• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi yang cenderung menyebabkan luka pada glomerulus 1. Tekanan darah tinggi

Dalam dokumen Skenario 1 Pbl Blok Urin FKUY (Halaman 28-40)

Kerusakan ginjal dan kemampuannya dalam melakukan fungsi normal dapat berkurang akibat tekanan darah tinggi. Sebaliknya, glomerulonefritis juga dapat menyebabkan tekanan darah tinggi karena mengurangi fungsi ginjal.

2. Penyakit diabetes ginjal.

Penyakit diabetes ginjal dapat mempengaruhi penderita diabetes. Nefropati diabetes biasanya memakan waktu bertahun-tahun untuk bisa muncul. Pengaturan kadar gula darah dan tekanan darah dapat mencegah atau memperlambat kerusakan ginjal.

Pada Glomerulonefritis Kronik :

Glomerulonefritis kronis kadang-kadang berkembang setelah serangan glomerulonefritis akut. Pada beberapa orang tidak ada riwayat penyakit ginjal, sehingga indikasi pertama glomerulonefritis kronis gagal ginjal kronis.Jarang, glomerulonefritis kronis berjalan dalam keluarga. Satu mewarisi bentuk, sindrom Alport, mungkin juga melibatkan pendengaran atau gangguan penglihatan.

LO.3.4. Patofisiologi Glomerulonefritis

Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Kompleks komplomen antigen-antibodi ini yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan

berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.

Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi

hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.

Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop

imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.12,13

Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.7

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS.

Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.

LO.3.5. Manifestasi Klinis Glomerulonefritis Infeksi Streptokokus

Riwayat klasik didahului (10-14 hari) oleh faringitis, tonsilitis atau infeksi kulit (impetigo). Data-data epidemiologi membuktikan, bahwa prevalensi glomerulonefritis meningkat mencapai 30% dari suatu epidemi infeksi saluran nafas. Insiden glomerulonefritis akut pasca impetigo relatif rendah, sekitar 5-10%.

Gejala-gejala umum

Glomerulonefritis akut pasca streptokok tidak memberikan keluhan dan ciri khusus. Keluhan-keluhan seperti anoreksia, lemah badan, tidak jarang disertai panas badan, dapat ditemukan pada setiap penyakit infeksi.

Keluhan saluran kemih

Hematuria makroskopis (gross) sering ditemukan, hampir 40% dari semua pasien. Hematuria ini tidak jarang disertai keluhan-keluhan seperti infeksi saluran kemih bawah walaupun tidak

terbukti secara bakteriologis. Oligouria atau anuria merupakan tanda prognosis buruk pada pasien dewasa.

Hipertensi

Hipertensi terjadi karena :

a. Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis). Gangguan keseimbangan natrium ini memegang peranan dalam genesis hipertensi ringan dan sedang.

b. Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron biasanya pada hipertensi berat. Hipertensi dapat dikendalikan dengan obat-obatan yang dapat menurunkan konsentrasi renin, atau tindakan nefrektomi.

c. Substansi renal medullary hypotensive factors, diduga prostaglandin. Penurunan konsentrasi dari zat ini menyebabkan hipertensi

Hipertensi sistolik dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada semua pasien. Hipertensi biasanya ringan atau sedang, dan kembali normotensi setelah terdapat diuresis tanpa pemberian obat-obatan antihipertensi. Hipertensi berat dengan atau tanpa ensefalopati hanya dijumpai pada kira-kira 5-10% dari semua pasien.

Edema dan bendungan paru akut

Mekanisme retensi natrium dan edema pada glomerulonefritis tanpa penurunan tekanan onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme edema pada sindrom nefrotik.

Penurunan faal ginjal yaitu laju filtrasi glomerulus (LGF) tidak diketahui sebabnya, mungkin akibat kelainan histopatologis (pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi sel mesangium, oklusi kapiler-kaliper) glomeruli. Penurunan faal ginjal LFG ini menyebabkan penurunan ekskresi natrium Na+ (natriuresis), akhirnya terjadi retensi natrium Na+. Keadaan retensi natrium Na+ ini diperberat oleh pemasukan garam natrium dari diet. Retensi natrium Na+ disertai air

menyebabkan dilusi plasma, kenaikan volume plasma, ekspansi volume cairan ekstraseluler, dan akhirnya terjadi edema

Hampir semua pasien dengan riwayat edema pada kelopak mata atau pergelangan kaki bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila perjalanan penyakit berat dan progresif, edema ini akan menetap atau persisten, tidak jarang disertai dengan asites dan efusi rongga pleura.

