• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

MINYAK BIJI ALPUKAT

4.2.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat

Asam lemak dapat dikelompokkan berdasarkan panjang rantai, ada tidaknya ikatan rangkap dan isomer trans-cis [37]. Untuk menganalisis komposisi asam lemak dapat digunakan instrumen Gas Chromatography (GC). Gambar 1 merupakan hasil GC minyak biji alpukat dengan perlakuan waktu ekstraksi selama 120 menit, massa bubuk biji alpukat sebanyak 30 gram, volume pelarut n- heptana sebanyak 300 ml, dan suhu ekstraksi pada titik didih pelarut n-heptana. Hasil analisis komposisi asam lemak minyak biji alpukat tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1 Hasil Analisis GC Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat

Dari kromatogram pada gambar di atas, komposisi asam lemak minyak biji alpukat tersebut disajikan pada tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Alpukat

Asam Lemak Komposisi (%)

Asam Miristat (14:0) 1,4120 Asam Palmitat (16:0) 20,3439 Asam Palmitoleat (16:1) 2,7729 Asam Stearat (18:0) 1,2328 Asam Oleat (18:1) 15,8823 Asam Linoleat (18:2) 47,3531 Asam Linolenat (18:3) 4,9721 Asam Arachidat (20:0) 1,8139 Asam Gadoleat (20:1) 4,2160 Total 100,0000

Asam Lemak Jenuh (SFA) 24,8026

Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal (MUFA) 22,8712

Asam Lemak Tak Jenuh Jamak (PUFA) 52,3252

Rasio Asam Linoleat/Asam Linolenat 9,52

Rasio PUFA/SFA 2,11

Berdasarkan data komposisi asam lemak dari minyak biji alpukat, maka dapat ditentukan bahwa berat molekul FFA minyak biji alpukat adalah 276,224 gr/mol. Dari kromatogram di atas, dapat dilihat bahwa komponen asam lemak yang dominan adalah asam lemak tidak jenuh jamak yaitu asam linoleat sebesar 47,3531% (b/b), asam lemak jenuh berupa asam palmitat sebesar 20,3439% (b/b), dan asam lemak tidak jenuh tunggal yaitu asam oleat sebesar 15,8823% (b/b).

Berdasarkan hasil yang dilaporkan Bora [20] minyak biji alpukat dengan pelarut n-heksana juga mengandung asam lemak dominan yang sama tetapi dengan proporsi yang berbeda yaitu asam linoleat (18:2) sebesar 38,892 ± 0,585%, asam palmitat (16:0) sebesar 20,847 ± 0,843% dan asam oleat (18:1) sebesar 17,410 ± 0,058%. Kandungan asam linoleat, asam palmitat dan asam oleat dalam minyak dengan pelarut n-heptana lebih besar dibanding dengan yang diekstraksi menggunakan n-heksana. Asam oleat merupakan prekursor untuk produksi sebagian besar PUFA (asam linoleat dan linolenat), yang pada suhu tinggi asam oleat akan teroksidasi dan berubah menjadi asam linoleat [38]. Reaksi

menyebabkan kandungan asam linoleat yang menggunakan n-heptana lebih besar dibanding dengan yang menggunakan n-heksana.

Total dari asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) yang diperoleh sebesar 22,8712% dan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) 52,3252% lebih besar dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Bora [19] yaitu MUFA sebesar 20,712% dan PUFA sebesar 46,726%. Tetapi total asam lemak jenuh yang diperoleh lebih kecil dibanding dengan yang dilaporkan oleh Bora [19] sebesar 32,495%. Perbedaan komposisi asam lemak ini dapat disebabkan oleh perbedaan lokasi tumbuhan berasal dan faktor lain seperti kematangan dan proses pemanenan [20].

Rasio asam linoleat dengan asam linolenat (C18:2/C18:3) diperoleh sebesar 9,52 yang lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan Bora [19] dan Galvao [40] berturut-turut yaitu 5,92 dan 2,95. Nilai rasio C18:2/C18:3 yang lebih tinggi pada minyak biji alpukat berkhasiat menurunkan kolesterol darah (trigliserida dan HDL) yang telah diuji pada tikus [40]. Kemudian tingginya rasio PUFA/SFA telah dilaporkan dapat mengurangi penyakit kardiovaskular dan direkomendasikan nilai minimumnya adalah 0,4 [40]. Rasio PUFA/SFA yang diperoleh sebesar 2,11. Hasil di atas juga memperlihatkan bahwa asam lemak pada minyak biji alpukat didominasi oleh asam linoleat yang merupakan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA). Sartika, 2008 menyatakan bahwa PUFA berperan penting dalam transport dan metabolisme lemak, fungsi imun, mempertahankan fungsi dan integritas membran sel [41].

