BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D. Kompetensi Guru
1. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik berkaitan langsung dengan penguasaan disiplin
ilmu pendidikan dan ilmu lain yang berkaitan dengan tugasnya sebagai
guru. Oleh karena itu seorang calon guru harus memiliki latar belakang
pendidikan keguruan yang relevan dengan bidang keilmuannya.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.16 tahun 2007 tentang
standar kualifikasi dan kompetensi guru telah menggarisbawahi 10
kompetensi inti yang harus dimiliki oleh guru yang terkait dengan
standar kompetensi pedagogik. Kesepuluh kompetensi inti itu adalah
sebagai berikut:
a) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral,
Peserta didik yang dilayani oleh guru adalah individu-
individu yang unik. Mereka bukanlah sekelompok manusia yang
dapat dengan mudah diatur, didikte, diarahkan atau diperintah
menurut kemauan guru. Mereka adalah subjek yang memiliki latar
belakang, karakteristik, keunikan, kemampuan yang berbeda-beda.
Karena itu pemahaman terhadap karakteristik peserta didik dan
berbagai aspek perkembangannya dan faktor-faktor yang
memengaruhinya merupakan syarat mutlak bagi guru agar guru
dapat berhasil dalam pembelajarannya (Marselus, 2001: 30).
b) Menguasai teori-teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran
yang mendidik.
Tugas utama guru adalah memengaruhi siswa bisa belajar.
Karena itu tidak terelakkan bahwa guru juga harus menguasai
dengan baik teori-teori belajar, dan bagaimana teori-teori itu
diaplikasikan dalam pembelajaran melalui model-model
pembelajaran tertentu. Secara umum ada tiga teori belajar yang
masih berpengatuh sampai saat ini yakni teori-teori behaviorisme,
teori-teori kognitivisme, dan teori-teori humanistic-konstruktivis.
Ketiga teori ini meletakkan dasar bagi berbagai model
pembelajaran yang ada saat ini (marselus, 2011: 32).
Selain menguasai teori-teori belajar dan pembelajaran, guru
juga harus menguasai prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
pembelajaran yang tidak hanya berupa penerusan informasi,
melainkan pembelajaran yang lebih banyak memberikan peluang
bagi peserta didik untuk pembentukan kecerdasan, pemerolehan
pengetahuan dan keterampilan. Ini berarti guru harus lebih
mengedepankan peran siswa sebagai subjek aktif dalam
pembelajaran. Pembelajaran yang mendidik juga berarti
pembelajaran yang memberikan pengalaman-pengalaman
bermakna yang tidak hanya berguna untuk kepentingan sesaat
(seperti untuk menyelesaikan soal tes agar bisa lulus), tetapi
pembelajaran yang memberikan kemampuan bagi siswa untuk bisa
belajar sepanjang hayat (learning how to learn) (Marselus, 2011:
34).
c) Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran
atau bidang pengembangan yang diampu.
Pemahaman kurikulum harus selalu mengalami perubahan
dan perkembangan di dunia pendidikan. Diskursus kurikulum
menjadi perhatian penting para pakar pendidikan, termasuk guru
yang dianggap sebagai pelaku kurikulum secara teknis dalam
proses pembelajaran. Menurut Zamroni, salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas pendidikan adalah mempertimbangkan dua
model, yaitu memperkuat hidden curriculum dan mengembangkan
d) Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
Untuk memunculkan pembelajaran yang mendidik,
berbagai pendekatan telah dilakukan oleh pendidik, sekolah dan
penentu kebijakan. Sebelum guru menyelenggarakan teknik
pembelajaran yang mendidik, setiap guru harus memahami tujuan
belajar itu sendiri.
e) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
kepentingan pembelajaran.
Menurut Nana Sudjana, belajar dan mengajar sebagai suatu
proses, mengandung tiga unsur yang dapat dibedakan, yakni tujuan
pengajaran (instruksional), pengalaman (proses) belajar mengajar,
dan hasil belajar (Janawi, 2011: 86). Tujuan Instruksional Khusus
(TIK) menjadi dasar awal kegiatan pembelajaran. Proses
pencapaian pembelajaran diukur melalui proses pertama, yakni
tercapai atau tidak TIK itu sendiri. Jika TIK tercapai, maka tujuan-
tujuan berikutnya akan mengarah pada tujuan akhir pendidikan,
yakni proses perubahan perilaku peserta didik (behavioral
changing). TIK dalam proses belajar mengajar menjadi tujuan operasional dari setiap pembelajaran yang terfokus pada mata
pelajaran tertentu. Oleh karena itu perumusan TIK tetap mengacu
kepada pencapaian aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
f) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Siswa sebagai individu memiliki berbagai bakat dan
kemampuan yang beragam. Karena itu tugas guru adalah
menciptakan kondisi sedemikian rupa agar berbagai potensi dan
kemampuan yang beragam itu dapat dikembangkan secara optimal.
Salah satu wahana untuk mengembangkan kemampuan, potensi,
bakat atau minat siswa adalah melalui kegiatan-kegiatan
ekstrakurikuler. Guru tidak hanya menjadi fasilitator belajar di
ruang kelas, tetapi juga harus menjadi fasilitator belajar di luar
ruang kelas pada situasi-situasi non pembelajaran. Melalui kegiatan
pengembangan minat, bakat dan kemampuan siswa ini, para siswa
merasa dihargai dan memiliki peluang untuk mengembangkan
kemampuannya secara optimal tanpa dihambat oleh berbagai
kegiatan-kegiatan akademik pelajaran semata (Marselus, 2011: 38).
g) Berkomunikasi secara efektif, empati, dan santun dengan peserta
didik.
Agar guru dapat berinteraksi dengan siswa dan dapat
melaksanakan pembelajarannya secara efektif, kemampuan
berkomunikasi merupakan salah satu prasayaratnya. Guru harus
bisa berkomunikasi secara efektif dengan siswa agar pesan-pesan
pembelajaran dapat dipahami, dihayati atau diamalkan oleh para
h) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
Supranata dan Hatta dalam Janawi mengartikan evaluasi
atau penilaian merupakan proses menyimpulkan dan menafsirkan
fakta-fakta dan membuat pertimbangan dasar yang profesional
untuk mengambil kebijakan pada sekumpulan informasi, yaitu
informasi tentang peserta didik (Janawi, 2011: 90). Pada umumnya
evauasi dapat dijadikan sebagai proses umpan balik (feedback
process). Pertama, evalusi menjadi dasar untuk melakukan penilaian terhadap tingkat keberhasilan anak baik pada tiap proses
pembelajaran, semester, dan tahunan. Dalam dunia pendidikan,
evaluasi tetap harus dilakukan. Melalui evaluasi inilah, tujuan
pembelajaran dapat diketahui berhasil atau tidaknya, mencapai
sasaran atau tidak. Kedua, evaluasi menjadi umpan balik baik bagi
guru maupun anak.
i) Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas
pembelajaran.
Tindakan reflektif menjadi acuan peningkatan kualitas
pendidikan, lebih khusus lagi kualitas proses pembelajaran.
Tindakan ini sering dilupakan oleh para guru dan pelaku dunia
persekolahan. Padahal dalam paradigma dunia pendidikan modern,
tindakan reflektif menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam
proses peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri (Janawi, 2011: