ANALIS IS DAN PERANCANGAN MODEL S IMULAS I (NS -3)
3.1 Perancangan Perangkat Lunak (Software)
Untuk melihat informasi yang akan dikirimkan dari client (Navigation Aid, NAVAID) ke server (FIR Jakarta dan FIR M akassar), maka kami membuat sebuah program berbasiskan Java yang akan menyimpan semua informasi data yang dibutuhkan kedalam database MySQL. Data informasi client (NAVAID) yang akan diambil dan disimpan di server adalah suhu, kelembaban, info kesehatan satelit, tanggal dan waktu informasi diambil dan disimpan, serta latitude dan longitude NAVAID.
Untuk membantu para pilot membuat perencanaan rute penerbangan dengan algoritma green route, maka kami membuat sebuah program berbasiskan Java yang dihubungkan dengan database M ySQL. Admin dapat merubah, menghapus, memasukkan data yang digunakan untuk membuat perencanaan rute pada database.
Sebelum adanya green route pada beberapa tahun yang lalu, pertumbuhan jumlah penumpang yang menggunakan transportasi udara masih belum sesignifikan sekarang ini. Bandara masih dapat menampung penumpang dan rute-rute yang tersedia tidak terlalu padat. Namun beberapa tahun ini, melihat dari salah satu bandara di Indonesia, bandara Soekarno-Hatta, jumlah penumpang pesawat bertumbuh pesat. M enurut data dari Badan Bandara Internasional
November 2011 tertulis pada tahun 2010, dari 30 besar bandara di dunia, bandara Soekarno-Hatta mengalami pertumbuhan penumpang tercepat kedua di dunia, yakni 19,4 persen. M elihat dari jumlah pertumbuhan penumpang tersebut, apabila tidak ada rute lain yang ditetapkan sebagai rute alternatif dari bandara asal ke bandara tujuan, maka jumlah pesawat yang berada di suatu rute tersebut akan bertambah. Karena meningkatnya jumlah pesawat pada rute tersebut, jarak antar pesawat baik secara vertikal maupun horizontal harus diperkecil agar pesawat yang lainnya dapat menggunakan rute tersebut, dan pada akhirnya dapat meningkatkan resiko keamanan penerbangan. Kemudian, emisi karbon dioksida yang dihasilkan oleh jumlah pesawat di rute tersebut akan bertambah, sehingga memperburuk kualitas udara di sekitar rute tersebut.
Oleh karena itu, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization, ICAO) meminta kepada pemerintah Indonesia melalui Dinas Perhubungan bersama dengan pengelola bandara di Indonesia (PT. Angkasa Pura) untuk merancang rute green route, sehingga faktor keamanan penerbangan dapat ditingkatkan. Gambaran tentang green route adalah sebagai berikut:
M isalkan ada penerbangan dari Jakarta menuju Bali. Kami menggambarkan ada dua rute pilihan untuk mencapai Bali, yaitu W13 (rute berwarna hijau) dan W45 (rute berwarna merah). Sebelum adanya green route, pesawat yang akan menuju bandara tujuan akan melewati rute yang telah diberikan dari pihak bandara serta maskapai penerbangan. Setiap rute memiliki
waypoint dan navaid, namun dalam beberapa waypoint,navaid yang ada di
waypoint tersebut belum tentu dapat memantau posisi pergerakan pesawat, yang dapat disebabkan karena sedang mengalami masalah, sedang dalam perawatan, perbaikan, atau karena hal-hal lainnya sehingga tidak dapat beroperasi. Hal ini memacu terjadinya blind spot, dimana keberadaan suatu pesawat dalam suatu rute tidak terpantau.
Dengan adanya green route, keberadaan pesawat akan selalu dipantau, karena green route memberikan pilihan rute dengan jarak terpendek untuk menghemat konsumsi bahan bakar avtur, sehingga waktu tempuh pesawat semakin singkat, serta meningkatkan faktor keamanan penerbangan dengan memperhatikan faktor ketersediaan navaid yang ada dalam rute tersebut.
Algoritma djikstra terdiri dari lima langkah berikut:
Langkah 1: Proses dimulai dari node. Karena panjang dari jarak terpendek node A ke node A adalah 0, maka jarak terpendek node A ke node A yang diketahui adalah 0. Node terdekat berikutnya dari node A akan dinotasikan oleh simbol + sehingga qa = +. Sejak panjang jarak terpendek dari node ‘a’ ke semua node lainnya pada jalur terpendek tidak diketahui, berikan qi = - untuk
semua . Node yang sekarang hanya berada dalam “closed state” adalah node ‘a’. Oleh karena itu, c = a.
