• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Sejarah Singkat Pembentukan

KEN lahir untuk lebih menunjang keberhasilan Kabinet Indonesia Bersatu II, khususnya dalam mempercepat pembangunan perekonomian nasional yang inklusif, seimbang, dan berkelanjutan, dipandang perlu memadukan pemikiran dan kemampuan para ahli dalam berbagai bidang ekonomi bersama Pemerintah.

B. Dasar Hukum Pembentukan

Dasar hukum pembentukan KEN ialah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2010 Tentang Komite Ekonomi Nasional.

C. Tugas dan Fungsi

KEN bertugas:

a. Melakukan pengkajian terhadap permasalahan perekonomian nasional, perkembangan perekonomian regional dan global, serta menyampaikan saran tindak strategis dalam rangka percepatan pembangunan perekonomian nasional kepada Presiden; dan

b. Melaksanakan tugas lain dalam lingkup perekonomian yang diberikan Presiden.

D. Bentuk Organisasi dan Keanggotaan

Keanggotaan KEN terdiri dari:

Ketua : Chairul Tanjung; Wakil Ketua : Dr. Chatib Basri; Sekretaris : Aviliani, S.E., M.Si; Anggota : 1. Dr. Ninasapti Triaswati; 2. Umar Juoro, M.A., MAPE; 3. Christianto Wibisono; 4. John A. Prasetio; 5. Faisal H. Basri, M.A.; 6. T. P. Rachmat;

8. James T. Riady; 9. Dr. Raden Pardede;

10. Dr. Djisman S. Simanjuntak; 11. Dr. H.S. Dillon;

12. Pieter Gontha;

13. Prof. Dr. Hermanto Siregar; 14. Chris Kanter;

15. Prof. Irzan Tandjung, Ph.D; 16. Prof. Dr. Badia Perizade, M.B.A; 17. Dr. M. Syafii Antonio, M.EC; 18. Sharif Cicip Sutardjo;

19. Erwin Aksa;

20. Sandiaga S. Uno, M.B.A; 21. Dr. Purbaya Yudhi Sadewa.

Dalam melaksanakan tugasnya, Komite Ekonomi Nasional memperhatikan masukan Tim Pengarah.

Tim Pengarah sebagaimana terdiri dari:

Ketua : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

Anggota : 1. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan;

2. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat; 3. Menteri Sekretaris Negara;

4. Menteri Keuangan; 5. Sekretaris Kabinet.

Komite Ekonomi Nasional melaksanakan tugasnya sejak ditetapkan Peraturan Presiden ini sampai berakhirnya masa bakti Kabinet Indonesia Bersatu II.

E. Implementasi Tugas dan Fungsi Komite Ekonomi Nasional

1. Mengusulkan kepada pemerintah agar meninjau kembali konsep MP3EI 2011-2025 terutama dalam hal pembangunan enam koridor ekonomi.

2. Mengusulkan agar Pemerintah membuat neraca keuangan negara yang di dalamnya menyajikan aset kekayaan alam Indonesia.

3. Mengusulkan agar simpul-simpul pertumbuhan ekonomi tidak lagi terkonsentrasi di Jawa.

F. Anggaran

Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Komite Ekonomi Nasional dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara c.q. Anggaran Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

G. Keterkaitan Komite Ekonomi Nasional dengan

Kementerian/Lembaga

1. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

2. Kementerian Koordinator Bidang Politk, Hukum, dan Keamanan

4. Kementerian Keuangan

5. Sekretaris Kabinet

8. DEWAN NASIONAL KAWASAN EKONOMI KHUSUS (DEWAN NASIONAL KEK)

A. Sejarah Singkat Pembentukan

Dalam rangka mempercepat pencapaian pembangunan ekonomi nasional, diperlukan peningkatan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis. Kawasan tersebut dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) bertujuan untuk mempercepat perkembangan daerah dan sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan.

