• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

3) Komposit

Komposit filmterdiri dari komponen lipida dan hidrokoloid. Aplikasi dari komposit filmadalah dimana satu lapisan merupakan hidrokoloid dan satu lapisan lain merupakan lipida. Komposit dapat juga gabungan lipida dan hidrokoloid dalam satu kesatuan film. Gabungan dari hidrokoloid dan lemak digunakan dengan mengambil keuntungan dari komponen lipida dan hidrokoloid. Lipida dapat meningkatkan ketahanan terhadap penguapan air dan hidrokoloid dapat memberikan daya tahan. Film gabungan antara lipida dan hidrokoloid ini dapat digunakan untuk melapisi buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah diolah minimal (Krochta et al., 1994).

2. Alginat

Alginat adalah polisakarida alam yang umumnya terdapat pada dinding sel dari semua spesies alga coklat (phaeophyceae). Asam alginat ditemukan, diekstraksi pertama kali dan dipatenkan oleh seorang ahli kimia dari Inggris Stanford tahun 1880 dengan mengekstraksi Laminaria stenophylla (Wandrey, 2004).

Asam alginat dalam alga coklat umumnya terdapat sebagai garam-garam kalsium, kalium, magnesium dan natrium. Tahap pertama pembuatan alginat adalah mengubah kalsium dan magnesium alginat yang tidak larut menjadi

commit to user

natrium alginat yang larut dalam air dengan pertukaran ion di bawah kondisi alkali (Wandrey, 2004).

a. Struktur Alginat

Alginat merupakan kopolimer linier yang terdiri atas ß-D- manuronat dan

-L- guluronat yang dihubungkan dengan ikatan (1-4) membentuk homopolimer yang disebut dengan M atau G dan heteropolimer disebut dengan M-G. Rantai alginat yang hanya mengandung residu asam guluronat disebut blok G dan rantai alginat yang mengandung asam manuronat serta asam guluronat disebut blok G-M (Inukai and masakatsu, 1999). Rantai yang terdiri atas 3 segmen polimer yang berbeda terlihat pada Gambar 1 berikut ini :

H H O OH H H O OH H O O -O H H OH OH O H H H O -O O O HO OH H H H H H O -O O H HO O O H H H HO H O O -G G M M

Gambar 1. Struktur alginat

b. Sifat Alginat

Kelarutan alginat dan kemampuannya mengikat air, bergantung pada jumlah ion karboksilat, berat molekul dan pH larutan. Kemampuan mengikat air akan meningkat jika jumlah ion karboksilat semakin banyak dan jumlah residu kalsium alginat kurang dari 500, sedangkan pada pH di bawah 3 akan terjadi pengendapan (McHugh, 2003). Alginat memiliki sifat-sifat utama :

1. Kemampuan untuk larut dalam air serta meningkatkan viskositas larutan 2. Kemampuan untuk membentuk gel

3. Kemampuan membentuk film (natrium atau kalsium alginat) dan serat (kalsium alginat) (Wandrey, 2004).

c. Kegunaan Alginat

Alginat dapat digunakan dalam berbagai bidang antara lain industri makanan, tekstil, farmasi, dan kosmetik. Akan tetapi alginat paling banyak

commit to user

digunakan dalam bidang tekstil (50%) dan makanan (30%) (McCormick, 2001). Dalam industri tekstil, alginat digunakan sebagai pengental untuk pasta yang mengandung zat warna. Bahan pengental lain seperti pati sering juga digunakan, akan tetapi bereaksi dengan bahan aktif dari pewarna, sehingga warna yang dihasilkan lebih cerah dan kadang-kadang limbahnya sulit untuk dicuci. Alginat tidak bereaksi dengan zat warna dan dengan mudah dicuci dari tekstil, sehingga alginat merupakan pengental yang terbaik untuk zat warna (McHugh, 2003). Dalam bidang makanan, sifat kekentalan alginat dapat digunakan dalam pembuatan saus ataupun sirup, dan sebagai penstabil dalam pembuatan es krim (McHugh, 2003). Membran Ca-alginat dapat digunakan sebagai pembungkus untuk mengawetkan ikan, buah, daging dan makanan lain, dimana dapat juga digunakan sebagai pembungkus alternatif karena dapat dimakan, dan mudah terurai oleh mikroorganisme sehingga bersifat ramah lingkungan (McCormick, 2001).