Langkah 2: untuk mengtransformasikan beberapa label sementara menjadi label permanen, periksa smua cabang (c,i) yang keluar dari node terakhir yang berada dalam “closed state” (node c). Jika node i juga dalam keadaan “closed
state”, lanjutkan pemeriksaan pada node berikutnya. Jika node iberada dalam
keadaan “open state”, kita mendapatkan label pertama dai berdasarkan persamaan:
Yang berada pada sisi kiri persamaan adalah label baru dari node i. Perhatikan bahwa dai muncul di sisi kanan persamaan adalah label lama untuk node i.
Langkah 3: Untuk menentukan node mana yang akan dituju selanjutnya dari keadaan “open state” menjadi “closed state”, kita membandingkan nilai daiuntuk semua node yang berada dalam keadaan “open state” dan pilih node dengan nilai dai terkecil. Lakukan hal yang sama dengan node j. Node j berubah dari keadaan “open” ke keadaan “closed” karena tidak ada jalur dari a ke j yang lebih pendek dari da j. Jalur melalui node lainnya akan lebih panjang.
Langkah 4: kita telah memastikan bahwa j adalah node berikutnya untuk berubah dari “open state” menjadi “closed state”. Kemudian kita tentukan node terdekat berikutnya dari node j dan jalur terpendek yang mengarah dari node ‘a’ ke node j. Periksa panjang semua cabang (i,j) yang mengarah dari node “closed
Persamaan diatas juga akan dipenuhi untuk beberapa node t. Ini berarti bahwa node t adalah node terdekat dari node jpada jalur terpendek yang mengarah dari node ‘a’ ke node j. Oleh karena itu, kita dapat menuliskan bahwa qj = t.
Langkah 5: node j berada dalam “closed state”. Ketika semua node dalam jaringan berada dalam ”closed state”, kita telah menyelesaikan proses mencari jalur terpendek. Jika ada node lainnya yang masih dalam keadaan “open state”, kita kembali ke langkah 2.
Aplikasi yang digunakan dalam skripsi ini untuk menentukan green route berdasarkan pada algoritma Djikstra (shortest path), dimana pembobotan dilakukan dengan memperhatikan parameter jarak tempuh dan kekuatan cakupan VOR dan DM E.
Awal Destinasi
Gambar 3.2 – Ilustrasi pemilihan green route
Informasi dari green route ini untuk mendukung infrastruktur yang ada, tidak disebarluaskan kedalam jaringan. Berikut cara kerja algoritma green route kami:
M emasuki tampilan software ini, user akan memilih rute origin dan rute
destination, kemudian tekan tombol “make”.
M ulanya, kami membuat ruang lingkup dari perencanaan rute berdasarkan bobot jarak rute dan jumlah NAVAID pada setiap waypoint yang dilewati rute tersebut. Sebagai contoh, penerbangan akan dilakukan dari Jakarta menuju Pontianak, maka kami akan mencari rute yang melalui waypoint Jakarta (CGK) dan Pontianak (PNK). Rute ini ada dalam database MySQL. Lalu setelah mendapatkan rutenya, disimpulkan terlebih dahulu berapa rute yang mau dibandingkan. Dalam kasus ini, terdapat 2 rute yang dibandingkan yaitu W14 dan W38. Setiap rute yang sudah terpilih ini akan kami hitung dengan rumus mencari selisih dari Latitude Waypoint ID2 dan ID1. Lalu selisih dari Longitude Waypoint ID2 dan ID1. Selisih tersebut masing – masing akan dikuadratkan nilainya lalu ditambahkan kemudian terakhir dikuadratkan. Rumus ini terus dipakai sampai pada Waypoint ID yang terakhir. Nilainya akan ditambahkan yang nantinya menjadi nilai perbandingan dari bobot jarak. Bobot jarak yang terpendek nantinya akan terpilih.
