• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI DENGAN BATUK KRONIK

Dalam dokumen Buku saku kesehatan anak indonesia (Halaman 133-140)

bernapas Anamnesis

KONDISI DENGAN BATUK KRONIK

4.

B

A

TU

K

o Deviasi trakea/apex beat

Tanda yang berhubungan dengan infeksi HIV.

Pedoman pengobatan batuk kronik dapat dilihat sebagai berikut:

Tuberkulosis (halaman 113) Asma (halaman 99) Benda asing (halaman 119) Pertusis (lihat di bawah ini) HIV (halaman 232-237).

4.7.Pertusis

Pertusis yang berat terjadi pada bayi muda yang belum pernah diberi

imunisasi. Setelah masa inkubasi 7-10 hari, anak timbul demam, biasanya

disertai batuk dan keluar cairan hidung yang secara klinik sulit dibedakan dari batuk dan pilek biasa. Pada minggu ke-2, timbul batuk paroksismal yang dapat dikenali sebagai pertusis. Batuk dapat berlanjut sampai 3 bulan atau lebih. Anak infeksius selama 2 minggu sampai 3 bulan setelah terjadinya penyakit.

Tabel 12. Diagnosis Banding Batuk Kronik

DIAGNOSIS GEJALA

Tuberkulosis - Riwayat kontak positif dengan pasien TB dewasa - Uji tuberkulin positif (≥ 10 mm, pada keadaan imunosupresi

≥ 5 mm)

- Berat badan menurun atau gagal tumbuh

- Demam (≥ 2 minggu) tanpa sebab yang jelas

- Pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang

spesifik

- Pembengkakan tulang/sendi punggung, panggul, lutut, falang

- Tidak ada nafsu makan, berkeringat malam

Asma - Riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan dengan batuk dan pilek

- Hiperinflasi dinding dada

- Ekspirasi memanjang

- Respons baik terhadap bronkodilator

110 4. B A TU K DIAGNOSIS GEJALA

Benda asing - Riwayat tiba-tiba tersedak

- Stridor atau distres pernapasan tiba-tiba

- Wheeze atau suara pernapasan menurun yang bersifat fokal

Pertusis - Batuk paroksismal yang diikuti dengan whoop, muntah, sianosis atau apnu

- Bisa tanpa demam

- Belum imunisasi DPT atau imunisasi DPT tidak lengkap - Klinis baik di antara episode batuk

- Perdarahan subkonjungtiva

HIV - Diketahui atau diduga infeksi HIV pada ibu - Riwayat tranfusi darah

- Gagal tumbuh - Oral thrush - Parotitis kronis

- Infeksi kulit akibat herpes zoster (riwayat atau sedang menderita)

- Limfadenopati generalisata - Demam lama

- Diare persisten

Bronkiektasis - Riwayat tuberkulosis atau aspirasi benda asing

- Tidak ada kenaikan berat badan

- Sputum purulen, napas bau

- Jari tabuh

Abses paru - Suara pernapasan menurun di daerah abses

- Tidak ada kenaikan berat badan/ anak tampak sakit kronis - Pada foto dada tampak kista atau lesi berongga

Diagnosis

Curiga pertusis jika anak batuk berat lebih dari 2 minggu, terutama jika

penyakit diketahui terjadi lokal. Tanda diagnostik yang paling berguna: Batuk paroksismal diikuti suara whoop saat inspirasi, sering disertai muntah Perdarahan subkonjungtiva

Anak tidak atau belum lengkap diimunisasi terhadap pertusis

Bayi muda mungkin tidak disertai whoop, akan tetapi batuk yang diikuti oleh berhentinya napas atau sianosis, atau napas berhenti tanpa batuk Periksa anak untuk tanda pneumonia dan tanyakan tentang kejang.

4. B A TU K Tatalaksana

Kasus ringan pada anak-anak umur ≥ 6 bulan

dilakukan secara rawat jalan dengan perawatan penunjang. Umur < 6 bulan dirawat di rumah sakit, demikian juga pada anak dengan pneumonia, kejang, dehidrasi, gizi buruk, henti napas lama, atau kebiruan setelah batuk.

