• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM ANALISIS WACANA KRITIS DAN KOMUNIKASI LINTAS AGAMA DI MEDIA MASSA

4. Komunikasi Lintas Agama

Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan untuk mencapai kesamaan atau kebersamaan sehingga pesan yang dikirim oleh komunikator dapat diterima oleh komunikan. Tanpa komunikasi tidak akan terbentuk komunitas. Komunitas merujuk pada kelompok orang yang berkumpul atau hidup bersama untuk mencapai tujuan tertentu, saling berbagi makna dan sikap.

Agama yang dianut umat manusia terkelompok dalam agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan sebagainya. Potensi konflik diantara mereka tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya komunikasi lintas agama untuk mengeliminir perbedaan-perbedaan lintas agama.

Adanya perbedaan agama-agama bukan berarti tidak ada “titik temu” yang dapat melahirkan mutual understanding diantara agama-agama. Titik temu bisa berupa kesatuan yang bersifat sosial, spiritual dan etis (moral). Titik temu bukan hanya berarti dimensi eksoteris (lahiriah)

agama-agama tetapi juga dimensi esoterisnya (batiniahnya). Al-Qur’an hanya mengajak kepada seluruh penganit agama-agama lain dan penganut agama Islam sendiri untuk mencari “titik temu” (kalimatun sawa’) di luar aspek teologis yang memang sejak semula sudah berbeda. Pencarian titik temu lewat perjumpaan dan komunikasi lintas agama yang konstruktif berkesinambungan merupakan tugas kemanusiaan yang perenial, abadi dan tanpa henti. Komunikasi lintas agama melalui dialog adalah sesuatu yang diajarkan al-Qur’an. Pengakuan dan ajakan dialog itu bisa dilihat dalam QS. Ali Imron: 64. Dalam dialog dan komunikasi lintas agama yang ditawarkan al-Qur’an adalah teologi inklusif yang ramah, menolak eksklusifisme, dan bersikap positif terhadap agama lain.18

Pintu masuk titik temu antar umat beragama dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain melalui etika, karena etika manusia beragama secara universal menemui tantangan-tantangan kemanusiaan yang sama. Tantangan scientisme dengan berbagai implikasinya, tantangan lingkungan hidup, menjunjung tinggi harkat kemanusiaan

(human dignity), menghormati hak asasi manusia adalah merupakan

agenda bersama umat manusia tanpa pandang bulu keagamaannya. Melalui pintu etika, penganut agama-agama dapat tersentuh religiusitas spiritualitas keberagamaan tidak hanya terfokus pada dimensi formalitas lahiriyah kelembagaan agama.19 Oleh karena itu, untuk menciptakan

18Muslich dan Adnan Qohar, Nilai Universal Agama-agama di Indonesia Menuju Indonesia Damai (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014), hlm. 249-250.

19M. Amin Abdullah dalam Muslich dan Adnan Qohar, Nilai Universal...,hlm. 249-250.

30

komunikasi lintas agama, diperlukan pemahaman tentang nilai universal agama oleh setiap penganut agama.

Nilai Universal Agama

Agama adalah pemersatu aspirasi umat manusia yang ditunjukkan dengan kemampuan agama dalam memberikan panduan tentang nilai-nilai moralitas, sehingga masyarakat pemeluk agama terdorong untuk menciptakan persetujuan mengenai isi dan sifat-sifat kewajiban sosial.

Agama sifatnya membebaskan manusia dari belenggu tirani, membebaskan manusia dari kerusakan dan kebodohan. Oleh karena itu, menjalankan nilai-nilai universal agama adalah niscaya dalam mewujudkan komunikasi lintas agama.

Nilai universal adalah standar tingkah laku, keindahan, keadilan, kebenaran dan efisiensi yang mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan dan dipertahankan yang berlaku secara umum. Nilai-nilai universal adalah nilai-nilai yang diterima oleh semua golongan tidak dibatasi oleh suku, agama, ras ataupun kepercayaan kelompok lainnya. Ada beberapa nilai universal yang semua suku dan agama pasti menerimanya, yaitu sebagai berikut.20

a. Nilai Ketuhanan

Mengakui adanya kekuata yang paling maha dan tempat manusia memohon dan meminta pertolongan merupakan landasan dasar dari perilaku seseorang. Nilai ketuhanan erat kaitannya dengan

20Muslich dan Adnan Qohar, Nilai Universal..., 125-126.