Jika bobot jarak antara dua rute bernilai sama, barulah bobot jumlah NAVAID diperhatikan. Untuk mencari jumlah NAVAID, maka kami membuat satu cakupan, yaitu hanya memperhatikan nilai Latitude Waypoint dan Latitude NAVAID saja. Nilai latitude waypoint akan dilihat apakah nilainya masih masuk dalam cakupan Latitude NAVAID dikurang 1 derajat sampai Latitude NAVAID ditambah 1 derajat. Jika latitude waypoint termasuk dalam cakupan NAVAID atau latitude waypoint terletak pada 0 derajat artinya bobot bernilai 0 dan
sebaliknya bobot bernilai 1 jika latitude waypoint tidak termasuk dalam cakupan NAVAID. Jadi, bobot bernilai kecil yang akan terpilih menjadi rute optimum yang kami sebut dengan green route. Green route ini tidak berlaku untuk keadaan cuaca terbang yang tidak memungkinkan dan memeriksa kepadatan pesawat di udara.
3.2. Desain Jaringan Antar Bandara
Dalam rangka membuat rancangan topologi jaringan infrastruktur CNS/ATM , perancangan ini memperhatikan pembagian FIR (Flight Information
Region) yang telah ditetapkan secara internasional dimana kawasan udara
Indonesia dibagi menjadi dua FIR yaitu :
1. FIR AP1 (PT. Angkasa Pura I) dikelola oleh bandara M akassar (Makassar
Automation Air Traffic System Controller, M AATSC)
2. FIR AP2 (PT. Angkasa Pura II) dikelola oleh bandara Jakarta (Jakarta
Automation Air Traffic System Controller, JAATSC)
Gambar 3.3 Desain jaringan antar bandara router tunggal pada masing-masing FIR.
Dari gambar 3.3 diatas, kami mendesain jaringan bandara dengan satu router pada masing-masing FIR. Navaid dari klien yang berada pada FIR Jakarta akan mengirimkan data langsung ke server JAATSC (Jakarta Automation Air
Traffic System Controller) melalui router Jakarta (R. JKT), dan data navaid yang
berasal dari klien M akassar akan mengirimkan data langsung ke server M AATSC
(Makassar Automation Air Traffic System Controller) melalui router M akassar (R.
MKS).
Gambar 3.4 Desain jaringan antar bandara, router detil pada masing-masing FIR.
Wilayah udara Indonesia awalnya terbagi menjadi dua FIR (Flight
Information Region), yaitu Jakarta dan M akassar. FIR Jakarta mencakup
Indonesia bagian barat dari Sumatra hingga Semarang, dan Kalimantan Barat. FIR M akassar mencakup Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, setengah pulau Jawa dari Semarang hingga Surabaya, Bali, NTB, NTT, Sulawesi, Ambon, dan Jayapura (Papua).
Pada gambar 3.3 dan 3.4, kami mensimulasikan ada tiga belas bandara kota besar yang terbagi kedalam dua FIR. FIR Jakarta mencakup kota Palembang, Pekanbaru, Jakarta, Semarang, Surabaya. Sedangkan, FIR M akassar mencakup kota M akassar, M anado, Banjarmasin, Pontianak, Balikpapan, Bali, Ambon, dan Jayapura.
Diagram alur data dari desain jaringan bandara adalah sebagai berikut:
Gambar 3.5 – diagram alur data desain jaringan bandara
Sensor yang berupa wireless navaid (jarak jauh, jarak dekat) dan wired navaid akan menangkap sinyal pesawat yang berada dalam jangkauannya. Data dari sinyal tersebut dikirimkan ke klien baik secara wireless maupun wired menggunakan protokol IPv4. Data dari sensor tersebut akan dikirimkan setiap 15 detik ke klien dan penyimpanan data akan dilakukan di server. Data navaid ini kami peroleh menggunakan program wireshark dengan menghubungkan modul CNS-ATM (alat sensor) ke salah satu komputer dan menangkapnya. Kemudian kami menganalisa hasil pengiriman paket tersebut dan didapat hasilnya seperti pada gambar 4.12.
Untuk komunikasi data dari klien menuju server, kedepannya akan menggunakan layanan virtual private network (VPN). Untuk percobaan ini, kami tidak menggunakan layanan VPN, melainkan layanan reguler dari internet.
Apabila ada informasi penerbangan yang dibutuhkan tetapi berada diluar
mengirimkan permintaan data pada server dimana pemohon berada dalam suatu FIR. Apabila informasi yang diminta tidak tersimpan oleh server, maka server akan meneruskannya ke server yang lain untuk mencari informasi yang diminta dan akan mengirimkan data yang diminta ke pemohon.
Diagram alir data dari sensor menuju server yang diinginkan adalah sebagai berikut.