Dalam bidang farmasi, alginat dapat digunakan sebagai pembalut luka. Alginat dapat menyembuhkan luka karena dapat mengabsorbsi cairan dari luka, dimana kalsium dalam serat diganti menjadi natrium dalam cairan tubuh sehingga menjadi natrium alginat yang larut (McHugh, 2003).

3. Zat Pemlastis (Plasticizer)

Plasticizer adalah bahan dengan bobot molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud untuk meningkatkan elastisitas (Gennadios, 2002). Plasticizer

didefinisikan sebagai substansi non volatil yang mempunyai titik didih tinggi, yang jika ditambahkan ke senyawa lain akan mengubah sifat fisik dan mekanik senyawa tersebut (Krochta, 1992). Plasticizer secara umum meningkatkan permeabilitas film terhadap gas, uap air, dan zat–zat terlarut, disamping itu dapat menurunkan daya kohesi film (Caner et al., 1998), meningkatkan daya rentang, menghaluskan filmdan mempertipis hasil filmyang terbentuk.

a. Gliserol

Salah satu alkil trihidrat yang penting adalah gliserol (propa- 1,2,3 .triol) CH2OHCHOHCH2OH. Senyawa ini kebanyakan ditemui hampir pada semua

commit to user

lemak hewani dan minyak nabati sebagai ester gliserin dari asam palmitat dan oleat (Austin, 1985). Gliserol adalah senyawa yang netral, dengan rasa manis tidak berwarna, berupa cairan kental dengan titik lebur 20 °C dan memiliki titik didih yang tinggi yaitu 290 °C gliserol dapat larut sempurna dalam air dan alkohol, tetapi tidak dalam minyak. Sebaliknya banyak zat dapat lebih mudah larut dalam gliserol dibanding dalam air maupun alkohol. Oleh karena itu gliserol merupakan pelarut yang baik (Anonymous, 2006). Senyawa ini bermanfaat sebagai anti beku (anti freeze) dan juga merupakan senyawa yang higroskopis, sehingga banyak digunakan untuk mencegah kekeringan pada tembakau, pembuatan parfum, tinta, kosmetik, makanan dan minuman lainnya (Austin, 1985).

Gliserol banyak dihasilkan dari industri di Sumatera Utara, merupakan bahan baku yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi produk yang bernilai ekonomis tinggi. Gliserol dapat diperoleh dari pemecahan ester asam lemak dari minyak dan lemak industri oleokimia (Bhat, 1990).

Gliserol dapat digunakan untuk gliserolisis lemak atau metil ester untuk membentuk gliserolat monogliserida, digliserida dan trigliserida. Gliserol mengandung tiga gugus hidroksi yang terdiri dari dua gugus alkohol primer dan satu gugus alkohol skunder. Atom karbon yang terdapat dalam gliserol dapat

ditunjukkan sebagai atom karbon α , β dan γ (Bhat, 1990).

commit to user

b. Polyetylen Glycol

PEG mempunyai cairan yang agak higroskopis dengan trietylen glycol pangan. Polietilen glikol berat molekul di atas 200. non volatil, dan non toksik. Disebutkan pula bahwa hidrofilik. PEG juga bersifat pati, dan pelarut organik (Suyatma

Polyetylen Glycol

merupakan etena, dimana sebagai pemanjang rant dan 1000 berupa cairan berbentuk padatan seper PEG sangat dibutuhkan farmasi dan kosmetik k tidak beracun.

Polyetylen Glycol

digunakan, karena sifatnya komponen lain, tidak

lebar, selain itu PEG dapat permeabilitas membran adalah kemampuan untuk

(PEG)

mempunyai berat molekul rata-rata 400 (380-420), bersifat

cairan yang agak higroskopis dan sedikit mempunyai bau khas, kelarutannya sama etylen glycol (TEG). PEG digunakan pada industri pangan dan

Polietilen glikol (PEG) adalah polimer adisi dari etilen

di atas 200. PEG bersifat netral, larut dalam air dan pelarut organik, dan non toksik. Polimer ini adalah polimer yang bersifat

pula bahwa permukaan zat yang dimodifikasi oleh PEG juga bersifat misibel terhadap beberapa lilin (wax

pati, dan pelarut organik (Suyatma et al., 2005).