B. Dasar Hukum Pembentukan

1. Peraturan Presiden No. 33 Tahun 2010 tentang Dewan Nasional dan Dewan Kawasan Ekonomi Khusus;

2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus.

C. Tugas dan Fungsi

Dewan Nasional KEK bertugas:

1. Menyusun Rencana Induk Nasional KEK;

2. Menetapkan kebijakan umum serta langkah strategis untuk mempercepat pembentukan dan pengembangan KEK;

3. Menetapkan standar infrastruktur dan pelayanan minimal dalam KEK

4. Melakukan pengkajian atas usulan suatu wilayah untuk dijadikan KEK;

5. Memberikan rekomendasi pembentukan KEK

6. Mengkaji dan merekomendasikan langkah pengembangan di wilayah yang potensinya belum berkembang

7. Menyelesaikan permasalahan strategis dalam pelaksanaan, pengelolaan, dan pengembangan KEK

8. Memantau dan mengevaluasi keberlangsungan KEK serta merekomendasikan langkah tindak lanjut hasil evaluasi kepada Presiden, termasuk mengusulkan pencabutan status KEK

Fungsi KEK:

Melakukan dan mengembangkan usaha di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata, dan bidang lain. Sesuai dengan hal tersebut, KEK terdiri atas satu atau beberapa Zona, antara lain Zona pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata,

dan energi yang kegiatannya dapat ditujukan untuk ekspor dan untuk dalam negeri.

D. Bentuk Organisasi dan Keanggotaan

Dewan Nasional, berkedudukan di Pusat Pemerintahan yang dibentuk dengan Keputusan Presiden dan keanggotaannya terdiri atas Menteri serta Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian. Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Nasional akan membentuk Sekretariat Dewan Nasional.

Sekretariat Dewan Nasional KEK

Untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas Dewan Nasional KEK, dibentuk Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus yang diatur melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus Nomor 7 Tahun 2010.

Sekretariat Dewan Nasional KEK mempunyai tugas menyelenggarakan dukungan dan pelayanan di bidang teknis operasional dan administratif kepada Dewan Nasional KEK, serta pembinaan terhadap seluruh unsur dalam lingkungan Sekretariat Dewan Nasional KEK. Dalam melaksanakan tugas tersebut Sekretariat Dewan Nasional KEK menyelenggarakan fungsi:

Pemberian dukungan teknis operasional kepada Dewan Nasional KEK;

Pemberian pelayanan administrasi penyusunan rencana dan program kerja Dewan Nasional KEK;

Penyelenggaraan kegiatan koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi administrasi kegiatan dan tindak lanjut pelaksanaan tugas Dewan Nasional KEK;

Pemberian pelayanan administrasi kerjasama Dewan Nasional KEK dengan lembaga dan pihak lain yang terkait;

Pemberian pelayanan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian serta penyusunan laporan kegiatan Dewan Nasional KEK; dan

Penyelenggaraan administrasi keanggotaan Dewan Nasional KEK serta pembinaan organisasi, administrasi ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana Sekretariat Dewan Nasional KEK.

Dewan Kawasan, berkedudukan di Provinsi yang dibentuk dengan Keputusan Presiden dan keanggotaannya terdiri atas wakil Pemerintah serta wakil Pemerintah Daerah. Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Kawasan akan membentuk Sekretariat Dewan Kawasan.

Administrator Kawasan Ekonomi Khusus yang berkedudukan pada kawasan ekonomi khusus dibentuk dengan Keputusan Dewan Kawasan dan keanggotaannya diatur kemudian.

Badan Usaha Pengelola yang berfungsi sebagai penyelenggara kegiatan usaha di KEK, dapat berupa: BUMN/BUMD; Badan Usaha Koperasi; Badan Usaha Swasta; atau Badan Usaha Patungan antara Swasta

dan/atau Koperasi dengan Pemerintah, dan/atau Pemerintah Provinsi, dan/atau Pemerintah Kabupaten/kota.