31

prinsip hidup seseorng sehingga mempengaruhi respon seseorang bahkan rencana hidup di masa yang akan datang.

b. Nilai Kemanusiaan

Setiap orang memiliki hak yang tentunya dibatasi oleh hak orang lain. Manusia memiliki identitas bersama yang mutlak, sama sebagai makhluk yang mampu berpikir, merasa dan berkehendak. Nilai-nilai kemanusiaan antara lain berupa keadilan, solidaritas, tenggang rasa, empati, toleran, respek terhadap orang lain. Sebaik-baik manusia adalah yang berguna bagi sesamanya.

c. Nilai Keadilan

Setiap manusia berhak mendapatkan perlakuan yang sama tanpa melihat strata sosial, pangkat atau jabatan, suku, ras dan agama. Semua manusia harus dipandang adil tanpa membedakan satu sama lain sesuai dengan hak dan kewajibannya sebagai makhluk hidup.

d. Nilai Kekeluargaan

Nilai kekeluargaan diejawantahkan dengan kebersamaan antar keluarga, masyarakat maupun negara.Semua orang merasa bagian dari keluarga besar dengan berdasar asas musyawarah mufakat. Mencoba untuk mengerti terlebih dahulu, selanjutnya orang lain akan mengerti.

e. Nilai Kejujuran

Nilai kejujuran merupakan nilai fundamental yang diakui oleh semua orang sebagai tolak ukur kebaikan seeorang dalam kehidupan.Kejujuran merupakan salah satu nilai yang dijunjung tinggi dimanapun.

Dalam perpektif agama, ajaran agama mengandung klaim kebenaran yang bersifat universal. Bertemunya setiap agama adalah dengan mengambil nilai-nilai universal yang ada dalam setiap agama dengan mengkaji apa yang bisa disumbangkan bagi kemanusiaan dan peradaban, kesalehan diukur dari kadar cinta seseorang kepada sesama. Setiap pemeluk agama bisa memberikan makna dalam kehidupannya dengan berhidmat pada kemanusiaan.21

Oleh karena itu, untuk mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama dan menghindari konflik, nilai universal agama hendaknya diejawantahkan dalam kehidupan. Dengan nilai ini semua manusia melalui agamanya diharapkan dapat hidup berdampingan secara damai, saling menghormati, saling toleransi dan bekerja sama dalam menangani persoalan kemanusiaan. Diantara usaha untuk menghindari konflik atau mewujudkan kerukunan antar umat beragama adalah adanya upaya untuk saling mengenal diantara agama-agama melalui dialog lintas agama-agama.

21Ibid, hlm. 5.

33

Dialog lintas agama akan mencapai hasil yang diharapkan jika masing-masing peserta dialog memenuhi hal-hal sebaga berikut.22

a. Adanya keterbukaan. Artinya bersedia mendengarkan semua pihak secara proporsional, adil dan setara. Dialog bukan tempat untuk memenangkan suatu perkara, bukan tempat untuk menyeludupkan “agenda tersembunyi” yang tidak diketahui partner dialog;

b. Menyadari adanya perbedaan. Perbedaan adalah suatu yang wajar dan merupakan suatu realitas yang tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, tidak ada yang berhak menghakimi atas suatu kebenaran. Tidak ada “klaim kebenaran” dari salah satu pihak.

c. Sikap kritis terhadap sikap eksklusif dan segala kecenderungan meremehkan dan mendiskriditkan orang lain;

d. Adanya persamaan. Suatu dialog tidak dapat berlangsung dengan sukses apabila satu pihak menjadi “tuan rumah” dan yang lainnya menjadi “tamu yang diundang”. Tiap-tiap pihak hendaknya menjadi tuan rumah. Suatu dialog hendaknya tidak ada “tangan di atas” dan “tangan di bawah”, semua harus sama;

22Ibid, hlm, 152-153.

