• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. DAYASAING MINYAK SAWIT INDONESIA

5.1. Analisis Komponen Sistem Berlian Porter

5.1.1. Kondisi Faktor Sumberdaya

Kondisi faktor sumberdaya yang berpengaruh terhadap dayasaing minyak sawit Indonesia adalah sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi, sumberdaya modal, dan sumberdaya infrastruktur. Kelima kondisi faktor sumberdaya tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Sumberdaya Alam atau Fisik a) Kondisi dan Potensi Lahan

Perkebunan kelapa sawit saat ini tersebar di 22 propinsi dari 33 propinsi di Indonesia. Dua pulau utama sentra perkebunan kelapa sawit yaitu Sumatera dan Kalimantan menyumbang 96,64 persen luas lahan perkebunan kelapa sawit. Kedua pulau tersebut menghasilkan sekitar 96,99 persen produksi CPO di Indonesia. Di Indonesia terdapat lima propinsi terbesar sebagai sentra usaha perkebunan kelapa sawit, antara lain Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat (Tabel 2). Penyebaran perkebunan kelapa sawit di 22 propinsi menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit memiliki toleransi yang luas pada keragaman agroklimat di daerah tropis. Hampir semua lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terletak pada ketinggian kurang dari 500 mdpl (di atas permukaan laut).

32

Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Minyak Sawit (CPO) pada Perkebunan Rakyat, Negara, dan Swasta Menurut Propinsi dan Keadaan Tanaman, 2010

No Propinsi Luas Areal (Ha) Produksi

(Ton) TBM TM TTM Jumlah 1 Aceh 81.804 224.884 22.874 329.562 662.201 2 Sumatera Utara 179.746 843.351 31.752 1.054.849 3.113.006 3 Sumatera Barat 62.633 290.722 57 353.412 962.782 4 Riau 377.966 1.636.299 17.522 2.031.787 6.358.703 5 Kepulauan Riau 2.140 6.343 5 8.488 13.367 6 Jambi 100.195 384.571 4.145 488.911 1.509.560 7 Sumatera Selatan 203.441 568.023 6.252 777.716 2.227.963

8 Kep Bangka Belitung 35.669 127.827 986 164.482 511.330

9 Bengkulu 86.327 186.984 1.417 274.728 689.643 10 Lampung 33.991 121.980 1.431 157.402 396.587 Pulau Sumatera 1.163.912 4.390.984 86.441 5.641.337 16.445.142 11 DKI Jaya - - - - - 12 Jawa Barat 3.288 8.222 813 12.323 23.787 13 Banten 1.776 11.724 2.234 15.734 25.972 14 Jawa Tengah - - - - - 15 D.I. Yogyakarta - - - - - 16 Jawa Timur - - - - - Pulau Jawa 5.064 19.946 3.047 28.057 49.759 17 Bali - - - - -

18 Nusa Tenggara Barat - - - - -

19 Nusa Tenggara Timur - - - - -

Nusa Tenggara - - - - - 20 Kalimantan Barat 371.568 376.639 2.741 750.948 1.102.860 21 Kalimantan Tengah 258.670 652.676 95 911.441 2.251.077 22 Kalimantan Selatan 124.874 227.682 1.168 353.724 698.702 23 Kalimantan Timur 196.563 239.377 10.154 446.094 800.362 Pulau Kalimantan 951.675 1.496.374 14.158 2.462.207 4.853.001 24 Sulawesi Utara - - - - - 25 Gorontalo - - - - - 26 Sulawesi Tengah 8.078 45.367 1.769 55.214 157.257 27 Sulawesi Selatan 6.410 13.362 81 19.853 32.849 28 Sulawesi Barat 22.393 71.308 2.069 95.770 285.157 29 Sulawesi Tenggara 1.066 24.399 - 25.465 - Pulau Sulawesi 37.947 154.436 3.919 196.302 475.263 30 Maluku - - - - - 31 Maluku Utara - - - - - 32 Papua 6.120 29.032 512 35.664 84.349 33 Papua Barat 4.294 17.504 - 21.798 50.606 Maluku + Papua 10.414 46.536 512 57.462 134.955 Indonesia 2.169.012 6.108.276 108.077 8.385.365 21.958.120

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2011)

Seiring dengan permintaan CPO dunia yang terus meningkat, pemerintah pun berupaya untuk terus memacu produksi CPO dalam negeri. Salah satu langkah yang ditempuh oleh pemerintah adalah pembukaan lahan potensial untuk perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan data Departemen Perindustrian tahun 2007, terdapat 15 propinsi yang memiliki lahan potensial untuk dikembangkan menjadi perkebunan kelapa sawit.

