleh rumahtangga buruh tani pada ketiga sektor industri pengolahan pertanian.

Tabel 10. Koefisien Pengganda Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Institusi Rumahtangga, Tahun 2008

Sektor Industri Makanan dan Minuman Industri Kulit Industri Hasil Hutan Buruh Tani 0.01557 0.01655 0.01631

Pertanian Pendapatan Golongan Rendah di

Desa 0.12517 0.11519 0.12273

Pertanian Pendapatan Golongan Tinggi di

Desa 0.09008 0.10071 0.09664

Pendapatan Golongan Rendah di Desa 0.07207 0.07729 0.07593

Pendapatan Golongan Atas di Desa 0.02750 0.03124 0.02972

Pendapatan Golongan Rendah di Kota 0.11820 0.12591 0.12399

Pendapatan Golongan Atas di Kota 0.14845 0.15580 0.15466

Jumlah 0.59706 0.62269 0.61998

Sumber: Lampiran 4 (diolah)

Dampak peningkatan investasi pada industri pengolahan hasil pertanian di masing-masing rumahtangga, terendah diperoleh oleh buruh tani dengan nilai pengganda sebesar 0.01557 pada rumahtangga industri makanan dan minuman.

Peningkatan pendapatan rumahtangga dengan nilai pengganda tertinggi adalah rumahtangga golongan atas di perkotaan pada industri kulit dengan nilai pengganda sebesar 0.15580, artinya setiap peningkatan investasi pada industri pengolahan hasil pertanian sebesar 1 milyar rupiah, maka akan terdapat peningkatan pendapatan rumahtangga buruh tani sebesar 0.0155 milyar rupiah dan rumahtangga golongan atas di perkotaan sebesar 0.1558 miliar rupiah.

5.1.6. Koefisien Pengganda Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Nilai Tambah Faktor Produksi

Dampak pengganda dari adanya injeksi investasi di sektor industri pengolahan hasil pertanian terhadap struktur nilai tambah faktor produksi pada Tahun 2008, dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Koefisien Pengganda Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Nilai Tambah Faktor Produksi, Tahun 2008

Sektor Industri Makanan dan Minuman Industri Kulit Industri Hasil Hutan

T.K.Penerima Upah dan Gaji sektor pertanian 0.25589 0.36191 0.31266

T.K.Bukan Penerima Upah dan Gaji non sektor

pertanian 0.19904 0.11703 0.16382

Modal 1.08385 1.08284 1.08292

Jumlah 1.53877 1.56178 1.5594

Sumber: Lampiran 4 (diolah)

Tabel 11 menunjukkan bahwa untuk setiap jenis industri pengolahan hasil pertanian terdapat perbedaan pendapatan yang diperoleh masing-masing faktor produksi. Sebagai contoh untuk keseluruhan sektor memberikan nilai pengganda pendapatan faktor produksi berkisar 1.5387 sampai 1.5617. Artinya setiap peningkatan investasi pada industri pengolahan hasil pertanian sebesar 1 milyar maka akan meningkatkan pendapatan faktor produksi sebesar 1.5387 milyar

rupiah sampai 1.5617 milyar rupiah dimana dampak terhadap faktor produksi tenaga kerja sektor pertanian dan non pertanian lebih kecil dibandingkan faktor produksi modal. Penelitian ini juga mendukung penelitian Rizak (2006) dengan melakukan injeksi pada sektor agroindustri sebesar 10 persen, dampaknya mampu meningkatkan lapangan pekerjaan atau kesempatan kerja di Sulawesi Selatan antara 0.17 persen sampai naik 8.49 persen.

Ketiga industri pengolahan hasil pertanian tersebut menimbulkan dampak terbesar terhadap neraca nilai tambah faktor produksi dengan pengganda sebesar 1.0838 adalah pada industri makanan dan minuman, namun antar faktor produksi dampak terbesar diperoleh dari faktor produksi modal, sedangkan untuk faktor produksi tenaga kerja di industri pengolahan hasil pertanian nilai tertinggi ditunjukkan oleh industri kulit dengan angka pengganda sebesar 0.3619. Untuk faktor produksi tenaga kerja bukan penerima upah nonsektor pertanian ditunjukkan oleh industri makanan dan minuman.