Glycol terdiri dari monomer etilen glikol. dimana kedua atom karbonnya mengikat gugus ebagai pemanjang rantai, yang mempunyai sifat tidak mudah menguap

cairan kental, sedangkan PEG 1500 dan yang padatan seperti lilin, bentuk unit ulangnya adalah HO

uhkan dalam berbagai industri, khususnya dalam farmasi dan kosmetik karena beberapa sifatnya antara lain mudah larut, lunak,

Gambar 3. Stuktur PEG

Glycol adalah termasuk surfaktan non ionik karena sifatnya yang stabil, mudah campur dengan

tidak beracun, tidak iritatif, dan efektif dalam rentang PEG dapat digunakan sebagai pembentuk pori dan membran (Li et al., 1998). Salah satu sifat penting kemampuan untuk meningkatkan kelarutan bahan yang tidak

420), bersifat kental, elarutannya sama ada industri pangan dan kemasan etilen glikol dengan air dan pelarut organik, yang bersifat hidrofilik. oleh PEG akan bersifat

wax), gum, minyak,

glikol. Etilen glikol gugus alkohol. PEG mudah menguap. PEG 400 yang lebih besar adalah HO─C2H4O─nH.

khususnya dalam industri ara lain mudah larut, lunak, dan

ionik yang banyak dengan komponen-dalam rentang pH yang

ri dan meningkatkan penting dari surfaktan yang tidak larut atau

commit to user

sedikit larut dalam medium dispersi. Surfaktan pada konsentrasi rendah, menurunkan tegangan permukaan dan menaikkan laju kelarutan. Sedangkan pada kadar yang lebih tinggi surfaktan akan berkumpul membentuk agregat yang disebut misel (Suyatma et al., 2005).

c. Polyvinyl Alcohol(PVA)

Polyvinyl Alcohol merupakan suatu bahan yang memiliki sifat tidak berbau, tembus cahaya, berwarna putih atau krim berbentuk butiran kecil. Bahan ini digunakan sebagai suatu selaput pelindung atau filmpada tablet-tablet. Struktur dari Polyvinyl Alcohol (secara parsial hydrolyzed) dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4. Struktur PVA Dimana R= H atau COCH3

Polimer Polyvinyl Alcohol (PVA) adalah suatu polimer yang tidak beracun, yang dapat larut dalam air, biocompatibledan polimer biodegradabeltelah secara luas digunakan dalam bidang biomedical. PVA mempunyai pembentukan serabut lebih baik serta sangat hidrofilik dan serabut-serabut nya telah diperdagangkan sejak tahun 1950-an (Jiaet al., 2007).

PVA merupakan suatu polimer hidrofilik, dimana didalamnya terdapat gugus hidroksit. Perulangan gugus hidroksit dalam PVA akan menghasilkan interaksi-interaksi sekunder yang kuat dengan gugus silanol. Komposit yang akan terjadi mempunyai sifat kaku dan rapuh, dengan semakin banyaknya silika yang ditambahkan. Karakterisasi komposit tersebut akan berubah secara drastis pada komposisi PVA/silika = 70/30 %. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa

commit to user

struktur tiga dimensi dari silika akan terbentuk didalam komposit apabila kandungan silika lebih dari 30 % wt di dalam PVA (Suzuki et al., 1999).

4. Kitosan

Kitosan adalah polisakarida alami hasil dari proses deasetilasi (penghilangan gugus-COCH3) kitin. Kitin merupakan penyusun utama eksoskeleton dari hewan air golongan crustacea seperti kepiting dan udang. Kitin tersusun dari unit-unit N-asetil-D-glukosamin ( 2-acetamido-2-deoxy-Dglucopyranose) yang dihubungkan secara linier melalui ikatan β-(1→ 4). Kitin

berwarna putih, keras, tidak elastis, merupakan polisakarida yang mengandung banyak nitrogen, sumber polusi utama di daerah pantai (Goosen, 1997).

