• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

LAMPIRAN 5 Komisi Etik Penelitian

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan rumah tangga, hubungan seksual merupakan unsur penting yang dapat meningkatkan hubungan dan kualitas hidup. Pada laki-laki, fungsi seksual normal terdiri atas libido, kemampuan untuk mencapai dan mempertahankan ereksi, ejakulasi, detumesecence. Libido dapat diartikan sebagai keinginan seksual dan dipengaruhi oleh berbagai aktifitas visual, penciuman, taktil, pendengaran, imajinasi, dan perangsangan hormonal. Hormon seks steroid, khususnya testosteron, berperan dalam meningkatkan libido. Libido dapat mengalami penurunan akibat pengaruh hormonal atau akibat gangguan kejiwaan ataupun akibat penggunaan obat-obatan tertentu (McVary, 2008). Sekitar 5 persen dari laki-laki dewasa mengalami penurunan libido, keadaan ini meningkat seiring pertambahan usia (Cunningham, 2010).

Gangguan seksual lain yang dapat terjadi pada laki-laki adalah impotensi atau disfungsi ereksi, yang pada dasarnya memiliki arti suatu ketidakmampuan menetap atau berulang dengan masa paling sedikit 3 bulan, untuk mencapai dan atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan senggama yang memuaskan (Process of Care Consensus Guidelines Panel, December 1997). Menurut laporan Masschusets Male Aging Study (MMAS), 52% dari laki-laki yang berusia 40-70 tahun menderita disfungsi ereksi mulai ringan sampai sedang, serta sedikitnya 15 persen dari laki-laki yang telah menikah mengalami disfungsi ereksi ataupun ejakulasi dini (Yohana Arisandi, Yovita Andriani, 2011).

Hal ini tentu saja dapat berdampak buruk bagi kehidupan rumah tangga pasangan suami istri. Dari data yang diperoleh pada sebuah penelitian di Inggris dan Amerika, sekitar 25 persen angka perceraian dan perselingkuhan umumnya terjadi karena hubungan seksual tidak berjalan baik dan karena masalah disfungsi ereksi (Vaisman, 2011). Hal ini semakin parah karena kesadaran masyarakat untuk berobat masih sangat rendah.

Pada dasarnya, gangguan seksual dapat diatasi dengan pengobatan yang tepat, baik untuk faktor psikis maupun faktor fisik. Namun, penggunaan obat-obatan seperti testosteron dalam mengatasi gangguan seksual khususnya penurunan libido memiliki banyak efek samping jika digunakan dalam dosis berlebihan, di antaranya gagal jantung, gangguan ginjal dan hepar, hipertensi, epilepsi, migraine,

benign prostatic hypertrophy, dan mammary carcinoma (MIMS, 2009). Berbagai

ancaman efek samping inilah yang membuat masyarakat banyak beralih menggunakan pengobatan tradisional seperti tanaman obat untuk mengatasi masalah disfungsi seksual.

Sebagai negara yang kaya akan tanaman obat, Indonesia memiliki berbagai macam tanaman obat yang berkhasiat sebagai afrodisiak. Afrodisiak sendiri diartikan sebagai bahan yang dapat berfungsi meningkatkan libido atau gairah bercinta, baik dalam bentuk obat konvensional (sintetik) maupun obat tradisional (Eka Siswanto Syamsul, 2011). Salah satu tanaman yang terkenal memiliki khasiat tersebut adalah purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.).

Purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) yang banyak tumbuh di pegunungan Dieng, Jawa Tengah, banyak digunakan oleh masyarakat sebagai tanaman yang dapat mengatasi masalah disfungsi seksual, sehingga oleh masyarakat setempat dijuluki sebagai pembangkit ereksi nomor satu (Yohana Arisandi, Yovita Andriani, 2011). Masyarakat menggunakan air rebusan tanaman purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) untuk mengatasi disfungsi seksual. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti tanaman purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) dalam bentuk infusa.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah adalah apakah infusa herba purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) meningkatkan perilaku seksual mencit Swiss-Webster jantan.

