• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.2 Komunitas Gay

2.2.1 Komunikasi Antar Pribadi

Bittner (1985:10) menerangkan bahwa komunikasi antarpribadi berlangsung jika komunikator mengirim pesan kepada komunikan berupa kata – kata dengan saluran suara manusia (human voice) 26. Dari pemaparan tersebut, peneliti dapat menganalisis bahwa komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka yang dilakukan antara dua orang baik itu dilakukan secara diadik maupun di dalam sebuah kerumunan massa

26

dan pesan yang disampaikan dapat berupa pesan verbal. Saluran suara manusia yang diungkapkan Bittner jika dikaitkan dengan kaum gay merupakan komunikasi secara biasa, namun keistimewaannya adalah suara yang digunakan kaum gay cernderung memiliki dialek seperti seorang wanita.

Selain itu, peneliti menemukan ternyata pendekatan komunikasi antarpribadi dapat berdasarkan hubungan diadik . Dalam pendekatan ini, komunikasi antarpribadi berlangsung antara individu yang memiliki hubungan yang jelas dan mantab seperti yang dikatakan Trenholm dan Jensen (1955 : 26) bahwa komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka. Antara komunikator dan komunikan memiliki porsi yang sama dalam menerima dan menyampaikan pesan.. 27

Hal tersebut menandakan komposisi pembicaraan atau pesan yang disampaikan oleh manusia memiliki kesamaan. Hal tersebut pula yang ditemukan peneliti ketika melakukan observasi awal, yaitu kaum gay dengan sesama gay saling memiliki kesamaan dalam konten pembicaraan. Sehingga diantara sesamanya memiliki komposisi pembicaraan yang seimbang baik itu dalam bentuk konten pembicaraan maupun dalam segi pesan yang disampaikan, yang akhirnya mengerucut pada efektifitas komunikasim antar anggota gay.

Semua bentuk komunikasi memiliki tujuan yang sama yaitu pencapaian terhadap efektifitas komunikasi. Terdapat timbal balik yang berlangsung sehingga

27

Wiryanto, 2004, Pengantar Ilmu Komunikasi, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, hlm 34

tidak menimbulkan pertanyaan dalam diri komunikator, apakah maksud yang disampaikan dapat dimaknai dengan positif atau negative. Jika komunikasi yang dilakukan berlangsung efektif, komunikator akan menerima tanggapan dari komunikan pada saat itu juga, begitu pula sebaliknya. Hal serupa pula ditemukan pada pola komunikasi antar anggota gay yang saling memberikan feedback jika pesan berupa verbal maupun non verbal telah berhasil disampaikan.

Efektifitas komunikasi pula tidak dapat peneliti sembarang definisikan sebab telah terdapat satu acuan dimana komunikasi yang dilakukan dapat di kategorikan kedalam komunikasi yang berlangsung efektif ataum komunikasi yang tidak berlangsung dengan efektif. Menurut Kumar (2000 : 121 – 122) efektivitas komunikasi antarpribadi mempunyai lima ciri, yaitu : keterbukaan

(openness), empati (empathi), dukungan (supportiveness), rasa positif (positiveness) dan kesetaraan (equality)28.

Dari pemaparan Kumar tersebut, dapat peneliti melakukan proses analisis dan hasilnya adalah sebagai berikut. Keterbukaan (openness) memiliki artian kemauan menerima dengan senang hati terhadap informasi yang di dapat dalam berlangsungnya proses komunikasi antarpribadi. Dalam kehidupan kaum gay, para kaum gay memang cenderung menunjukan antusiasme yang tinggi terhadap informasi yang didapat apalagi informasi yang berkaitan dengan fashion kaum gay.