Proses deasetilasi (penghilangan gugus asetil) kitin menjadi kitosan dapat dilakukan secara kimiawi maupun enzimatis. Secara kimiawi, deasetilasi kitin dilakukan dengan penambahan NaOH (Kolodziesjska et al., 2000; Chang et al., 1997), sedangkan secara enzimatis digunakan enzim kitin deasetilase (CDA) (Hekmat et al., 2003). Proses deasetilasi secara termokimiawi, yang saat ini secara komersial banyak dilakukan tidak menguntungkan dalam banyak hal karena tidak ramah lingkungan, dimana prosesnya tidak mudah dikendalikan, dan kitosan yang dihasilkan memiliki berat molekul dan derajat deasetilasi yang tidak seragam (Chang et al., 1997; Tsigos et al., 2000). Proses deasetilasi menggunakan kombinasi perlakuan secara kimiawi dan enzimatis seperti yang telah dilaporkan oleh Emmawati (2004) dan Rochima (2005) merupakan alternatif proses yang lebih baik. Deasetilasi kitin akan menghilangkan gugus asetil dan menyisakan gugus amino yang bermuatan positif, sehingga kitosan bersifat polikationik.

commit to user

Gambar 5. Struktur kitin dan kitosan

Kitosan merupakan nama yang digunakan untuk bentuk deasetilasi kitin. Kitosan merupakan polimer rantai panjang yang tersusun oleh monomer-monomer glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glukosa). Biopolimer ini disusun oleh dua jenis gula amino yaitu glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glukosa, 70- 80 %) dan N-asetilglukosamin (2-asetamino-2-deoksi-D-glukosa, 20-30%) (Goosen, 1997). Menurut Knorr (1984) berat molekul kitosan adalah 1,036 x 106 Dalton. Berat molekul tersebut tergantung dari degradasi yang terjadi pada saat proses pembuatannya. Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari polimer kitin, maka berat molekulnya semakin rendah dan sebaliknya interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan akan semakin kuat (Ornum, 1992).

Kitosan memiliki nama kimia (1-4)-2-amino-2-deoksi-D-glukosa (Shahidi

et al., 1999). Kitosan berbentuk spesifik dan mengandung gugus amino dalam rantai panjangnya. Kitosan merupakan polisakarida yang unik, karena polimer ini mempunyai gugus amin bermuatan positif, sedangkan polisakarida lain umumnya bersifat netral atau bermuatan negatif (Angka dan Suhartono, 2000). Grup amin kitosan dapat berinteraksi dengan muatan negatif suatu molekul seperti protein dan polimer. Nitrogen pada gugus amin kitosan berfungsi sebagai donor elektron dalam pengikatan selektif logam tertentu. Kitosan dapat menghambat sel tumor, anti kapang, anti bakteri, anti virus, menstimulasi sistem imun, dan mempercepat germinasi tumbuhan (Goosen, 1997).

Pelarut terbaik yang digunakan dalam proses pembuatan membran polimer berbahan dasar kitosan adalah pelarut asam asetat (Aryanto, 2002). Pelarut yang umum digunakan untuk melarutkan kitosan adalah asam asetat dengan konsentrasi

commit to user

1 – 2% (v/v) (Knorr, 1982). Molekul kitosan di dalam larutan asam encer berkekuatan ion rendah bersifat lebih kompak bila dibandingkan dengan larutan polisakarida lainnya. Hal ini disebabkan densitas muatan yang tinggi. Namun, dalam larutan berkekuatan ionik tinggi, ikatan hidrogen, dan gaya elektrostatik pada molekul kitosan terganggu sehingga konformitas menjadi bentuk acak (random coil). Sifat fleksibel molekul ini yang akan menjadikan kitosan dapat membentuk baik konformitas kompak maupun memanjang (polisakarida lainnya umumnya berbentuk memanjang). Sifat fleksibel kitosan membantu daya gunanya di dalam berbagai produk (Angka dan Suhartono, 2000).

Kitosan merupakan poliglukosamin yang dapat larut dalam kebanyakan asam seperti asam asetat, asam laktat atau asam-asam organik (adipat, malat), asam mineral seperti HCl, HNO3pada konsentrasi 1% (v/v) dan mempunyai daya larut terbatas dalam asam fosfat, dan tidak larut dalam asam sulfat. Kitosan mempunyai gugus fungsional yaitu gugus amina, sehingga mempunyai derajat reaksi kimia yang tinggi (Johnson and Peniston, 1982).