34

e. Kemauan untuk memahami kepercayaan, ritus, dan simbol agama dalam rangka untuk memahami orang lain secara benar sehingga bisa ditemukan dasar yang sama yang dapat dijadikan landasan untuk hidup bersama secara damai meskipun adanya perbedaan menjadi kenyataan yang tidak dapat dipungkiri.

Dalam konteks pluralisme agama, dialog yang dilengkapi dengan toleransi tetapi tanpa sikap pluralistik tidak akan menjamin tercapainya kerukunan antar umat beragama yang langgeng. Secara garis besar, konsep pluralisme yang menjadi landasan dialog adalah sebagai berikut.23

Pertama, pluralisme tidak semata menunjuk pada kenyataan tentang adanya kemajemukan, namun yang dimaksud adalah keterlibatan aktif terhadap kenyataan kemajemukan tersebut.Dengan kata lain, pengertian pluralisme agama adalah bahwa tiap pemeluk agama dituntut bukan saja mengakui keberadaan dan hak agama lain, tetapi terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan guna tercapainya kerukunan dalam kebineka-an.

Kedua, pluralisme harus dibedakan dengan kosmopolitanisme.Kosmopolitanisme menunjuk kepada suatu

23Alwi Shihab,”Menyikapi Pluralisme Agama”, www.repulika.com

35

realita di mana aneka ragam agama, ras dan bangsa hidup berdampingan di suatu lokasi. Di kota kosmopolitan terdapat orang dengan beraneka ragam agama, Yahudi, Nasrani, Hindu, Budha dll. Namun, interaksi positif antar penduduk ini khususnya dalam bidang agama kalaupun ada sangat minim.

Ketiga, konsep pluralisme tidak dapat disamakan dengan relativisme. Dalam paham relativisme agama, doktrin agama apapun harus dinyatakan benar, atau “semua agama adalah sama” karena kebenaran agama-agama walaupun berbeda-beda dan bertentangan satu dengan lainnya tetap harus diterima. Dalam relativisme tidak mengenal dan tidak menerima suatu kebenaran universal yang berlaku untuk semua dan sepanjang masa. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pluralisme terdapat unsur relativisme, yaitu unsur tidak mengklaim kepemilikan tunggal (monopoli) atas suatu kebenaran apalagi memaksakan kebenaran kepada pihak lain, tetapi dalam pluralisme adalah menghindari sikap absolutisme yang menonjolkan keunggulannya terhadap pihak lain.

Keempat, pluralisme agama bukan sinkretisme, yaitu menciptakan suatu agama baru atau kepercayaan dengan memadukan unsur tertentu atau sebagian komponen ajaran dan beberapa agama untuk dijadikan bagian integral dari agama baru tersebut.

Dari uraian tentang pluralisme di atas, dapat digaris bawahi bahwa konsep pluralisme yaitu komitmen yang kokoh terhadap agama masing-masing, berinteraksi dengan beraneka ragam agama dengan sikap membuka diri, belajar dan menghormati agama lain.

Model pluralisme yang bersyarat komitmen yng kokoh terhadap agama masing-masing telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW baik dalam tuturan maupun tindakan. Ajaran Rasulullah berorientasi kepada usaha persatuan kemanusiaan sebagaimana yang diwahyukan kepadanya dalam QS. Al-Hujarat: 13. “wahai

seluruh manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu berasal dari seorang lelaki dan seorang perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling kenal-mengenal (bantu-membantu). Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.

Dari ilustrasi di atas dapat dipahami bahwa persatuan yang diajarkan tidak melebur perbedaan, tetapi tetap menghormati perbedaan, karena setiap kelompok telah memilih jalan dan tatanan hidup masing-masing sehingga masing-masing harus berpacu mencapai prestasi kebaikan.“Untuk tiap-tiap umat diantara kamu,

kami jadikan aturan dan jalan terang.Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya

kepadamu.Maka berlomba-lombalah berbuat

kebajikan.(QS.al-Maidah: 48).24

Dokumen terkait