• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fiber glassadalah bahan berbasis silika (SiO2) dengan tambahan oksida dari kalsium, boron, sodium, iron dan aluminium. Fiber glass memiliki beberapa keuntungan yaitu memiliki kemampuan untuk mengabsorpsi bila digunakan sebagai komposit, tahan terhadap suhu yang tinggi, tidak terbakar, ekspansi termal yang rendah, dan tidak menyerap air (Matthews & Rawlings 1999). Fiber glass merupakan

bahan yang paling cocok untuk digunakan pada kedokteran gigi karena estetiknya baik (Gurbuz dkk. 2005).

Fiber glassberbentuk potongan kecil berukuran 3 mm dengan konsentrasi 6%

dan 9% yang ditambahkan pada bahan basis gigitiruan resin akrilik dapat meningkatkan kekuatan transversal (Lee dkk. 2001).Fiber glass berbentuk potongan kecil dengan konsentrasi 2% yang ditambahkan pada bahan basis gigitiruan dapat meningkatkan kekuatan impak dan menurunkan kekuatan transversal (Tacir dkk. 2006). E-Glassfiber yang ditambahkan pada bahan polimer dapat meningkatkan kekuatan fleksural (Vojvodic dkk. 2008). Kekuatan tensile basis gigitiruan polimer yang diperkuat dengan fiber glass lebih besar dibandingkan dengan basis gigitiruan polimer yang tidak ditambahkan (Kanie dkk. 2000). Kekuatan fleksural, modulus elastisitas basis gigitiruan dengan penambahan fiber glass yang diproses dengan teknik injeksi dipengaruhi oleh konsentrasi dan panjang fiber, sedangkan kekuatan impak hanya dipengaruhi oleh konsentrasi fiber glass.

Fiber yang ditambahkan pada bahan polimer berfungsi sebagai filler yang

dapat meningkatkan kekuatan mekanis bahan polimer tersebut, tetapi penggunaan

fiber pada bahan polimer yang digunakan didaerah yang mengandung air harus di

perhatikan bahwa fiber sebagai filler menimbulkan celah yang dapat memfasilitasi difusi, oleh karena itu untuk mendapatkan ikatan yang baik antara fiber glass dan matriks polimer adalah dengan menggunakan silane coupling agent (Gurbuz dkk. 2005).Silane berfungsi sebagai sebagai mediator dan adhesi antara bahan yang berbeda seperti bahan organik dan bahan inorganik, matriks dengan dual reaksi

(Matinlinna dkk. 2004).Silanebiasa dikenal dengan primer coupling agent, tergantung dari fungsi dan bahannya. Silane juga dapat digunakan sebagai surface treatment

agent bahan filler (Matinlinna dkk. 2004 ; Karacer dkk. 2003).

Silane yang diaplikasikan pada fiber glass akan menyingkirkan air yang

terdapat pada permukaan sehingga terdapat ikatan yang lebih stabil antara silane dan

fiber glass dari pada ikatan antara air dan fiber glass. Fungsi dari silane coupling agent adalah untuk menyingkirkan air yang di adsorbsi dan menghasilkan ikatan

kimia yang kuat antara kelompok oksida pada permukaan fiber glass dan molekul polimer dari resin. Silane coupling agent secara luas digunakan untuk mendapatkan ikatan kimia tersebut dan rumus umumnya adalah : R – Si – X3, dimana R adalah kelompok organo-fungsional, unit X adalah kelompok yang terhidrolisa yang berikatan dengan silane. R – Si – X3mengalami hidrolisis sehingga menghasilkan hasil akhir berupa silanol yaitu : R – Si – X3+ 3H2O R-Si (OH) 3 + 3HX.