Kitin dan kitosan merupakan senyawa kimia yang mudah menyesuaikan diri, hidrofilik, memiliki reaktivitas kimia yang tinggi (karena mengandung gugus OH dan gugus NH2) untuk ligan yang bervariasi (sebagai bahan pewarna dan penukar ion). Disamping itu, ketahanan kimia keduanya cukup baik, yaitu kitosan larut dalam larutan asam, tetapi tidak larut dalam basa, dimana ikatan silang kitosan memiliki sifat yang sama baiknya dengan kitin, selain tidak larut dalam media campuran asam dan basa (Muzzarelliet al., 1990).

Banyak sekali potensi kitosan yang sudah banyak diteliti, mulai dari pangan, mikrobiologi, kesehatan, pertanian, dan sebagainya. Aplikasi kitosan dalam bidang pangan salah satunya yaitu sebagai suplemen makanan berserat sehingga dapat meningkatkan massa feses, menurunkan respon glisemik dari makanan, dan menurunkan kadar kolesterol (Manullang, 1998). Dalam bidang kesehatan, kitosan dapat berperan sebagai antibakteri, anti koagulan dalam darah, pengganti tulang rawan, pengganti saluran darah, anti tumor (penggumpal) sel-sel leukimia (Manullang, 1998). Chen et al. (1996) meneliti aplikasi kitosan sebagai antimikrobial untuk pengemas dan Kittur et al. (1998) menggunakan kitosan

commit to user

sebagai bahan dasar pengemas berupa film. Sifat dan mutu kitosan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Sifat dan mutu kitosan

Sifat Nilai

Ukuran partikel Serpihan sampai serbuk

Kadar air (% berat kering) ≤ 10.0

Kadar abu (% berat kering) ≥ 2.0

Warna larutan Jernih

Derajat deasetilasi (%) ≥ 70 Viskositas (cps)  Rendah  Medium  Tinggi  Ekstra tinggi < 200 200 – 799 800 – 2000 > 2000

Film dengan bahan kitosan mempunyai sifat yang kuat, elastis, fleksibel, dan sulit untuk dirobek. Kebanyakan dari sifat mekanik film sebanding dengan polimer komersial (Butler et al., 1996).

Alasan dalam membuat filmdengan bahan dasar kitosan :

1. Kitosan merupakan turunan kitin, polisakarida paling banyak di bumi setelah selulosa

2. Kitosan dapat membentuk filmdan membran dengan baik

3. Sifat kationik selama pembentukan film merupakan interaksi elektrostatik dengan anionik.

Film dari kitosan mempunyai nilai permeabilitas air yang cukup dan bisa digunakan untuk meningkatkan umur simpan produk segar, dan sebagai cadangan makanan dengan nilai aktivitas air yang lebih tinggi (Kittur et al., 1998). Butler et al. (1996) mengamati bahwa kitosan film merupakan penghalang yang baik terhadap oksigen tetapi penghalang yang kurang terhadap uap air.

Kitosan sebagai polimer film dari karbohidrat lainnya, memiliki sifat selektif permeabel terhadap gas-gas (CO2 dan O2), tetapi kurang mampu menghambat perpindahan air. Secara umum, pelapis yang tersusun dari

commit to user

polisakarida dan turunannya hanya sedikit menahan penguapan air, tetapi selektif untuk mengontrol difusi dari berbagai gas (Kittur et al., 1998).

Kemampuan dari kitosan film dibatasi oleh permeabilitas kelembaban yang relatif tinggi. Salah satu kegunaannya yaitu sebagai pengemas roti, dimana difusi kelembaban yang melalui kemasan dapat digunakan dalam menyeimbangkan kelembaban kulitnya yang rendah (Caner et al., 1998).

5. Metode Casting

Metode casting merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk membuat film. Pada metode ini protein atau polisakarida didispersikan pada campuran air dan plasticizer, yang sekaligus dilakukan prses pengadukan. Setelah pengadukan dan pengaturan pH, lalu sesegera mungkin campuran tadi dipanaskan dalam beberapa waktu dan dituangkan pada casting plate. Setelah dituangkan selanjutnya dibiarkan mengering dengan sendirinya pada kondisi lingkungan dan waktu tertentu. Film yang telah mengering kemudian dilepaskan dari cetakan (casting plate) yang selanjutnya dilakukan pengujian terhadap karakteristik yang dihasilkan. (Hui, 2006).

Dokumen terkait