LO.3.6. Diagnosis Glomerulonefritis

Pemeriksaan Fisik GNA

Mencari tanda-tanda overload cairan: a. Periorbital dan / atau pedal edema

b. Edema dan hipertensi karena overload cairan (pada 75% pasien) c. Crackles (yaitu, jika edema paru)

d. Peningkatan tekanan vena jugularis e. Asites dan efusi pleura (mungkin) Hal lain yang harus dicari:

a. Ruam (seperti vaskulitis, Henoch Schonlein purpura-, atau nefritis lupus) b. Muka pucat

c. Ginjal sudut (yaitu, kostovertebral) kepenuhan atau kelembutan, sendi bengkak, atau nyeri

d. Hematuria, baik makroskopik (gross) atau mikroskopis

e. Abnormal neurologis pemeriksaan atau tingkat kesadaran yang berubah (dari hipertensi ganas atau ensefalopati hipertensi)

f. Radang sendi GNK

Temuan spesifik adanya uremia a. Hipertensi

b. Distensi vena jugularis (jika volume overload parah hadir) c. Paru rales (jika edema paru hadir)

d. Gesekan perikardial (pericardial friction rub) di perikarditis

e. Nyeri di daerah epigastrium atau darah dalam tinja (indikator mungkin untuk gastritis uremik atau enteropati)

f. Penurunan sensasi dan asteriksis (indikator untuk uremia lanjut) Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium:

 Titer ASTO meningkat

Bila ditemukan kenaikan ≥250 U. Peningkatan ini dimulai pada minggu 1-3, puncak pada 3-5 minggu, dan kembali normal dalam 6 bulan. Pada pasien dengan infeksi kulit, anti-DNase B (ADB) titer lebih sensitif dibandingkan titer ASO untuk infeksi Streptococcus .  Kadar komplemen ( C3) turun,C4 dan C5 normal

Turun pada 2 minggu pertama masa sakit,dan kembali normal lagi 6-8 minggu kemudian.  Kadar nitrogen ureum darah (BUN) dan kreatinin plasma meningkat.

Kreatinin merupakan zat hasil metabolisme otot yang diekskresikan lewat urin melalui proses filtrasi glomerulus. Kadar normal kreatinin serum 0.7-1.5 mg/100ml.

Kadar BUN normal 20mg/100ml. Keadaan meningkatnya kadar BUN dan kreatinin disebut azotemia

 LED cepat

Menunjukkan adanya infeksi saluran kemih  Lekositosis

Menunjukkan adanya infeksi  Anemia normokrom normositik

Adanya anemia yang diakibatkan bocornya glomerulus,penurunan eritropoietin dan tidak adanya gangguan keseimbangan as.folat,b12 dan besi

 Kadar Albumin plasma menurun

Menunjukkan adanya kebocoran yang terjadi di glomerulus sehingga albumin banyak yang diekskresikan bersama urin.

 Gangguan ekskresi kalium, air bebas, dan hasil asam dalam hiperkalemia, hiponatremia, dan rendah kadar bikarbonat serum, masing-masing.

 Gangguan hasil produksi hormon vitamin D-3 di hypocalcemia, hiperfosfatemia, dan tingkat tinggi hormon paratiroid

b) Biopsi Ginjal

Prosedur ini melibatkan penggunaan jarum khusus untuk mengekstrak potongan-potongan kecil jaringan ginjal untuk pemeriksaan mikroskopis untuk membantu menentukan penyebab dari peradangan,derajat penyakit dan proses keparahan inflamasi.

c) Urinalisis (menggunakan urine 24 jam)  Proteinuria (<1g/dl)

Protein normal di urin <10mg/dL atau <100mg/hari yang terdiri dari albumin dan tamm-horsfall(protein tubulus). Uji yang digunakan ada 2,pertama dengan menggunakan uji strip reagent(dipstick) yaitu dengan menggunakan carik celup dengan membandingkan warna pada label yang nilainya 0-4+.

Tingkatan dipstick Konsentrasi protein(mg/dl)

0 0-5

Samar 5-20

1+ 30

2+ 100

4+ 1000

Kedua dengan cara konvensional menggunakan metode presipitasi (panas dan asam) dengan asam sulfosalisilat dan asam asetat.

 Hematuria setiap berkemih

eritrosit normal di urin 0-1/lpb. Uji dipstick untuk mengetahui adanya darah samar. Bila hasilnya positif maka dilakukan uji mikroskopis urine.