Berdasarkan hasil analisis yang dikemukakan pada sub bab 5.1.1. sampai 5.1.6. di atas menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan hasil pertanian menghasilkan pengganda lebih besar dibandingkan sektor pertanian terutama pada institusi rumahtangga. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pengembangan sektor industri pengolahan hasil pertanian akan memberikan peningkatan pendapatan rumah tangga lebih besar dibandingkan pengembangan yang dilakukan ke sektor pertanian. Kelompok rumahtangga buruh tani memiliki nilai pengganda terendah baik di sektor pertanian maupun sektor industri pengolahan hasil pertanian, artinya bahwa pengembangan sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian belum memberikan peningkatan pendapatan bagi rumahtangga buruh tani.

Nilai koefisien pengganda antara sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian tertinggi terdapat pada industri pengolahan hasil pertanian. Menurut Austin (1992), tingginya nilai koefisien disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, industri pengolahan hasil pertanian adalah pintu masuk untuk sektor pertanian. Industri pengolahan hasil pertanian melakukan transformasi bahan mentah dari pertanian termasuk transformasi produk subsisten menjadi produk akhir untuk konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa suatu daerah atau negara

tidak dapat sepenuhnya menggunakan sumberdaya agronomis tanpa

pengembangan industri pengolahan hasil pertanian. Kedua, industri pengolahan

hasil pertanian sebagai dasar sektor manufaktur. Transformasi penting lainnya dalam industri pengolahan hasil pertanian kemudian terjadi karena permintaan terhadap makanan olahan semakin beragam seiring dengan pendapatan

masyarakat dan urbanisasi yang terus meningkat. Ketiga, industri pengolahan

hasil pertanian menghasilkan komoditas ekspor penting. Produk industri pengolahan hasil pertanian, termasuk produk dari proses sederhana seperti pengeringan, mendomonasi ekspor pada kebanyakan negara berkembang sehingga menambah perolehan devisa. Nilai tambah produk industri pengolahan hasil pertanian cenderung lebih tinggi dari nilai tambah produk lainnya yang diekspor

karena produk lainnya sering tergantung pada komponen impor. Keempat, industri

pengolahan hasil pertanian pangan merupakan sumber penting nutrisi. Industri pengolahan hasil pertanian dapat menghemat biaya dengan mengurangi produksi pasca panen dan menjadikan mata rantai pemasaran bahan makanan dan juga dapat memberikan keuntungan nutrisi dan kesehatan dari makanan yang dipasok kalau pengolahan tersebut dirancang dengan baik.

Penjelasan yang dikemukakan di atas memberi implikasi bahwa pembangunan industri pengolahan hasil pertanian tidak bisa dilakukan hanya sepihak melalui pengembangan dari sisi industrinya saja melainkan harus dilakukan secara bersama-sama melalui pembangunan sektor pertanian, sehingga sektor pertanian dapat menjamin tuntutan kualitas dan kontinuitas pasokan yang dibutuhkan bagi pengembangan sektor industri pengolahan hasil pertanian. Pembangunan industri pengolahan hasil pertanian tidak akan menghasilkan dampak optimal tanpa didukung oleh sektor pertanian yang berkualitas. Hal

senada juga dikemukakan Priyarsono et.al. (2008) bahwa sektor industri dapat

berkembang dengan efisien jika didukung oleh pembangunan dan pengembangan di sektor pertanian.