Trihydroxy-silanols dapat menyingkirkan air pada permukaan fiber glassdengan

membentuk ikatan hidrogen dengan kelompok hidroksil pada permukaan fiber glass. Pada saat fiber glass yang dilapis oleh silane mengalami kekeringan, air disingkirkan dan reaksi kondensasi terjadi antara silanol dan permukaan. Pada saat ikatan ini terjadi maka reaksi hidrolisis tidak dapat terjadi lagi. Hal ini akan menghasilkan ikatan dan ketahanan terhadap air yang kuat. Tanpa silane coupling agent ikatan tersebut akan rusak disebabkan air masuk ke dalam resin dan akan terjadi proses readsorpsi pada permukaan fiber glass sehingga menyingkirkan resin. Ikatan akan lebih kaku bila kelompok organo fungsional sangat pendek (Noort 2007).Silane yang

umum digunakan untuk bidang kedokteran gigi adalah a monofunctional γ -methacryloxypropyltrimethoxysilane (MPS). Silane MPS digunakan untuk mendapatkan ikatan yang optimal (Matthews 1999; Matinlinna 2004; Noort 2007).Perawatan awal fiber glass dengan MPS akan menghasilkan ikatan kimia. Sebuah penelitian menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) silanisasi

E-glass fiber meningkatkan adhesi antara fiber dan bahan organik basis gigitiruan resin

akrilik. Kasus klinis yang menggunakan fiber glass yang di silanisasi dengan resin akrilik sangat menjanjikan. Penelitian yang mengobservasi fiber glass yang disilanisasi pada bahan komposit menunjukkan kekuatan ikatan yang tinggi. Hal ini karena adanya formasi dari ikatan kovalen siloksan melalui pemberian silane (Matinlinna dkk. 2004; Karacer dkk. 2003).

Matinlinna JP., dkk. (2004) menyatakan pemberian silane pada bahan filler juga dapat meningkatkan sifat fisis dari suatu bahan komposit. Penelitian yang membandingkan penyerapan air antara bahan aluminosilikat yang disilanisasi dan tidak disilanisasi sebagai filler menunjukkan bahwa aluminosilikat yang disilinasasi memiliki nilai penyerapan air yang lebih rendah (Matinlinna dkk. 2004). Penelitian yang mengevaluasi penyerapan air pada bahan komposit yang ditambahkan fiber

glassyang disilanisasi dan yang tidak disilanisasi dengan konsentrasi fiber 5%, 10%,

15% dan 20%menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok yang disilanisasi dan yang tidak disilanisasi (Gurbuz dkk. 2005).

Konsentrasi fiber glass yang ditambahkan pada resin akrilik dapat mempengaruhi nilai penyerapan air suatu bahan polimer. Semakin tinggi konsentrasi

fiber glass yang digunakan maka nilai penyerapan air semakin rendah (Kortrakulkij

2008; Pollat & Vallitu 2003; Gurbuz dkk. 2005). Penyerapan air suatu bahan basis gigitiruan polimer lebih rendah dengan ditambahkan fiber glass berbentuk anyaman (Gurbuz dkk. 2005).

Penambahan fiber menurunkan nilai penyerapan air pada kedua bahan gigitiruan Trim (Polyviniletilmetakrilat) dan Protemp (Bis akrilik komposit) (AL-Habahbeh 2007).Fiber yang ditambahkan pada resin akrilik menunjukkan penurunan penyerapan air yang signifikan disebabkan karena fiber bersifat hidrofobik sehingga dapat mengantisipasi sifat resin akrilik yang hidrofilik (AL-Habahbeh 2007).Jumlah air yang diserap oleh bahan berbasis resin bergantung dengan kandungan resin dan kualitas ikatan antara resin sebagai matriks polimer dan fiber glass sebagai filler (Noort 2007).

