• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPONEN-KOPMPONEN MPKP

Dalam dokumen Model Praktek Keperawatan Profesional (Halaman 49-64)

Terdapat 4 komponen utama dalam model praktek keperawatan professional, yaitu sebagai berikut :

1. Ketenagaan Keperawatan

2. Metoda pemberian asuhan keperawatan 3. Proses Keperawatan

4. Dokumentasi Keperawatan 1. Ketenagaan Keperawatan

Menurut Douglas (1984) dalam suatu pelayanan profesional, jumlah tenaga yang diperlukan tergantung pada jumlah pasien dan derajat ketergantungan pasien. Menurut Loveridge & Cummings (1996) klasifikasi derajat ketergantungan pasien dibagi 3 kategori, yaitu :

1. Perawatan minimal : memerlukan waktu 1 – 2 jam/24 jam yang terdiri atas : a. Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri.

b. Makan dan minum dilakukan sendiri c. Ambulasi dengan pengawasan

d. Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap shift. e. Pengobatan minimal, status psikologis stabil. f. Persiapan prosedur memerlukan pengobatan.

2. Perawatan intermediet : memerlukan waktu 3 – 4 jam/24 jam yang terdiri atas :

b. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam

c. Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali d. Voley kateter/intake output dicatat

e. Klien dengan pemasangan infus, persiapan pengobatan, memerlukan prosedur

3. Perawatan maksimal/total : memerlukan waktu 5 – 6 jam/24 jam : a. Segala diberikan/dibantu

b. Posisi yag diatur, observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam c. Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi intravena d. Pemakaian suction

e. Gelisah/disorientasi

Menurut Douglas (1984) ada beberapa kriteria jumlah perawat yang dibutuhkan perpasien untuk dinas pagi, sore dan malam.

Waktu Klasifikasi Pagi Sore Malam Minimal Partial Total 0,17

0,27 0,36 0,14 0,15 0,30 0,10 0,07 0,20 Sebagai contoh :

Ruang perawatan bedah terdapat 30 pasien, yang terdiri dari 10 pasien minimal, 15 pasien partial, dan 5 pasien total. Maka jumlah perawat yang diperlukan untuk jaga pagi adalah :

10 x 0,17 = 1,7 15 x 0,27 = 4,05 5 x 0,36 = 1,8 ---

Jumlah = 7,55 dan dibulatkan menjadi 8 orang perawat yang dibutuhkan untuk dinas pagi.

Untuk mengetahui kebutuhan aktual tenaga keperawatan diruang perawatan sebaiknya dilakukan setiap hari selama minimal 22 hari, dan dalam waktu yang sama.

Misalnya rata-rata perawat yang diperlukan di Ruang Bedah menurut perhitungan Douglas adalah 10 orang perawat, maka jumlah yang diperlukan pada ruang tersebut adalah :

a. Perawat shift : 10 orang b. Libur cuti : 5 orang c. Ketua tim : 3 orang d. Kepala Ruangan : 1 orang Jumlah = 19 orang

Terdapat pula cara lain dalam perhitungan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan yang diperlukan yaitu dengan menggunakan rumus yang dikembangkan Arndt dan huckabay, 1975 (Gillies, 1994) yang selanjutnya secara populer disebut Formula Gillies, yaitu dengan komponen yang dipertimbangkan dalam perhitungan :

a. Penentuan Rata-rata jam perawatan yang diperlukan pasien setiap hari b. Rata-rata sensus harian pasien.

c. jumlah hari/tahun = 365 hari

d. Rata-rata hari libur perawat setiap tahun = 140 hari. e. Jumlah jam kerja perawat setiap hari

f. Jam perawatan yang dibutuhkan pertahun

g. Jam perawatan yang diberikan oleh masing-masing perawat pertahun h. Jumlah perawat yang dibutuhkan di ruang rawat.