3

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk menjadikan purwoceng (Pimpinella

alpina K.D.S.) sebagai pengobatan alternatif dalam mengatasi gangguan libido.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh infusa herba purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) terhadap perilaku seksual mencit Swiss Webster jantan.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Akademis

Pembuatan karya ilmiah ini, diharapkan dapat menambah wawasan / pengetahuan dalam bidang farmakologi tanaman obat tradisional, khususnya infusa herba purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) terhadap perilaku seksual mencit Swiss Webster jantan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) dapat digunakan masyarakat sebagai pengobatan alternatif dalam mengatasi gangguan libido.

1.5Kerangka Pemikiran

Mekanisme ereksi terdiri dari mekanisme sentral dan mekanisme perifer. Mekanisme sentral dari fungsi ereksi berada di hipokampus, daerah MPOA (Medial Preoptic Area), dan nukleus paraventricular hipotalamus. Sinyal impuls seksual dimediasi melalui jalur dopaminergik dan ditingkatkan oleh testosteron. Ereksi adalah suatu proses yang terkoordinasi yang melibatkan stimulasi

psychoneurogenic, vasodilatasi arteri dan kavernosa, peningkatan aliran darah,

dan oklusi vena. Sedangkan mekanisme perifer dari fungsi ereksi terdapat pada interaksi antara relaksasi dan kontraksi otot polos pada dinding arteriola kavernosus dan trabekula dari sinus kavernosus (Watts, 2007).

Bagian utama dari pengaturan fungsi seksual baik pada laki-laki maupun

hipotalamus. Hormon ini selanjutnya merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk menyekresikan hormon gonadotropin yaitu luteinizing hormone (LH) dan follicle

stimulating hormone (FSH). Selanjutnya, LH merupakan rangsangan utama untuk

sekresi testosteron oleh testis, dan FSH merangsang spermatogenesis. Testosteron yang disekresikan oleh sel-sel interstisial Leydig di testis bertanggung jawab terhadap berbagai sifat maskulinisasi tubuh (Guyton & Hall, 2008).

Testosteron dan hormon steroid lain disintesis dari prekursor kolesterol. Sintesis testosteron diawali oleh terjadinya pembentukan pregnenolon dari kolesterol. Konversi kolesterol menjadi pregnenolon merupakan urutan dua kali reaksi hidroksilasi yang diikuti dengan reaksi pemutusan ikatan karbon pada rantai samping (Dwi Winarni, 2007).

Purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) memiliki kandungan kimia stigmasterol (Eka Siswanto Syamsul, 2011). Stigmasterol merupakan jenis sterol yang berasal dari membran sel tumbuhan, yang dibedakan dengan kolesterol dalam ikatan ganda diantara karbon 22 dan 23 (Maggy Thenawijaya, 1993). Senyawa sterol (bentuk steroid dalam tumbuhan) yang berstruktur mirip kolesterol dapat diubah menjadi pregnenolon. Kesamaan struktur memungkinkan dikonversinya sterol tertentu menjadi hormon steroid (Dwi Winarni, 2007). Hormon seks steroid, khususnya testosteron, berperan dalam meningkatkan libido (McVary, 2008). Pada keadaan normal, mencit jantan akan membaui mencit betina sebelum berhubungan seksual melalui organ olfaktorius kedua pada rongga hidung binatang yang disebut vomeronasal organ (VNO) (Payne, 2002; Kostov, 2007). VNO yang merupakan struktur sensasi kimia mempunyai reseptor yang akan merespon sekresi feromon mencit betina, yaitu suatu senyawa kimia yang memiliki implikasi kuat dalam mengontrol perilaku seksual mamalia (Dulac, 2002; Golakoff, 2009). Impuls yang diterima VNO kemudian akan disalurkan ke bulbus olfaktorius yang merupakan target utama reseptor olfaktorius. Impuls dari bulbus olfaktorius akan menuju ke amigdala dan sistem limbik. Impuls dari amigdala akan diproyeksikan ke Medial preoptic area (MPOA) yang terletak rostral dari hipotalamus dan berperan penting dalam mengatur perilaku seksual. Informasi olfaktorius yang diproses akan membangkitkan respon neural dari

5

MPOA berupa pelepasan GnRH dari hipotalamus yang akan menyekresi

testosteron (Payne, 2002).

