• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Komposisi Kimia Bahan Baku

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah lintah laut jenis Discodoris sp. yang berasal dari Cirebon Jawa Barat, sedangkan bahan- bahan campuran yang digunakan dalam pembuatan minuman fungsional ini adalah jahe merah (Zingiber officinale), dan kacang kedelai lokal (Glycine max) yang masing-masing dibeli dari pasar tradisional Bogor.

4.3.1 Komposisi kimia lintah laut (Discodoris sp.)

Komponen kimia lintah laut yang dianalisis terdiri dari analisis kandungan proksimat yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat untuk mengetahui komponen nilai gizi lintah laut sebagai bahan baku minuman fungsional dan analisis logam berat untuk mengetahui kandungan logam berat yang terdapat pada lintah laut.

4.3.1.1 Kandungan proksimat lintah laut (Discodoris sp.)

Hasil analisis kandungan proksimat dari lintah laut dalam bentuk segar dan bentuk kering dapat dilihat pada Tabel 6. Lintah laut diambil dalam keadaan hidup kemudian dimatikan dan dipisahkan dari jeroannya kemudian dikeringkan. Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air bahan sehingga lebih awet dan mudah dalam pengangkutan karena volume dan beratnya menjadi lebih kecil. Sedangkan untuk lintah laut basah didapatkan dari lintah laut hidup yang dimatikan dan dibersihkan dari jeroannya.

Tabel 6 Analisis proksimat lintah laut

Komponen kimia Nilai (% bb) Nilai (% bk)

Air 78,43 ± 0,27 -

Protein 15,65 ± 0,03 56,09 ± 0,16

Lemak 0,1 ± 0,12 3,27 ± 0,04

Abu 3,16 ± 0,21 8,68 ± 0,18

Karbohidrat 2,66 ± 0,38 31,96 ± 4,1

Nilai ditunjukan sebagai rata-rata±standar deviasi dengan pengujian dua kali ulangan Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Budiyanto 2002). Berdasarkan hasil analisis proksimat, daging lintah laut segar mengandung protein 15,65%. Kandungan protein ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan lintah laut yang berasal dari Pemekasan Madura yaitu 12,31% (Nurjanah et al. 2012). Hal ini disebabkan oleh kadar air dalam penelitian tersebut yang masih cukup tinggi yaitu 11,17%.

Kadar abu lintah laut segar menunjukkan nilai yang cukup tinggi (3,16%) dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Nurjanah et al. (2012) dengan nilai kadar abu 1,87%. Hal ini disebabkan oleh habitat lintah laut khususnya jenis

Discodoris sp. yang hidup menempel pada batu karang dan pasir berlumpur di perairan pantai. Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan (Sudarmadji et al. 2007). Holland (2009) menyatakan bahwa lintah laut biasanya terdapat di perairan dangkal berpasir serta terumbu karang hingga di dasar laut kelam lebih dari satu kilometer dalamnya.

Rendahnya kadar lemak dalam penelitian ini (0,1%) jika dibandingkan dengan yang dilakukan oleh Nurjanah et al. (2012) yang memperoleh nilai 0,4% kemungkinan karena pengujian yang hanya dilakukan pada bagian daging lintah laut, seperti yang dinyatakan oleh Almatsier (2006) bahwa lemak pada tubuh umumnya disimpan sebesar 45% di sekeliling organ dan rongga perut. Kandungan lemak dipengaruhi oleh lingkungan tempat organisme hidup dan berkembang, selain itu juga tingkat kedewasaan, musim, dan kebiasaan makan serta ketersediaan pakan.