Lembaga Kerjasama Tripartit Khusus yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur

Dewan Pengupahan yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur yang keanggotaannya terdiri atas unsur pemerintah, unsur pemerintah daerah, unsur serikat pekerja/serikat buruh, unsur asosiasi pengusaha, tenaga ahli dan perguruan tinggi.

Keanggotaan

Ketua/merangkap anggota: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Anggota:

1. Menteri Keuangan 2. Menteri Perdagangan 3. Menteri Perindustrian 4. Menteri Dalam Negeri 5. Menteri Pekerjaan Umum 6. Menteri Perhubungan

7. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

8. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

E. Implementasi Tugas dan fungsi Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (Periode Oktober-Desember 2010)

1. Penyelesaian Peraturan Perundangan terkait KEK, meliputi antara lain: Peraturan Menko Perekonomian No. 6 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Persidangan dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Dewan Nasional KEK, Peraturan Menko Perekonomian No. 7 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan Nasional KEK, Keputusan Menko Perekonomian No. 40 Tahun 2010 tentang Tim Pelaksana Dewan Nasional KEK, Keputusan Menko Perekonomian No. 41 Tahun 2010 tentang Pengangkatan Jabatan Eselon II di Lingkungan Sekretariat Dewan Nasional KEK.

2. Penyusunan konsep Format Usulan KEK berdasarkan pada pengusul KEK yaitu format usulan KEK oleh (i) Badan Usaha disiapkan 2 (dua) format usulan meliputi: format usulan oleh Badan Usaha dalam hal KEK yang diusulkan berada dalam satu wilayah kabupaten/kota dan lintas kabupaten/kota; (ii) format usulan KEK oleh Pemerintah Kabupaten/Kota;, (iii) format usulan KEK oleh Pemerintah Provinsi, dan (iv) format usulan KEK oleh Kementerian /LPNK.

3. Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) dalam Usulan KEK;

4. Pelaksanaan Survei, Kunjungan Kerja, dan Sosialisasi Kebijakan KEK. Sekretariat Dewan Nasional KEK melakukan 3 (tiga) kali kunjungan kerja dalam negeri yaitu ke lokasi usulan KEK (Banten, Lamongan dan Belitung).

5. Kunjungan Kerja Luar Negeri. Dalam rangka menyusun berbagai kebijakan yang diperlukan dalam penyelenggaraan KEK, Tim pelaksana dan Sekretariat Dewan Nasional KEK melaksanakan kunjungan kerja ke beberapa negara seperti India, Filipina, Thailand, Taiwan dan China.

6. Pelaksanaan uji Publik Kebijakan dan RPP Penyelenggaraan KEK, meliputi:

a. Sosialisasi RPP tentang Penyelenggaraan KEK di Medan dan Bali; b. Pertemuan tentang Evaluasi Rencana Pengembangan KEK di

Kabupaten Bekasi;

c. Kunjungan tim Bupati Muara Enim untuk Audiensi Pendopo Integrated Industrial Park (PII) Muara Enim, Sumatera Selatan.

F. Anggaran

Segala biaya yang yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas Dewan Nasional dibebankan pada Anggaran Belanja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

G. Keterkaitan dengan Kementerian/Lembaga

1. Kementerian Koodinator Bidang Perekonomian 2. Kementerian Keuangan

3. Kementerian Perdagangan 4. Kementerian Perindustrian 5. Kementerian Dalam Negeri

6. Kementerian Pekerjaan Umum 7. Kementerian Perhubungan

8. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

9. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

10. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

9. LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK)

A. Sejarah Singkat Pembentukan

Salah satu alat bukti yang sah dalam proses peradilan pidana adalah keterangan Saksi dan/atau Korban yang mendengar, melihat, atau mengalami sendiri terjadinya suatu tindak pidana dalam upaya mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana. Selama ini penegak hukum dalam mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana sering mengalami kesulitan karena tidak dapat menghadirkan Saksi dan/atau Korban disebabkan adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan upaya perlindungan bagi Saksi dan/atau Korban yang sangat penting keberadaannya dalam proses peradilan pidana.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dibentuk berdasarkan UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Lahirnya Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban yang