Ikatan antara fiber sebagai filler dan bahan polimer sebagai matriks juga dipengaruhi oleh ukuran fiber dan jumlah fiber. Semakin panjang fiber yang digunakan maka ikatan adhesi akan semakin lemah, dan semakin banyak fiber yang digunakan juga akan menyulitkan penyatuan antara fiber dan matriks.Kekuatan daya adhesi akan melemah antara fiber dengan matriks dengan semakin panjangnya fiber karena terjadinya friksi mekanis pada permukaanfiber (Karacer dkk. 2003). Distribusi

fiber lebih homogen pada bahan yang di proses dengan teknik injeksidibandingkan

denganteknik kompresi (Pollat & Valittu 2003). Hal ini terjadi karena kekentalan bahan yang diproses dengan kompresi lebih kental dibandingkan dengan teknik injeksi. Teknik injeksi juga membutuhkan waktu kerja yang lebih lama sebelum

proses polimerisasi sehingga membantu penetrasi dari resin ke celah antara fiber. Penyatuan yang tidak baik akan menyebabkan terjadinya void antara fiber dan matriks (Karacer dkk. 2003). Void yang terjadi karena penyatuan yang tidak baik akan menyebabkan oksigen masuk ke dalamnya sehingga dapat meningkatkan nilai penyerapan air (Chai dkk. 2004). Penggunaan fiber potongan kecil pada bahan resin dengan sistem injeksi lebih menjanjikan untuk mendapatkan kekuatan perlekatan yang baik (Karacer dkk. 2003).

Semakin besar konsentrasi fiber yang digunakan akan meningkatkan kekasaran permukaan suatu bahan.Kekasaran permukaan yang tinggi dapat menyebabkan mudahnya perlekatan plak dan berlanjut dengan perubahan warna dari bahan tersebut (Zortuk dkk. 2008).

Penyerapan air bahan resin yang ditambahkan fiber glass dengan teknik injeksi lebih rendah dibandingkan dengan teknik kompresi, dan semakin besar konsentrasi yang digunakan maka nilai penyerapan air suatu bahan akan semakin rendah.Adhesi antara matriks polimer dan fiber glass dapat melemah akibat dari peranan oksidasi bentuk kaca dari permukaan fiber dan oleh degradasi hidrolitik polisiloksan yang bersifat reversibel akibat polikondensasi silane coupling agent. Hal ini akan mempengaruhi kekuatan bahan dan stabilitas jangka waktu yang lama di lingkungan rongga mulut (Pollat & Valittu 2003).Pengerutan dan penyerapan air menurun dengan penambahan fiber glassdan penyerapan air secara signifikan berkurang dengan penambahan fiber glass pada bahan polimetil metakrilat (Vurakkara 2006). Hasil penelitian Durkan R.K. dkk (2010) menunjukkan nilai

penyerapan air bahan basis gigitiruan tanpa fiber lebih besar dibandingkan dengan penambahan fiber, dan pada kelompok yang ditambahkan fiber terlihat nilai penyerapan air lebih kecil pada kelompok yang ditambahkan fiber glass jenis anyaman dibandingkan dengan fiber jenis ribbond, hal ini kemungkinan karena adanya ikatan yang lebih baik disebabkan struktur fiber glass jenis anyaman lebih tipis. Silanisasi yang digunakan pada fiber terhadap matriks polimer mempengaruhi stabilitas hidrolitik dari ikatan matriks resin dengan fiber (Durkan dkk. 2009).

Ketidakberhasilan awal penggunaan bahan nilon termoplastik sebagai bahan basis gigitiruan adalah karena tingginya nilai penyerapan air bahan tersebut, yang dapat mengakibatkan biodegradasi (Powers 2006; Utami dkk. 2009).Pada saat ini sudah banyak penelitian yang membuktikan bahwa dengan penambahan fiber glass dapat mengurangi penyerapan air dari suatu bahan polimer, maka sebaiknya dilakukan penelitian penambahan fiber glass pada bahan nilon termoplastik untuk mengurangi penyerapan air yang diharapkan juga dapat meningkatkan stabilitas warna bahan tersebut.

Namun stabilitas warna juga dipengaruhi adalah faktor intrinsik yaitu perubahan warna karena prosesaging dari suatu bahan yang terjadi karena terpapar kondisi fisis dan kemis dari adanya perubahan temperatur dan kelembaban (Goiato dkk. 2010).Salah satu metode simulasi in vitro untuk mengevaluasi sifat fisis dan mekanis bahan setelah proses aging adalah thermocycling (Mancuso dkk. 2012).