Kadar air dalam penelitian ini cukup rendah yaitu sebesar 78,43%, dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah et al. (2012) yaitu sebesar 83%. Kadar air yang lebih rendah disebabkan oleh pengaruh lingkungan saat penjemuran sehingga memperbesar penguapan kandungan air. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan bahan, suhu pengeringan, aliran udara, dan tekanan uap udara (Winarno et al. 1980). Kadar air umumnya memiliki hubungan timbal balik dengan kadar lemak, semakin tinggi kadar air yang terkandung pada suatu bahan, maka semakin rendah kadar lemaknya, demikian pula sebaliknya (Pigott dan Tucker 1999; Yunizal et al. 1998).

4.3.1.2 Logam berat lintah laut (Discodoris sp.)

Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar yang berbahaya karena sifat toksik jika dalam jumlah yang besar dan dapat mempengaruhi berbagai aspek dalam perairan baik aspek biologi maupun aspek ekologis. Logam- logam berat yang ada dalam badan perairan akan mengalami proses pengendapan dan terakumulasi dalam sedimen, kemudian terakumulasi dalam tubuh biota laut yang ada dalam perairan (termasuk kerang yang bersifat sessil dan sebagai

bioindikator) baik melalui insang maupun melalui rantai makanan dan akhirnya akan sampai pada manusia.

Istilah logam berat hanya ditujukan kepada logam yang mempunyai berat jenis lebih besar dari 5 g/cm3. Namun, pada kenyataannya unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya juga dimasukkan ke dalam kelompok tersebut. Dengan demikian, yang termasuk ke dalam kriteria logam berat saat ini mencapai lebih kurang 40 jenis unsur. Beberapa contoh logam berat yang beracun bagi manusia adalah arsen (As), kadmium (Cd), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni), dan seng (Zn) (Julianto 2008). Analisis logam berat pada daging lintah laut dapat dilihat pada Tabel 7.

Konsentrasi residu maksimum yang diizinkan bagi produk laut untuk

kesehatan manusia adalah sebagai berikut, Pb (1,5 mg kg-1 bb) dan Cd (0,2 mg kg-1 bb), sedangkan Cu dan Zn yang merupakan salah satu unsur esensial

laut menurut FAO (1983) disajikan dalam satuan berat basah, jika dikonversikan ke dalam satuan berat kering dengan asumsi produk perikanan laut mengandung kadar air rata-rata 70% (Uthe dan Chou 1988) maka konsentrasi residu untuk logam non-esensial (Pb dan Cd) adalah 5 dan 0,7 mg kg-1, sedangkan untuk logam esensial (Cu dan Zn) adalah 33 dan 500 mg kg-1 bk.

Tabel 7 Analisis logam berat pada daging segar lintah laut

Parameter Hasil (ppm) FAO (ppm)

Timbal (Pb) <0,01 2

Cadmium (Cd) 0,058 1

Mercury (Hg) <0,01 0,5

Berdasarkan tingkat toksisitasnya, logam berat dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1) Hg, Pb, Cd, Cu, dan Zn yang bersifat toksik tinggi, 2) Cr, Ni, dan Co yang bersifat toksik menengah, dan 3) Mn dan Fe yang bersifat toksik rendah. Unsur-unsur logam berat ini dibutuhkan organisme hidup dalam proses metabolisme untuk perkembangan dan pertumbuhan sel-sel tubuhnya, tetapi dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan toksik, namun sifat toksik logam berat akan bergantung pada jenis kadar, efek sinergis, antagonis, sifat kimia dan fisiknya, serta faktor lingkungan yang mempengaruhi toksisitas logam berat (Benhard diacu dalamFairy 2008).

Kandungan logam berat pada daging segar lintah laut seperti timbal (Pb), cadmium (Cd), dan mercury (Hg) berturut-turut adalah <0,01 ppm; 0,058 ppm; dan <0,01 ppm. Kadar Hg <0,001 ppm ini relatif rendah dan belum berbahaya bagi biota perairan terutama ikan, begitu juga dengan kadar Pb tidak melebihi dengan Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditetapkan untuk kepentingan biota laut yaitu sebesar 0,008 ppm atau 8 ppb (Lestari dan Edward 2004).

