SULAWESI TENGAH
RUSTAM ABD. RAUF
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam disertasi yang berjudul :
“Pengaruh Investasi Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Provinsi
Sulawesi Tengah”
adalah merupakan karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Disertasi ini.
Bogor, Desember 2011
Agricultural Manufacturing Sectors on Income Distribution and Poverty in the Central Sulawesi Province (ARIEF DARYANTO as Chairman, SJAFRI MANGKUPRAWIRA and D.S. PRIYARSONO as Members of the Advisory Committee).
Central Sulawesi Province has abundant natural resources in term of agricultural and agricultural manufacturing sectors, but the people welfare is still low. One factor causing income distribution gap and poverty is the investment allocation policy. The research aims are (1) to analyze the effect of investment in agricultural and agricultural manufacturing sectors on output, value added, income distribution, and poverty, (2) to measure direct and indirect, and total effects of investment in agricultural and agricultural manufacturing sectors on income distribution, (3) to determine priority subsector of each agricultural and agricultural manufacturing sectors, and (4) to determine the most effective policy strategy that can be implemented by the Central Sulawesi government particularly for agricultural and agricultural manufacturing sectors to increase output, value added, to improve income distribution and to reduce poverty. Results showed that in the Central Sulawesi Province was unequal income distribution. Multiplier effect in agricultural manufacturing is higher than for agricultural sector. Structural path analysis in agricultural sector tends to the low income of rural household through labor production input that do not receive wage from nonagricultural sector. Meanwhile, agricultural manufacturing tends to higher income agricultural household through labor that work in agriculture. Simulations showed that 10 percent increase of investment in agricultural, agricultural manufacturing and other sectors can reduce level of poverty for all households. Meanwhile, 10 percent increase of investment, plantation subsector appears to be the highest one in reducing poverty for households.
Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Provinsi Sulawesi Tengah (Arief Daryanto sebagai Ketua, Sjafri Mangkuprawira dan D.S. Priyarsono sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Provinsi Sulawesi Tengah memiliki sumberdaya alam di sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian yang sangat besar, namun jika dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakatnya justru menunjukkan keadaan sebaliknya. Salah satu faktor penyebab terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan dan
kemiskinan adalah kebijakan alokasi investasi. Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis pengaruh investasi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil
pertanian terhadap output, nilai tambah, distribusi pendapatan, dan kemiskinan, (2) mengukur besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung, serta pengaruh total dari sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian terhadap distribusi pendapatan, (3) menentukan sub sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian yang menjadi prioritas untuk dikembangkan sehingga mengurangi kemiskinan, dan (4) menentukan strategi kebijakan yang efektif dilakukan oleh pemerintah daerah pada sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian untuk meningkatkan output, nilai tambah, memperbaiki distribusi pendapatan dan mengurangi kemiskinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi pendapatan di Provinsi Sulawesi Tengah berada pada tingkat ketimpangan pendapatan sedang (tidak merata). Efek pengganda sektor industri pengolahan hasil pertanian lebih besar dibandingkan sektor pertanian. Hasil analisis jalur di sektor pertanian mengarah kepada rumahtangga pertanian berpendapatan rendah di perdesaan dengan melalui faktor produksi tenaga kerja bukan penerima upah nonpertanian sedangkan sektor industri pengolahan hasil pertanian mengarah kepada rumahtangga pertanian pendapatan tinggi yang
terlebih dahulu melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian. Simulasi
peningkatan investasi di sektor pertanian, sektor industri pengolahan hasil pertanian, dan sektor lainnya sebesar 10 persen secara umum mampu menurunkan tingkat kemiskinan seluruh kelompok rumahtangga. Simulasi peningkatan investasi sebesar 10 persen di sub sektor perkebunan memiliki pengaruh lebih besar menurunkan rumahtangga miskin.
Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Provinsi Sulawesi Tengah. (ARIEF DARYANTO sebagai Ketua, SJAFRI MANGKUPRAWIRA and D.S. PRIYARSONO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian terutama bagi negara-negara berkembang. Hal ini dilihat dari peran sektor tersebut terhadap penyedia utama lapangan kerja dan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa sektor sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian menjadi penyangga ekonomi nasional pada saat krisis ekonomi.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan adalah kebijakan alokasi investasi yang menimbulkan inkonsistensi dalam perencanaan pembangunan sektoral serta terjadinya ketimpangan pengalokasian anggaran terhadap kinerja pembangunan daerah. Alokasi investasi baik pemerintah daerah maupun swasta cenderung bias ke sektor industri. Padahal investasi merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan daerah karena akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan sektoral di Provinsi Sulawesi Tengah.
Dalam teori ekonomi makro Keynes, peningkatan investasi tidak hanya akan meningkatkan permintaan agregat, tetapi juga meningkatkan penawaran agregat melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Kedua peran tersebut menyebabkan investasi mempunyai efek pengganda yang besar dalam perekonomian Provinsi Sulawesi Tengah. Model Harrold-Domar menjelaskan bahwa dalam jangka panjang, investasi akan meningkatkan penawaran melalui peningkatan stok kapital yang pada gilirannya akan meningkatkan pula kemampuan masyarakat untuk menghasilkan output atau kegiatan-kegiatan produksi. Kegiatan produksi tersebut akan meningkatkan juga penyerapan tenaga kerja. Proses ini pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Tujuan penelitian ini adalah : (1) menganalisis pengaruh investasi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian terhadap output, nilai tambah, distribusi pendapatan, dan kemiskinan, (2) mengukur besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung, serta pengaruh total dari sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian terhadap distribusi pendapatan, (3) menentukan sub sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian yang menjadi prioritas untuk dikembangkan sehingga mengurangi kemiskinan, dan (4) menentukan strategi kebijakan yang efektif dilakukan oleh pemerintah daerah pada sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian untuk meningkatkan output, nilai tambah, memperbaiki distribusi pendapatan dan mengurangi kemiskinan.
sektor industri makanan dan minuman umumnya mempunyai nilai pengganda lebih besar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Dimana kelima nilai pengganda sektor industri makanan dan minuman akibat dari injeksi sektor pertanian, yaitu pertanian tanaman pangan sebesar 0.07989, perkebunan sebesar 0.090, peternakan sebesar 0.086, kehutanan sebesar 0.0771, dan perikanan sebesar 0.101, sedangkan peningkatan pendapatan rumahtangga dengan nilai pengganda tertinggi adalah rumahtangga golongan atas di perkotaan pada sub sektor perkebunan dengan nilai pengganda sebesar 0.15726. Untuk keseluruhan sektor memberikan nilai pengganda neraca terhadap faktor produksi berkisar 1.4871 sampai 1.5699. Artinya setiap peningkatan investasi di sektor pertanian sebesar 1 milyar maka akan meningkatkan pendapatan faktor produksi sebesar Rp 1.4871 milyar sampai Rp 1.5699 milyar dimana dampak terhadap faktor produksi tenaga kerja sektor pertanian dan non pertanian lebih kecil dibandingkan faktor produksi modal.
Hasil analisis jalur di sektor pertanian dan sektor industri pengolahan hasil pertanian memiliki efek pancaran yang berbeda terhadap tujuan akhir yaitu institusi rumahtangga. Sektor pertanian mengarah kepada rumahtangga pertanian berpendapatan rendah di desa dengan melalui faktor produksi tenaga kerja bukan penerima upah nonpertanian sedangkan sektor industri pengolahan hasil pertanian mengarah kepada rumahtangga pertanian pendapatan tinggi yang terlebih dahulu melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian.