Oleh karena itu, minyak biji alpukat yang dihasilkan cukup berkhasiat untuk kesehatan. Meskipun masih diperlukan pengujian lebih lanjut mengenai toksisitas dan kandungan di dalam minyak tersebut.

4.3 ANALISIS EKONOMI

Buah alpukat merupakan buah yang cukup banyak diminati oleh rakyat Indonesia, baik langsung dikonsumsi, dibuat menjadi jus, dan tambahan produk makanan lainnya. Selain itu buah alpukat juga banyak digunakan sebagai bahan tambahan pada industri kosmetik, shampoo, dan sebagainya. Buah alpukat digunakan setelah dipisahkan dari kulit dan bijinya, kemudian diambil daging

buahnya saja. Hingga saat ini, biji alpukat yang telah dibuang dibiarkan begitu saja hingga membusuk. Biji alpukat yang telah membusuk akan menimbulkan bau tidak sedap dan bayak dihinggapi lalat, sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan sekitar.

Produksi alpukat di Indonesia cukup tinggi, hal ini dapat dibuktikan dengan data produksi buah alpukat di Indonesia pada tahun 2013 dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu mencapai 276.318 ton per tahun. Produksi alpukat mengalami peningkatan pada tahun 2014 hingga mencapai 307.326 ton [1], seiring dengan meningkatnya produksi alpukat, maka limbah biji alpukat yang dihasilkan juga meningkat.

Biji alpukat terdiri dari 65% daging buah (mesokarp), 20% biji (endocarp), dan 15% kulit buah (perikarp) [9]. Menurut Prasetyowati, biji alpukat mengandung 15 – 20 % minyak. Biji alpukat mengandung minyak yang hampir sama dengan kedelai sehingga biji alpukat dapat dijadikan sebagai sumber minyak nabati [3].

Jika diperkirakan produksi buah alpukat per tahun adalah 250 ribu ton. Biji alpukat 20% dari produksi buah alpukat yaitu 50 ribu ton. Setelah dilakukan penelitian mengenai ekstraksi minyak biji alpukat dengan pelarut heptana, diperoleh rata-rata kandungan minyak dalam biji alpukat sebesar 14,72%. Dari data tersebut, jika dikalikan dengan limbah biji alpukat Indonesia dapat dihasilkan 7.360 ton minyak biji alpukat. Densitas minyak biji alpukat yang diperoleh dari penelitian yaitu 0,7 kg/L. Dalam satuan volume, minyak biji alpukat yang dapat dihasilkan dari 50 ribu ton limbah biji alpukat yaitu lebih dari 10 juta Liter minyak biji alpukat. Dapat dilihat dari hasil tersebut, potensi minyak biji alpukat cukup besar untuk dijadikan minyak nabati.

Untuk itu, perlu dilakukan analisis ekonomi mengenai ekstraksi pembuatan minyak dari biji alpukat yang akan dikaji secara sederhana dalam tulisan ini. Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh yield sebesar 15% pada waktu ekstraksi selama 90 menit, massa biji alpukat sebesar 20 gram dan volume pelarut 250 ml. Dimisalkan basis perhitungan yaitu 100 gram bahan baku biji alpukat. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang

digunakan dalam produksi dan harga jual minyak biji alpukat. Jumlah bahan baku yang digunakan pada proses ekstraksi dapat dihitung sebagai berikut :

Volume pelarut n-heptana yang diperlukan untuk mengekstraksi 100 gram

biji alpukat = 250ml

gr 20

gr

100 = 1250 ml = 1,25 L

Harga pembelian n-heptana = ,125L

L 5 , 2 000 . 100 . 2 Rp = RP 1.050.000,-

Jumlah minyak yang dihasilkan dari 20 gram biji alpukat : % minyak (20 gr) = 15%20gr= 3 gr % minyak (100 gr) = 3gr gr 20 gr 100 = 15 gr Massa minyak yang diperoleh = 15 gr

Harga minyak biji alpukat $138,98 per kg (Aliexpress) = Rp 2.043.700

Harga penjualan minyak biji alpukat = 15gr

gr 1000 700 . 043 . 2 Rp = Rp 30.655,-

Pada saat pemisahan pelarut dari minyak setelah proses ekstraksi diperoleh sekitar 80% pelarut n-heptana yang diuapkan dapat digunakan kembali untuk proses ekstraksi yang selanjutnya.

Volume n-heptana yang diperoleh = 80% x 1,25 L = 1 L

Harga penjualan n-heptana = 1L

L 5 , 2 000 . 100 . 2 Rp = Rp 840.000,-

Jadi untuk proses ekstraksi selanjutnya dapat menghemat pembelian pelarut sebesar Rp 840.000,-

BAB V

Dokumen terkait