Rumus :

--- = --- = H. (C-D) E G Contoh : A = 4 B = 20 E = 8 4 x 20 x 365 29.200

--- = --- = 16.20 dibulatkan 16 Perawat shift (pagi, sore, malam) (365 – 140) 8 1800

Catatan : penentuan jumlah rata-rata jam perawatan pasien dengan mempertimbangkan :

a. Minimal care : 1-2 jam/24 jam

b. Moderate care/partial care : 3 - 4 jam/24 jam c. Total care : 5 – 6 jam/24 jam.

Contoh :

Berdasarkan soal pada klasifikasi tingkat ketergantungan pasien pada Ruang Rawat yaitu terdapat 30 orang pasien, yang terdiri dari 10 minimal care, 15 partial care dan 5 total care. Maka jumlah rata-rata jam perawatan adalah :

Perawatan minimal : 10 x 2 = 20 jam/10 pasien. Perawatan partial : 15 x 4 = 60 jam/15 pasien

Perawatan total : 5 x 6 = 30 jam/5 pasien. = 110 : 30 → 3,66 → 4 jam

Menentukan komposisi tenaga :

Abdellah dan Levine pada tahun 1965 (Gillies, 1994) menyarankan kombinasi tenaga keperawatan yaitu 55 % tenaga profesional dan 45 % tenaga non

profesional. Bila disesuaikan dengan katagori tenaga keperawatan di Indonesia, maka 55 % minimal lulusan D III Keperawatan dan 45 % tenaga keperawatan lulusan SPK. Intermountain Health Care menyarankan bahwa kombinasi tenaga keperawatan adalah : 58 % RN, 26 % LPN, dan 16 % Aides (perawat pembantu). Apabila dikonversi kategori diatas pada situasi ketenagaan keperawatan di Indonesia maka 58 % Sarjana Keperawatan/D IV Keperawatan, 26 % D III Keperawatan dan 16 % Perawat Kesehatan (SPK).

Perbandingan dinas pagi-sore-malam : 47 % Pagi, 36 % Sore, dan 17% Malam.

2. Metoda pemberian asuhan keperawatan :

Sistem pemberian asuhan keperawatan adalah suatu pendekatan pemberian asuhan keperawatan secara efektif dan efisien kepada sejumlah pasien. Setiap metoda memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing.

Terdapat 3 pola yang sering digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan, yaitu penugasan fungsional, penugasan tim , penugasan primer.

1. Penugasan Keperawatan Fungsional :

Sistem penugasan ini berorinetasi pada tugas dinama fungsi keperawatan tertentu ditugaskan pada setiap perawat pelaksana, misalnya seorang perawat ditugaskan khusus untuk tindakan pemberian obat, perawat yang lain untuk mengganti verband, penyuntikan, observasi tanda-tanda vital, dan sebagainya. Tindakan ini

didistribusikan berdasarkan tingkat kemampuan masing-masing perawat pelaksana. Oleh karena itu kepala Ruangan terlebih dahulu mengidentifikasi tingkat kesulitan tindakan tersebut, selanjutnya ditetapkan perawat yang akan bertanggung jawab mengerjakan tindakan yang dimaksudkan. Setiap perawat pelaksana bertanggung jawab langsung kepada kepala Ruangan. Tidak ada perawat pelaksana yang bertanggung jawab penuh untuk asuhan keperawatan pada seorang pasien.

Keuntungan :

a. Menyelesaikan banyak pekerjaaan dalam waktu singkat.

b. Tepat metoda ini bila ruang rawat memiliki keterbatasan/kurang tenaga keperawatan professional.

c. Perawat lebih terampil, karena orientasi pada tindakan langsung dan selalu berulang-ulang dikerjakan.

Kerugian :

a. Memilah-milah asuhan keperawatan oleh masing-masing perawat. b. Menurunkan tanggung gugat dan tanggung jawab.

c. Hubungan perawat-pasien sulit terbentuk. d. Pelayanan tidak professional.

e. Pekerjaan monoton, kurang tantangan.