1.6Hipotesis

Hipotesis mayor : Infusa herba purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) meningkatkan perilaku seksual mencit Swiss-Webster jantan.

 Hipotesis minor :

1. Infusa herba purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) meningkatkan

introducing mencit Swiss-Webster jantan.

2. Infusa herba purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) meningkatkan

mounting mencit Swiss-Webster jantan.

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium sungguhan. Data yang diukur adalah jumlah introducing dan mounting selama 30 menit pada hari ketiga, kelima, dan ketujuh.

Analisis data menggunakan ANAVA satu arah dilanjutkan dengan Uji Tukey

5.1 Simpulan

Infusa herba purwoceng (Pimpinella alpina K.D.S.) meningkatkan perilaku seksual mencit Swiss-Webster jantan.

5.2 Saran

 Dilakukan penelitian lanjutan untuk mengukur kadar testosteron.

 Dilakukan penelitian dengan menggunakan variasi dosis dan hewan coba yang berbeda.

 Penelitian dilakukan di tempat yang lebih sesuai sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih optimal.

 Dilakukan uji toksisitas pada hewan coba untuk mengetahui batas keamanannya.

DAFTAR PUSTAKA

Andersson K.E. 2001. Pharmacology of penile erection. Pharmacol Rev, 53:417- 450.http://pharmrev.aspetjournals.org.

Bailey. 2009. Limbic system. http://biology.about.com/od/anatomy/a/ aa042205a.html. 18 Agustus 2012.

Belton, Aine. 2008. Nature’s aphrodisiacs foods to get you in the mood. http://www.giftsofloveforyou.com/ebooks/NatureAphrodisiacs.pdf.

17 Agustus 2012.

Bhasin S., Jameson J.L., 2005. Disorder of the testes and male reproductive system. In Fauci A.S., Braunwald E., Kasper D.L., Hauser S.L., Longo D.L., Jameson J.L.,et al.: Harrison’s principles of internal medicine.17th ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies. p. 2185-88.

Childs, Gwen V. 2002. Female reproductive system.http://www.cytochemistry.net /microanatomy/medical_lectures/female_reproductive_system_ovary.htm. 22 Agustus 2012.

Cindy, Caroline. 2011. Pengaruh Ekstrak Etanol Herba Purwoceng (Pimpinella alpina) Terhadap Perilaku Seksual Mencit Swiss Webster Jantan. Karya Tulis

Ilmiah.

Cunningham G. 2010. Decreased libido.http://www.hormone.org/Reproductive/ decreased-libido.cfm. 11 Desember 2011.

Curtis R., Lue T.F. 2005. Physiology of penile erection and pathophysiology of erectile dysfunction. Urol Clin North Am, 32(4) : 379.

Dash. 2009. Nitric oxide research group.http://www.reading.ac.uk/nitricoxide /intro/no/cgmp. 18 Agustus 2012.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banjarnegara. 2007. Tanaman

Purwoceng. http://budparbanjarnegara.com/kulinerkhas/purwaceng/tanaman-

purwoceng. 22 Agustus 2012.

Drake R L., Vogl A W., Mitchell A W M. 2010. Gray’s Anatomy for Students. 2nd ed. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier. p.484-495.

Dulac C. 2002. Pheromones control gender recognition in mice.

Dwi Winarni. 2007. Efek ekstrak akar ginseng jawa dan korea terhadap libido mencit jantan pada prakondisi testosteron rendah. Berk. Penel. Hayati, 12:153-159.http://www.berkalahayati.org/index.php/bph/article/view/468/ 367. 18 Agustus 2012.

Encyclopedia Britannica. 2007. Reproductive system, human : male structure. http://www.britannica.com/EBchecked/media/48173/Organs-of-the-male reproductive-system. 22 Agustus 2012.

Eka Siswanto Syamsul. 2011. Tumbuhan obat berkhasiat afrodisiaka penambah

vitalitas pria. Yogyakarta: Jogja Mediautama.

Ganong, W.F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 20th ed. Jakarta : EGC. h.248-253.

