• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberagaman Agama Peserta Didik SMK Bakti Karya

KOMPETENSI INTI 2 (SIKAP SOSIAL)

1. Menerima, menjalankan dan menghargai ajaran agama yang dianutnya

2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru dan tetangganya serta cinta tanah air

KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR

1.4 Mensyukuri manfaat persatuan dan kesatuan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa

2.4 Menampilkan sikap jujur pada penerapan nilai-nilai persatuan dan kesatuan untuk membangun kerukunan di bidang sosial budaya

Dalam memaknai pendidikan antikorupsi, tentu tidak lepas dari sebuah nilai yang ada di dalamnya. Berikut merupakan nilai-nilai antikorupsi yang perlu ditanamkan pada diri siswa.

Tabel 2. Nilai dan Indkator Pendidikan Antikorupsi

No Nilai Indikator

1 Jujur Selalu berbicara dan berbuat sesuai dengan fakta (konsisten),

Tidak melakukan perbuatan curang, Tidak berbohong,

Tidak mengakui milik orang lain sebagai miliknya 2 Disiplin Berkomitmen untuk selalu berperilaku konsisten dan

berpegang teguh pada aturan yang ada dalam semua kegiatan

3 Tanggung jawab

Selalu menyelesaikan pekerjaan atau tugas-tugas secara tuntas dengan hasil terbaik

4 Kerja keras Selalu berupaya untuk menuntaskan suatu pekerjaan dengan hasil yang terbaik,

Terhindari perilaku instan (jalan pintas) yang mengarah pada kecurangan

5 Sederhana Selalu berpenampilan apa adanya, tidak berlebihan, tidak

148

Kearifan Lokal

Kearifan lokal atau local wisdom merupakan bagian dari tradisi adat istadat yang tidak dapat dipisahkan dari kajian tentang masyarkat. Karakteristik daripada kearifan lokal adalah sifatnya yang diturun-temurunkan oleh generasi terdahulu kepada generasi selanjutnya. Sifatnya yang turun temurun dan berkesinambungan kemudian menghasilkan apa yang disebut sebagai cipta, rasa, dan karsa atau jamak disebut budaya.

Kata budaya berasal dari kata buddhayah sebagai bentuk jamak dari buddhi (Sanskerta) yang berarti ‘akal’ (Koentjaraningrat, 1974: 80). Sedangkan menurut Tylor, kebudayaan adalah keseluruhan aktivitas manusia, termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan kebiasaankebiasaan lain (Nyoman Kutha Ratna,2005: 5).

Menurut Koentjaraningrat, wujud kebudayaan ada tiga macam: 1) kebudayaan sebagai kompleks ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan; 2) kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat; dan 3) benda-benda sebagai karya manusia (Koentjaraningrat, 1974: 83). Kecuali itu adapula pengelompokan kebudayaan menjadi: 1) bahasa; 2) mata pencaharian; 3) organisasi; 4) ilmu pengetahuan; 5) kehidupan beragama; 6) kesenian; dan 7) teknologi.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian Research and Development (R&D). Metode penelitian ini digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji validitas, kepraktisan dan efektifitas produk. Model pengembangan yang digunakan adalah metode ADDIE terdiri dari 5 langkah 1) Analisis (Analyze), 2) Perancangan (Design), 3) Pengembangan (Develop), 4) Implementasi (Implement), dan 5) Evaluasi (Evaluate) (Tegeh, 2014: 42). Penelitian ini dimulai dari studi pustaka di mana peneliti mencari referensi terkait data ataupun masalah yang mendukung penelitian selanjutnya yaitu pembuatan media pembelajaran.

Gambar 1. Desain Pengembangan ADDIE

Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Teknik pengumpulan data penelitian ini melalui dua tahap. Tahap yang pertama yaitu observasi non-partisipatif, di mana kami sebagai peneliti melakukan studi pustaka dan wawancara dalam pengumpulan data yang mendukung dalam penelitian ini. Kedua, kami melakukan uji coba mengenai AKSIPOB (Antikorupsi Pop Up Book) dengan menggunakan instumen validasi media oleh ahli media pembelajaran baik dari dosen maupun guru.

