• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

4.4 Komposisi koloni karang keras .1 Pulau Aceh

Berdasarkan kehadiran karang keras di Pulau Aceh waktu pengamatan pada tahun 2006, di peroleh 16 jumlah genus karang keras, kemudian terjadi peningkatan sebasar 21 jumlah genus karang keras pada tahun 2008. Pada tahun 2009 menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan sebesar 33 jumlah genus karang keras dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 menurun menjadi 23 genus karang keras hal ini di sebabkan dengan substrat yang kosong untuk penempelan larva karang sudah berkurang dan terjadinya kenaikan suhu permukaan laut di daearah perairan Pulau Weh dan Pulau Aceh. Sepuluh besar persentase koloni karang keras di Pulau Aceh pada masing-masing waktu pengamatan disajikan pada Gambar 12.

Dari hasil pengamatan menggunakan PIT di peroleh persentase koloni karang keras pada tahun 2006, 2008, 2009 dan 2011 yang terbanyak ditemukan selama pengamatan adalah koloni Acropora sebesar 13%, 23%, 32% dan 39%, Porites sebesar 43%, 30%, 17% dan 15 dan Pocillopora 3%, 25%, 22% dan 10%. Tingginya jumlah koloni dari koloni Acropora, Porites dan Pocillopora hal ini disebabkan kondisi perairan antara lain substrat sangat mendukung dan larva karang yang tersedia. Jumlah koloni karang keras di Pulau Aceh disajikan pada lampiran 5.

Setiap tahunnya terjadi peningkatan dan penurunan persentase koloni karang secara keseluruhan. Penurunan tersebut terjadi akibat adanya penambahan koloni baru pada lokasi penelitian setiap tahunnya akibat pemulihan kondisi ekosistem terumbu karang setelah peristiwa tsunami.

Gambar 12 Persentase koloni karang keras di Pulau Aceh.

Pada pengamatan tahun 2006 genus montipora belum ditemukan di lokasi pengamatan. Genus Montipora memiliki daya tahan yang rendah terhadap perubahan lingkungan. Hal inilah yang mungkin menyebabkan lambatnya pemulihan genus ini setelah terjadinya tsunami. Pada tahun berikutnya mengalami perubahan dengan terdapatnya genus Montipora di Pulau Aceh ini menunjukkan ada kecendrungan kenaikan jumlah koloni yang ditemukan karena kondisi perairan yang semakin baik.

4.4.2 Daerah Pemanfaatan

Berdasarkan hasil pengamatan di daerah pemanfaatan pada tahun 2006, diperoleh 33 jumlah genus karang keras, kemudian pada tahun 2008 dan 2009 jumlah genus menunjukkan peningkatan yaitu sebesar 41 dan 43 genus karang keras. Hal ini menunjukkan adanya pemulihan ekosistem terumbu karang setelah terjadinya gempa dan tsunami pada tahun 2004. Pada tahun 2011 terjadi penurunan jumlah genus karang keras sebesar 31 genus karang keras, hal ini

diakibatkan terjadinya kenaikan suhu permukaan laut di perairan Pulau Weh. Jumlah koloni karang keras pada daerah pemanfaatan disajikan pada lampiran 6 dan Sepuluh besar persentase koloni karang keras di daerah pemanfaatan pada masing-masing waktu pengamatan disajikan pada Gambar 13.

Pada daerah pemanfaatan, persentase koloni karang yang terdapat pada setiap tahun di dominansi oleh koloni Acropora sebesar 24%, 29%, 23% dan 19%. Koloni Favites sebesar 2%, 2%, 3% dan 2%.Koloni Heliopora sebesar5%, 7%, 3% dan 7%. Koloni Montipora sebesar 4%, 6%, 8% dan 18%. Koloni Pocillopora sebesar 5%, 6%, 7% dan 4%. Porites sebesar 41%, 31%, 30% dan 25%. Koloni Acropora dan Montipora biasanya tumbuh pada perairan yang jernih dan lokasi yang terdapat pecahan ombak sedangkan Porites merupakan genus karang yang mempunyai bentuk pertumbuhan masive, biasanya ditemukan di daerah rataan terumbu sampai dengan daerah tubir.

Selain itu juga ditemukan sepuluh besar persentase koloni yang mengalami perbedaan pada setiap tahunnya. Koloni Echinopora hanya ditemukan pada tahun 2009 dengan jumlah 4%. Koloni Pavona dengan jumlah 5% pada tahun 2011. Perbedaaan koloni karang yang ditemukan pada setiap tahun menggambarkan bahwa perubahan secara alami pada struktur komunitas menciptakan suatu yang baru pada komunitas tersebut.

Gambar 13Persentase koloni karang keras di Daerah Pemanfaatan.