memakan waktu cukup panjang ini ditujukan untuk memperjuangkan diakomodasinya hak-hak saksi dan korban dalam proses peradilan pidana. Berbeda dengan beberapa negara lain, inisiatif untuk membentuk Undang-Undang perlindungan bagi saksi dan korban bukan datang dari aparat hukum, polisi, jaksa, atau pun Pengadilan yang selalu berinteraksi dengan saksi dan korban tindak pidana, melainkan justru datang dari kelompok masyarakat yang memiliki pandangan bahwa saksi dan korban sudah saatnya diberikan perlindungan dalam sistem peradilan pidana. Di samping itu, minimnya perhatian yang serius oleh aparat penegak hukum terhadap saksi-korban membuat RUU ini harus selalu didesakkan hampir setiap tahun sejak 2001 hingga 2005 agar masuk dalam rencana Prolegnas.

Gagasan untuk menghadirkan undang-undang perlindungan saksi dan korban dimulai pada tahun 1999, di mana beberapa elemen masyarakat mulai mempersiapkan perancangan undang-undang perlindungan saksi. Hal ini kemudian disusul dengan adanya naskah akademis tentang undang-undang perlindungan saksi dalam proses peradilan pidana. Naskah akademis ini kemudian menghasilkan RUU perlindungan saksi.

Selanjutnya, tahun 2001 undang-undang perlindungan saksi diamanatkan untuk segera dibentuk berdasarkan Ketetapan MPR No. VIII Tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Juni 2002 Badan Legislasi DPR RI mengajukan RUU Perlindungan Saksi dan Korban yang ditandatangani oleh 40 anggota DPR dari berbagai fraksi sebagai RUU usul inisiatif DPR.

Indonesia meratifikasi UN Convention Against Corruption pada tahun 2003. Dalam pasal 32 dan 33 konvensi ini disebutkan bahwa kepada setiap negara peratifikasi wajib menyediakan perlindungan yang efektif terhadap saksi atau ahli dari pembalasan atau intimidasi termasuk keluarganya atau orang lain yang dekat dengan mereka. Awal 2005 Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK) yang disusun oleh Bappenas menjadwalkan pembahasan RUU Perlindungan Saksi pada triwulan kedua 2005. Februari 2005 Rapat Paripurna ke 13 DPR RI Peridoe 2004-2009, telah menyetujui Program Legislasi Nasional. Salah satu RUU yang diprioritaskan untuk segera dibahas adalah RUU Perlindungan Saksi. Sepuluh fraksi di DPR RI memandang bahwa RUU Perlindungan Saksi memiliki peran strategis dalam upaya penegakan hukum dan menciptakan pemerintahan yang bebas dari korupsi.

Akhirnya Juni 2005 RUU Perlindungan Saksi dan Korban disampaikan dalam surat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden. Tanggal 30 Agustus 2005 Presiden mengeluarkan surat penunjukan wakil untuk membahas RUU tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang menugaskan Menteri Hukum dan HAM mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU tersebut. Pada Januari 2006, pemerintah yang diwakili Departemen Hukum dan HAM menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah, tentang RUU Perlindungan Saksi dan Korban kepada DPR RI. Awal Februari 2006 komisi III DPR RI membentuk Panitia Kerja yang terdiri dari 22 orang untuk membahas RUU Perlindungan Saksi dan Korban. Pada bulan Juli 2006, Rapat Paripurna DPR RI akhirnya mengesahkan RUU Perlindungan Saksi dan Korban menjadi UU

Perlindungan Saksi dan Korban. Sepuluh fraksi di DPR RI mendukung keberadaan UU tersebut.