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis kuantitatif. Jenis data yang diambil berupa data kualitatif yang diubah menjadi data kuantitatif dengan skala Likert. Data berupa skor tanggapan dari ahli media dan ahli materi yang diperoleh melalui skala dan dianalisis secara deskriptif kuantitatif.

149 Tabel 3. Metode Pengumpulan dan Analisis Data

No. Tahap Metode

Pengumpulan Data

Metode Analisis Data

1. Identifik asi nilai-nilai kearifan lokal

FGD, observasi Deskriptif kualitatif

2. Meranca ng isi pop up book Eksplorasi, wawancara

Analisis isi, deskriptif kualitatif

3. Pengemb angan pop up book Eksplorasi, wawancara

Analisis isi, deskriptif kualitatif

4. Uji coba lapangan awal

observasi dan angket

Deskriptif kuantitatif dan kualitatif 5. Revisi hasil uji coba Dokumentasi rekaman pem-belajaran dan wawancara

Deskriptif kualitatif, analisis isi

Penarikan Kesimpulan

Pada tahap penarikan simpulan dan saran penulis menggunakan teknik induksi berdasarkan uraian pada pembahasan. Berdasarkan pembahasan pula, penulis merumuskan beberapa saran untuk menyempurnakan gagasan. Penarikan simpulan dan saran ini dilakukan melalui langkah-langkah yang sistematis, sehingga diperoleh hasil kajian yang lengkap dan terstruktur.

Hasil dan Pembahasan

Perancangan Desain AKSIPOB (Antikorupsi Pop Up Book)

AKSIPOB ini adalah suatu inovasi media pembelajaran yang memiliki beberapa keunggulan tersendiri. Media ini disusun berdasarkan Kompetensi Dasar Tematik SD Kurikulum 2013. Melalui media ini, peserta didik diharapkan mampu memahami tentang korupsi dan kearifan lokal. Agar nantinya pendidikan antikorupsi dapat terimplementasi dengan baik.Media pembelajaran ini dirancang seperti pop up book pada umumnya, namun ada modifikasi tertentu di dalam isi dengan beberapa informasi-informasi mengenai pencegahan korupsi berbasis kearifan lokal.

Startegi perancangan media pop up book meliputi ide, ilustrasi animasi, instruksi, dan teknik pop up book. Strategi perancangan dalam buku ini sebagai berikut:

150

Ide/Konsep

Konsep yang diangkat dalam buku ini adalah “simple, interest, and fun”. Dalam perencangan ini menampilkan simple ataukesederhanaan dalam penggunaan buku, memberikan pemahaman yang mudah untuk memahami korupsi dan kearifan lokal. Konsep interest atau menarik menampilkan sebuah rancangan yang menarik dalam mengilustrasikan gambar dalam AKSIPOB. Sedangkan fun atau menyenangkan yaitu dengan menampilkan bahwa mempelajari pencegahan antikorupsi berbasis kearifan lokal sangat menyenangkan dengan adanya komunikasi yang informatif antara buku dengan pembaca.

Ilustrasi Animasi

Animasi dalam buku ini dirancang dengan menggunakan gambar tokoh wayang Punakawan (Semar, Bagong, Gareng, Petruk), Yudi Latif, dan Pak Ogah. Tokoh tersebut dibuat berdialog mengenai korupsi dan pencegahannya. Ada juga ilustrasi Tari Srimpi Padelori yang menggambarkan kearifan lokal di SD N 1 Keputran, Yogyakarta.