Jika memperhatikan efek pengganda pada sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian terdapat keterkaitan yang erat terutama pada sub sektor

tanaman pangan dan sektor industri makanan dan minuman. Penerapan strategi

industrialisasi berbasis industri pengolahan, terutama yang terkait erat dengan sektor pertanian perlu diarahkan untuk mewujudkan perekonomian daerah yang

tangguh di masa mendatang. Menurut Djaimi (2006) dengan menekankan

pengembangan industri pengolahan berbasis sektor pertanian akan meningkatkan perolehan nilai tambah dan juga meningkatkan produktivitas pertanian melalui inovasi teknologi dan peningkatan investasi dalam meningkatkan pendapatan masyarakat di perdesaan. Strategi ini dianjurkan karena produktif dan secara kelembagaan terkait dengan perekonomian secara keseluruhan, stimulasi industri pengolahan terhadap produksi pertanian primer akan menghasilkan insentif dari sisi permintaan dan dari sisi penawaran.

Pengembangan industri pengolahan khususnya dengan mengandalkan bahan baku sektor pertanian primer, yang oleh Tambunan (2002) dinyatakan sebagai “Strategi Induk” memiliki keunggulan karena bersifat padat tenaga kerja dengan keterampilan sedang, berbasis sumberdaya lokal, menggunakan teknologi tepat guna, dan bersifat fleksibel. Dengan karakteristik seperti ini, industri pengolahan relatif tahan terhadap gejolak ekonomi, serta mampu mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan distribusi pendapatan yang lebih merata.

Pengembangan industri pengolahan hasil pertanian dengan melakukan berbagai upaya perbaikan dalam peningkatan produktivitasnya akan berdampak terhadap sejumlah pasar, baik di pasar output maupun di pasar input. Perbaikan ini menstimulus permintaan input lokal seperti : produk-produk pertanian primer, dan sarana produksi, serta meningkatkan permintaan tenaga kerja. Investasi di sektor

industri pengolahan hasil pertanian mampu menciptakan kesempatan kerja

di sektor-sektor lainnya tergantung pada kekuatan keterkaitan ke depan dan ke belakang dari industri pengolahan yang telah dan akan dikembangkan.

Menurut Kalecki (1960); Adelman (1984), peningkatan produktivitas akan meningkatkan kesempatan kerja pada berbagai sektor di bagian hulu, apabila inovasi dalam meningkatkan produktivitas industri menggunakan metode yang

bersifat padat tenaga kerja. Lebih lanjut menurut Mellor (1986) apabila trend

pengeluaran rata-rata dari rumahtangga yang mengelola industri pengolahan hasil pertanian, maka tambahan pendapatan kelompok rumahtangga tersebut akan lebih banyak dibelanjakan pada komoditas-komoditas pada sektor-sektor lainnya. Barang dan jasa ini meliputi barang-barang kebutuhan pokok dari sektor pertanian, jasa perseorangan, pendidikan dan lainnya. Karena strategi ini memberi efek terhadap pertumbuhan dan kesempatan kerja, keterkaitan konsumsi

rumahtangga perdesaan merupakan kunci dari sisi permintaan yang mengendalikan industrialisasi di negara-negara sedang berkembang yang berpendapatan rendah.

Dalam rangka meningkatkan kinerja industri pengolahan hasil pertanian, indikator-indikator yang berhubungan dengan faktor produksi dan non faktor produksi perlu mendapat perhatian utama karena kedua faktor tersebut saling terkait satu dengan lainnya. Ketersediaan bahan baku dengan harga yang terjangkau, ketersediaan modal yang cukup, dan upah yang sesuai merupakan indikator yang berhubungan dengan konstruk faktor produksi yang perlu mendapat perhatian untuk meningkatkan kinerja industri. Sementara itu, indikator skala usaha yang berhubungan dengan konstruk non faktor produksi juga perlu diperhatikan dalam rangka meningkatkan kinerja industri pengolahan hasil pertanian (Djaimi, 2006).

5.2. Analisis Dekomposisi

Nilai yang menunjukkan besarnya pengaruh global yang ditransmisikan dari suatu sektor terhadap sektor-sektor lain akibat adanya injeksi yang ditujukan

pada suatu sektor disebut dengan koefisien pengganda neraca atau Ma. Pengaruh

global ini tidak terjadi begitu saja melalui nilai pengganda / Ma, melainkan

melalui beberapatahapan.