Simulasi peningkatan investasi di sektor pertanian, sektor industri pengolahan hasil pertanian, dan sektor lainnya secara umum mampu menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan seluruh kelompok rumahtangga baik di perdesaan maupun di perkotaan. Kelompok rumahtangga di perdesaan mengalami penurunan rumahtangga miskin yang paling tinggi adalah kelompok rumahtangga pertanian pendapatan golongan rendah di perdesaan sedangkan rumahtangga pendapatan tinggi di perkotaan mengalami penurunan kemiskinan yang paling besar. Jika memperhatikan keseluruhan simulasi ternyata penurunan kemiskinan di sub sektor tanaman pangan (SIM 1), industri pengolahan hasil pertanian (SIM 3 dan SIM 4) dan sektor pertambangan minyak dan gas bumi, sektor perdagangan, dan sektor jasa restoran dan hotel (SIM 5 sampai SIM 7), memberi dampak penurunan kemiskinan lebih rendah dibandingkan dengan simulasi pada sub sektor perkebunan. Peningkatan investasi sebesar 10 persen di sub sektor perkebunan menyebabkan penurunan kemiskinan sebesar -0.077 persen pada rumahtangga perkotaan dan menurunkan rumahtangga
perdesaan sebesar -0.065 persen. Simulasi peningkatan investasi sebesar
Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang – Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
SULAWESI TENGAH
RUSTAM ABD. RAUF
DISERTASI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup :
1. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS.
Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
2. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS.
Ketua Departemen Manajemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka :
1.Drs. Sumedi Andono Mulyo, Ph.D.
Direktur Pengembangan Wilayah, Badan Perencanaan Pembangungan Nasional.
2. Prof.Dr.Ir. Mangara Tambunan, M.Ec.
Tengah
Nama Mahasiswa : Rustam Abd. Rauf
Nomor Pokok : A161040041
Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Ketua
Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc
Prof. Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawira
Anggota Anggota
Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Ilmu Ekonomi Pertanian
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi
dengan judul “ Pengaruh Investasi Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan
Hasil Pertanian terhadap Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Provinsi
Sulawesi Tengah”, dengan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi.
Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan setulus-tulusnya kepada Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc selaku Ketua
Komisi Pembimbing beliau sangat ramah dan memotivasi penulis untuk segera
menyelesaikan karya tulis ini. Beliau selalu menyediakan waktu kapanpun untuk
berkonsultasi. Didalam proses bimbingan, penulis diberikan pemahaman tentang
teori ekonomi regional dengan menggunakan model sistem neraca sosial ekonomi
sehingga penulis dapat memahami konsep tersebut dan mengaplikasikan dalam
membangun model SNSE Sulawesi Tengah.
Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada
Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira, yang banyak memberikan motifasi, arahan,
dan bimbingan kepada penulis. Bapak merupakan inspirasi bagi penulis karena
banyak memberikan contoh kedisiplinan, bijaksana, dan sangat ramah terhadap
semua bimbingan Bapak. Didalam membimbing, Bapak memberikan
pemahaman tentang teori dasar ekonomi, teori ekonomi sumberdaya manusia, dan
filosofi menulis karya ilmiah, serta disela berdiskusi tentang karya ilmiah, Bapak
selalu memberikan petuah-petuah yang menyejukkan hati seperti : memberi pesan
kepada penulis bahwa hendaknya seseorang yang berkecimpung didunia
pendidikan selalu “ISTIQOMAH” dan “TAWADDU” dan sebagai peneliti harus
Terima kasih dan penghargaan pula penulis sampaikan kepada
Dr.Ir. D.S. Priyarsono, MS. Kesan penulis terhadap Beliau adalah sosok
pembimbing yang sangat teliti, memberikan arahan penulisan mulai latar belakang
sampai pada kesimpulan harus secara konsisten. Beliau memberikan
konsep-konsep tentang ekonomi regional, memberikan motivasi kepada penulis untuk
segera menyelesaikan karya tulis ini dan tak lupa menanyakkan tahap selanjutnya
yang berkaitan dengan proses penyelesaian studi.
Ucapan terima kasih dan penghargaan pula penulis sampaikan kepada :
1. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti program Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
2. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Bogor yang telah memberi ijin kepada
penulis untuk menyelesaikan studinya pada program S3 Sekolah Pascasarjana
IPB Bogor.
3. Rektor Universitas Tadulako Palu, yang telah memberikan izin dan bantuan
kepada penulis untuk melanjutkan studi program Doktor (S3) di Institut
Pertanian Bogor.
4. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang
telah memberikan Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS).
5. Prof. Dr. Ir.Bonar M. Sinaga, MA, selaku Ketua Program Studi Ilmu
6. Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS, Dr. Ir. Nunung
Kusnadi, MS dan Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka Drs. Sumedi Andono
Mulyo, Ph.D, Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, MEc, yang telah banyak
memberi masukan demi kesempurnaan disertasi ini.
7. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako dan jajarannya, pada
Prof. Dr. Ir. H Alam Anshary, MSi, yang telah banyak membantu penulis.
8. Seluruh Dosen dan staf administrasi pada Program Studi Ilmu Ekonomi
Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB.
9. Dr. Ir. Yundhi Hafizrianda, MSi dan Dr. Ir. Sri Heri Susilowati, MSi, yang
banyak membantu penulis membangun model SNSE Sulawesi Tengah dan
analisis kemiskinan.
10.Kedua orangtuaku Hi. Abdul Rauf D. (Alm). dan Hj. Masida Sulaeman yang
membimbingku dari kecil hingga dewasa dan selalu memberi semangat untuk
menempuh pendidikan sampai jenjang tertinggi, karena menurut beliau bahwa
pendidikan adalah investasi yang tak ternilai harganya.
11.Istri dan anak-anak tercinta, yaitu : Mariani Syam Akil, SP, MT,
Afdial Amsyar, dan Almira Dwi Riani yang telah lama menunggu, dan sangat
banyak berkorban serta selalu bertanya kapan Papa selesai, selama penulis
menempuh studi program Doktor di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.
12.Seluruh keluargaku, kakak, dan adik-adik, serta Bapak Mertua Syam Moh.
Akil (Alm) dan Ibu Andi Bani . Tanpa bantuan dan dorongan keluarga tidak
sebutkan satu per satu, terima kasih atas semua bantuan yang telah diberikan
kepada penulis.
14.Teman – Teman yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Pascasarjana
asal Sulawesi Tengah (HIMPAST – SULTENG) atas segala bantuan dan
kerjasama yang baik selama penulis bergaul dan hidup bersama selama
menempuh pendidikan Doktor di Pascasarjana IPB Bogor.
15.Teman – Teman yang tergabung dalam Dewan Mahasiswa Pascasarjana IPB
dan Teman – Teman yang tergabung dalam komunitas olahraga Badminton
lapangan terbuka atas segala bantuan dan kerjasama yang baik selama penulis
bergaul selama menempuh pendidikan Doktor di Pascasarjana IPB Bogor.
16.Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapat balasan pahala
yang berlimpah dari Allah SWT. Harapan penulis semoga disertasi ini
bermanfaat untuk berbagai pihak yang membacanya ... Amin.
Bogor, Desember 2011
sebagai anak pertama dari 4 bersaudara dari pasangan Hi. Abd. Rauf (Alm) dan
Hj. Masida Sulaeman. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah
Pertama (SMP) diselesaikan di Kasimbar Kec. Ampibabo Sulawesi Tengah.
Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di Kotamadya Palu.
Pendidikan Sarjana (S1) ditempuh di Fakultas Pertanian Universitas Tadulako,
Palu dan Lulus Tahun 1999. Tahun ajaran 1999/2000 penulis melanjutkan
pendidikan jenjang S2 (Magister) Ilmu-Ilmu Pertanian Program Studi Ekonomi
Pertanian (EPN), Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, lulus
Tahun 2001. Tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan jenjang S3 (Doktor)
di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN), Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajeman, Institut
Pertanian Bogor.
Tahun 2002 hingga sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis, Fakultas Pertanian, Univeristas Tadulako.