Instruksi

Instruksi yang terdapat dalam AKSIPOB (Antikorupsi Pop Up Book) bersifat persuatif dan komunikatif. Instruksi ini disampaikan menggunakan bahasa yang mudah dan menggunakan dialog-dialog ringan yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman mengenai pencegahan korupsi.

a. Topik yang dibahas dalam AKSIPOB diantaranya mengenai pengertian koruspi, pengertian kearifan lokal, kearifan lokal di SDN 1 Keputran, profil SDN 1 Keputran, kearifan lokal karawitan dan tari gagrak jogja, nilai kearifan lokal dan korupsi, implementasi nilai kearifan lokal dan korupsi, serta pencegahannya. Berikut contoh ilustrasi tokoh:

Gambar 1. Ilustrasi Tokoh Punakawan

Sumber: http://punakawan-suroboyo.blogspot.co.id

b. Dialog singkat yang memuat tentang materi yang disampaikan. Hal ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang materi yang disampaikan dengan mudah dan ringan untuk dimengerti anak-anak. Contohnya sebagai berikut:

151 Gambar 3. Dialog Pak Ogah dan Bagong

c. Blog note, berisi tentang catatan-catatan yang informatif untuk diperhatikan dalam memahami segala sesuatu yang ada dalam topik yang dibaca. Selain itu memberikan pesan singkat yang berisikan kesimpulan dari dialog yang berlangsung. Contohnya sebagaiberikut:

Gambar 5. Blog note tentang Korupsi Sumber: http://indonesiaone.org/

Teknik Pop Up Book

Perencanaan buku ini menggunakan pop up book sebagai salah satu keunikan serta ciri khas dari buku ini. teknik pop up book yang digunakan pada buku ini adalah V-Folding, internal

stand, dan lift the flap. V-Folding adalah menambahkan panel lipat pada sisi gambar yang akan

ditempelkan. Penel ini diletakkan disisi dalam kartu sehingga tidak tampak dari luar. Internal

stand biasanya digunakan sebagai sandaran kecil, sehingga pada saat dibuka gambarnya akan

berdiri. Sedangkan, Lift the flap merupakan teknologi yang diciptakan dari material kertas yang mampu menjadi sarana para medis untuk menjelaskan bagaimana susunan anatomi tubuh manusia, sebelum adanya teknologi yang lebih canggih seperti saat ini (Khoirutun dkk, 2014:6).

Nilai-Nilai dalam Tari Srimpi Pandelori

Tari Srimpi Pandelori merupakan salah satu tari klasik gaya Yogyakarta. Tari ini masih sering diajarkan disanggar tari Pujokusuman Kraton Yogyakarta. Tari Srimpi Pandelorimemiliki 4 unsur penting yang tidak boleh dilupakan karena sangat berhubungan erat dengan identifikasi pribadi agar pada akhirnya mencapai “keyakinan yang dalam, tingkat ilmu

yang dalam, dan pengendalian diri yang dalam.” Empat unsur penting tersebut yaitu: 1) Sawiji

merupakan konsentrasi total, akan tetapi tanpa menimbulkan ketegangan jiwa. Konsentrassi total pada unsur sawiji bertujuan untuk memusatkan perhatian penari kepada tokoh yang sedang ia bawakan, 2) Greged diartikan sebagai semangat yang membara, akan tetapi semangat yang membara ini tidak boleh dolontarkan begitu saja melainkan harus dikekang supaya nantinya dapat disalurkan dengan wajar, 3) Sungguh atau percaya diri bertujuan untuk menampilkan

Pak Ogah : “Gong aku sudah membantumu mencari orang buat memilihmu jadi

Bupati, Cepek dulu donk”

Bagong : “Tidak boleh seperti itu, aku kan hanya minta bantuan buat do’a restu. Itu salah satu perbuatan yang tidak baik”

Pak Ogah : “Perbuatan apa ?”

Bagong : “Salah satu perbuatan korupsi, nanti kamu di tangkap KPK hlo”

Pak Ogah : “Apa itu KPK ?”