33

Tabel 3. Potensi Pengembangan Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia

No Propinsi Potensi

Lahan (ha) Status Lahan

1 Sumatera Utara 40.000 Tanah Negara dan Tanah Masyarakat 2 Sumatera Barat 14.500 Tanah Ulayat

3 Riau 30.000 Tanah Masyarakat

4 Jambi 114.000 Tanah Masyarakat dan Tanah Negara

yang Sudah Digarap Masyarakat 5 Sumatera Selatan 144.500 Tanah Masyarakat

6 Kalimantan Barat 58.720 Tanah Negara dan Tanah Masyarakat 7 Kalimantan Tengah 497.427 Tanah Negara

8 Kalimantan Selatan 216.474 Tanah Negara

9 Kalimantan Timur 652.135 Tanah Negara dan Tanah Masyarakat 10 Sulawesi Selatan 120.298 Tanah Negara dan Tanah Masyarakat 11 Sulawesi Barat 45.000 Tanah Negara dan Tanah Masyarakat 12 Sulawesi Tenggara 74.000 Tanah Negara

13 Maluku Utara 100.000 Tanah Negara

14 Papua 1.935.000 Tanah Negara dan Tanah Ulayat

15 Papua Barat 150.000 Tanah Negara dan Tanah Ulayat

Indonesia 4.192.054

Sumber: Departemen Perindustrian (2007) b) Produktivitas Lahan

Tingkat produktivitas lahan untuk tanaman kelapa sawit dapat dilihat dari kemampuan lahan tersebut menghasilkan tandan buah segar (TBS) tiap hektar lahan. Produktivitas berkaitan dengan luas area tanam dan volume produksi yang dihasilkan. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2010, tingkat produktivitas lahan kelapa sawit nasional tertinggi terdapat pada perkebunan besar swasta, yaitu sebesar 3.478 kg/ha disusul perkebunan rakyat sebesar 3.135 kg/ha dan perkebunan besar negara sebesar 2.935 kg/ha. Produktivitas tertinggi terdapat pada perkebunan besar swasta yang berada di Sulawesi Barat sebesar 4.601 kg/ha dan produktivitas terendah terdapat pada perkebunan besar negara yang terletak di Bengkulu yaitu sebesar 1.406 kg/ha.

34

Tabel 4. Tingkat Produktivitas Lahan Kelapa Sawit Pada Perkebunan di Indonesia Tahun 2010

No Propinsi Produktivitas (Kg/Ha)

Perkebunan Rakyat Perkebunan Besar Negara Perkebunan Besar Swasta 1 Aceh 2.581 1.960 3.597 2 Sumatera Utara 3.402 4.116 3.755 3 Sumatera Barat 3.286 2.800 3.355 4 Riau 3.852 4.076 3.899 5 Kepulauan Riau 2.162 - 2.097 6 Jambi 3.918 4.454 3.865 7 Sumatera Selatan 4.077 3.679 3.821

8 Kep. Bangka Belitung 2.834 - 4.186

9 Bengkulu 3.567 1.406 4.188 10 Lampung 3.100 3.545 3.354 11 Jawa Barat - 2.449 4.239 12 Banten 2.138 2.261 - 13 Kalimantan Barat 2.234 3.728 3.596 14 Kalimantan Tengah 2.953 - 3.512 15 Kalimantan Selatan 3.096 1.533 3.103 16 Kalimantan Timur 3.324 3.586 3.327 17 Sulawesi Tengah 3.233 3.360 3.604 18 Sulawesi Selatan 3.072 1.457 - 19 Sulawesi Barat 3.245 - 4.601 20 Papua 3.413 2.887 1.669 21 Papua Barat 3.210 2.597 2.310 Indonesia 3.135 2.935 3.478