2. Penugasan Keperawatan Tim :

Adalah suatu bentuk sistem/metoda penugasan pemberian asuhan keperawatan, dimana Kepala Ruangan membagi perawat pelaksana dalam beberapa kelompok

atau tim, yang diketuai oleh seorang perawat professional/berpengalaman. Metoda ini digunaklan bila perawat pelaksana terdiri dari berbagai latar belakang

pendidikan dan kemampuannya.

Ketua tim mempunyai tanggung jawab untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan asuhan keperawatan dalam tanggung jawab kegiatan anggota tim. Tujuan metoda penugasan keperawatan tim untuk memberikan keperawatan yang berpusat kepada pasien. Ketua Tim melakukan pengkajian dan menyusun rencana keperawatan pada setiap pasien, dan anggota tim bertanggung jawab

melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan rencana asuhan keperawatan yang telah dibuat. Oleh karena kegiatan dilakukan bersama-sama dalam kelompok, maka ketua tim seringkali melakukan pertemuan bersama dengan anggota timnya (konferensi tim) guna membahas kejadian-kejadian yang dihadapi dalam

pemberian asuhan keperawatan.

Keuntungan :

a. Melibatkan semua anggota tim dalam asuhan keperawatan pasien.

b. Akan menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang dapaty dipertanggung jawabkan.

c. Membutuhkan biaya lebih sedikit/murah, dibanding sistem penugasan lain. d. Pelayanan yang diperoleh pasien adalah bentuk pelayanan professional.

Kerugian :

a. Dapat menimbulkan pragmentasi dalam keperawatan.

b. Sulit untuk menentukan kapan dapat diadakan pertemuan/konferensi, karena anggotanya terbagi-bagi dalam shift.

c. Ketua tim lebih bertanggung jawab dan memiliki otoritas, dibandingkan dengan anggota tim.

3. Penugasan Keperawatan Primer

Keperawatan primer adalah suatu metoda pemberian asuhan keperawatan dimana perawat perofesional bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan pasien selama 24 jam/hari. Tanggung jawab meliputi pengkajian pasien, perencanaan , implementasi, dan evaluasi asuhan keperawatan dari sejak pasien masuk rumah sakit hingga pasien dinyatakan pulang, ini merupakan tugas utama perawat primer yang dibantu oleh perawat asosiet.

Keperawat primer ini akan menciptakan kesepakatan untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, dimana asuhan keperawatan berorientasi kepada pasien.

Pengkajian dan menyusun rencana asuhan keperawatan pasien di bawah tanggung jawab perawat primer , dan perawat asosiet yang akan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan dalam timdakan keperawatan.

Keuntungan :

a. Otonomi perawat meningkat, karena motivasi, tanggung jawab dan tanggung gugat meningkat.

b. Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan.

c. Meningkatnya hubungan antara perawat dan pasien. d. Terciptanya kolaborasi yang baik.

e. Membebaskan perawat dari tugas-tugas yang bersifat perbantuan. f. Metoda ini mendukung pelayanan professional.

Kerugian :

a. Ruangan tidak memerlukan bahwa semua perawat pelaksana harus perawat professional.

b. Biaya yang diperlukan banyak.

3. Proses Keperawatan

Proses keperawatan merupakan proses pengambilan keputusan yang dilakukan perawat dalam menyusun kegiatan asuhan secara bertahap. Kebutuhan dan masalah pasien merupakan titik sentral dalam pengambilan keputusan. Pendekatan ilmiah yang fragmatis dalam pengambilan keputusan adalah : 1. Identifikasi masalah

2. menyusun alternatif penyelesaikan masalah

3. pemilihan cara penyelesaian masalah yang tepat dan melaksanakannya 4. evaluasi hasil dari pelaksanaan alternatif penyelesaian masalah.