11 Agustus 2006 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64). Salah satu amanat yang ada dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban ini adalah pembentukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang dibentuk paling lambat setahun setelah UU Perlindungan Saksi dan Korban disahkan. Dalam perkembangan selanjutnya, LPSK dibentuk pada tanggal 8 Agustus 2008. Di dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban disebutkan bahwa LPSK adalah lembaga yang mandiri namun bertanggung jawab kepada Presiden. Disebutkan pula bahwa LPSK adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Ruang lingkup perlindungan ini adalah pada semua tahap proses peradilan pidana. Tujuan Undang-undang ini adalah untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban dalam memberikan keterangan dalam proses peradilan pidana.

B. Dasar Hukum Pembentukan

1. UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban;

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang selaras mengenai perlindungan Saksi, Korban dan Pelapor;

Berdasarkan Keppres No/65/P/2008, anggota LPSK telah diangkat oleh Presiden setelah dipilih melalui proses seleksi fit and proper test.

C. Tugas dan Fungsi

LPSK adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

LPSK bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada Saksi dan Korban berdasarkan tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

D. Bentuk Organisasi dan Keanggotaan

LPSK merupakan lembaga mandiri yang berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia, dan bertanggung jawab kepada Presiden. LPSK mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan keperluan. LPSK membuat laporan secara berkala tentang pelaksanaan tugas LPSK kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun.

Anggota LPSK terdiri atas 7 (tujuh) orang yang berasal dari unsur profesional yang mempunyai pengalaman di bidang pemajuan, pemenuhan, perlindungan, penegakan hukum dan hak asasi manusia, kepolisian, kejaksaan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, akademisi,

Masa jabatan anggota LPSK adalah 5 (lima) tahun. Setelah berakhir masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Anggota LPSK dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

LPSK terdiri atas Pimpinan dan Anggota. Pimpinan LPSK terdiri atas Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap anggota. Pimpinan LPSK dipilih dari dan oleh anggota LPSK. Masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua LPSK selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

STRUKTUR ORGANISASI LPSK 2008-2013

Ketua LPSK (PJ. Bidang Hukum, Diseminasi dan Humas) Nama : Abdul Haris Semendawai, SH., LL.M Wakil Ketua LPSK

Nama : Lies Sulistiani, S.H., M.H Anggota LPSK

Nama : Lili Pintauli Siregar, S.H

Penanggungjawab : Bidang Bantuan, Kompensasi dan Restitusi Anggota LPSK

Nama : R.M.Sindhu Khrishno, Bc.IP.,S.H., M.H

Penanggungjawab : Bidang Pengawasan, Penelitian, Pengembangan & Pelaporan

Anggota LPSK

Nama : Prof. DR. Teguh Soedarsono, S.IK., S.H., Msi Penanggungjawab : Bidang Perlindungan, Kerjasama dan Diklat Sekretaris LPSK

E. Implementasi Tugas dan Fungsi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

Sebagai lembaga baru di Indonesia dalam hal penanganan pemberian perlindungan, pada tahun kedua (2010) LPSK masih terus menyusun aturan internal mengenai Standar Operasional Prosedur Pemberian Perlindungan dan Prosedur Tetap. Hal ini telah dilakukan dengan menyusun pedoman hak prosedural, penyusunan pedoman unit medis dan psikologis LPSK, pemetaan mekanisme pemulihan korban di Indonesia, penyusunan Peraturan LPSK Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Operasional Prosedur Permohonan dan Pelaksanaan Restitusi, Peraturan LPSK Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Standar Operasional Prosedur Permohonan dan Pelaksanaan Kompensasi, Peraturan LPSK Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Rapat pada LPSK, Peraturan LPSK Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik dan Pelanggaran Disiplin Berat, Peraturan Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Tugas dan Fungsi LPSK dan Peraturan Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pemberian Perlindungan.