Penulis menikah dengan Mariani Syam Akil, SP, MT Tahun 2001 dan dikaruniai
satu orang putra dan satu orang putri, yakni : Afdial Amsyar dan Almira Dwi
Halaman
DAFTAR TABEL ………... Iv
DAFTAR GAMBAR ……….. Vi
DAFTAR LAMPIRAN ... Viii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 10
1.3. Tujuan Penelitian ... 11
1.4. Manfaat Penelitian ... 12
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 13
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 15
2.1. Peranan Sektor Pertanian ... 15
2.2. Industri Pengolahan Hasil Pertanian ... 19
2.3. Penelitian tentang Sektor Pertanian dan Kemiskinan ... 22
2.4. Teori Basis Ekonomi ... 30
2.5. Teori Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi ... 36
Pendapatan Regional ... 2.6. 45 Ketimpangan Distribusi Pendapatan ... 2.7. 48 Kemiskinan Rumahtangga ... 2.8. 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 61
3.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... 61
3.2. Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi ... 66
3.2.1.Analisis Pengganda Sistem Neraca Sosial Ekonomi ... 68
3.2.2.Analisis Jalur Struktural ... 74
ii
4.2. Jenis dan Sumber Data ... 85
4.3. Konstruksi Kerangka Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Sulawesi Tengah ... 93
4.4. Metode Analisis ... 96
4.4.1. Analisis Pengganda Neraca ... 97
4.4.2. Analisis Jalur Struktural ... 104
4.4.3. Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan... 105
4.4.4. Analisis Kemiskinan ... 107
4.4.5. Analisis Simulasi ... 111
4.5. Asumsi Analisis ... 112
V. STRUKTUR PENGGANDA SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH……….... 113
5.1. Pengganda Neraca ... 113
5.1.1. Koefisien Pengganda Sektor Pertanian terhadap Sektor Produksi ... 114
5.1.2. Koefisien Pengganda Sektor Pertanian terhadap Institusi Rumahtangga ... 117
5.1.3. Koefisien Pengganda Sektor Pertanian terhadap Nilai Tambah Faktor Produksi ... 120
5.1.4. Koefisien Pengganda Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Sektor Produksi ... 122
5.1.5. Koefisien Pengganda Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Institusi Rumahtangga ... 123
5.1.6. Koefisien Pengganda Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Nilai Tambah Faktor Produksi ... 125
5.2. Analisis Dekomposisi ... 130
VI. ANALISIS JALUR STRUKTURAL ... 137
6.1. Jalur Transmisi Pengaruh Sektor Pertanian ke Rumahtangga ... 138
6.1.1. Sub Sektor Tanaman Pangan ... 138
6.1.2. Sub Sektor Tanaman Perkebunan ... 142
iii
6.2. Jalur Transmisi Pengaruh Sektor Industri Pengolahan Hasil
Pertanian ke Rumahtangga ... 151
6.2.1. Sektor Industri Makanan dan Minuman ... 151
6.2.2. Sektor Industri Kulit ... 154
6.2.3. Sektor Industri Hasil Hutan ... 157
VII. SIMULASI KEBIJAKAN INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN... 161
7.1. Dampak Investasi di Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Sektor Produksi, Institusi Rumahtangga, dan Faktor Produksi ... 161
7.2. Dampak Investasi Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan ... 172
7.3. Dampak Investasi terhadap Kemiskinan menurut Golongan Rumahtangga ... 177
7.3.1. Jumlah Rumahtangga Miskin ……… 177
7.3.2. Kedalaman Kemiskinan Rumahtangga 184 7.3.3. Keparahan Kemiskinan Rumahtangga ……….. 185
7.4. Peranan Investasi dalam Mempengaruhi Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan Rumahtangga ... 187
VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN... 193
8.1. Kesimpulan ... 193
8.2. Implikasi Kebijakan ... 194
8.3. Saran ... 195
DAFTAR PUSTAKA ... 197
iv
1. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Atas Harga
Berlaku menurut Lapangan Usaha, Tahun 2004 – 2008 ... 5
2. Jumlah Rumahtangga Miskin berdasarkan Lapangan Pekerjaan
Utama di Provinsi Sulawesi Tengah menurut Kabupaten ... 7
3. Kerangka Dasar Sistem Neraca Sosial Ekonomi ... 67
4. Jenis dan Sumber Data ... 86
5. Klasifikasi Sistem Neraca Sosial Ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah ... 95
6. Koefisien Pengganda Sektor Pertanian terhadap Sektor Produksi di Provinsi Sulawesi Tengah, Tahun 2008 ... 114
7. Koefisien Pengganda Sektor Pertanian terhadap Institusi Rumahtangga, Tahun 2008 ... 118
8. Koefisien Pengganda Sektor Pertanian terhadap Nilai Tambah Faktor Produksi, Tahun 2008 ... 120
9. Koefisien Pengganda Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Sektor Produksi, Tahun 2008 ... 122
10. Koefisien Pengganda Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Institusi Rumahtangga, Tahun 2008 ... 124
11. Koefisien Pengganda Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Nilai Tambah Faktor Produksi, Tahun 2008 ... 125
12. Dekomposisi Multiplier Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Pertanian di Provinsi Sulawesi Tengah ... 132
13. Pengaruh Langsung, Pengaruh Total dan Pengaruh Global Sub
Sektor Tanaman Pangan ke Rumahtangga, Tahun 2008 ... 139
14. Pengaruh Langsung, Pengaruh Total dan Pengaruh Global Sub
Sektor Tanaman Perkebunan ke Rumahtangga, Tahun 2008 ... 142
15. Pengaruh Langsung, Pengaruh Total dan Pengaruh Global Sub
Sektor Peternakan ke Rumahtangga, Tahun 2008 ... 145
16. Pengaruh Langsung, Pengaruh Total dan Pengaruh Global Sub
v
18. Pengaruh Langsung, Pengaruh Total dan Pengaruh Global Sektor
Industri Makanan dan Minuman ke Rumahtangga, Tahun 2008 ... 152
19. Pengaruh Langsung, Pengaruh Total dan Pengaruh Global Sektor Industri Kulit ke Rumahtangga, Tahun 2008 ... 155
20. Pengaruh Langsung, Pengaruh Total dan Pengaruh Global Sektor
Industri Hasil Hutan ke Rumahtangga, Tahun 2008 ... 157
21. Luas Panen dan Produksi Tanaman Padi dan Palawija Provinsi Sulawesi Tengah, Tahun 2005 – 2008 ... 161
22. Luas Panen dan Produksi Tanaman Perkebunan Provinsi Sulawesi Tengah, Tahun 2005 – 2008 ... 162
23. Peningkatan Investasi Pemerintah dan Swasta terhadap Sektor Produksi di Sulawesi Tengah, Tahun 2008 ... 164
24. Peningkatan Investasi Pemerintah dan Swasta terhadap Penerimaan
Rumahtangga di Sulawesi Tengah, Tahun 2008 ... 167
25. Peningkatan Investasi Pemerintah dan Swasta terhadap Faktor Produksi di Sulawesi Tengah, Tahun 2008 ... 170
26. Simulasi Kebijakan Peningkatan Investasi terhadap Insiden Kemiskinan ... 179
27. Simulasi Kebijakan Peningkatan Investasi terhadap Kedalaman Kemiskinan ... 185
vi
1. Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Sulawesi Tengah, Tahun 2004 – 2009 ... 6
2. Peranan Sektor Pertanian : Suatu Ilustrasi Teoritis ... 17
3. Pertumbuhan Ekonomi melalui Peningkatan Agregat Supply ... 39
4. Pertumbuhan Ekonomi karena Peningkatan Agregat Demand ... 39
5. Pertumbuhan Ekonomi melalui Peningkatan Agregat Demand dan
Agregat Supply ... 40
6. Kurva Distribusi Pendapatan ... 50
7. Kerangka Pemikiran Pengaruh Investasi Sektor Pertanian dan Industri
Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Sulawesi Tengah ... 63
8. Proses Pengganda Antara Neraca Endogen Sistem Neraca Sosial
Ekonomi ... 72
9. Jalur Dasar Analisis Struktural ... 75
10. Sirkuit Analisis Jalur Struktural ... 76
11. Kemungkinan Jalur yang Menghubungkan Beberapa Sektor ... 77
12. Konstruksi Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Provinsi Sulawesi
Tengah ... 94
13. Jalur Dasar Sub Sektor Tanaman Pangan ke Rumahtangga ... 141
14. Jalur Dasar Sub Sektor Perkebunan ke Rumahtangga ... 144
15. Jalur Dasar Sub Sektor Peternakan ke Rumahtangga ... 146
16. Jalur Dasar Sub Sektor Kehutanan ke Rumahtangga ... 148
17. Jalur Dasar Sub Sektor Perikanan ke Rumahtangga ... 151
18. Jalur Dasar Sektor Industri Makanan dan Minuman ke Rumahtangga. 153
19. Jalur Dasar Sektor Industri Kulit ke Rumahtangga ... 156
vii
22. Dampak Investasi Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil
Pertanian terhadap Ketimpangan Pendapatan Rumahtangga
di Provinsi Sulawesi Tengah ... 173
23. Dampak Investasi Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Ketimpangan Pendapatan Tenaga Kerja di Provinsi Sulawesi Tengah ... 175
viii
1. Struktur SNSE Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2008 ... 207
2. Bahasa Program GAMS untuk Balancing Sistem Neraca Sosial Ekonomi Sulawesi Tengah ... 208
3. Sistem Neraca Sosial Ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah, Tahun 2007 ... 210
4. Matriks Koefisien Neraca Endogen Sistem Neraca Sosial Ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah, Tahun 2008 ... 216
5. Matriks Multiplier Sistem Neraca Sosial Ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah, Tahun 2008 ... 221
6. The Own Effect Matrix ... 225
7. The Open Loop Effect Matrix... 228
8. The Closed Loop Effect Matrix ... 231
9. Analisis Jalur Struktural Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Sulawesi Tengah ... 234
10. Simulasi Peningkatan Investasi Pemerintah dan Swasta Sebesar 10 Persen ... 278
11. Simulasi Dampak Investasi Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan ... 280
12. Analisis Kemiskinan dengan Kriteria Garis Kemiskinan Provinsi
Sulawesi Tengah ……….... 282
13. Analisis Kemiskinan Agregat Sulawesi Tengah dengan Kriteria
Garis Kemiskinan Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah ... 290
14. Analisis Kemiskinan dengan Kriteria Garis Kemiskinan Bank Dunia ... 291
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi
perekonomian suatu negara, bukan hanya karena di masa krisis sektor pertanian
mengalami pertumbuhan yang positif, tetapi sektor pertanian merupakan sektor
yang menjadi landasan dibanyak negara maju. Penjelasan tersebut didasarkan
pada realita di negara-negara maju perkembangan sektor pertanian sama dengan
tingkat perkembangan sektor-sektor lainnya. Pengembangan sektor pertanian
menjadi landasan perekonomian suatu negara karena menjadi sumber pangan,
sandang dan papan yang bermutu, murah, dan berkesinambungan bagi masyarakat
suatu bangsa, sebagai sumber bahan baku bagi industri lainnya, dan sebagai
pemasok tenaga kerja.