 BJ meningkat

Diukur dengan kapasitas pengapungan hidrometer dan urinometer dalam suatu silinder urine. BJ norma 1003-1030. Cara ini tergantung dengan besarnya berat dan jumlah partikel terlarut. Menunjukkan adanya proteinuria

 Silinder : eritrosit, granula dan lilin

Normal silinder di urin 0-2/lpk. Merupakan cetakan protein yang dibentuk di tubulus con.distal dan ductus coligens

 Sedimen : jumlah eritrosit, leokosit, epithel tubulus renal meningkat d) Kultur darah dan kultur jaringan

Kultur darah diindikasikan pada pasien dengan demam, imunosupresi, intravena (IV) sejarah penggunaan narkoba, shunts berdiamnya, atau kateter. Kultur darah dapat menunjukkan hipertrigliseridemia, penurunan laju filtrasi glomerulus, atau anemia.

Kultur dari tenggorokan dan lesi kulit untuk menyingkirkan spesies Streptococcus dapat diperoleh.

e) Radiografi

Radiografi dada diperlukan pada pasien dengan batuk, dengan atau tanpa hemoptysis (misalnya, Wegener granulomatosis, sindrom Goodpasture, kongesti paru). Pencitraan radiografi perut (yaitu, computed tomography [CT]) diperlukan jika abses viseral diduga; juga mencari abses dada.

CT scan kepala tanpa kontras mungkin diperlukan dalam setiap pasien dengan hipertensi ganas atau perubahan status mental.

Ultrasonografi ginjal samping tempat tidur mungkin tepat untuk mengevaluasi ukuran ginjal, serta untuk menilai echogenicity dari korteks ginjal, mengecualikan obstruksi, dan

menentukan tingkat fibrosis. Sebuah ukuran ginjal kurang dari 9 cm adalah sugestif dari jaringan parut yang luas dan rendah dan kemungkinan reversibilitas.

Echocardiography dapat dilakukan pada pasien dengan murmur jantung baru atau kultur darah positif untuk menyingkirkan endokarditis atau efusi perikardial.

Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.

Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.

Gambar 8. Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20× Keterangan gambar :

Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan eosin dengan pembesaran 25×). Gambar menunjukkan pembearan glomerular yang membuat pembesaran ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN

Gambar 10. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop elektron keterangan gambar :

gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar menunjukjan proliferadi dari sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi lekosit yang bergabung dnegan deposit electron di subephitelia.(lihat tanda panah)

Gambar 11. Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi keterangan gambar :

gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi dengan pembesaran 25×. Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G (IgG) sepanjang membran basalis dan mesangium dengan gambaran ”starry sky appearence”

LO.3.7. Diagnosis Banding Glomerulonefritis 1. MPGN

Glomerulonefritis Mesangiocapillary atau membranoproliferatif (MPGN) mungkin memiliki penyajian yang hampir identik dengan glomerulonefritis akut poststreptococcal. Manifestasi awal seringkali lebih serius pada orang dengan MPGN dibandingkan pada mereka dengan nefropati IgA, fungsi ginjal berkurang secara nyata (yaitu, ketinggian besar kreatinin serum)

2. Berger disease ( IgA nefropati)

Berger disease atau IgA nefropati biasanya muncul sebagai sebuah episode dari gross hematuria yang terjadi selama tahap awal penyakit pernapasan, tidak ada periode laten terjadi, dan

hipertensi atau edema jarang terjadi.Episode berulang gross hematuria, terkait dengan penyakit pernapasan, diikuti dengan hematuria mikroskopis gigih, sangat sugestif nefropati

IgA. Sebaliknya, glomerulonefritis akut poststreptococcal biasanya tidak kambuh, dan episode kedua jarang terjadi.

3. IgA associated glomerulonephritis (Henoch-Schönlein purpura nephritis) Dalam kasus atipikal ditemukan banyak kesamaan denga APSGN. Semua manifestasi klinis APSGN telah dilaporkan pada orang dengan Henoch Schonlein-nefritis purpura, meskipun hipertensi dan edema yang signifikan ditemukan kurang umum pada individu dengan Henoch Schonlein purpura-dibandingkan pada mereka dengan APSGN. Selain itu, bukti dari penyakit streptokokus sebelumnya biasanya kurang pada individu dengan Henoch Schonlein-nefritis purpura, dan nilai-nilai komplemen (C3 dan / atau C4) biasanya normal.

LO.3.8. Penatalaksanaan Glomerulonefritis

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus. 1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu

untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.

2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.

3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka

diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal

jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.

4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.

5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

6. diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.