152 sikap yang meyakinkan, pasti, dan tidak ragu-ragu atau dalam bahasa Jawanya adalah

mbedhedheg yang artinya perasaan yang meluap-luap tetapi terkendali, 4) Ora Mingkuh,

diartikan sebagai tidak gentar menghadapi kesulitan dalam menepati apa yang sudah menjadi kesanggupanya dengan tanggung jawab penuh.

Tahap berikut adalah menerapkan nilai-nilai filosofis Joged Mataram dalam membentuk karakter anak, dapat dijabarkan dari prinsip sawiji, greget, sengguh dan ora

mingkuh yang secara lengkap dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 4. Nilai-Nilai FilosofisJoged Mataram

No. Aspek Joged Mataram Deskripsi Prinsip perilaku Keterkaitan dengan karakter anak 1 Sawiji Wujud untuk selalu konsentrasi dalam menghadapi segala kegiatan Pemahaman, konsentrasi, kesungguhan, ketekunan

Orang dituntut untuk konsentrasi penuh dalam menghadapi segala hal agar tidak melakukan kesalahan.

2. Greget Ungkapan dinamika dalam kehidupan yang harus dilalui manusia Kesungguhan , kemauan, ketekunan

Dinamika dalam kehidupan harus menjadi dasar untuk memahami sesuatu. 3. Sengguh Kepercayaan diri manusia dalam segala situasi tanpa harus menyongbong kan diri Pemahaman, kesungguhan, ketekunan

Sikap yang harus

dikedepankan oleh setiap manusia dalam menghadapi segala situasi. Jangan cepat puas sebelum apa yang diperoleh itu jelas. Jangan merasan bias padahal tidak bias. Jangan merasa lebih baik dari pada teman lainnya.

4. Ora mingkuh Sikap pantang menyerah untuk menggapai sebuah cita cita

Kemauan, kesungguhan, ketekunan

Jangan menyerah sebelum dicoba. Mempelajari sesuatu tentu akan menghadapi cobaan.

Tari Srimpi Pandelori merupakan rangkaian gerak simbolik yang mencerminkan keselarasan hidup, antara sang pencipta (Tuhan) dan alam raya yang dikemas dalam rangkaian rekayasa gerak syarat akan makna filosofis. Tari Srimpi Pandelori ini adalah tarian yang diambil dari cerita menak, dalam bentuk peperangan simbolis yang sama-sama kuat dalam artian tidak ada yang menang ataupun kalah. Dalam tari ini berkisah tentang perang tanding antara Dewi Sirtupelaheli dan Dewi Sudarawerti. Keduanya memperebutkan pangeran dari negeri Arab. Dalam peperangan ini tidak ada kekalahan maupun kemenangan sehingga keduanya menjadi istri dari pangeran tersebut.

153 Nilai Budi Pekerti yang terdapat pada susunan tari Klasik Gaya Yogyakarta khususnya tari Srimpi Pandelori ini adalah mengajarkan manusia untuk selalu berusaha menselaraskan 4 unsur dalam kehidupan. Empat (4) unsur yang dimaksud antara lain adalah : 1) Agama, 2) Masyarakat, 3) Keluarga dan 4) Pendidikan serta Budi Pekerti. Penjabaran dari 4 unsur tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Agama, dalam masyarakat Jawa diartikan sebagai bentuk akumulasi praktik religi masyarakat. Nilai moral yang termuat didalamnya meliputi: sikap hormat-menghormati, toleransi, kerukunan, dan tidak memaksakan kehendak.

2. Masyarakat, masayarakat Jawa menjunjung tinggi harkat dan martabat sesama manusia serta mengakuinya. Nilai moral yang termuat didalamnya antara lain: kemanusiaan, persamaan drajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, menghargai perbedaan, saling mencintai antar sesama manusia, menghargai sikap tenggang rasa, dan tepa selira, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, peduli, membela yang benar, serta bersikap terbuka.

3. Keluarga, sebagai unit terkecil dalam sistem sosial masyarakat, keluarga memiliki muatan moral antara lain, sebagai berikut: mengembangkan perbuatan yang luhur, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, dan mengembangkan sikap adil terhadap sesama.