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (2011)

c) Aksesibilitas Terhadap Input

Aksesibilitas produsen terhadap input mencerminkan tingkat kemudahan dalam memperoleh input produksi yang dibutuhkan secara kontinu, tepat waktu, tepat jumlah serta tepat jenis. Kemudahan yang dimaksud umumnya menyangkut ketersediaan input di pasar, serta kondisi harga ideal yang dapat dijangkau oleh produsen, serta distribusi input dari pemasok kepada produsen. Aksesibilitas produsen minyak sawit terhadap input tersebut sangat mempengaruhi kinerja serta capaian hasil dalam produksi minyak sawit mereka.

35

i) Alat dan Mesin Perkebunan

Karakteristik TBS yang umumnya bulky, volouminous dan perishable memerlukan alat transportasi yang cepat dan efisien agar TBS dari kebun untuk dikirim langsung ke PKS. Dengan transportasi yang cepat dan efisien maka akan terjamin kelancaran pengolahan TBS menjadi CPO pada PKS. Pahan (2011) menggolongkan alat transportasi yang umum digunakan pada perkebunan kelapa sawit menjadi tiga jenis, yaitu transportasi darat (wheel tractor, truk, dumptruk), transportasi railban, dan transportasi air.

ii) Alat Pengolahan Minyak Sawit

Tandan Buah Segar harus segera diproses dalam 24 jam sejak dipanen untuk menjaga kualitasnya agar tetap memenuhi syarat. Hal ini mengakibatkan perusahaan harus membangun pabrik pemrosesan CPO di sekitar areal perkebunan kelapa sawit. Pada perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta umumnya sudah memiliki pabrik kelapa sawit sendiri yang terintegrasi dengan perkebunan. Direktorat Jenderal Perkebunan (2011) menyatakan bahwa pabrik pengolahan CPO dapat dikatakan feasible apabila mampu memproses 30 ton TBS per jam. Kapasitas lebih kecil dapat beroperasi tetapi harus didukung pabrik lain dengan lokasi yang berdekatan.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah mengembangkan teknologi pabrik kelapa sawit berukuran mini guna membantu petani sawit pada perkebunan rakyat untuk dapat memproduksi CPO sendiri. Pabrik kelapa sawit (PKS) mini berkapasitas 5 ton dan 10 ton TBS per jam dibangun di lahan seluas 1.000 ha – 2.000 ha. Investasi pada pembangunan PKS mini dengan kapasitas 5 ton TBS/jam sekitar Rp 17,6 miliar, sementara untuk kapasitas 10 ton TBS/ha sebesar Rp 28,15 miliar. Besarnya biaya investasi ini akan ditanggung bersama oleh pemerintah, perbankan, dan petani. BPPT saat ini sudah mendirikan PKS mini di Kabupaten Kampar, Riau dengan kapasitas 2 ton TBS/jam dan di Kabupaten Bengkalis, Riau dengan kapasitas 5 ton TBS/ha.4

4

Rahmayuis Saleh. 2012. Pabrik Sawit: BPPT Kembangkan Teknologi PKS Mini dalam

36

d) Biaya-Biaya Terkait

Umumnya perkebunan besar milik negara dan swasta akan memiliki komponen biaya yang lebih kompleks dibandingkan dengan komponen biaya petani di perkebunan rakyat. Perusahaan besar mengeluarkan biaya lebih untuk membayar jasa manajemen perkebunan, gaji dan tunjangan karyawan, biaya perawatan kebun, pemeliharaan gedung dan biaya lainya. Sedangkan pada perkebunan rakyat jenis biaya yang dikeluarkan umumnya hanya sebatas biaya perawatan kebun. Hal ini dikarenakan pada perkebunan rakyat pengolahan dan perawatan kebun dilakukan bersama keluarga karena keterbatasan dana dan luas areal perkebunan yang tidak luas (rata-rata lahan perkebunan masyarakat 2 hektar).