Dalam hal aspek operasional, sepanjang tahun 2010, terjadi peningkatan signifikan terhadap permohonan perlindungan yakni meningkat dari 2008 sebanyak 10 permohonan, tahun 2009 74 Permohonan dan 2010 sebanyak 153 Permohonan. Angka peningkatan permohonan ini menunjukkan ekspektasi masyarakat terutama saksi dan korban terhadap LPSK meningkat tajam.

F. Anggaran

Realisasi anggaran LPSK berdasarkan Pagu Tahun Anggaran 2011 (Setelah Penghematan) sebesar Rp. 54. 000.000.000 dan realisasi s.d 28 Februari 2011 sebesar Rp. 1. 940.162.110,-.

G. Keterkaitan dengan Kementerian/Lembaga

LPSK merupakan lembaga mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden, serta memberikan laporan pelaksanaan tugas LPSK kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun. Tugas dan Fungsi lembaga ini sangat berkaitan dengan kewenangan Kementerian Hukum dan HAM.

Kementerian/Lembaga terkait:

1. Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan 2. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat

3. Kementerian Hukum dan HAM 4. Kementerian Sekretariat Negara

5. Kementerian Negara PP dan Perlindungan Anak 6. Kepolisian

7. Kejaksaan

10. LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

A. Sejarah Singkat Pembentukan

Industri perbankan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Stabilitas industri perbankan sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan.

Pada tahun 1998, krisis moneter dan perbankan menghantam Indonesia, yang ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank, mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.

Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya

Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat. Pada tanggal 22 September 2004, Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, LPS, suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya, dibentuk. Undang-undang ini berlaku efektif sejak tanggal 22 September 2005, dan sejak tanggal tersebut LPS resmi beroperasi.

B. Dasar Hukum Pembentukan

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2005 tentang Modal Awal Lembaga Penjamin Simpanan.

C. Tugas dan Fungsi

LPS memiliki tugas:

1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan

simpanan.

2. Melaksanakan penjaminan simpanan.

3. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan.

4. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik.

5. Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.

LPS memiliki fungsi:

1. Menjamin simpanan nasabah;

2. Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.

D. Bentuk Organisasi dan Keanggotaan

Organisasi LPS terdiri atas Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif

Keanggotaan:

1. Dewan Komisioner berjumlah enam (6) orang , terdiri:

a. 1 (satu) orang pejabat tingkat eselon I Kementerian Keuangan yang ditunjuk Menteri Keuangan

b. 1 (satu) orang unsur pimpinan Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) yang ditunjuk pimpinan LPP

c. 1 (satu) orang unsur pimpinan Bank Indonesia (BI) yang ditunjuk oleh pimpinan BI

d. 3 (tiga) orang anggota yang berasal dari dalam dan/atau dari luar LPS

2. Salah seorang nggota Dewan Komisioner ditetapkan oleh Presiden sebagai Kepala Eksekutif

3. Kepala Eksekutif dibantu oleh sebanyak 5 (lima) orang Direktur.

Susunan Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan adalah sebagai berikut:

Heru Budiargo

Ketua Dewan Komisioner

Firdaus Djaelani Kepala Eksekutif Mirza Adityaswara Anggota Siswanto Anggota Dr. Muliaman D. Hadad Anggota ex officio Bank Indonesia

Dr. Ahmad Fuad Rahmany

Anggota ex-officio Kementerian Keuangan

Susunan Dewan Direksi Lembaga Penjamin Simpanan adalah sebagai berikut:

Noor Cahyo

Direktur Klaim dan Resolusi Bank

Mirza Mochtar Direktur Keuangan

R. Budi Santoso

Direktur Administrasi dan Sistem Informasi

Salusra Satria

Direktur Penjaminan dan Manajemen Risiko

E. Implementasi Tugas dan Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan

1. Sejak tahun 2005 LPS telah melikuidasi 27 bank (26 BPR dan 1 Bank ( Bank IFI). Bank yang dicabut izinnya tersebut hampir seluruhnya

Dokumen terkait