4. Pendidikan dan Budi Pekerti, pendidikan dan budi pekerti tidak dapat dipisahkan antar keduanya, pendidikan menghidupkan budi pekerti, sedangkan budi pekerti menghiasi pendidikan itu sendiri.

Kesimpulan

1. AKSIPOB ini adalah suatu inovasi media pembelajaran yang disusun berdasarkan Kompetensi Dasar Tematik SD Kurikulum 2013. Melalui media ini, peserta didik diharapkan mampu memahami tentang korupsi dan kearifan lokal. Startegi perancangan media pop up book meliputi ide, ilustrasi animasi, instruksi, dan teknik

pop up book.

2. Nilai-nilai yang dapat diimplementasikan pada susunan tari Klasik Gaya Yogyakarta khususnya tari Srimpi Pandelori ini adalah mengajarkan manusia untuk selalu berusaha menselaraskan 4 unsur dalam kehidupan. Empat unsur tersebutadalah : 1) Agama, 2) Masyarakat, 3) Keluarga dan 4) Pendidikan serta Budi Pekerti.

Saran

Diharapkan dengan adanya media pembelajaran AKSIPOB (Antikorupsi Pop Up Book) ini, akan hadir media pembelajaran yang lain yang dapat membantu memberikan pemahaman tentang korupsi kepada anak usia dini. Dengan adanya AKSIPOB (Antikorupsi Pop Up Book), nantinya diharapkan pemerintah Indonesia, Dinas Pendidikan, sekolah-sekolah, para guru dan orangtua dapat bersinergi dan saling berkoordinasi dalam pencegahan korupsi di Indonesia.

Daftar Pustaka

Dzuanda.2011. “Design Pop Up Child Book Puppet Figures Series Gatotkaca”. Jurnal Library

ITS Undergraduate. Diakses dari http://library.its.undergraduate.ac.id. Tanggal 03 Mei 2018

Ena, Ouda Teda.2001.Membuat Media Pembelajaran Interaktif dengan Piranti Hubbard, Peter et al. 1983. A Training Course for TEFL. Oxford University Press: Oxford

154 Khoirotun, Anisah, Achmad Yanu Alif Fianto, dan Abdullah Khoir Riqqoh. 2014. “Perancangan Buku Pop-Up Museum Sangiran sebagai Media Pembelajaran

tentang Peninggalan Budaya”. Art Nouveau. Vol.2, No.1

Koentjaraningrat. 1974. Pengantar Antropologi. Jakarta: Aksara Baru

Lunak Presentasi.Jurnal: Sanata Dharma

Masna, Aulia Azmi, Nurrina Dyahpuspita, Roh Dinia Wati. 2014. Fun Story Pop-Up: Media

Mendongeng Berbasis Tematik Integratif Guna Membangun Karakter Generasi Emas 2045. Diakses dari

http://nec.rema.upi.edu/wp-

content/uploads/sites/27/2013/11/10.-FUN-STORY-POP-UP-MEDIA- MENDONGENG-BERBASIS-TEMATIK-INTEGRATIF-GUNA-MEMBANGUN-KARAKTER-GENERASI-EMAS-2045.pdf.Tanggal 06 Mei 2018

Nancy, Larson Bluemel. Rhonda, Harris Taylor. 2012. Pop-Up Books: A Guide for Teachers and Librarians. California: Santa Barbara

Qodir, dkk. 2003.Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Yogyakarta: Media Wacana Press

Ratna, Nyoman Kutha. 2005.Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sonny, Keraf. 2002.Etika Lingkungan.Jakarta: Penerbit Buku Kompas

Sumiarti. 2007. “Pendidikan Anti Korupsi”. Jurnal INSANIASTAIN Purwokerto. Vol. 12, No. 2