2) Sumberdaya Manusia

Industri minyak sawit selama ini telah memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional yaitu melalui penciptaan lapangan kerja dan mempercepat pembangunan perekonomian di wilayah-wilayah terpencil.5 Pada tahun 2010, sektor perkebunan kelapa sawit menyerap tenaga kerja sebanyak 5.220.000 orang, sementara di sektor industri minyak sawit hanya menyerap tenaga kerja sebanyak 43.600 orang.

Tabel 5. Penyerapan Tenaga Kerja Industri Minyak Sawit Indonesia, 2010

Sektor Jumlah Tenaga Kerja (orang)

Agribisnis Hulu (Input Perkebunan Sawit) 12.000 Perkebunan Kelapa Sawit 5.220.000 Agribisnis Hilir (Industri Minyak Sawit) 43.600 Penyedia Jasa 1.500.000

Total 6.775.600

Sumber: Sipayung (2012)

Sumberdaya manusia dalam kegiatan industri minyak sawit Indonesia didukung oleh sumberdaya manusia ahli yang terlibat dalam proses pengolahan hingga pemasaran. Dalam proses pabrikasi, subsistem hilir minyak sawit disokong oleh tenaga ahli mesin, quality control, dan tenaga ahli lainnya. Pada bagian

5

Press ReleaseWorld Palm Oil Summit & Exhibition (WPOSE). 25 Februari 2008. Pemerintah Terus Mendukung Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit yang Berkelanjutan. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).

37 pemasaran minyak sawit, didukung oleh sumberdaya manusia yang professional dalam marketing, pencarian info pasar (market intelligent), trader (agen) dan pembeli internasional yang berpengalaman dan menuntut produsen untuk terus meningkatkan kualitasnya, serta beberapa tenaga ahli lainnya.

3) Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi a) Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)

Kemajuan suatu industri ditentukan juga oleh sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam rangka mendukung kemajuan sumberdaya IPTEK, industri minyak sawit di Indonesia didukung oleh keberadaan lembaga riset dan pengembangan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). PPKS merupakan gabungan dari tiga lembaga penelitian, yaitu Pusat Penelitian Perkebunan (Puslitbun) Medan, Puslitbun Marihat, dan Puslitbun Bandar Kuala. PPKS yang secara terus-menerus melakukan riset untuk menemukan teknologi yang tepat dan sesuai bagi kondisi kelapa sawit di Indonesia saat ini dan perkembangannya dimasa yang akan datang.

PPKS mempunyai tugas utama yaitu melakukan penelitian dan pengembangan dalam segala aspek industri minyak sawit, dan menyalurkan hasil penelitian tersebut dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat industri minyak sawit. Sebagai lembaga penelitian yang memiliki kewajiban dalam memajukan industri minyak sawit di Indonesia, PPKS merupakan pusat unggulan inovasi kelapa sawit.6 Misi PPKS adalah menunjang industri minyak sawit di Indonesia melalui penelitian dan pengembangan, serta pelayanan. Melalui paket teknologi maupun pengembangan IPTEK yang dihasilkan, PPKS diharapkan dapat menjadi motor penggerak (prime mover) bagi pengembagan industri minyak sawit dan turunannya di Indonesia.7 Penelitian PPKS yang berhubungan dengan dayasaing minyak sawit saat ini adalah melalui diversifikasi produk oleopangan dan oleokimia. Upaya menghasilkan beta karoten, vitamin E pharmaceutical dari minyak sawit yang mulai diteliti pada tahun 2007 dan hingga saat ini masih terus dilakukan.