Antibiotik

Beri eritromisin oral (12.5 mg/kgBB/kali, 4 kali sehari) selama 10 hari atau jenis makrolid lainnya. Hal ini tidak akan

memperpendek lamanya sakit tetapi akan menurunkan periode infeksius.

Oksigen

Beri oksigen pada anak bila pernah terjadi sianosis atau berhenti napas atau batuk paroksismal berat.

Gunakan nasal prongs, jangan kateter nasofaringeal atau kateter nasal,

karena akan memicu batuk. Selalu upayakan agar lubang hidung bersih

dari mukus agar tidak menghambat aliran oksigen.

Terapi oksigen dilanjutkan sampai gejala yang disebutkan di atas tidak ada lagi.

Perawat memeriksa sedikitnya setiap 3 jam, bahwa nasal prongs berada pada posisi yang benar dan tidak tertutup oleh mukus dan bahwa semua sambungan aman.

Tatalaksana jalan napas

Selama batuk paroksismal, letakkan anak dengan posisi kepala lebih

rendah dalam posisi telungkup, atau miring, untuk mencegah aspirasi muntahan dan membantu pengeluaran sekret.

- Bila anak mengalami episode sianotik, isap lendir dari hidung dan tenggorokan dengan lembut dan hati-hati.

- Bila apnu, segera bersihkan jalan napas, beri bantuan pernapasan manual atau dengan pompa ventilasi dan berikan oksigen.

PERTUSIS

Perdarahan subkonjungtiva terutama di bagian sklera yang

112 4. B A TU K Perawatan penunjang

• Hindarkan sejauh mungkin segala tindakan yang dapat merangsang

terjadinya batuk, seperti pemakaian alat isap lendir, pemeriksaan teng- gorokan dan penggunaan NGT.

Jangan memberi penekan batuk, obat sedatif, mukolitik atau antihistamin.

• Obat antitusif dapat diberikan bila batuk amat sangat mengganggu. Jika anak demam (≥ 390 C) yang dianggap dapat menyebabkan distres,

berikan parasetamol.

Beri ASI atau cairan per oral. Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa

nasogastrik dan berikan makanan cair porsi kecil tetapi sering untuk memenuhi kebutuhan harian anak. Jika terdapat distres pernapasan,

berikan cairan rumatan IV untuk menghindari risiko terjadinya aspirasi dan

mengurangi rangsang batuk. Berikan nutrisi yang adekuat dengan pem- berian makanan porsi kecil dan sering. Jika penurunan berat badan terus terjadi, beri makanan melalui NGT.

Pemantauan

Anak harus dinilai oleh perawat setiap 3 jam dan oleh dokter sekali sehari. Agar dapat dilakukan observasi deteksi dan terapi dini terhadap serangan apnu, serangan sianotik, atau episode batuk yang berat, anak harus ditempatkan pada tempat tidur yang dekat dengan perawat dan dekat dengan oksigen. Juga ajarkan orang tua untuk mengenali tanda serangan apnu dan segera memanggil perawat bila ini terjadi.

Komplikasi

Pneumonia. Merupakan komplikasi tersering dari pertusis yang disebabkan oleh infeksi sekunder bakteri atau akibat aspirasi muntahan.

Tanda yang menunjukkan pneumonia bila didapatkan napas cepat di antara episode batuk, demam dan terjadinya distres pernapasan secara cepat. Tatalaksana pneumonia: lihat bab tatalaksana pneumonia

Kejang. Hal ini bisa disebabkan oleh anoksia sehubungan dengan serangan

apnu atau sianotik, atau ensefalopati akibat pelepasan toksin.

Jika kejang tidak berhenti dalam 2 menit, beri antikonvulsan; lihat Bab 1

Pediatrik Gawat Darurat bagan 9 halaman 17.

Gizi kurang. Anak dengan pertusis dapat mengalami gizi kurang yang disebabkan oleh berkurangnya asupan makanan dan sering muntah.

4.

B

A

TU

K

Cegah gizi kurang dengan asupan makanan adekuat, seperti yang dijelas- kan pada perawatan penunjang.

Perdarahan dan hernia

Perdarahan subkonjungtiva dan epistaksis sering terjadi pada pertusis. Tidak ada terapi khusus.