155

Keteladanan Guru Dan Peranannya Dalam Penguatan Karakter Bangsa

Ayu Fitriana

Moh. Mul Akbar Eta Parera

Program Studi PPKn, Program Pasca Sarjana, Universitas Negeri Yogyakarta Email: ayu.fitriana57@yahoo.com dan etaparera024@gmail.com

Abstrak

Pendidikan merupakan proses dimana sebuah bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan, dan memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Seorang guru teladan dituntut memiliki empat (4) kompetensi, yaitu kompetensi pedagogic, kepribadian, social, dan professional (Permendiknas No. 16 Tahun 2007). Adalah suatu hal yang ideal apabila keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja seorang guru. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan Keteladan guru dan peranannya dalam penguatan karakter bangsa. Metode yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan metode kajian pustaka dengan cara mengkaji sumber-sumber yang relevan terkait dengan mendeskripsikan Keteladan guru dan peranannya dalam penguatan karakter bangsa. Dari hasil kajian ini menunjukan bahwa ketaladan guru memiliki peran penting dalam penguatan karakter bangsa. Untuk menjadi bangsa yang bermartabat, maka yang harus di dahulukan adalah penguatan karakter bangsa. guru menjadi kunci utama dalam penguatan karakter bangsa, karena pada dasarnya guru adalah sosok yang jati diri yang menjadi panutan bagi para generasi muda.

Kata kunci: keteladanan guru, peranan, penguatan karakter bangsa.

Pendahuluan

Pendidikan menjadi salah satu sektor penting dalam kehidupan manusia, untuk menjadikan manusia yang seutuhnya. Ketika seorang anak manusia lahir ke dunia, ia telah dibekali dengan berbagai potensi yang harus diaktualisasikan. Proses aktualisasi potensi secara sengaja inilah yang merupakan proses pendidikan. Proses ini berlangsung sampai seorang anak mencapai kedewasaan (Rukiyati, 2013: 196). Untuk mendidik seorang manusia agar menjadiu lebih baik lagi, maka diperlukan seorang guru teladan.

Seorang guru teladan dituntut memiliki empat (4) kompetensi, yaitu kompetensi pedagogic, kepribadian, social, dan professional (Permendiknas No. 16 Tahun 2007). Jadi adalah suatu hal yang ideal apabila keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja seorang guru.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam dunia pendidikan, sosok seorang guru adalah jati diri yang menjadi panutan, terutama bagi peserta didik. Bahkan sejak dulu, guru dikenal sebagai sosok pahlawan tampa tanda jasa, pahlawan ilmu, pahlawan kebaikan, pahlawan pendidikan, yang menjalankan amanatnya tampa pamrih. Guru juga dikenal dengan banyak julukan: makhluk serbabisa, interpreter (penafsir) artis, kawan, warga Negara yang baik, pembangun manusia, pembawa kultur, pioneer, reformer terpercaya, soko guru, bhatar guru, ki ajar, ki guru, sang guru, sang ajar, tuan guru, dan sebagainya. Jika dicermati, keseluruhan gambaran tersebut menegaskan sosok guru sebagai representasi dari kedudukan yang sangat mulia, agung, dan

156 terhormat; atribut yang lengkap dengan kebaikan dan menjelma figure uswatun hasanah, walau tidak sesempurna rasul (Sagala 2009: 36).

Meskipun pendidikan menjadi wadah untuk memperbaiki generasi muda dan guru menjadi fasilitator dalam dunia pendidikan, namun masih banyak yang harus diperbaiki. Ada tujuh krisis moral di tengah-tengah masyarakat Indonesia, yaitu: 1) krisis kejujuran; 2) krisis tanggung jawab; 3) tidak berpikir jauh ke depan; 4) krisis disiplin; 5) krisis kebersamaan; 6) krisis keadilan; dan 7) krisis kepedulian. Sebenarnya, masalah-masalah tersebut bukan hanya dialami oleh Indonesia, tetapi juga bangsa-bangsa lain di dunia, Ary Ginanjar Agustian (2008: 8-9). Hal tersebut menjadi bagian dari tanggung jawab pendidik untuk memperbaiki dan meminimalisir krisis-krisis tersebut melalui pendidikan formal di sekolah dengan cara menanamkan pendidikan karakter sejak dini.