Konsentrasi residu logam dalam jaringan biota akan selalu berfluktuasi dipengaruhi antara lain oleh umur dan ukuran biota (Al-Yousef et al. 2004), kebiasaan makan biota atau tingkat trofik dalam jaringan (Watanabe et al. 2003), serta spesies atau jenis biota (Qugun et al.2005; Calta dan Canpolat 2006).

4.3.2 Komposisi kimia jahe merah (Zingiber officinale)

Jahe yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis jahe merah, dan bagian jahe yang dianalisis proksimat adalah rimpang atau yang disebut juga dengan rhizoma. Rimpang jahe dicuci dan dikeringkan dalam oven bersuhu 50 oC selama 24 jam kemudian dihaluskan hingga berbentuk bubuk kering. Hasil analisis proksimat rimpang jahe merah dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Komposisi kimia jahe merah berdasarkan berat kering

Komponen kimia Kandungan (%bb) Kandungan (%bk)

Air 86,65 ± 0,35 -

Protein 1,28 ± 0,00 9,59 ± 0,25

Lemak 1,40 ± 0,01 10,45 ± 0,22

Abu 0,69 ± 0,42 5,21 ± 3,31

Karbohidrat 9,99 ± 0,76 74,75 ± 3,78

Nilai ditunjukan sebagai rata-rata±standar deviasi dengan pengujian dua kali ulangan

Hasil analisis proksimat jahe merah kering memiliki nilai lemak 1,40%. Naiu et al. (2010) melaporkan jahe merah mengandung lemak sebesar 3,54%. Rimpang jahe juga mengandung beberapa komponen kimia lain, yaitu air, abu, protein, minyak atsiri, dan oleoresin. Jumlah masing-masing komponen jahe berbeda-beda dari berbagai daerah penghasil yang tergantung pada iklim, curah hujan, varietas jahe, dan keadaan tanah (Koswara 1995). Selain itu, komposisi kimia rimpang jahe juga dipengaruhi antara lain oleh umur panen rimpang, perlakuan masa tanam, perlakuan pasca panen, ekosistem tempat tanaman jahe ditanam, dan pengolahan rimpang (Rismunandar 1988).

4.3.3 Komponen kimia kedelai (Glycine max)

Kedelai yang diambil untuk analisis proksimat adalah kedelai lokal utuh, yang kemudian dihancurkan menjadi bubuk kering. Hasil analisis proksimat dari kacang kedelai kering dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Komposisi kimia kacang kedelai berdasarkan berat kering

Komponen kimia Nilai (% bb) Nilai (% bk )

Air 20,64 ± 0,16 - Protein 24,77 ± 0,03 27,81 ± 0,00 Lemak 12,18 ± 0,38 13,67 ± 0,44 Abu Karbohidrat 4,67 ± 0,17 37,74 ± 0,35 5,24 ± 0,18 53,29 ± 0,35 Nilai ditunjukan sebagai rata-rata±standar deviasi dengan pengujian dua kali ulangan

Berdasarkan hasil analisis proksimat, kedelai memiliki kandungan protein sebesar 24,77% dan lemak 12,18%. Hasil penelitian Redondo et al. (2006) menunjukkan bahwa kedelai (Glycine max) mengandung lemak sebesar 18,56%. Rachma et al. (2012) melaporkan bahwa kandungan lemak pada kedelai komersil sebesar 25,75%. Beberapa varietas kedelai di Indonesia mempunyai kadar protein 30,53–44% dan kadar lemaknya 7,50–20,90% (Koswara 1992). Perbedaan komposisi proksimat masing-masing kedelai dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu varietas (genotype), kondisi lahan pertanian, proses pengolahan, kondisi penyimpanan, pengemasan, dan kondisi saat mengalami proses distribusi dari produsen ke konsumen (Lee et al. 2003; Riedl et al. 2007).

Dokumen terkait