Menurut Roland et.al. (2000), dekomposisi nilai pengganda dibagi

menjadi tiga komponen yang dapat memberikan makna secara ekonomi, ketiga komponen itu adalah :

1. Pengganda transfer (own effect) yang menggambarkan dampak pengganda

transfer dari neraca eksogen terhadap neraca tersebut. Dalam memahami pengganda transfer ini kita seolah-olah berasumsi bahwa injeksi pada suatu sektor hanya berpengaruh terhadap sektor-sektor lain dalam satu blok yang sama, dan tidak terhadap sektor-sektor yang berada pada blok yang lain.

2. Pengganda silang atau open loop yang menangkap dampak silang (cross

effect) antar neraca yang berbeda. Dengan kata lain, kenaikan pendapatan pada blok sektor produksi (misalnya dilakukan injeksi terhadap salah satu sektor produksi) akan berpengaruh terhadap pendapatan blok faktor produksi, selanjutnya kenaikan pendapatan blok faktor produksi akan berpengaruh terhadap pendapatan blok institusi.

3. Pengganda closed-loop yang menjelaskan dampak pengganda dari adanya

aliran neraca eksogen pada neraca endogen dan kemudian kembali ke neraca semula. Dengan kata lain, satu putaran dari blok sektor produksi kembali

ke blok sektor produksi ini disebut pengaruh closed loop di sektor produksi,

begitu juga untuk blok faktor produksi dan blok institusi.

Dekomposisi nilai pengganda terhadap injeksi investasi melalui neraca kapital di sektor pertanian dan industri pengolahan pertanian dapat dilihat pada

Tabel 12. Tabel 12 menunjukkan tiga blok efek (own effect, open loop effect,

closs loop effect) yang menjadi aliran penerimaan perekonomian sektor pertanian ketika neraca eksogen diberi injeksi. Dimisalkan adanya injeksi di sektor pertanian pada sub sektor perkebunan (PTP) sebesar 1 milyar rupiah maka sektor yang merasakan dampak pertama adalah sub sektor perkebunan (PTP) itu sendiri, pada putaran awalnya penerimaan sub sektor perkebunan akan naik sebesar 0.0681 milyar rupiah.

Tabel 12. Dekomposisi Multiplier Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Sulawesi Tengah

Dampak Keterangan Tan. Pangan Perke- bunan Peter- nakan Kehu- tanan Peri- kanan Industri Makanan dan Minuman Industri Kulit Industri Hasil Hutan Injeksi Awal 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 O w n E ffe c t M a tr ix N 1 = M 1 TKPRT 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 TKNPRT 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 MDL 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 RTBRH 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 RTPPGR 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 RTPPGT 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 RTNPGR 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 RTNPGT 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 RTPKGR 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 RTPKGT 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 ISTL 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 DSPS 0.0949 0.0681 0.0308 0.0418 0.0503 0.0789 0.0240 0.1920 DSPL 0.4190 0.4480 0.4590 0.4552 0.5002 1.0425 0.4656 0.6370 TOTAL 0.5139 0.5161 0.4898 0.4970 0.5505 1.1215 0.4896 0.8290 O pe n L o o p E ffe c t M a tr ix N 2 = ( M 2 1 ) x M 1 TKPRT 0.0570 0.0729 0.0576 0.0650 0.0653 0.0872 0.0644 0.0771 TKNPRT 0.0248 0.0301 0.0263 0.0280 0.0317 0.0608 0.0286 0.0458 MDL 0.1675 0.2094 0.1735 0.1861 0.2045 0.3392 0.1913 0.2711 RTBRH 0.0027 0.0035 0.0028 0.0031 0.0033 0.0050 0.0031 0.0042 RTPPGR 0.0202 0.0253 0.0209 0.0229 0.0245 0.0398 0.0231 0.0321 RTPPGT 0.0164 0.0207 0.0168 0.0186 0.0194 0.0293 0.0187 0.0245 RTNPGR 0.0129 0.0163 0.0133 0.0147 0.0153 0.0234 0.0147 0.0194 RTNPGT 0.0051 0.0064 0.0052 0.0057 0.0060 0.0090 0.0057 0.0075 RTPKGR 0.0210 0.0264 0.0215 0.0238 0.0249 0.0383 0.0239 0.0317 RTPKGT 0.0261 0.0329 0.0268 0.0296 0.0311 0.0480 0.0297 0.0397 ISTL 0.0413 0.0516 0.0428 0.0459 0.0504 0.0837 0.0472 0.0669 DSPS 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 DSPL 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 TOTAL 0.3950 0.4955 0.4075 0.4434 0.4764 0.7637 0.4504 0.6200