4.4.3 Taman Wisata Alam Laut (TWAL)

Berdasarkan kehadiran genus karang keras di TWAL pada tahun 2006 diperoleh 36 jumlah genus karang keras. Tahun 2008 dan 2009 jumlah genus karang keras menunjukkan peningkatan sebesar 39 dan 38 genus. Hal ini menunjukkan setelah terjadinya gempa dan tsunami pada tahun 2004 di Aceh kondisi pemulihan ekosistem terumbu karang di Pulau Weh secara alami telah terlihat. Pada tahun 2011 terjadi penurunan sebesar 29 jumlah genus karang keras. Jumlah genus karang keras di TWAL disajikan pada lampiran 7 dan Sepuluh besar persentase koloni karang keras pada masing-masing waktu pengamatan disajikan pada gambar 14.

Gambar 14 Persentase koloni karang keras di TWAL.

Dari hasil pengamatan di TWAL pada tahun 2006, 2008, 2009 dan 2011 diperoleh persentase koloni karang keras yaitu dari koloni Acropora sebesar 34%, 33%, 26% dan 25%. Koloni Favites sebesar 2%, 7%, 4% dan 6%. Koloni Montipora sebesar 6%, 7%, 6% dan 8%. Koloni Pocillopora sebesar 3%, 6%, 6% dan 6%. Koloni Porites sebesar 26%, 24%, 30% dan 26%.

Selain itu juga ditemukan sepuluh besar persentase koloni karang yang mengalami perbedaan pada setiap tahunnya, seperi koloni Favia hanya ditemukan dalam sepuluh besar pada tahun 2008 dan 2011 dengan 3% dan 3%. Koloni Goniastrea hanya ditemukan pada tahun 2006 dan 2008 dengan jumlah 3% dan 3%, pada pengamatan tahun 2006 koloni Diploastrea belum ditemukan. Pada tahun 2008, 2009 dan 2011 koloni Diploastrea telah terdapat 1%, 5% dan 5%. Koloni pavona hanya terdapat pada sepuluh besar pada tahun 2006, 2009 dan 2011 dengan 3%, 1% dan 2%.

4.4.4 Kawasan Konservasi laut Daerah (KKLD)

Dari hasil pengamatan terhadap genus karang keras di KKLD terlihat adanya perbedaan jumlah genus karang keras pada waktu 2006, 2008, 2009 dan 2011. Jumlah genus karang keras pada setiap tahun pengamatan yaitu sebesar 37, 29, 34 dan 21 jumlah genus karang keras. Jumlah genus masing-masing di KKLD menunjukkan adanya fluktuasi antara kehadiran genus baru pada setiap tahun pengamatan. Jumlah genus karang keras di KKLD disajikan pada lampiran 8dan sepuluh besar persentase koloni karang keras pada masing-masing waktu pengamatan disajikan pada gambar 15.

Dari hasil pengamatan pada tahun 2006, 2008, 2009 dan 2011 di peroleh persentase koloni Acropora sebesar 19%, 18% dan 21%. Koloni Heliopora sebesar 13%, 8%, 5% dan 17%. Koloni Montipora sebesar 2%, 1%, 5% dan 18%. Koloni Porites tertinggi yang ditemukan pada setiap tahun sebesar 51%, 56%, 50% dan 47%.

Terdapat sepuluh besar persentase koloni karang yang mengalami perbedaan pada setiap tahunnya seperi koloni Favia dan Goniopora ditemukan dalam sepuluh besar pada tahun 2009 dan 2011, koloni Millepora ditemukan dalam sepuluh besar pada tahun 2006 dan 2008. Pada setiap tahun terjadi perubahan terus berlangsung dan mulai adanya kenaikan genus karang di KKLD. Hal ini terkait dengan strategi karang yang berbeda-beda untuk menempati suatu kawasan (Sorokin 1993).

Gambar 15 Persentase koloni genus karang keras di KKLD.

Jumlah individu genus karang secara umum di Pulau Weh dan Pulau Aceh di dominansi oleh genus Acropora, Favites, Heliopora, Millepora, Montipora, Pavona, Pocilliopora dan Porites. Morton (1990) menyatakan bahwa pola penyebaran biota karang di kawasan Indo-Pasifik secara umum hampir sama. Pada daerah dimana energi gelombang paling besar diterima oleh terumbu didominasi oleh Pocillopora spp yang berasosiasi dengan karang api (Millepora sp.). Pada lereng terumbu paling luar dimana pergerakan airnya kecil, kecepatan arus dan kekuatan gelombang berkurang didominasi oleh Acropora spp, dengan beberapa Pocillopora dan Millepora sebagai selingan.

Bentuk utama Acropora yang mendominasi daerah pengamatan adalah bentuk branching (bercabang) dan tabulate (meja). Pada daerah rataan terumbu, daerah arus kuat, Porites sp, merupakan jenis karang yang paling banyak dijumpai dan biasanya berasosiasi dengan Pavona sp. atau Acropora sp. Ini sejalan dengan Stoddart (1971) yang mengatakan bahwa komunitas Acropora banyak terdapat di terumbu yang menghadap angin dan komunitas Porites yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap perairan yang keruh serta arus yang kuat (Nasir et al. 2004).

Selanjutnya Suharsono (1995) menyebutkan bahwa genus Acropora dan Pocillopora tumbuh sangat cepat dan mendominansi pertumbuhan karang di bekas muntahan lahar Pulau Gunung Api.