Gambar 3.6 – diagram alir data sensor menuju server
Kami melakukan simulasi pengiriman data real di BPPT selama 21 hari, dengan menggunakan program java yang telah kami buat untuk mengirimkan data ke server. Data yang dikirim adalah data suhu, kelembaban, latitude, longitude, tanggal, waktu, dan info satelit. Data dari navaid (modul CN SATM) yang dihasilkan setiap 15 detik akan dikirimkan ke klien bandara. Seluruh data navaid (modul CNSATM ) yang berada di sekitar bandara tersebut dapat dilihat oleh masing-masing klien (bandara). Data navaid tersebut akan disimpan di klien dan dikirimkan ke server untuk penyimpanan data serta pertukaran informasi.Ketika data dari klien tiba di server, pada saat itu juga, data-data yang ada di server Jakarta maupun server M akassar akan diperbaharui untuk memberikan informasi terkini dari navaid yang ada.
Dari simulasi data real diatas, kami mengolah pengiriman data tersebut yang kami capture menggunakan wireshark untuk mengetahui berapa besar pengiriman paket data dari navaid hingga ke server. Setiap hari, selama tiga
minggu kami melakukan pendataan mengenai jumlah paket yang terkirim dan besar data yang dikirim untuk mendapatkan asumsi rata-rata besar pengiriman data dari klien ke server. Kami menghitung rata-rata dan nilai standar deviasinya untuk dimasukkan kedalam coding random bytes generator pada NS3 untuk mendapatkan variasi besar pengiriman paket data. Rumus yang standar deviasi yang kami gunakan adalah
1 ) ( 1 2 − − =
∑
= N X X s N i iGambar 3.7 – Rumus standar deviasi
Dimana Xadalah nilai rata-rata. N adalah jumlah sampel, Xiadalah nilai dari setiap data dari i=1 hingga I=N.
Dari hasil pengiriman data tersebut, didapat jumlah perkiraan minimum dan maksimum, rata-rata serta besarnya sebaran data komunikasi modul CNS-ATM . Grafik menunjukkan sebaran besar data yang mungkin akan menjadi data komunikasi dari klien ke server pada pukul 7 pagi dan 4 sore. Tabel dan grafiknya adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 – Besar paket data real pengiriman data navaid ke server M inimum (bytes) M aximum (bytes) Rata-Rata (bytes) Standar Deviasi (bytes) 934153 2509334 2382248 380680
Gambar 3.8 – Grafik statistik besar pengiriman data real
Dari hasil besar data pengiriman, kami juga akan melakukan simulasi seperti data real tersebut untuk menguji jaringan.
Konfigurasi parameter simulasi adalah sebagai berikut :
• Jumlah node wired : 26
• Jumlah node wireless : 39
• Jumlah node klien : 13
• Jumlah node server : 2
• Jumlah rute : 13
Skenario 1:
• Jumlah router : 15 Skenario 2:
• Jumlah node router tier 3 : 10
• Jumlah node router tier 2 : 7
Skenario pengujian yang akan dilakukan memperhatikan :
Tabel 3.2 – Skenario pengukuran multiple router pada masing-masing FIR untuk skenario 1 dan skenario 2
Navaid -Klien
Data Rate Wired Wireless
Throughput Delay Bytes Throughput Delay Bytes 10 M bps
100 M bps 1 Gbps
Klien - Server Skenario 1 / Skenario 2 Data Rate Parameter
Throughput Delay Bytes 10 M bps
100 M bps 1 Gbps
Server - Server
Data Rate Jakarta M akassar
Throughput Delay Bytes Throughput Delay Bytes 10 M bps
100 M bps 1 Gbps
Parameter Data yang Dibutuhkan
Parameter data yang ingin diambil adalah besarnya data ketika terjadi komunikasi antara user dengan sistem yang berhubungan dengan database dan besarnya data untuk komunikasi NAVAID atau modul CNS-ATM ke server maupun klien (bandara) secara real. Jumlah dari besarnya paket data yang terkirim akan menjadi nilai patokan besar data yang akan disimulasikan pada NS-3 menggunakan IPv4. Besar paket data diambil menggunakan software wireshark.
Untuk memastikan informasi yang dibutuhkan oleh pesawat atau pengendali lalu lintas udara tersampaikan secepat mungkin, maka dibutuhkan parameter kecepatan transfer data yang tinggi dan ketepatan waktu (delay terkecil) dalam mengirimkan informasi tersebut.
Dalam simulasi ini, digunakan waktu interval 15 detik antar paket dikarenakan persamplingan data dari GPS dilakukan per 15 detik.