Pendidikan karakter telah menjadi polemik di berbagi negara. Pandangan pro dan kontra mewarnai diskursus pendidikan karakter sejak lama. Sejatinya, pendidikan karakter merupakan bagian esensial yang menjadi tugas sekolah, tetapi selama ini kurang perhatian akibat minimnya perhatian terhadap pendidikan karakter dalam ranah persekolahan (Zubaedi, 2011 : 14)

Salah satu bapak pendiri bangsa, presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno, bahkan menegaskan: “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building) karena character building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju, jaya, serta bermartabat. Kalau pembangunan karakter tidak dilakukan maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli (Asmani, 2009 : 1-2).

Metode

Metode yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan metode kajian pustaka dengan cara mengkaji sumber-sumber yang relevan terkait dengan mendeskripsikan Keteladan guru dan peranannya dalam penguatan karakter bangsa.

Hasil Penelitian/Pemikiran

Keteladanan memang menjadi salah satu hal klasik bagi berhasilnya sebuah tujuan pendidikan karakter. Guru sesungguhnya menjadi jiwa bagi pendidikan karakter itu sendiri. Ir. Soekarno di hadapan para guru Taman Siswa dalam sambutan yang berjudul “Mendjadi Goeroe

di Masanja Kebangoenan” itu berbicara tentang sebuah bangsa yang mendidik dirinya sendiri.

Guru yang sifat hakikatnya hijau akan “beranak hijau”, guru yang bersifat hakikatnya hitam akan “beranak hitam”. Saya tidak mau masuk ke dalam golongan orang-orang yang mengatakan, bahwa guru bisa ‘main komedi’ kepada anak-anak: di muka anak-anak dengan muka yang angker hanya mengasih pelajaran, pengajaran yang termuat dalam lessontes saja, tetapi di belakang anak-anak itu berjiwa lain, berjiwa fasis atau anarkis atau anti nasionalis atau komunis, bertindak seperti orang yang tak berani membunuh nyamuk atau bertindak seperti bandit… tidak, guru tidak bisa ‘main komedi’, guru tidak bisa mendurhakai ia punya jiwa sendiri. Guru hanya bisa mengajarkan apa diaitu sebenarnya. Manusia tidak bisa mengajarkan sesuatu sekehendak hatinya, manusia hanya bisa mengajarkan apa yang ada padanya (Doni Koesoema A., 2010: 214).

Di sinilah konsistensi dalam mengajarkan pendidikan karakter tidak sekedar melalui apa yang dikatakan melalui pembelajaran di dalam kelas, melainkan nilai itu juga tampil dalam diri sang guru, dalam kehidupannya yang nyata di luar kelas. Karakter guru menentukan (meskipun tidak selalu) warna kepribadian anak didik. Indikasi adanya keteladanan dalam pendidikan karakter adalah apakah terdapat model peran dalam diri insan pendidik (guru, staf, karyawan, kepala sekolah, direktur, pengurus perpustakaan, dll). Demikian juga, apakah secara kelembagaan/korporat terdapat contoh-contoh dan kebijakan serta perilaku (institutional policy

and behaviour) yang bisa diteladani oleh peserta didik sehingga apa yang peserta didik pahami

157 dengan mereka dan mereka dapat menemukan peneguhan dan afirmasi dalam perilaku individu atau lembaga sebagai manifestasi nilai.

Keteladanan guru berupa pembiasaan dalam bentuk berperilaku sehari-hari. Keteladanan guru yang penulis maksud dalam hal ini adalah kepribadian, pembiasaan, dan contoh yang ditampilkan oleh guru dalam berpenampilan, bertutur kata, berperilaku yang baik, disiplin, hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, kehidupan sosial, kehidupan

Dokumen terkait