28

Kemudian empati (empathi), empati memiliki makna yang lebih daripada rasa simpati, yaitu turut merasakan apa yang di rasakan orang lain. Dalam hal ini, kaum gay merupakan laki-laki yang pada kondisi sosial yang nyata, laki-laki cenderung apatis terhadap keadaan sekitar. Namun kaum gay biasanya lebih sensitif dan memiliki perasaan yang sama seperti seorang wanita. Para kaum gay ini lebih perasa dan peka terhadap kondisi sosial yang ada, sehingga ketika kaum gay ini mendapat pesan berupa cibiran, kaum gay akan lebih merasakan dan menyimpan perasaan dendam.

Selanjutnya dukungan (supportiveness) yang peneliti artikan berupa sebuah situasi dimana adanya keterbukaan sebagai dukungan agar komunikasi berlangsung efektif. Sehingga saling dijunjung tingginya sebuah keterbukaan antar anggota dalam sebuah komunitas, akan membuat komunikasi menjadi lebih efektif. Kaum gay akan lebih terbuka dengan kaum gay lainya karena berada dalam satu naungan wadah komunitas.

Lalu terdapat rasa positif (positiveness) yaitu seseorang harus memiliki perasaan positif yang mendorong orang lain agar lebih aktif berpartisipasi dalam komunikasi, selain itu menciptakan situasi komunikasi antarpribadi yang kondusif. Hal inilah yang harusnya dilakukan masyarakat dalam melakukan interaksi dengan kaum gay. Karena kaum gay yang merupakan bagian dari

subculture yang berada ditengah-tengah masyarakat, sehingga dominasi masyarakat umum lebih berpengaruh terhadap keberadaan kaum gay.

Yang terakhir adalah kesetaraan (equality) yang memiliki pengertian pengakuan secara tersirat bahwa kedua belah pihak menghargai komunikasi dan memiliki sesuatu yang bersifat sumbangsih. Sumbangsih disini merupakan sebuah

income atau timbal balik dari hasil proses komunikasi. Komunikasi yang dilakukan dengan kaum gay dan masyarakat harus sampai pada titik saling menghargai. Kaum gay harus menghargai masyarakat dengan komunikasi non verbal yang dilakukannya, serta masyarakat harus memahami bentuk komunikasi non verbal yang di terapkan kaum gay.

Berkaitan dengan efektivitas komunikasi antarpribadi, Broome (1997: 173- 175) mengemukakan bahwa orang – orang sering berkomunikasi dengan orang lain yang memiliki suatu kesamaan dalam hal karakteristik. Dalam sosiologi, hal tersebut di kenal dengan istilah homofili. Konsep homofili

digunakan untuk menerangkan adanya kesamaan tertentu, seperti keyakinan, nilai – nilai sosial, pendidikam, dan status sosial. Individu yang memiliki kesamaan tadi kemungkinan besar merupakan anggota suatu kelompok tertentu, yang hidup saling berdekatan dan memiliki kepentingan tertentu. Sebaliknya, orang – orang yang tidak memiliki kesamaan cenderung sulit melakukan praktik komunikasi, dan ketidaksamaan tersebut di sebut dengan heterofili. Interaksi heterofili

kemungkinan menyebabkan ketidak serasian kognitif (cognitive dissonance). 29

Sesungguhnya hakikat dari komunikasi adalah mencapai komunikasi yang efektif, dan sering kali, efektivitas dapat tercapai karena adanya kesamaan tertentu

29

Wiryanto, 2004, Pengantar Ilmu Komunikasi, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, hlm 39

antara komunikator dan komunikannya. Hal tersebut pula yang terjadi dengan kaum gay dan masyarakat. Kaum gay lebih dapat melakukan eksistensi diri jika berada dalam komunitasnya dan cenderung sulit melakukan komunikasi dengan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan adanya konsep homofili dan heterofili

tersebut. Hal tersebut terjadi karena kurang tepatnya penggunaan bahasa komunikasi yang dilakukan kaum gay terhadap masyarakat. Serta masyarakat kurang mengetahui bentuk komunikasi yang dilakukan kau gay. Maka dari itu, perlu adanya kesamaan frame pengetahuan mengenai bentuk komunikasi yang dilakukan kaum gay agar komunikasi dapat berjalan selaras.

Dokumen terkait