Seluruh langkah pengambilan keputusan ini tertuang pada langkah-langkah proses keperawatan yaitu :

1. pengkajian fokus pada keluhan utama dan eksplorasi lebih holistic

2. diagnosis yaitu menetapkan hubungan sebab akibat dari masalah masalah keperawatan

3. rencana tindakan untuk menyelesaikan masalah 4. implementasi rencana dan

4. Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem pelayanan keperawatan, karena melalui pendokumentasian yang baik, maka informasi mengenai keadaan Kesehatan pasien dapat diketahui secara berkesinambungan. Disamping itu, dokumentasi merupakan dokumen legal tentang pemberian asuhan keperawatan. Secara lebih spesifik, dokumentasi berfungsi sebagai sarana

komunikasi antar profesi Kesehatan, sumber data untuk pemberian asuhan keperawatan, sumber data untuk penelitian, sebagai bahan bukti pertanggung jawaban dan pertanggung gugatan asuhan keperawatan.

Dokumen dibuat berdasarkan pemecahan masalah pasien. Dokumentasi

berdasarkan masalah terdiri dari format pengkajian, rencana keperawatan, catatan tindakan keperawatan, dan catatan perkembangan pasien.

Berdasarkan MPKP yang sudah dikembangkan di berbagai rumah sakit, Hoffart & Woods (1996) menyimpulkan bahwa MPKP tediri lima komponen yaitu nilai – nilai professional yang merupakan inti MPKP, hubungan antar professional, metode pemberian asuhan keperawatan, pendekatan manajemen terutama dalam perubahan pengambilan keputusan serta sistem kompensasi dan penghargaan. Lima subsistem dalam pengembangan MPKP adalah sebagai berikut :

1. Nilai – nilai professional

Pada model ini PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga, menjadi partner dalam memberikan asuhan keperawatan. Pada pelaksanaan dan evaluasi renpra. PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas untuk

mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan termasuk tindakan yang dilakukan oleh PA. hal ini berarti PP mempunyai tanggung jawab membina performa PA agar melakukan tindakan berdasarkan nilai-nilai profesional. Nilai-nilai profesional digariskan dalam kode etik keperawatan yaitu: a. Hubungan perawat – klien

b. Hubungan perawat dan praktek c. Hubungan perawat dan masyarakat d. Hubungan perawat dan teman sejawat e. Hubungan perawat dan profesi 2. Hubungan antar professional

Hubungan antar profesional dilakukan oleh PP. PP yang paling mengetahui perkembangan kondisi klien sejak awal masuk. Sehingga mampu memberi informasi tentang kondisi klien kepada profesional lain khususnya dokter. Pemberian informasi yang akurat akan membantu dalam penetapan rencana tindakan medik.

3. Metode pemberian asuhan keperawatan

Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah modifikasi keperawatan primer ehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP, PP akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi pada renpra sesuai kebutuhan klien.

4. Pendekatan manajemen

Pada model ini diberlakukan manajemen SDM, yaitu ada garis koordinasi yang jelas antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim menjadi tanggung jawab PP. Dengan demikian, PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan. Sebagai seorang manajer, PP harus dibekali dengan kemampuan manajemen dan kepemimpinan sehingga PP dapat menjadi manajer yang efektif dan pemimpin yang efektif.

5. Sistem kompensasi dan panghargaan.

PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan

keperawatan yang dilakukan sebagai asuhan yang profesional. Kompensasi dan penghargaan yang diberikan kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau kompensasi dan penghargaan berdasarkan prosedur.

Pelayanan prima keperawatan dikembangkan dalam bentuk model praktek keperawatan profesional (MPKP), yang pada awalnya dikembangkan oleh

Sudarsono (2000) di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo dan beberapa rumah sakit umum lain. Menurut Sudarsono (2000), MPKP dikembangkan beberapa jenis sesuai dengan kondisi sumber daya manusia yang ada yaitu:

1. Model praktek Keperawatan Profesional III

Tenaga perawat yang akan bekerja di ruangan ini semua profesional dan ada yang sudah doktor, sehingga praktik keperawatan berdasarkan evidence based. Di ruangan tersebut juga dilakukan penelitian keperawatan, khususnya penelitian klinis.