Namun di sisi lain kebanyakan negara maju pula menganggap sektor
industri merupakan motor penggerak bagi pertumbuhan perekonomian karena
mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk
sektor pertanian. Oleh karena itu strategi industrialisasi sering digunakan untuk
mencapai kesejahteraan. Akan tetapi, sektor industri dapat berkembang dengan
efisien jika didukung oleh pembangunan dan pengembangan disektor lainnya.
Demikian juga dengan pembangunan sektor pertanian perlu didukung
pembangunan sektor lain, sehingga tidak terjadi kepincangan pembangunan
(Priyarsono et al., 2008).
Lebih lanjut Rostow (1990) dalam Priyarsono et.al. (2008)
mengemukakan bahwa sektor pertanian yang handal merupakan prasyarat bagi
sebagian besar negara hanya dapat mencapai tahapan tinggal landas menuju
pembangunan ekonomi berkelanjutan yang digerakkan oleh sektor industri dan
jasa setelah didahului oleh kemajuan di sektor pertanian. Laporan Tahunan Bank
Dunia (World Development Report, 2008) menyatakan bahwa pertumbuhan PDB
yang berbasis sektor pertanian empat kali lebih efektif dalam mengurangi
kemiskinan jika dibandingkan pertumbuhan PDB berbasis sektor lain. Hal ini
didasarkan pada kemampuan sektor pertanian dalam menyerap dan menciptakan
tenaga kerja (pro-employment). Peranan besar yang dimiliki sektor pertanian
dalam pertumbuhan PDB memberikan sinyal positif bagi Indonesia untuk lebih
serius dan konsisten menerapkan revitalisasi pembangunan pertanian. Peran
revitalisasi pertanian tidak hanya sebatas membangun kesadaran pentingnya
pertanian semata, tetapi juga paradigma pola pikir masyarakat yang memandang
pertanian tidak sekedar bercocok tanam menghasilkan komoditas yang
dikonsumsi. Sektor pertanian mempunyai efek pengganda (multiplier effect) yang
besar keterkaitannya ke depan dan ke belakang (forward and backward lingkages)
dengan sektor-sektor lainnya, terutama industri pengolahan dan jasa
(Daryanto, 2009).
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa sektor pertanian dan industri
pengolahan hasil pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam
perekonomian nasional. Lebih lanjut Daryanto (2009), mengemukakan bahwa
pertanian dan sektor lainnya terutama pada industri pengolahan merupakan
way of life dan sumber kehidupan sebagian besar masyarakat serta sekitar 45
persen tenaga kerja kita tergantung dari sektor ini. Sekarang ini peranan baru
sektor pertanian dapat diletakan dalam kerangka “ 3 F contribution in the
dipungkiri pula bahwa sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian
menjadi penyangga ekonomi nasional pada saat krisis ekonomi. Penelitian yang
dilakukan Saragih (2007), menunjukkan bahwa pada Tahun 2003, sektor
pertanian primer dan industri pengolahan hasil pertanian menyumbang 46.5
persen terhadap PDB. Kontribusi tersebut sedikit menurun dari tahun 1998 yakni
sebesar 52.5 persen, sedangkan penyerapan tenaga kerja mencapai 74.3 persen,
meningkat dibandingkan tahun 1998 sebesar 72.9 persen.
Menurut Mangkuprawira (2005), petani menanamkan investasinya di
sektor pertanian secara nasional sangatlah besar, misalnya investasi pada
perkebunan karet seluas 3.5 juta hektar, kebun kelapa 3.7 juta hektar dan jutaan
hektar pada perkebunan komoditas lainnya. Nilai ekspornya berkisar US$ 5
milyar pertahun. Nilainya akan lebih besar lagi kalau para petani juga terlibat
dalam proses pengolahan. Melihat kenyataan tersebut, banyak kalangan
khususnya para ahli ekonomi pertanian mendesak agar sektor pertanian dan
industri pengolahan hasil pertanian kembali sebagai mesin pertumbuhan
perekonomian, karena sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian
merupakan sektor yang mengandalkan keunggulan komparatif yang berbasiskan
sumberdaya domestik.
Sektor yang dimaksud berbasis pada tanaman pangan, holtikultura,
perkebunan, perikanan dan kelautan, peternakan serta kehutanan. Ruang lingkup
sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian mencakup up-stream,
on-farm dan down-stream atau sering disebut bidang usaha dari hulu sampai hilir dan
pendukungnya. Luasnya keterkaitan sektor pertanian primer dan industri
pengolahan hasil pertanian ini akan memberikan dampak multiplier yang cukup
sehingga dalam jangka panjang perekonomian Indonesia memiliki ketahanan
terhadap perubahan ekonomi.
Peranan sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian yang
demikian besar dalam perekonomian Indonesia memiliki implikasi penting dalam
pembangunan ekonomi baik secara nasional maupun regional. Sejak
diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah (sekarang kedua Undang-Undang di atas sudah
dirubah dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang
No. 33 Tahun 2004), maka pemerintah daerah di Indonesia memiliki kewenangan
yang luas dalam melaksanakan pemerintahan dan mengatur keuangan daerah
masing-masing. Dengan demikian, pertumbuhan daerah diharapkan menjadi
optimal dan mampu menumbuhkan perekonomian daerah sekaligus meningkatkan
pendapatan masyarakat.
Dengan lahirnya undang-undang otonomi tersebut maka peranan daerah
untuk menentukan kebijakan pembangunan sangat terbuka. Provinsi Sulawesi
Tengah memiliki sumberdaya alam di sektor pertanian dan industri pengolahan
hasil pertanian yang sangat besar, hal ini terlihat pada PDRB sektor pertanian dan
industri pengolahan hasil pertanian menurut lapangan usaha Tahun 2008
masing-masing sebesar Rp 11 897 milyar dan Rp 2 109 milyar dengan distribusi
persentase PDRB sebesar 42.26 persen untuk sektor pertanian dan 7.49 persen
untuk industri pengolahan hasil pertanian, seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1
menunjukkan bahwa sektor pertanian masih merupakan tumpuan kehidupan
perekonomian Sulawesi Tengah. Peranannya tetap dominan, hanya sedikit
pada tahun 2008. Sektor jasa-jasa yang berada pada urutan kedua memberikan
peranan sebesar 15.85 persen, meningkat dibanding tahun sebelumnya 15.12
persen. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran menempati urutan ketiga dengan
andil sebesar 11.89 persen, sedangkan urutan keempat ditempati sektor industri
pengolahan dengan andil sebesar 7.49 persen. Tenaga kerja yang bekerja di sektor
pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian sebesar 721 877 dari jumlah
tenaga kerja yang ada yakni 1 131 706 orang (63.79 persen). Kondisi ini
menunjukkan bahwa sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian
memiliki peranan yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah.