Thermocycling merupakan suatu metode standart in vitro yang digunakan

untuk mengevaluasi sifat fisis dan mekanis suatu bahan restoratif atau prostetik yang mengalami proses penuaan (aging) dengan cara mensimulasikan kondisi rongga mulut (Assuncao dkk. 2009; Goiato dkk. 2009; Junior dkk. 2009) (Gambar 2.10). Nascimento ACS dkk. (2013) yang mengutip pendapat Morley dan Stockwellmenyatakan bahwa kondisi sebenarnya di rongga mulut sebaiknya disimulasikan ketika mengevaluasi sifat dari suatu bahan restorasi, seperti perubahan temperatur (Nascimento dkk. 2013). Nascimento ACS dkk. (2013) yang mengutip pendapat Asmussen juga menyatakan durasi periode pemanasan dan pendinginan di dalam mulut normalnya singkat, maka cycle diulang – ulang dengan frekuensi yang lebih besar (Nascimento dkk. 2013). Perubahan temperatur di dalam mulut disimulasikan untuk jangka waktu satu tahun adalah dengan 1000 cycle, sedangkanuntuk 2 tahun pemakaian maka dilakukan 2000 cycle dengan temperature 50-550 selama 60 detik (Aljudy dkk. 2013).

Prosedur thermocycling secara signifikan mengurangi kekuatan mekanis dari bahan polimer (Vojvodic 2008).Thermocycling secara signifikan juga mempengaruhi kekerasan, absorpsi, solubilitas dan perubahan warna suatu bahan polimer. Kekerasan suatu bahan meningkat setelah prosedur thermocyclingdisebabkan karena kehilangan ethanol, kehilangan plasticizer dan absorpsi air yang meningkat. Mancuso berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa thermocycling mempengaruhi absorpsi dan solubilitas dari resin akrilik, hal ini disebabkan terjadinya solubilisasi dari plasticizer (Mancuso dkk. 2012).Perubahan warna yang terjadi pada bahan resin akrilik disebabkan tingginya solubilitas plasticizer dan absorpsi air.Lepasnya

plasticizer dalam komposisi linear menyebabkan kelonggaran rantai molekul organik

polimer, sehingga lebih mudah terjadi difusi cairan staining. Agen staining dapat masuk ke ruangan yang ada akibat lepasnya plasticizer (Mancuso dkk. 2012).

Vanessa M.F (2010) menyampaikan perbedaan warna resin akrilik antara sebelum dan sesudah thermocyclingterjadisetelah 3000 cycle, temperatur 50 -550selama 60 detik (Vanessa dkk. 2010).Ozkan Y menyatakan terjadinya perubahan warna acetal resin setelah 4000 thermal cycle dan perubahan warna secara signifikan terjadi setelah 12000 thermal cycle (Nascimento dkk. 2013).Thermocycling menyebabkan terjadinya hidrasi dari suatu bahan sehingga bahan tersebut mengabsorpsi air (Aljudy dkk. 2013). Penyerapan air dapat dipengaruhi oleh lama pemakaian dan suhu rongga mulut sehingga mempengaruhi stabilitas warna(Vanessa dkk. 2010).

Assuncao W.G (2009) menyatakan perubahan warna resin akrilik terbesar terjadi setelah 5000 thermal cycle dengan temperatur 50-550 selama 30 detik (Assuncao dkk. 2009). Perubahan warna karena thermocycling disebabkan terjadinya adsorpsi dan absorpsi, dimana faktor ekstrinsik menyebabkan perubahan warna.Perubahan warna dapat terjadi karena perubahan dari matriks organik, inhibisi, hidrolisis dan rusaknya rantai polimer.Assuncao WG., dkk. (2009) yang mengutip pendapat Hersek dkk menyatakan bahwa bahan yang hidrofilik menunjukkan perubahan warna yang lebih besar dari pada bahan yang hidrofobik.Thermocycling juga dapat meningkatkan kekasaran permukaan dan perubahan posisi partikel serat pada bahan komposit, sehingga staining yang menyebabkan perubahan warna juga meningkat. Sebagai tambahan permukaan yang kasar menyebabkan refleksi diffuse menjadi lebih besar karena morfologi permukaan mempengaruhi jumlah dan tipe cahaya yang akan direfleksikan (Assuncao dkk. 2009).