2. Model Praktek Keperawatan Profesional II

Tenaga perawat yang bekerja di ruangan ini mempunyai kemampuan spesialis yang dapat memberikan konsultasi kepada perawat primer. Di ruangan ini digunakan hasil-hasil penelitian keperawatan dan melakukan penelitian keperawatan.

3. Model Praktek Keperawatan Profesional I

Model ini menggunakan 3 komponen utama yaitu ketenagaan, metode pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan. Metode yang digunakan pada model ini adalah kombinasi metode keperawatan primer dan metode tim yang disebut tim primer.

4. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula

Model ini menyerupai MPKP I, tetapi baru tahap awal pengembangan yang akan menuju profesional I.

Di rumah sakit jiwa telah dikembangkan MPKP dengan memodifikasi MPKP yang telah dikembangkan di rumah sakit umum. Beberapa modifikasi yang dilakukan meliputi 3 jenis yaitu:

1. MPKP Transisi

MPKP dasar yang tenaga perawatnya masih ada yang berlatar belakang pendidikan SPK, namun Kepala Ruangan dan Ketua Timnya minimal dari D3 Keperawatan

2. MPKP Pemula

MPKP dasar yang semua tenaganya minimal D3 Keperawatan. 3. MPKP Profesional dibagi 3 tingkatan yaitu :

a. MPKP I

MPKP dengan tenaga perawat pelaksana minimal D3 keperawatan tetapi Kepala Ruangan (Karu) dan Ketua Tim (Katim) mempunyai pendidikan minimal S1 Keperawatan.

b. MPKP II

MPKP Intermediate dengan tenaga minimal D3 Keperawatan dan mayoritas Sarjana Ners keperawatan, sudah memiliki tenaga spesialis keperawatan jiwa. c. MPKP III

MPKP Advance yang semua tenaga minimal Sarjana Ners keperawatan, sudah memiliki tenaga spesialis keperawatan jiwa dan doktor keperawatan yang bekerja di area keperawatan jiwa..

MPKP telah diterapkan di berbagai rumah sakit jiwa di Indonesia (Bogor, Lawang, Pakem, Semarang, Magelang, Solo, dan RSUD Duren Sawit). Bentuk MPKP yang dikembangkan adalah MPKP transisi dan MPKP pemula. Hasil penerapan menunjukkan hasil BOR meningkat, ALOS menurun, angka lari pasien

menurun. Ini menunjukkan bahwa dengan MPKP pelayanan kesehatan jiwa yang diberikan bermutu baik.

Pada modul ini akan dikembangkan penatalaksanaan kegiatan keperawatan berdasarkan 4 pilar nilai profesional yaitu management approach, compensatory reward, professional relationship dan patient care delivery.

Pilar-pilar professional diaplikasikan dalam bentuk aktivitas-aktivitas pelayanan professional yang dipaparkan dalam bentuk 4 modul. Modul-modul tersebut adalah:

1. Modul I : Manajemen Keperawatan 2. Modul II : Compensatory Reward 3. Modul III : Professional Relationship 4. Modul IV : Patient Care Delivery

Kegiatan yang ditetapkan pada tiap pilar merupakan kegiatan dasar MPKP dengan model MPKP pemula. Kegiatan tersebut dapat dikembangkan jika tenaga

keperawatan yang bekerja lebih berkualitas atau model MPKP telah meningkat ke bentuk MPKP Profesional.

DAFTAR PUSTAKA http://attakalya.wordpress.com/2010/04/28/pengembangan-model-praktek-keperawatan-profesional-mpkp-jiwa/ http://abuddin.wordpress.com/2009/03/14/keperawatan/ http://justwanttosay-stephanie.blogspot.com/2011/09/mpkpmodel-praktek-keperawatan.html http://www.scribd.com/doc/49683208/modul-MPKP

Dalam dokumen Model Praktek Keperawatan Profesional (Halaman 49-64)

Dokumen terkait