Tabel 12. Lanjutan C lo se L o o p E ffe c t M a tr ix N 3 = ( M 3 1 ) x M 2 x M 1

Keterangan Pangan Tan. Perke-bunan Peter-nakan Kehu-tanan kanan Peri-

Industri Makanan dan Minuman Industri Kulit Industri Hasil Hutan TKPRT 0.0202 0.0254 0.0208 0.0229 0.0239 0.0360 0.0230 0.0301 TKNPRT 0.0086 0.0108 0.0088 0.0097 0.0102 0.0152 0.0098 0.0128 MDL 0.0596 0.0746 0.0612 0.0673 0.0704 0.1053 0.0677 0.0884 RTBRH 0.0010 0.0012 0.0010 0.0011 0.0012 0.0017 0.0011 0.0014 RTPPGR 0.0071 0.0089 0.0073 0.0080 0.0084 0.0126 0.0081 0.0106 RTPPGT 0.0058 0.0073 0.0060 0.0066 0.0069 0.0103 0.0066 0.0087 RTNPGR 0.0046 0.0057 0.0047 0.0052 0.0054 0.0081 0.0052 0.0068 RTNPGT 0.0018 0.0022 0.0018 0.0020 0.0021 0.0032 0.0020 0.0027 RTPKGR 0.0074 0.0093 0.0076 0.0084 0.0088 0.0132 0.0084 0.0110 RTPKGT 0.0092 0.0116 0.0095 0.0104 0.0109 0.0164 0.0105 0.0137 ISTL 0.0147 0.0184 0.0151 0.0166 0.0174 0.0260 0.0167 0.0218 DSPS 0.0063 0.0045 0.0024 0.0011 0.0040 0.0105 0.0024 0.0036 DSPL 0.1007 0.1298 0.1076 0.1198 0.1228 0.1815 0.1196 0.1564 TOTAL 0.2470 0.3097 0.2538 0.2791 0.2924 0.4400 0.2811 0.3680

Sumber : Lampiran 5 (diolah)

Pencapaian kenaikan sub sektor perkebunan sudah tentu membutuhkan bahan baku dari sektor produksi lainnya, oleh karena itu sektor produksi lainnya yang menerima dampak dari adanya injeksi di sub sektor perkebunan sebesar 0.4480 milyar rupiah. Selain sektor pertanian, sektor industri pengolahan hasil pertanian juga memperoleh aliran penerimaan perekonomian ketika neraca eksogen diberi injeksi, seperti pada sektor Industri Makanan dan Minuman (IMM). Jika dimisalkan ada injeksi sebesar 1 milyar rupiah, maka sektor yang merasakan dampak pertama adalah sektor industri makanan dan minuman (IMM) itu sendiri yang ditunjukkan oleh Tabel 12 (DSPS), pada putaran awal penerimaannya akan naik sebesar 0.0789 milyar rupiah. Pencapaian kenaikan

tersebut, sudah tentu industri makanan dan minuman membutuhkan bahan baku dari sektor produksi lainnya, contohnya dari produksi tanaman pangan yang menyediakan bahan baku bawang untuk dijadikan bawang goreng (khas palu), dari sektor perikanan yang menyediakan ikan segar untuk dibuat ikan asinan. Selain kedua sektor tersebut terdapat juga sektor produksi lainnya yang terkena

dampak dari adanya injeksi di sektor industri makanan dan minuman

(1.0425 milyar rupiah).