Tabel 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Atas Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha, Tahun 2004 – 2008
(%)
Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008
1. Pertanian 45.04 45.48 44.65 44.42 42.26
2. Penggalian 1.79 2.17 3.00 3.73 4.14
3. Industri Pengolahan Hasil Pertanian
7.77 7.47 7.26 7.03 7.49
4. Listrik dan Air Bersih 0.75 0.73 0.73 0.67 0.62
5. Bangunan 6.09 6.31 6.47 6.46 6.26
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
12.19 12.17 12.08 11.67 11.90
7. Pengangkutan dan Komunikasi
6.52 6.39 6.39 6.54 6.92
8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan.
4.49 4.44 4.67 4.66 4.56
9. Jasa-Jasa 15.36 14.84 14.75 14.84 15.85
Sumber : Sulawesi Tengah dalam Angka, 2009.
Sumberdaya sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian yang
2005, yang memberi gambaran besar kecilnya peranan sektor basis dan sektor
nonbasis dalam suatu wilayah. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
keberadaan sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian memiliki
indeks Location Quotient (LQ) yang paling tinggi yakni 4.21, sehingga dapat
dikatakan bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis yang menjadi kekuatan
daerah untuk mengekspor produknya keluar daerah. Selain itu sektor pertanian
dan industri pengolahan hasil pertanian, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
serta Jasa juga memiliki indeks Location Quotient (LQ) yang tinggi yakni 1.11
dan 1.35, sehingga sektor ini dapat mendampingi sektor pertanian dan industri
pengolahan hasil pertanian.
Namun jika dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakatnya justru
menunjukkan keadaan sebaliknya, dari 572 614 rumahtangga yang ada di Provinsi
Sulawesi Tengah, 180 029 rumahtangga (31.44 persen) masuk dalam kategori
miskin dan sangat miskin. Ironisnya masyarakat yang masuk pada level tersebut
umumnya berdomisili di perdesaan yang merupakan basis sektor pertanian dan
industri pengolahan hasil pertanian, seperti terlihat pada Gambar 1.
70.
5
415.8
73.
2
454.3
76.
2
489.5
67.
1
490.4
60.
9
463.8
54.
7
435.2
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
rib
u
j
iw
a
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Tahun
kota desa
[image:30.595.92.475.526.717.2]Sumber : Bappeda Sulawesi Tengah, 2009 (diolah)
Gambar 1 menunjukkan bahwa Tahun 2009 jumlah penduduk miskin di
perdesaan sebesar 435.2 ribu jiwa dan perkotaan sebesar 54.7 ribu jiwa. Jumlah
penduduk miskin ini menurun sebesar 1.67 persen jika dibandingkan dengan
jumlah penduduk miskin Tahun 2008. Jika dilihat berdasarkan lapangan
pekerjaan utama maka sub sektor tanaman pangan dan sub sektor perkebunan
mempunyai rumahtangga miskin yang tertinggi, seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Rumahtangga Miskin berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi Sulawesi Tengah menurut Kabupaten
No KABUPATEN/ KOTA
Lapangan Pekerjaan Utama Kepala Rumahtangga
Perta-nian
Perke-bunan
Peter-nakan
Perika-nan
Indus-tri
Perdag a-ngan
Angku-tan Jasa
Lain-nya
Tidak Beker-ja 1 BANGKEP 6,045 2,588 55 2,000 54 43 145 535 1,197 634
2 BANGGAI 9,390 2,478 46 1,120 97 79 147 1,077 1,758 1,506
3 MOROWALI 6,789 2,000 24 1,790 38 30 46 462 1,956 960
4 POSO 6,532 2,529 21 297 8 34 37 423 523 525
5 DONGGALA 14,788 14,174 81 1,155 363 371 550 3,075 4,785 1,672
6 TOLITOLI 5,008 4,382 31 1,137 101 238 206 935 1,532 1,010
7 BUOL 5,854 1,203 39 706 134 38 159 763 1,437 512
8 PARIGI MOUTONG 6,548 9,412 39 1,572 67 23 193 2,045 2,354 1,164
9 TOJO
UNA-UNA 7,034 2,383 9 1,491 67 66 148 777 1,284 577 10 PALU 1,183 228 52 267 462 509 589 1,092 2,695 1,451
S U L T E N G 69,171 41,377 397 11,535 1,391 1,431 2,220 11,184 19,521 10,011
PERSENTASE 41.11% 24.59% 0.24% 6.86% 0.83% 0.85% 1.32% 6.65% 11.60% 5.95%
Sumber : Bappeda Sulawesi Tengah, 2009 (diolah)
Tabel 2 menunjukkan, jumlah rumahtangga miskin sub sektor tanaman
pangan 69.171 rumahtangga atau sekitar 41.11 persen dan sub sektor perkebunan
41.377 rumahtangga atau sekitar 24.59 persen. Padahal kedua sektor tersebut
13.57 persen dan 15.30 persen. Selain itu tingkat pengangguran di Provinsi
Sulawesi Tengah juga menunjukkan peningkatan, pada Tahun 2004 tingkat
pengangguran sebesar 48.234 ribu jiwa atau 4.99 persen dan pada Tahun 2007
meningkat menjadi 119.058 ribu jiwa atau 10.31 persen.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya kemiskinan dan
ketimpangan distribusi pendapatan adalah kebijakan alokasi investasi yang
menimbulkan inkonsistensi dalam perencanaan pembangunan sektoral serta
terjadinya ketimpangan pengalokasian anggaran terhadap kinerja pembangunan
daerah. Alokasi investasi baik pemerintah daerah maupun swasta cenderung bias
ke sektor industri. Padahal menurut Daryanto (2009), pertumbuhan ekonomi
tanpa didukung investasi merupakan pertumbuhan yang tidak berkualitas karena
hanya mengandalkan sumber pertumbuhan eksternal, yaitu harga beberapa
komoditas ekspor misalnya di Provinsi Sulawesi harga kakao dan harga cengkeh
serta beberapa komoditas perkebunan lainnya. Hal yang sama juga dikemukakan
oleh Rozelle and Swinnen (2004); Asnawi (2004); Yantu (2007), bahwa kebijakan
pertanian ke depan harus disertai dengan implikasi perbaikan investasi untuk
menjamin kelestarian produktivitas pertanian. Oleh karena itu jika kita ingin
mempertahankan kinerja sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian
secara berkelanjutan, maka peningkatan investasi merupakan faktor yang sangat
krusial yang harus segera ditangani secara serius.
Investasi merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan
pembangunan daerah karena akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan sektoral
di Provinsi Sulawesi Tengah. Selain itu investasi diyakini sebagai kunci utama
menuju pertumbuhan ekonomi dengan tingkat pendapatan dan produktivitas
pembangunan, baik dalam jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka
panjang.
Dalam teori ekonomi makro Keynes, peningkatan investasi tidak hanya
akan meningkatkan permintaan agregat, tetapi juga meningkatkan penawaran
agregat melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Kedua peran tersebut
menyebabkan investasi mempunyai efek pengganda yang besar dalam
perekonomian Provinsi Sulawesi Tengah. Selain itu Model Harrold-Domar
menjelaskan bahwa dalam jangka panjang, investasi akan meningkatkan
penawaran melalui peningkatan stok kapital yang pada gilirannya akan
meningkatkan pula kemampuan masyarakat untuk menghasilkan output atau
kegiatan-kegiatan produksi. Kegiatan produksi tersebut akan meningkatkan juga
penyerapan tenaga kerja. Akhirnya proses ini akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi.