Golakoff I. 2009. Pheromones and Mouse Behavior.

http://www.afrma.org/pheromones.htm. 25 Juni 2009.

Guyton A.C., Hall J.E. 2008. Fungsi reproduksi dan hormonal pria (dan fungsi kelenjar pineal). Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Editor: Irawati Setiawan. Jakarta: EGC. h.1059.

Helmenstine, Anne. 2012. Testosterone. http://chemistry.about.com/od/ factsstructures/ig/Chemical-Structures---T/Testosterone.htm. 22 Agustus 2012.

Hoch, Daniel B. 2008. Hypothalamus.http://www.umm.edu/patiented/

articles/hypothalamus_000337.htm.22 Agustus 2012.

Johnny Rea Hutapea, dkk. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III). Departemen Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Kemas Ali Hanafiah. 2005. Rancangan percobaan aplikatif: aplikasi kondisional bidang pertanaman, perikanan, industri dan hayati. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. h.10-12

Kenyon P. 2005. Hormones & sexual behaviour.

http://flyfishingdevon.co.uk/salmon/year1/psy128sexual_behaviour/sexbehav .htm. 22 Januari 2009.

Kostov D.L. 2007. Vomeronasal organ in domestic animals (a short survey). Bulgarian Journal of Veterinary Medicine, 10 (1): 53-57.

56

McVary K.T. 2008. Alterations in sexual function and reproduction: sexual dysfunction. In Fauci A.S., Braunwald E., Kasper D.L., Hauser S.L., Longo D.L., Jameson J.L.,et al.: Harrison’s principles of internal medicine.17th ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies. p.296.

Medicine online. 2004. STRIANT®(testosterone buccal system)Mucoadhesive. http://www.medicineonline.com/drugs/S/2563/STRIANT-testosterone-

buccal-system-mucoadhesive.html. 17 Desember 2012.

Medicinenet. 2009. Sexual problems in men.http://www.medicinenet.com/ sexual_sex_problems_in_men/article.htm. 21Agustus 2012.

Merck. 2011. Product monograph: testosterone undecanoate capsules. http://merckfrosst.ca/assets/en/pdf/products/ANDRIOL-PM_E.pdf. 17 Agustus 2012.

Miller, John L. 2010. Sexual disorder.http://www.athealth.com/consumer/ disorders/Sexual.html. 21 Agustus 2012.

MIMS. 2009. Androgen dan Preparat Sintetiknya. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. h.213.

Payne J. 2006. Sexual differentiation.http://soma.npa.uiuc.edu/labs/greenough/ statement/rswain/tech/lect12.html. 11 Mei 2006.

Putz, R., Pabst, R. 2006. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia. Edisi 22. Jilid 2. Editor : Liliana Sugiharto. Jakarta : EGC. h 193.

Schwartz, Steven L. 2008. The Central Nervous System.

http://faculty.irsc.edu/faculty/jschwartz/AP1%20Ch12.htm. 22 Agustus 2012.

Tajuddin, Ahmad A., Latif A., Qasmi I.A. 2005. Aphrodisiac activity of 50%

ethanolic extracts of Myristica fragrans Houtt. (nutmeg) and Syzygium aromaticum (L) Merr. & Perry. (clove) in male mice: a comparative study.

http://www.pubmedcentral.nih.gov./articlerender.fcgi?artid=270058. 22 Januari 2009.

Vaissman, Jack. 2011. Banyak Pria Malas Obati Problem Seksual. http://health.kompas.com/read/2011/11/14/10225276/

Banyak.Pria.Malas.Obati.Problem.Seksual. 14 November 2011.

Watts G.F. 2007.The erectile-endothelial dysfunction nexus: penile erection:

central and peripheral mechanisms.http://www.medscape.org/viewarticle/

Wenk, M., Nischlag, E. 2006. Andriol (testosterone undecanoate).

http://www.steroidsrx.com/Articles/Andriol_Testosterone_Undecanoate.cfm. 22 Agustus 2012.

Yohana Arisandi, Yovita Andriani. 2011. Disfungsi seksual. Jakarta: Garda Media.

Dokumen terkait