Penjelasan lainnya juga dapat dilihat pada industri hasil hutan, jika ada injeksi sebesar 1 milyar rupiah maka penerimaan industri hasil hutan akan naik sebesar 0.1920 milyar rupiah dan dampak terhadap sektor lainnya 0.6370 milyar rupiah. Penerimaan dari sektor industri hasil hutan paling tinggi, mengingat Provinsi Sulawesi Tengah merupakan daerah penghasil industri kayu yang dikenal dengan kayu eboni dan rotan. Dengan demikian total kenaikan penerimaan yang

dipancarkan (own effect) dari kedua sektor industri tersebut masing-masing

sebesar 1.1215 milyar rupiah dan 0.8290 milyar rupiah.

Dengan adanya injeksi terhadap sektor produksi seperti yang dikemukakan di atas juga berakibat langsung terhadap penerimaan variabel-variabel ekonomi yang berada pada blok lain. Dalam blok ini misalnya faktor produksi yang terdiri dari Tenaga Kerja Pertanian (TKPRT), Tenaga Kerja Bukan Penerima Upah Nonpertanian (TKNPRT) dan Modal (MDL) serta neraca institusi yang terdiri dari atas tujuh kelompok rumahtangga yaitu : Rumahtangga Buruh Tani (RTBRH), Rumahtangga Pertanian Pendapatan Rendah (RTPPGR), Rumahtangga Pertanian Pendapatan Tinggi (RTPPGT), Rumahtangga Desa Nonpertanian Pendapatan Rendah (RTNPGR), Rumahtangga Desa Nonpertanian Golongan Tinggi (RTNPGT), Rumahtangga Perkotaan Pendapatan Golongan Rendah (RTPKGR),

dan Rumahtangga Perkotaan Pendapatan Golongan Tinggi (RTKPGT) serta Institusi Lainnya (ISTL). Interaksi antarvariabel dengan blok lain dengan melalui sistem akan memberi pengaruh pada peningkatan sektor industri makanan dan minuman, industri hasil hutan, serta sektor-sektor ekonomi lainnya dalam blok produksi. Putaran efek selanjutnya memberi pengaruh terhadap penerimaan di

blok lain begitu seterusnya dan selalu terbuka antarblok sehingga dinamakan open

loop effect.

Total open loop effect yang dikemukakan pada Tabel 12 menunjukkan

adanya injeksi 1 milyar rupiah pada neraca eksogen, dampaknya pada Industri Hasil Hutan (IKH) sebesar 0.6200 milyar rupiah yang didistribusikan pada penerimaan modal 0.2711 milyar rupiah, rumahtangga pertanian golongan rendah 0.0321 milyar rupiah, tenaga kerja pertanian 0.0771 milyar rupiah dan tenaga kerja bukan penerima upah nonpertanian 0.0458 milyar rupiah. Untuk sub sektor perkebunan, jika dimisalkan ada injeksi 1 milyar rupiah pada neraca eksogen maka dampak pada sub sektor perkebunan 0.4955 milyar rupiah, yang didistribusikan pada penerimaan tenaga kerja pertanian sebesar 0.0729 milyar rupiah, penerimaan modal sebesar 0.2094 milyar rupiah, rumahtangga pertanian golongan rendah sebesar 0.0253 milyar rupiah, rumahtangga nonpertanian pendapatan rendah di perdesaan sebesar 0.0163 milyar rupiah dan rumahtangga pendapatan rendah diperkotaan sebesar 0.0264 milyar rupiah.

