• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR)

Dalam dokumen Lembaga lembaga Negara Alat Negara State (Halaman 31-35)

Tujuan pembentukan komisi ini adalah untuk menyelesaikan penlanggaran HAM yang berat yang terjadi di masa lalu di luar pengadilan, guna mewujudkan perdamaian dan persatuan bangsa. Selain itu juga untuk mewujudkan rekonsiliasi dan persatuan nasional dalam jiwa saling pengertian.23

Kelembagaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi bersifat public dengan anggota komisi sebanyak 21 orang yang terdiri dari 3 orang pimpinan, 9 orang anggota sub komisi penyelidikan dan klarifikasi, 5 orang sub komisi kompensasi, restitusi dan rehabilitasi dan 4 orang

anggota sub komisi pertimbangan amnesty. 24

Untuk pertama kali proses seleksi dilakukan oleh Presiden dengan membentuk panitia seleksi. Panitia seleksi terdiri dari 2 orang unsur pemerintah dan 3 orang dari unsur masyarakat. Panitia seleksi mengusulkan sebanyak 42 calon anggota Komisi dan Presiden memilih 21 orang untuk diajukan kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan.

Keanggotaan 21 orang Komisi ditetapkan dengan keputusan Presiden.25

Sumber pembiayaan Komisi dibebankan kepada APBN dan sumber lain yang tidak mengikat. Adapun sumber pembayaran untuk pemberian

Kompensasi dan/atau rehabilitasi dibebankan kepada APBN.26

19

Pasal 3 Keppres No. 77 tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. 20

Pasal 4 dan 5 Kepres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. 21

Pasal 10 dan 11 Keppres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia 22

Pasal 19 Kepres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia 23

Pasal 3 RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. 24

Pasal 38 RUU Kimisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. 25

Pasal 33, 34 dan 36 RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi 26

Pasal 42 dan 43 RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

IV. LEMBAGA PEMERINTAH NON DEPARTEMEN27

Sebagai konsekuensi amandemen UUD 1945, terdapat beberapa perubahan signifikan terhadap kewenangan lembaga-lembaga negara dalam struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia. Perubahan ini tidak hanya membutuhkan penyesuaian terhadap kewenangan setiap lembaga negara, yang ditentukan dalam UUD 1945, akan tetapi juga kewenangan lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan oleh peraturan lain, seperti Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden atau Peraturan Presiden, juga perlu disesuaikan. Hal ini merupakan suatu keharusan sebagai konsekuensi hukum hirarki peraturan perundang-undangan. Salah satu prinsip dalam hirarki peraturan perundang-undangan menentukan bahwa peraturan yang lebih rendah tingkatannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, jika bertentangan maka peraturan yang lebih rendah tidak berlaku. Hirarki peraturan perundang-undangan itu sendiri ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerUndang-undang- Perundang-undangan.

Melalui proses amandemen UUD 1945, Lembaga Kepresidenan ada salah satu lembaga negara yang mengalami banyak perubahan pada kewenangannya, seperti kekuasaan untuk menunjuk Duta Besar yang harus mendapat pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Meskipun demikian, kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan, sebagaimana diatribusikan oleh Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, tetap dipertahankan. Bahkan dengan proses rekruitmen lembaga kepresidenan yang baru: dipilih secara langsung, kedudukan konstitusional lembaga kepresidenan menjadi semakin kuat jika dibandingkan dengan kedudukan konstitusional yang dimiliki sebelumnya.

Dalam melaksanakan kewenangannya, presiden dibantu oleh seorang

wakil presiden dan kementerian negara28. Di samping wakil presiden dan

kementerian negara, presiden juga dapat dibantu oleh lembaga pemerintah yang lain, seperti Lembaga Pemerintah Non-Departemen (selanjutnya LPND), dalam melaksanakan kewenangannya. LPND didirikan dengan tujuan untuk

melaksanakan tugas khusus yang didelegasikan kepadanya oleh presiden29.

Oleh karena itu, LPND terletak dalam lingkup kekuasaan eksekutif, yang dipimpin oleh presiden. Selain itu, pembentukan dan pembubarannya tergantung pada keinginan presiden; presiden dapat membentuk yang baru atau membubarkan yang lain semata-mata tergantung pada keinginannya saja.

Pada umumnya, pembentukan sebuah LPND dahulunya dilakukan dengan sebuah keputusan presiden tersendiri. Meskipun, sejak pemerintahan Megawati Soekarnoputri, pembentukan seluruh LPND dilakukan dengan sebuah keputusan presiden saja, seperti Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001

27

Tulisan diambil dari laporan penelitian tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2005.

28

Lihat Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 17 UUD 1945. 29

Lihat Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden No.103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Struktur Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non

Departemen.

(selanjutnya Keppres No.103 Tahun 2001). Selanjutnya, setelah pengundangan UU No.10 Tahun 2004 pada 24 Juni 2004, seluruh keputusan presiden yang bersifat mengatur harus dikategorikan dan harus berbentuk Peraturan

Presiden30. Oleh karena itulah, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

menggunakan peraturan presiden dalam melakukan perubahan terhadap Keppres No.103 Tahun 2001. Dengan menggunakan keputusan presiden atau peraturan presiden dalam pembentukan atau pembubaran sebuah LPND, presiden harus mendasarkan pembentukan peraturan presiden atau keputusan presiden itu pada perintah pembentukan, baik secara tegas maupun tidak, dari

UUD 1945, undang-undang, atau peraturan pemerintah31. Alasan hukum

mengapa peraturan presiden membutuhkan perintah pembentukannya karena peraturan presiden terletak di bawah UUD 1945, undang-undang, dan peraturan

pemerintah dalam hirarki peraturan perundang-undangan32. Oleh karena itu

pembentukan peraturan presiden tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya33.