7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

Bila sudah terjadi komplikasi, merupakan keadaan gawat darurat

 Diuretik : furesemid (40 – 80 mg) / 6 jam  Antihipertensi

 Morfin utk edema paru akut

 Dialisis bila terjadi asidosis metabolik

Terapi suportif :

 Keseimbangan cairan

cairan masuk = 500 cc + cairan keluar

 Diet : 40 kal/kg bb/hari, rendah garam (< 5 gr / hari), protein 0,8 gr / kg bb / hari)

Pengontrol tekanan dan proteinuria dengan penghambat enzim konversi angiotensin (angiotensin

converting inhibitor, ACE-i) atau antagonis reseptor angiotensin II (angiotensin II receptor antagonists, AIIRA).

LO.3.9. Komplikasi Glomerulonefritis

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.

2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.

3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.

4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.

LO.3.10. Prognosis dan Pencegahan Glomerulonefritis Prognosis

Hanya sedikit pasien dengan GNA yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Dan sebagian besar akan pulang dalam waktu 2-4 hari. Semakin cepat tekanan darah berada dalam nilai normal dan diuresis telah kembali, sebagian besar dapat dirawat jalan.

Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat dengan pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelahawal penyakit, dengan menghilangnya senbab dan secara bertahap tekanan darahmenjadi normal kembali. Fungsi ginjal membaik dalam 1 minggu dan menjadi normaldalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selam berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.

Pencegahan

Tidak ada cara untuk mencegah kebanyakan bentuk glomerulonefritis.Namun, berikut adalah beberapa langkah yang mungkin bermanfaat:

Mencari pengobatan yang tepat dari infeksi tenggorokan menyebabkan sakit tenggorokan atau impetigo.

Untuk mencegah infeksi yang dapat menyebabkan beberapa bentuk glomerulonefritis, seperti HIV dan hepatitis, ikuti aman-seks pedoman dan menghindari penggunaan narkoba suntikan.

Kontrol tekanan darah Anda, yang mengurangi kemungkinan kerusakan ginjal dari hipertensi.

Kontrol gula darah anda untuk membantu mencegah nefropati diabetes.

LI.4. Memahami dan Menjelaskan tentang Pandangan Fiqih Islam Terhadap Urin dan Darah

Thaharah atau bersuci adalah membersihkan diri dari hadats, kotoran, dan najis dengan cara yang telah ditentukan, Firman Allah swt. Dalam surat Al-Baqarah:222 

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

Macam-macam Thaharah

Thaharah terbagi dalam 2 bagian :

a. Suci dari hadats ialah bersuci dari hadats kecil yang dilakukan dengan wudhu atau tayamum, dan bersuci dari hadats besar yang dilakukan dengan mandi.

Macam – macam Hadats dibagi 2 :

- Hadats besar ialah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci, maka ia harus mandi atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal – hal yang menyebabkan seseorang berhadats besar ialah :

- Bersetubuh baik keluar mani ataupun tidak.

- Keluar mani, baik karena bermimpi atu sebab lain. - Meninggal dunia

- Haid, nifas, dan wiladah

- Hadats kecil adalah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci maka ia harus wudhu atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal – hal yang menyebabkan seseorang berhadats kecil ialah :

- Karena keluar sesuatu dari dua lubang yaitu qubul dan dubur

- Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila atau sebab lain seperti tidur

- Karena persentuhan antara kulit laki – laki dan perempuan yang bukan mahramnya tanpa batas yang menghalanginya. Karena menyentuh kemaluan.

b. Suci dari najis ialah membersihkan badan, pakaian dan tempat dengan menghilangkan najis dengan air.

Najis terbagi menjadi 3, yaitu :

a. Najis mughallazhah (berat/besar), yaitu najis yang disebabkan sentuhan atau jilatan anjing dan babi. Cara menyucikannya ialah dibasuh 7x dengan air dan salah satunya dengan tanah. b. Najis mukhaffafah (ringan), yaitu najis air seni anak laki – laki yang belum makan atau minum apa – apa selain ASI. Cara menyucikannya dipercikkan air sedangkan air seni anak perempuan harus dibasuh dengan air yang mengalir hingga hilang zat atau sifatnya.

c. Najis mutawassithah (pertengahan), yaitu najis yang ditimbulkan dari air kencing, kotoran manusia, darah,dan nanah. Cara menyucikkannya dibasuh dengan air di tempat yang terkena najis sampai hilang warna, rasa, dan baunya.

Dalam dokumen Skenario 1 Pbl Blok Urin FKUY (Halaman 28-40)

Dokumen terkait