6

Pernyataan Kementerian Riset dan Teknologi 2011/2012

7

Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2012. Profil PPKS. http://www.iopri.org/tentang-ppks/profil

38

b) Masyarakat Perkelapa-Sawitan Indonesia (MAKSI)

MAKSI (Masyarakat Perkelapa-Sawitan Indonesia) adalah organisasi yang dibentuk pada tahun 1998 oleh tujuh PAU Biosains (PAU Bioteknologi ITB, PAU Ilmu Hayati ITB, PAU Pangan dan Gizi UGM, PAU Bioteknologi UGM, PAU Pangan dan Gizi IPB, PAU Bioteknologi IPB, PAU Ilmu Hayati IPB), Pusat Studi Pembangunan IPB dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan. MAKSI memiliki visi menjadi organisasi profesional terpercaya dalam bidang perkelapa-sawitan di dunia untuk membantu pencapaian industri kelapa sawit nasional yang berdayasaing tinggi dan berkelanjutan. Misi dari MAKSI adalah menjadi mitra terbaik pemerintah, perusahaan swasta, BUMN, petani pekebun sawit, dan para pemangku kepentingan industri kelapa sawit lainnya dalam kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan serta advokasi pengembangan industri kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan, terutama demi kemakmuran dan kesejahteraan sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia dan berdayasaing tinggi secara ekonomi, ekologi, dan sosial budaya. 8

Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan MAKSI antara lain:

a. Melakukan kompilasi berbagai hasil penelitian dan pengembangan industri minyak sawit Indonesia yang tersebar di Universitas, Lembaga Litbang Pemerintah dan Swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, serta lembaga- lembaga lainnya dan mendiseminasikan hasil kompilasi tersebut kepada para pemangku kepentingan litbang industri minyak sawit Indonesia sehingga meningkatkan koordinasi dan jejaring kerja yang akan meminimumkan dublikasi penelitian dan pemborosan sumberdaya.

b. Melakukan analisis dan sintesis mengenai berbagai permasalahan dalam pengembagan industri minyak sawit Indonesia yang berkelanjutan, menggunakan materi publikasi tertulis (tercetak) baik dari dalam maupun luar negeri serta membuat road map pemecahan masalah dengan memfungsikan MAKSI sebagai bagian dari upaya pemecahan masalah tersebut.

8

39

c) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO)

APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) didirikan pada tanggal 28 Oktober 2000 di Palembang, oleh utusan-utusan petani kelapa sawit dari seluruh Indonesia. APKASINDO adalah satu-satunya organisasi profesi petani sebagai wadah pemersatu petani di Indonesia yang difasilitasi oleh Pemerintah c/q Departemen Pertanian.9

Tujuan didirikannya APKASINDO adalah sebagai berikut :

a. Mempersatukan masyarakat petani kelapa sawit di seluruh Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan yang merata bagi petani kelapa sawit.

b. Membangun ekonomi kerakyatan di pedesaan dengan menumbuh kembangkan usaha petani kelapa sawit yang berwawasan lingkungan dan bermanfaat bagi seluruh komponen bangsa untuk mencapai masyarakat petani yang adil dan makmur.

c. Meningkatkan dan memberdayakan SDM petani kelapa sawit agar menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pertanian modern.

d)Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI)

GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) adalah wadah perusahaan produsen minyak sawit (CPO) yang terdiri dari perusahaan PT. Perkebunan Nusantara, perusahaan perkebunan swasta nasional dan asing serta peladang kelapa sawit yang tergabung dalam koperasi. GAPKI telah melakukan berbagai upaya untuk memajukan perkelapasawitan Indonesia. GAPKI selaku mitra Pemerintah telah memberikan masukan-masukan sebagai bahan pemerintah dalam menyusun berbagai kebijakan tentang masalah perkelapasawitan, termasuk menetapkan kebijakan tataniaga minyak sawit yang memberikan harga jual yang menarik sehingga akan merangsang untuk melakukan investasi pada perkebunan kelapa sawit.10

Selain bersumber dari lembaga penelitian seperti PPKS, APKASINDO, MAKSI, GAPKI, ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi juga

9

Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia. 2012. Sejarah Berdirinya APKASINDO.

http://www.apkasindo.or.id/p/sejarah-berdirinya-apkasindo.html [Diakses pada 8 Juli 2012].

10

GAPKI. 2012. Introduction GAPKI http://www.gapki.or.id/page/about [Diakses pada 8 Juli 2012].

40 ditunjang oleh lembaga lain seperti perguruan tinggi, lembaga riset swasta, lembaga kelapa sawit internasional (Roundtable on Sustainable Palm Oil), literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian, serta sumber pengetahuan dan teknologi lainnya.