Dalam perkembangannya, investasi dapat dibedakan ke dalam kegiatan
investasi yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta baik investasi swasta PMDN
maupun PMA. Kedua pelaku investasi tersebut mempunyai misi dan visi yang
berbeda, pihak swasta lebih profit oriented, sedangkan pemerintah diharapkan
lebih berperan sebagai agent of development. Pada Tahun 2006 nilai PMDN
Provinsi Sulawesi Tengah yang di setujui Rp 11.21 milyar dan Tahun 2007
mencapai Rp 217.7 milyar. PMA yang disetujui juga meningkat, Tahun 2006
nilai investasi dari US$ 1.7 juta dan pada Tahun 2007 menjadi US$ 131,474 juta
(Bappeda, 2009; BPS Sulawesi Tengah, 2009). Dilihat dari nilai investasinya,
pihak swasta mempunyai peranan yang besar dalam membangun perekonomian,
namun demikian meskipun investasi pemerintah relatif kecil, investasi tersebut
Sulawesi Tengah diharapkan lebih memprioritaskan alokasi investasinya terhadap
sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian yang merupakan sektor
dominan, sehingga mampu memberikan dampak yang optimal terhadap distribusi
pendapatan dan pengurangan kemiskinan.
1.2. Perumusan Masalah
Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir alokasi investasi untuk sektor
pertanian sangat kecil yakni sebesar 3 – 6 persen dari APBD Provinsi Sulawesi
Tengah, padahal sumbangan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional
Bruto Sulawesi Tengah sebesar 42.26 persen dan menyerap tenaga kerja 63.79
persen. Melihat dari sumbangan PDRB sektor pertanian dan kepemilikan lahan
pertanian yang dimiliki penduduk Sulawesi Tengah sebesar 86.18 persen maka
alokasi investasi secara sektoral perlu diarahkan kepada sektor yang
membangkitkan perekonomian daerah, memperkecil kesenjangan ketimpangan
pendapatan dan mengurangi kemiskinan. Selain itu investasi merupakan prasyarat
penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, melalui peningkatan investasi
kegiatan ekonomi bisa berkembang lebih baik. Pada situasi demikian masyarakat
tidak hanya menjadi konsumen atas barang dan jasa tetapi juga menjadi produsen
barang dan jasa tersebut (BKPM, 2009).
Menyimak dari uraian yang dikemukakan diatas maka alokasi investasi
sudah seyogyanya diprioritaskan pada sektor pertanian dan industri pengolahan
hasil pertanian. Selain itu, pentingnya investasi pada sektor pertanian dan industri
pengolahan hasil pertanian karena sektor ini memiliki keterkaitan yang kuat
dengan sektor lain. Keterkaitan tersebut tidak hanya keterkaitan produk, tetapi
tenaga kerja. Hal ini berimplikasi dengan meningkatnya investasi di sektor
pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian akan tercipta kesempatan kerja
dan sumber pendapatan masyarakat dan akhirnya berdampak bagi pengurangan
kemiskinan yang sebagian besar berada di sektor pertanian dan industri
pengolahan hasil pertanian.
Beberapa uraian yang telah dikemukakan di atas, maka pokok
permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Sejauh mana pengaruh investasi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil
pertanian memiliki peran dalam meningkatkan output, distribusi pendapatan
dan mengurangi kemiskinan ?
2. Berapa besar pengaruh langsung dan tidak langsung, serta pengaruh total dari
sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian terhadap perubahan
ketimpangan distribusi pendapatan di perdesaan khususnya jika dikaji melalui
serangkaian efek jalur pendapatan ?
3. Sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian apa yang mendapat
prioritas untuk dikembangkan agar memperbaiki distribusi pendapatan dan
mengurangi kemiskinan ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan
maka penelitian ini bertujuan :
1. Menganalisis pengaruh investasi sektor pertanian dan industri pengolahan
hasil pertanian terhadap output, nilai tambah, distribusi pendapatan, dan
kemiskinan.
total dari sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian terhadap
distribusi pendapatan.
3. Menentukan sub sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian yang
menjadi prioritas untuk dikembangkan sehingga mengurangi kemiskinan.
4. Menentukan strategi kebijakan yang efektif dilakukan oleh pemerintah
daerah pada sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian untuk
meningkatkan output, nilai tambah, memperbaiki distribusi pendapatan dan
mengurangi kemiskinan.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai pihak
terkait, seperti :
1. Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah, diharapkan hasil penelitian tentang
pengaruh investasi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian
ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dalam perencanaan
pembangunan daerah, sehingga dapat mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi
dengan memanfaatkan potensi ekonomi wilayah.
2. Bagi dunia akademik, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian
ekonomi regional dengan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi, dan dapat
digunakan sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.
3. Bagi Pihak Swasta, diharapkan penelitian akan memberikan landasan berpikir
untuk melakukan investasi di sektor pertanian dan industri pengolahan hasil
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini memiliki ruang lingkup regional dan analisisnya ditujukan
untuk mengetahui pengaruh investasi sektor pertanian dan industri pengolahan
hasil pertanian oleh pemerintah dan swasta terhadap fenomena perekonomian
makro di Provinsi Sulawesi Tengah . Disagregasi sektoral dilakukan pada sektor
pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian untuk mengetahui fenomena
sektor tersebut dengan adanya investasi. Dalam hal ini, sektor pertanian
didisagregasi menjadi 5 sub sektor yaitu : sub sektor tanaman pangan; sub sektor
perkebunan; sub sektor perikanan; sub sektor peternakan; dan sub sektor
kehutanan, sedangkan industri pengolahan hasil pertanian adalah sektor yang
menggunakan bahan baku dari sektor pertanian yakni yaitu : sektor industri
makanan dan minuman; industri kulit; dan industri hasil hutan.
Dalam ruang lingkup yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini
memiliki beberapa keterbatasan. Efektifitas dan efisiensi dari investasi akan
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tinggi rendahnya biaya transaski,
sistem birokrasi, dan adanya eksternalitas negatif, namun dalam penelitian ini
faktor-faktor tersebut tidak diakomodasi dalam model.
Dengan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi, Penelitian
ini menganalisis pengaruh investasi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil
pertanian terhadap perekonomian Sulawesi Tengah yang meliputi: (1) efek
pengganda output, (2) efek pengganda sektor produksi, (3) efek pengganda faktor
produksi, (4) efek pengganda transfer, open loop dan closed loop, (5) jalur
struktural (SPA) sektor produksi ke institusi rumahtangga, (6) simulasi investasi
pemerintah dan swasta di sub sektor tanaman pangan, simulasi investasi
dan swasta pada industri makanan dan minuman, simulasi investasi pemerintah
dan swasta pada industri hasil hutan, simulasi investasi pemerintah dan swasta
pada sektor pertambangan minyak dan gas bumi, simulasi investasi pemerintah
dan swasta pada sektor perdagangan dan simulasi investasi pemerintah dan swasta
pada sektor jasa, restoran dan hotel, (7) dampak investasi terhadap ketimpangan
distribusi pendapatan antar golongan rumahtangga, dan (8) dampak investasi
terhadap kemiskinan menurut golongan rumahtangga (head-count index, poverty
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peranan Sektor Pertanian
Pentingnya peranan sektor pertanian tergambar dari besarnya penduduk
dunia yang menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Hasil penelitian World
Development Report (2008), Tahun 2002 tiga perempat dari penduduk negara
berkembang setara dengan 833 juta orang hidup di perdesaan, sebagian mata
pencaharian mereka secara langsung atau tidak langsung bergantung pada sektor
pertanian. Menurut Byerlee, et.al. (2005), peranan sektor pertanian di dalam
transformasi stuktural telah ditunjukkan melalui revolusi hijau dibanyak negara
terutama di Asia.