Nadira A.H (2013) menyatakan perubahan warna terbesar setelah

thermocycling adalah pada bahan nilon termoplastik dibandingkan resin akrilik,

dengan nilai ∆E > 3,7 (perubahan warna yang tidak bisa diterima) kemungkinan karena nilon merupakan bahan hidrofilik, memiliki penyerapan air yang besar sehingga mudah terjadi perubahan warna (Nadira & Omar 2013). Pernyataan ini juga disetujui oleh Lai dan Goiato yang menyatakan bahwa perubahan warna dari nilon termoplastik lebih besar dibandingkan resin akrilik karena nilon adalah bahan yang

sangat hidrofilik dengan penyerapan air yang besar dan permukaannya yang lebih kasar dibandingkan resin akrilik (Elshereski 2006).

Mancuso D.N dkk (2012) menyatakan bahwa absorpsi dan solubilitas dipengaruhi oleh thermocycling, namun absorpsi dan solubilitas tidak dipengaruhi oleh thermocyclingpada bahan dengan jumlah ikatan silang yang banyak, sehingga mengurangi formasi atau mikroporous yang memungkinkan air masuk ke dalam bahan. Perubahan warna yang terjadi pada bahan disebabkan karakteristik individual dari bahan tersebut.Apabila plasticizer banyak yang larut maka penyerapan air besar dan menyebabkan akumulasi dari zat warna. Adanya plasticizer pada komposisi linier meningkatkan peregangan dari molekul organik yang kecil rantai kimia polimer., sehingga memudahkan difusi cairan staining menjadi lebih mudah. Agent staining yang masuk ke dalam rantai polimer menyebabkan lepasnya plasticizer. Terjadinya perubahan warna sering dihubungkan karena terjadinya proses aging (Mancuso dkk. 2012).Vanessa M.F. (2010) juga menyatakan hal yang sama yaitu perubahan warna dari suatu bahan dapat dijadikan indikator bahwa bahan tersebut telah mengalami

aging atau kerusakan, sehingga terjadi perubahan besar dari sifatnya seperti

penyerapan air dan solubilisasi. Perubahan struktur molekul dari polimer karena proses aging dapat disebabkan oleh pemutusan rantai polimer oleh sinar ultraviolet,

cross linking dari oksigen, lepasnya plasticizer, dan penyerapan air (Vanessa dkk.

2010).

Melalui thermocycling terjadi proses hidrasi yang sesuai dengan kondisi klinis, oleh karena itu bahan menyerap air sehingga merusak ikatan. Air yang diserap

langsung merusak ikatan karena membentuk void antar lapisan (Goiato dkk. 2009; Lekha dkk. 2012). Pusz A. (2011) menyatakan bahwa absorpsi saliva pada bahan poliamida yang ditambah E-Glass fiber bergantung dengan suhu, semakin tinggi suhu maka absorpsi semakin cepat (Pusz dkk. 2011).Chandu G.S (2015) menyatakan kemungkinan thermocycling dan bahan pembersih gigitiruan akan mempengaruhi warna bahan basis gigitiruan (Chandu dkk. 2015).Hasil penelitian Goiato M.C. (2009) menunjukkan adanya perubahan warna bahan soft lining yang signifikan setelah di lakukan thermocycling sebanyak 1000 cycle dengan nilai ∆E=2,17 pada bahan soft linerdan E=2,17 pada bahan GC Reline Ultrasoft, berdasarkan uji statistik terlihat adanya pengaruh thermocycling terhadap stabilitas warna. Hal ini disebabkan sifat individual dari setiap bahan, seperti penyerapan air dan solubilitas (Goiato dkk. 2009).

Dokumen terkait