4) Sumberdaya Modal

Permodalan merupakan faktor kunci dalam industri minyak sawit. Pada perusahaan swasta sumber modal yang dibutuhkan dalam rangka pengembangan perkebunan maupun pabrik kelapa sawit sudah tersedia karena didukung oleh perusahaannya sebagai investor utama dan tambahan modal dari modal perusahaan asing yang tertarik dengan prospek bisnis minyak sawit (CPO). Selain itu, dalam rangka menarik investor dalam mengembangkan sektor hilir industri minyak sawit, pemerintah pun menjanjikan tiga macam insentif kepada para pelaku usaha industri hilir minyak sawit (CPO). Ketiga insentif tersebut adalah subsidi bunga pinjaman untuk program peremajaan mesin-mesin produksi, pembebasan pajak (tax holiday), dan dukungan infrastruktur dasar. Pada insentif subsidi bunga, Kemenperin akan mengikuti pola program restrukturisasi mesin di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang artinya subsidi bunga kredit akan diberikan bagi sektor hilir CPO yang melakukan peremajaan mesin.11

5) Sumberdaya Infrastruktur

Kebutuhan prasarana industri CPO sangat penting guna membawanya kepada konsumen industri lain yang menggunakan bahan baku CPO. Adapun prasarana untuk mendukung industri CPO nasional antara lain jalan, jembatan, sarana air, listrik, jembatan, pelabuhan, transpotasi dan lain sebagainya. Salah satu infrastruktur yang berperan dalam menjamin kelancaran distribusi CPO ke luar negeri adalah pelabuhan. Fungsi pelabuhan pada industri minyak sawit meliputi jasa bongkar muat, jasa kepabeanan, dan jasa pergudangan termasuk jasa tangki timbun CPO.

Jasa tangki timbun/pompa CPO terdapat di beberapa pelabuhan antara lain Belawan, Kuala Tanjung, Dumai, dan Tanjung Priok. Sementara itu pelabuhan utama yang mengangkut minyak keluar negeri hanya terdapat di Belawan dan

11

Yusuf Waluyo Jati. 2012. Industri Hilir CPO Dijanjikan Insentif dalam http://pn8.co.id

41 Dumai. Fasilitas pelabuhan yang ada pun masih minim dalam menampung kapal besar sehingga terjadi antrian apabila hendak masuk ke pelabuhan. Kondisi tersebut diperparah dengan masalah gelombang laut yang tinggi karena pertukaran musim, yang menyebabkan kapal tidak berlayar.

Pemerintah sejak Mei 2011 melalui program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (M3PEI) pun merencanakan pembangunan Kawasan Industri Hilir Sei Mangkei. Pembangunan Kawasan Industri Hilir Sei Mangke tahap pertama menggangarkan investasi sebesar Rp 1,8 triliun dan tahap berikutnya Rp 20 triliun. Sumber pendanaan pembangunan kawasan ini berasal dari pemerintah pusat, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta serta kolaborasi ketiganya. Pada tahap pertama Kawasan Sei Mangke menempati area 64 ha dan tahap berikutnya menjadi 104 ha. Kawasan Industri Sei Mangke akan diintegrasikan dengan pembangunan rel kereta api dari kawasan tersebut menuju Pelabuhan Kuala Tanjung. Fasilitas pendukung Kawasan Industri Hilir Sei Mangke pun dibangun, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Pesangan I dan 2 berkapasitas 88 megawatt (mw) di Takengon, Aceh dengan investasi Rp 3,5 triliun; pembangunan broadband sebanyak 2,42 juta homepage dengan investasi Rp 4,1 triliun yang dilaksanakan PT Telkom; peningkatan jalan dari Kota Tebing Tinggi menuju Kisaran (Kabupaten Asahan), Rantau Prapat (Labuhanbatu) hingga perbatasan Riau sepanjang 326,71 km dengan anggaran Rp365 miliar. Begitu juga dengan pembangunan jalan kereta api. Proyek ini mulai dilaksanakan 2012 dan sudah terjalin kesepakatan antara PTPN III dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Kementerian Perindustrian 2011).

Dokumen terkait