Dalam analisis dekomposisi closed loop effect dari penerimaan sektor

produksi industri hasil hutan mendapat tambahan 0.0036 milyar rupiah akibat dari injeksi terhadap sektor industri hasil hutan tersebut. Produksi lainnya mendapat penerimaan sebesar 0.1564 milyar rupiah, faktor produksi tenaga kerja pertanian 0.0301 milyar, tenaga kerja nonpertanian 0.0128 milyar rupiah, dan

modal 0.0884 milyar rupiah dan untuk tambahan penerimaan institusi

rumahtangga sebesar 0.0549 milyar rupiah serta institusi lainnya sebesar

0.1564 milyar rupiah. Total closed loop effect yang terlihat dalam perekonomian

Provinsi Sulawesi Tengah di sektor industri hasil hutan sebesar 0.3680 milyar rupiah.

dasarnya merupakan metode untuk mengidentifikasi seluruh jaringan yang berisi jalur yang menghubungkan pengaruh suatu sektor terhadap sektor lainnya dalam suatu sistem sosial ekonomi. Di dalam suatu model, umumnya pengaruh dipancarkan dari perubahan variabel eksogen ke arah variabel endogen. Istilah

pengaruh (influence) di dalam structural path analysis menunjukkan besaran

pengeluaran yang menghubungkan dua titik di dalam suatu struktur dengan

menggunakan konsep kecenderungan pengeluaran rata-rata aij

Dalam analisis SPA terdapat 3 (tiga) jenis pengaruh yang dikenal yaitu : (1) pengaruh langsung, yang menunjukkan pengaruh stimulus ekonomi dari sektor awal menuju ke sektor tujuan melalui jalur dasar baik yang berisi satu panah atau lebih. Untuk mengukur jalur struktural sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian digunakan perangkat lunak MATS version 1.0.5 (matrix account tranformation system) yang mampu menghasilkan perhitungan sangat lengkap seperti disajikan dalam lampiran. Dalam penelitian ini stimulus ekonomi awal difokuskan pada sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian sebagai awal dipancarkannya pengaruh sedangkan sektor tujuan adalah institusi rumahtangga (RT), (2) pengaruh total, yang mengukur pengaruh langsung (dari sektor pertanian ke rumahtangga) sepanjang jalur dasar dan pengaruh tidak langsung dari jalur sirkuit yang berhubungan dengan jalur dasar. Pengaruh langsung maupun tidak langsung tersebut dapat dirangkai dalam beberapa jalur sehingga membentuk beberapa pengaruh total, dan (3) pengaruh

. Alur pengaruh juga menggambarkan perubahan pendapatan atau output pada jalur tujuan yang disebabkan oleh perubahan pada jalur awal.

global, mengukur keseluruhan pengaruh total dari sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian sebagai sektor asal ke rumahtangga sebagai sektor tujuan, yang pada dasarnya merupakan besaran pengganda masing-masing sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian ke rumahtangga.

Penelitian pengaruh investasi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian merupakan awal dipancarkannya pengaruh, sedangkan distribusi pendapatan terhadap rumahtangga dilihat sebagai tujuan dari pengaruh tersebut. Tabel-Tabel yang disertakan dalam analisis merangkum alur-alur dengan persentase pengaruh langsung, pengaruh total dan pengaruh global.

6.1. Jalur Transmisi Pengaruh Sektor Pertanian ke Rumahtangga

Dalam analisis jalur struktural (SPA) skema jalur yang dibahas adalah jalur dasar yang menghubungkan jalur asal sektor pertanian menuju institusi rumahtangga sebagai jalur tujuan secara langsung maupun melalui sektor lain terlebih dahulu. Permasalahan yang muncul dalam melakukan analisis jalur struktural (SPA) adalah banyaknya jalur yang harus diidentifikasi, mengingat dalam satu sistem neraca sosial ekonomi terjadi keterkaitan antara satu sektor dengan sektor-sektor lainnya maupun dengan faktor produksi dan institusi yang kesemuanya akan membentuk jaringan atau jalur masing-masing. Untuk mengatasi hal tersebut, dalam penelitian ini nilai pengaruh langsung, total dan

Dokumen terkait