Pada tanggal 13 September 2001, Presiden Megawati Soekarnoputri membatalkan Keppres No.166 Tahun 2000 dan menggantikannya dengan Keppres No.103 Tahun 2001. Peraturan terakhir ini masih berlaku sampai sekarang meskipun telah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan terakhir atas Keppres No.103 Tahun 2001 dilakukan oleh Peraturan Presiden No.11 Tahun 2005 tentang Perubahan Kelima Keppres No.103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Struktur Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen (selanjutnya Perpres No.11 Tahun 2005). Keempat perubahan sebelumnya dilakukan melalui Keputusan Presiden No.3 Tahun 2002, Keputusan Presiden No.46 Tahun 2002, Keputusan Presiden No.30 Tahun 2003, dan Keputusan Presiden No.9 Tahun 2004. Sebelumnya, sebagaimana ditentukan dalam Keppres No.103 Tahun 2001, terdapat dua puluh lima (25) LPND, namun, dalam proses perubahan Keppres No.103 Tahun 2001, terdapat empat (4) LPND yang dibubarkan34 dan dibentuk sebuah LPND baru35. Saat ini terdapat 22 LPND, yaitu:

1. Lembaga Administrasi Negara (LAN); 2. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI); 3. Badan Kepegawaian Negara (BKN);

4. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PERPUSNAS); 5. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS); 6. Badan Pusat Statistik (BPS);

7. Badan Standardisasi Nasional (BSN);

8. Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nasional (BAPETEN); 9. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN);

30

Lihat Pasal 56 UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 31

Ibid, Pasal 11 dan Penjelasannya. 32

Ibid, Pasal 7 ayat (1). 33

Ibid, Pasal 7 ayat (5) dan Penjelasannya. 34

Lihat Keputusan Presiden No.3 Tahun 2002, Keputusan Presiden No.30 Tahun 2003, Keputusan Presiden No.9 Tahun 2004, dan Perpres No.11 Tahun 2005.

35

Lihat Keputusan Presiden No.46 Tahun 2002.

10. Badan Intelijen Negara (BIN);

11. Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG);

12. Badan Koordinasi Kelurga Berencana Nasional (BKKBN); 13. Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN);

14. Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional

(BAKOSURTANAL);

15. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP); 16. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI);

17. Badan Pengajian dan Penerapan Teknologi (BPPT); 18. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM); 19. Badan Pertanahan Nasional (BPN);

20. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM); 21. Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANAS); 22. Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).

Sebagai sebuah LPND tidak dapat dikategorikan sebagai bagian dari sebuah departemen atau pun sebagai bawahan dari departemen tertentu; LPND diberikan tugas khusus oleh kepala pemerintahan: presiden. Presiden, sebagai pendiri LPND, mempertimbangkan bahwa tugas yang diemban LPND tidak dapat dikategorikan dan diberikan kepada sebuah departemen tertentu: untuk melaksanakan tugas khusus itu diperlukan sebuah institusi khusus. Sebagai contoh, untuk menjamin keamanan, mutu, dan kandungan gizi dari makanan diperlukan beberapa departemen untuk mengaturnya, seperti Departemen Pertanian, Departemen Perikanan, Departemen Kehutanan, Departemen Perindustrian, dan Menteri Kesehatan. Presiden tidak melakukan pengkoordinasian menteri-menteri melainkan presiden berpendapat bahwa akan lebih baik jika dibentuk lembaga pemerintah khusus untuk melaksakanannya. Di samping itu, akan sangat banyak kementerian yang akan terlibat dalam pengaturan permasalahan ini, peraturan-peraturan, yang mengatur permasalahan itu, pun akan menjadi rumit dan sangat banyak. Hal ini juga akan mengakibatkan adanya peluang sengketa antar departemen. Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan presiden, ia mendelegasikan tugas khusus ini kepada sebuah lembaga pemerintah dengan tujuan untuk mencapai kepastian hukum dan untuk menghindari sengketa antar departemen. Berdasarkan kenyataan ini,

secara teoritis LPND dapat dikategorikan sebagai sebuah agensi eksekutif36

karena dikepalai oleh pimpinan tunggal37 yang dapat diberhentikan hanya

berdasarkan keinginan presiden semata, tanpa membutuhkan persetujuan dari lembaga negara lainnya38.

Dengan menempatkan LPND di bawah presiden, Kepala atau Ketua LPND juga akan bertanggung jawab langsung kepada presiden dan Kepala/Ketua LPND dapat memberikan laporan, nasehat, dan pertimbangannya mengenai tugas khususnya kepada presiden melalui menteri yang mempunyai

kewenangan dalam mengkoordinasikannya39. Terdapat beberapa menteri yang

36

GARY LAWSON, FEDERAL ADMINISTRATIVE LAW, West Group, 2nd edition, 2001, Hal.7. 37

Ibid. 38

Lihat Pasal 109 Keppres No.103 Tahun 2001. 39

Lihat Pasal 105 Keppres No.103 Tahun 2001.

diberi tugas untuk berkoordinasi dengan suatu LPND dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya. Sebagai contoh, Menteri yang ditunjuk untuk

mengkoordinasikan BPOM adalah Menteri Kesehatan40. Hal ini merupakan

konsekuensi hukum dari peraturan yang membentuk LPND dan letak LPND dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia.

40

Lihat Pasal I Angka 3 Perpres No.11 Tahun 2005.

Dalam dokumen Lembaga lembaga Negara Alat Negara State (Halaman 31-35)

Dokumen terkait