Hernia umbilikalis atau inguinalis dapat terjadi akibat batuk yang kuat.

Tidak perlu dilakukan tindakan khusus kecuali terjadi obstruksi saluran pencernaan, tetapi rujuk anak untuk evaluasi bedah setelah fase akut.

Tindakan Kesehatan masyarakat

Beri imunisasi DPT pada pasien pertusis dan setiap anak dalam keluarga yang imunisasinya belum lengkap.

Beri DPT ulang untuk anak yang sebelumnya telah diimunisasi.

Beri eritromisin suksinat (12.5 mg/kgBB/kali 4 kali sehari) selama 14 hari

untuk setiap bayi yang berusia di bawah 6 bulan yang disertai demam atau tanda lain dari infeksi saluran pernapasan dalam keluarga.

4.8

Tuberkulosis

Pada umumnya anak yang terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis tidak

menunjukkan penyakit tuberkulosis (TB). Satu-satunya bukti infeksi adalah uji tuberkulin (Mantoux) positif. Risiko terinfeksi dengan kuman TB meningkat

bila anak tersebut tinggal serumah dengan pasien TB paru BTA positif. Terjadinya penyakit TB bergantung pada sistem imun untuk menekan multiplikasi kuman. Kemampuan tersebut bervariasi sesuai dengan usia, yang

paling rendah adalah pada usia yang sangat muda. HIV dan gangguan gizi menurunkan daya tahan tubuh; campak dan batuk rejan secara sementara

dapat mengganggu sistem imun. Dalam keadaan seperti ini penyakit TB lebih mudah terjadi.

Tuberkulosis seringkali menjadi berat apabila lokasinya di paru, selaput otak, ginjal atau tulang belakang. Bentuk penyakitnya ringan bila lokasinya

di kelenjar limfe leher, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, abdomen,

telinga, mata dan kulit.

Diagnosis

Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis, baik

overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak, batuk bukan merupakan

gejala utama.

114 4. B A TU K

Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan. Kesulitan menegakkan diagnosis pasti

pada anak disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (pauciba-

cillary) dan sulitnya pengambilan spesimen sputum.

Pertimbangkan Tuberkulosis pada anak jika:

Anamnesis:

Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh.

Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.

Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.

Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa. Pemeriksaan fisis

Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal.

Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang. Uji tuberkulin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bisa

negatif pada anak dengan TB milier atau yang juga menderita HIV/AIDS,

gizi buruk atau baru menderita campak.

Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat menurut panjang/tinggi badan.

Untuk memudahkan penegakan diagnosis TB anak, IDAI merekomendasikan

diagnosis TB anak dengan menggunakan sistem skoring, yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai, seperti terlihat pada tabel 13.

Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang,

maka dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan jumlah skor ≥ 6 (sama atau lebih dari 6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan ke arah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan

sendi, funduskopi, CT-Scan dan lain-lainnya (yang mungkin tidak dapat di-

lakukan di rumah sakit ini). TUBERKULOSIS

115

4. B ATU K

Tabel 13. Sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB anak

PARAMETER 0 1 2 3 SKOR

Kontak dengan pasien TB Tidak jelas Laporan keluarga, kontak dgn Kontak dengan pasien pasien BTA negatif atau tidak BTA positif tahu, atau BTA tidak jelas

Uji Tuberkulin Negatif Positif (≥ 10 mm, atau ≥ 5 mm

pada keadaan imunosupresi)

Berat badan/Keadaan gizi Gizi kurang: BB/TB < 90% Gizi buruk: BB/TB <70%

(dengan KMS atau tabel) atau BB/U < 80% atau BB/U < 60%

Demam tanpa sebab jelas ≥ 2 minggu

Batuk ≥ 3 minggu

Pembesaran kelenjar ≥ 1 cm

limfe koli, aksila, inguinal Jumlah ≥ 1, Tidak nyeri

Pembengkakan tulang/ Ada pembengkakan sendi panggul, lutut,

falang

Foto dada Normal/ tidak jelas Sugestif TB

JUMLAH SKOR

Dalam dokumen Buku saku kesehatan anak indonesia (Halaman 133-140)