Lebih lanjut Mashury (2006), mengemukakan bahwa sektor pertanian di
Indonesia sangat penting artinya karena peranannya sebagai penghasil pangan
utama, lapangan kerja sebagian besar penduduk, pemasok bahan untuk industri,
penghasil devisa negara, mempunyai efek multiplier yang tinggi, kegiatannya
yang ramah lingkungan, penghasil energi alternatif biofuel. Sektor pertanian
sebagai penghasil pangan utama tidak tergantikan, karena sektor tersebut menjadi
sektor utama dalam rangka menjaga ketahanan pangan. Pendapat yang sama
dikemukakan Nainggolan (2006) bahwa peranan sektor pertanian menjadi penting
dalam kemampuan menyediakan pangan yang berasal dari dalam negeri sendiri
sehingga tidak tergantung pada impor. Sektor pertanian yang berasal dari dalam
negeri diperlukan peranan pemerintah dalam pengembangannya
(Sastrosoenarto, 2006).
Bagi negara-negara sedang berkembang, sektor pertanian memegang
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah. Dilihat dari
kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, sektor
pertanian merupakan sektor ekonomi yang sangat potensial karena, pertama,
kontribusi produknya, eskpansi dari sektor-sektor ekonomi non pertanian sangat
tergantung pada produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk
kelangsungan pertumbuhan suplay makanan, tetapi juga untuk penyediaan bahan
baku untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor non pertanian tersebut,
terutama industri pengolahan makanan dan minuman, tekstil, dan pakaian jadi,
barang-barang dari kulit dan farmasi. Kedua, kontribusinya terhadap faktor-faktor
produksi, karena pentingnya sektor pertanian (dilihat dari sumbangan outputnya
terhadap PDB atau PDRB dan andilnya dalam penyerapan tenaga kerja).
Ketiga, kontribusi terhadap pasar, karena kuatnya pengaruh pertanian pada
perekonomian selama tahap awal pembangunan, maka populasi di sektor
pertanian (daerah perdesaan) membentuk suatu bagian yang sangat besar dari
pasar (permintaan) domestik terhadap produk-produk dari industri dan
sektor-sektor lain di dalam negeri, baik untuk barang produsen maupun barang-barang
konsumen, dan keempat, kontribusinya terhadap devisa, sektor pertanian mampu
berperan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan atau
neraca pembayaran (sumber devisa), baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian atau
peningkatan produksi komoditi-komoditi pertanian menggantikan komoditi impor
(Tambunan, 2003).
Lebih lanjut menurut Jhingan (2000) peran sektor pertanian dalam
pembangunan ekonomi terletak pada, Pertama, menyediakan surplus pangan
yang semakin besar kepada penduduk yang terus bertambah. Kedua,
keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier. Ketiga, menyediakan
tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi
pembangunan melalui ekspor hasil pertanian secara terus-menerus . Keempat,
memperbaiki kesejahteraan rakyat di pedesaan.
Tambunan (2003) mengemukakan bahwa secara teori peranan sektor
pertanian terhadap pertumbuhan output dapat diilustrasikan dengan sebuah
diagram, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.
Gambar 2 menunjukkan bahwa jumlah output di sektor pertanian adalah
sebesar 0A, sedangkan 0f adalah makanan yang dikonsumsi di pasar domestik
dan 0x bahan baku atau komoditi pertanian yang di ekspor. Dengan adanya
ekspor tersebut memungkinkan negara bersangkutan untuk impor sebesar 0m,
Output
Pertanian Impor
E
ksp
o
r p
er
tan
ian
O
u
tp
u
t In
d
u
str
i
C
F
f
f’ 0 m m’
M i
i’ A
x’
x
y B D
[image:41.595.110.501.58.660.2]Sumber : Tambunan (2003)
Gambar 2. Peranan Sektor Pertanian : Suatu Ilustrasi Teoritis
dengan dasar tukar internasional (ToT) OT. Dengan adanya impor (0m) dan
makanan (0f) memungkinkan sektor industri untuk menghasilkan output sebesar
0i. Di misalkan volume produksi di sektor industri meningkat sebesar 0i’. Untuk
itu dibutuhkan lebih banyak input yang harus di impor, yakni sebesar 0m’.
Produksi meningkat berarti juga kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat
meningkat, yang selanjutnya berarti permintaan terhadap makanan juga
bertambah ke 0f ’. Jika output di sektor pertanian tidak naik, ekspor dari sektor
tersebut akan berkurang ke 0y, dan ini berarti kebutuhan akan impor sebesar 0m’
tidak dapat dipenuhi. Oleh sebab itu, dalam usaha meningkatkan volume
produksi di industri (ke 0i’), output di pertanian juga harus dinaikkan ke 0C. Ini
akan menambah konsumsi makanan ke 0f’, dan berarti juga output di sektor
industri dapat meningkat ke 0i’. Ilustrasi ini menunjukkan bahwa tanpa suatu
peningkatan output atau produktivitas di sektor pertanian, sektor industri tidak
dapat meningkatkan outputnya (atau pertumbuhan yang tinggi akan sulit tercapai).
Oleh karena itu pertanian memainkan peranan penting dalam pertumbuhan output
di sektor industri.
Penjelasan yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa seharusnya
tidak ada dikotomi antara sektor pertanian dan sektor industri pertanian dan yang
paling penting menjaga keterkaitan antara sektor ekonomi. Sektor pertanian juga
masih survive meskipun sektor-sektor industri memberikan kontribusi yang besar
terhadap pembangunan ekonomi, terutama di Indonesia ketika terjadi krisis
ekonomi pada tahun 1998, sektor pertanian masih mampu bertahan dan menjadi
penyelamat bagi perekonomian. Menurut Simatupang dan Dermoredjo (2001),
peranan sektor pertanian sebagai penyelamat disebabkan oleh (1) proses produksi
tahan dalam menghadapi gejolak eksternal dan perekonomian makro, (2)
penyerapan tenaga kerja sektor pertanian sangat fleksibel, pekerja di sektor
pertanian tidak memerlukan kualifikasi keahlian yang khusus dan berat sehingga
dapat menampung pekerja dengan keahlian yang luas, dan (3) pertumbuhan sektor
pertanian berfungsi sebagai penghambat meningkatnya harga pangan yang berarti
mencegah peningkatan jumlah penduduk miskin.
2.2. Industri Pengolahan Hasil Pertanian
Pemikiran tentang pembangunan ekonomi berbasis pertanian (agricultural
led development strategy) telah diperdebatkan sejak awal perencanaan
pembangunan nasional. Pemikiran ini didasarkan pada argumen tahap-tahap
pembangunan ekonomi yang dikaitkan dengan produktivitas tenaga kerja. Pada
tahap awal, pembangunan industri harus terkait erat (backward and forward
lingkages) dengan sektor pertanian. Keterkaitan ini akan menjadi amat kuat
apabila sektor industri mempunyai keterkaitan ke belakang yang tinggi
(Byerlee dalam Kuncoro, 2000). Kaitan yang paling sesuai diperoleh melalui
pembangunan industri pengolahan hasil pertanian atau agroindustri.
Industri pengolahan hasil pertanian dapat didefinisikan sebagai
agroindustri. Austin (1992) mendefinisikan agroindustri sebagai perusahaan
yang memproses bahan mentah asal pertanian termasuk didalamnya tanaman dan
ternak dengan berbagai variasi tingkatan pengolahan mulai dari pembersihan dan
pengelompokan (grading) sampai dengan penggilingan dan pemasakan.
Simposium Nasional Agroindustri II (1987) merumuskan agroindustri sebagai
suatu kegiatan lintas disiplin yang memanfaatkan sumberdaya alam (pertanian)
pertanian, (2) industri pengolahan hasil-hasil pertanian, (3) industri jasa sektor
pertanian, dan (4) industri agrokimia. Merujuk dari definisi tersebut maka semua
industri yang menggunakan bahan baku hasil pertanian seperti industri textil,
sepatu dan asesoris yang menggunakan bahan sutera, kapas, kulit hewan, industri
meubel dengan bahan baku kayu, karet, industri pangan, industri farmasi dengan
bahan baku tanaman obat dan hasil perkebunan, industri minyak wangi, kosmetik,
keseluruhan industri tersebut menjadi bagian dari agroindustri.
Kontribusi industri pengolahan hasil pertanian (agroindustri) menjadi
sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi negara berkembang. Menurut
Brown (1994) lebih setengah dari keseluruhan aktivitas manufaktur di negara
berkembang adalah agroindustri. Menjelang akhir abad XX sekitar 37 persen
manufaktur di wilayah Asia dan Pasifik adalah pada sektor agroindustri. Secara
empiris, peran industri pengolahan hasil pertanian (agroindustri) terhadap
pembangunan pertanian dan perdesaan dapat dilihat dari pengalaman India dalam
menetapkan program yang mengintegrasikan pembangunan pertanian dan
perdesaan (integrated agricultural and rural development) melalui pembangunan
agroindustri di perdesaan. Program tersebut dapat memberikan hasil yang
memuaskan, berupa : (1) kenaikan pendapatan petani, (2) penciptaan lapangan
kerja baru, (3) membuka lapangan usaha baru, (4) mendorong tumbuhnya
kegiatan sosial kemasyarakatan, dan (5) membuka wawasan masyarakat
perdesaan terhadap teknologi dan sistem manajemen industri (Gaikwad, 1989).
Lebih lanjut menurut Alagh (1989) dasar pertimbangan untuk
pengembangan agroindustri di perdesaan adalah : (1) meningkatkan produktivitas
pertanian, (2) meningkatkan pendapatan petani, (3) menciptakan lapangan kerja di
motor penggerak pembangunan perdesaan dan wilayah, dan (6) menumbuhkan
jiwa kewirausahaan (enterpreneurship) masyarakat setempat. Pengalaman empiris
beberapa negara berkembang di kawasan Asia dan Pasifik menunjukkan bahwa
pembangunan agroindustri di perdesaan yang diikuti oleh proses difusi teknologi
dapat meningkatkan akses petani terhadap teknologi produksi. Keadaan ini akan
mengkatalis laju produksi pertanian dan meningkatkan produktivitas pertanian
(Polman, 2000).
Di samping itu, peningkatan laju produksi pertanian juga terjadi karena
peningkatan permintaan bahan baku (backward lingkage) sebagai akibat
berdirinya agroindustri (demand effect) (Saptari, 1993; Polman, 2000).
Peningkatan permintaan ini sekaligus akan menggeser kurva permintaan dan
menyebabkan terjadinya peningkatan harga sebagai akibat dari terjadinya excess
demand (Gittinger, 1986; Gasperz, 2000). Peningkatan harga produk pertanian
akan meningkatkan pendapatan petani.
Pembangunan agroindustri di perdesaan dapat menyerap tenaga kerja yang
ada di perdesaan. Hal ini dimungkinkan karena agroindustri pada umumnya tidak
memerlukan kualifikasi keahlian tenaga kerja yang tinggi (Saragih, 2007).
Pembangunan agroindustri di perdesaan juga dapat menciptakan lapangan kerja
turunan sebagai akibat dari meningkatnya permintaan bahan baku produk
pertanian (Erwidodo, 1996). Peningkatan ketersediaan lapangan kerja dan
lahirnya lapangan usaha baru di perdesaan sebagai akibat dibangunnya
agroindustri dapat mencegah terjadinya urbanisasi, karena faktor-faktor yang
mendorong penduduk perdesaan melakukan migrasi ke wilayah perkotaan
(urbanisasi) adalah karena kelangkaan kesempatan kerja di perdesaan. Dengan
mengurangi tekanan terhadap perekonomian di wilayah perkotaan. Peran lain
industrialisasi pertanian terhadap pembangunan sektor perkotaan dapat dilihat
dari fungsinya sebagai penyedia bahan baku untuk industri di perkotaan,
disamping itu sebagai penyedia bahan pangan bagi pekerja di sektor perkotaan.
2.3. Penelitian Terdahulu tentang Sektor Pertanian dan Kemiskinan
Penelitian tentang sektor pertanian dengan menggunakan model
Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SAM) telah banyak dilakukan. Priyarsono et al.
(2008), melakukan studi eksplorasi berbagai sektor pertanian dalam pembangunan
perekonomian Indonesia. Hasil studi ini memberi kesimpulan bahwa
pembangunan sektor pertanian bukan saja bertujuan meningkatkan pendapatan
rumahtangga, namun juga lebih berpihak pada kaum miskin, terutama yang
berada di perdesaan, bila dibandingkan dengan pembangunan sektor industri non
pertanian.
Dengan menggunakan pendekatan SAM Thailand, Thaiprasert (2006),
mengkaji tentang peranan sektor pertanian dan sektor industri di dalam
pembangunan ekonomi negara Thailand. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa analisis terhadap sektor unggulan terutama sektor pertanian memiliki peran
penting terhadap sektor lainnya dibandingkan dengan sektor non pertanian.
Investasi sektor pertanian memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang
(backward and forward lingkage), ini membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi
Thailand terletak pada sektor pertanian dan sektor yang terkait dengan sektor
pertanian yaitu agroindustri.
Nokalla (2002), mengemukakan bahwa injeksi pengeluaran aktual pada
menggunakan kerangka SAM 1995 menyimpulkan bahwa Agricultural Sector
Investment Program akan mendorong produksi pertanian komersial tumbuh lebih
besar daripada pertanian non komersial. Ditinjau dari aspek pendapatan program
ASIP dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga perdesaan tidak berkeahlian
lebih besar daripada rumahtangga perkotaan tidak berkeahlian dan berkeahlian.
Penelitian ini memberi pandangan bahwa investasi di sektor pertanian
menguntungkan penduduk perdesaan terutama bagi kelompok berpendapatan
rendah.
Arndt et. al. (1998), melakukan penelitian dengan fokus utama di sektor
pertanian yang menggunakan data SAM Mozambique 1995 dengan MOZAM.
Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa : (1) pengembangan pertanian dapat
mengurangi kesenjangan pendapatan antara perkotaan dan perdesaan.
(2) pengembangan pertanian sangatlah bersesuaian dalam membangun
keseluruhan kegiatan produksi, nilai tambah dan pendapatan rumahtangga, dan
(3) strategi pertumbuhan yang ditujukkan untuk mengurangi kemiskinan harus
memfokuskan diri pada sektor pertanian. Strategi tersebut didasarkan pada nilai
multiplier melalui aliran perekonomian masyarakat perdesaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Suwandee (1996), yang melihat hubungan
jangka pendek dan jangka panjang antara pertumbuhan sektor pertanian dan
industri. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa kemajuan sektor
pertanian dan pertumbuhan industri memberikan kontribusi satu sama lain dalam
proses pembangunan. Data yang digunakan dengan dua kategori yakni data
Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan yang cenderung memberlakukan derajat
proteksi yang tinggi terhadap sektor pertanian, sedangkan data Indonesia,
Hasil analisis dengan metode error correction ditemukan bahwa ada hubungan
dua arah (bi-directional) antara sektor pertanian dan pertumbuhan industri pada
semua negara kecuali pada kasus negara Malasyia.
Sipayung (2000) melakukan penelitian tentang pengaruh kebijakan
makroekonomi terhadap sektor pertanian di Indonesia. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa peningkatan alokasi investasi pemerintah dan perbankan
pada sektor pertanian akan meningkatkan minat investasi swasta pada sektor
pertanian. Peningkatan pangsa alokasi investasi swasta asing pada sektor
pertanian sebesar 14 persen dan pangsa alokasi investasi swasta domestik pada
sektor pertanian sebesar 9.46 persen. Dampaknya terhadap kapital stok pada total
sektor pertanian meningkat sebesar 8.87 persen, sementara kapital stok sektor non
pertanian turun sebesar 2 persen dan mempengaruhi produksi pada sektor
pertanian dan sektor non pertanian.
Dengan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi
Downey (1984), mencoba menganalisis ketimpangan pendapatan yang terjadi
di Indonesia, untuk melihat siapa mendapat apa (Who gets What). Untuk
menggambarkan kondisi ini, Downey melakukan disagregasi terhadap institusi
rumahtangga berdasarkan buruh tani, buruh non-pertanian, desa-kota, dan lain
sebagainya. Kemudian baru dianalisis distribusi pendapatan yang diterima oleh
masing-masing klasifikasi rumahtangga tersebut. Pendapatan terendah diterima
oleh rumahtangga buruh tani sedangkan yang tertinggi diterima oleh tenaga kerja
perkotaan dan diikuti oleh pemilik tanah di atas lima hektar.
Thorbecke (1985) menggunakan kerangka SNSE untuk menganalisis
dampak langsung dan tidak langsung pilihan teknologi terhadap distribusi
di Indonesia. Dalam enam se