• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanian lahan basah menjadi permukiman seluas 841,08 ha. Penyimpangan terbesar terjadi di kecamatan-kecamatan Indihiang, Mangkubumi,

Kawalu dan Cibeureum, mengingat di kecamatan tersebut luas penggunaan lahan sawah cukup besar. Di kecamatan Cihideung tidak terjadi penyimpangan penggunaan lahan sawah, karena kedudukannya sebagai pusat kota sangat padat dan luas penggunaan lahan basah semakin berkurang, sehingga tidak memungkinkan lagi untuk dikembangkan menjadi permukiman-permukiman baru. Selain itu, penyimpangan penggunaan lahan pertanian (sawah) menjadi permukiman mengindikasikan lemahnya lembaga perijinan, sehingga banyak berdiri bangunan di areal yang seharusnya untuk penggunaan lahan pertanian. Permukiman berada pada lahan sawah dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Penyimpangan lahan basah menjadi permukiman.

Hasil temuan dilokasi penyimpangan menunjukkan tingkat pendidikan rendah, pendapatan rata-rata endah, pekerjaan sebagai petani dan buruh, kepemilikan lahan rata-rata milik sendiri atau tanah warisan. Pengetahuan masyarakat tentang RTRW sangat rendah disebabkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah.

Pertanian lahan kering menjadi permukiman seluas 288,57 ha, terjadi di kecamatan Indihiang, Kawalu, Mangkubumi, Tamansari dan Cibeureum. Penyimpangan yang terbesar terjadi di kecamatan Tamansari sebesar 154,39 ha, mengingat di kecamatan Tamansari penggunaan lahan kering (berupa kebun campuran) masih cukup luas. Penyimpangan terkecil berada di kecamatan Cibeureum seluas 4,37 ha. Penggunaan lahan kering menjadi permukiman, diantaranya telah dibangunnya perumahan real eastate oleh pengembang dengan perijinan yang legal dan perumahan tradisional yang terbentuk karena kepemilikan lahan. Hasil temuan dilapangan menunjukkan tingkat pendidikan renbah, pendapatan rata-rata rendah, pekerjaan sebagai petani dan buruh. Kepemilikan lahan adalah milik sendiri dan pengetahuan tentang tata ruang sangat

rendah (tidak tahu). Contoh penyimpangan penggunaan pertanian lahan kering menjadi pemukiman dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Penyimpangan lahan kering menjadi permukiman.

Permukiman berada di bawah jalur SUTET, tersebar sepanjang jalur SUTET dan melewati kecamatan-kecamatan Indihiang, Kawalu, Mangkubumi, Tamansari, Tawang dan Cibeureum. Penyimpangan yang terbesar terjadi di kecamatan Mangkubumi sebesar 17,461 ha dan terkecil di kecamatan Cihideung seluas 2,828 ha. Hasil pengamatan di lapangan permukiman sudah ada sebelum jalur SUTET dibuat dan dibangun, sebagian sudah dibebaskan karena pembebasan lahan belum menyeluruh dan masyarakat kurang peduli terhadap pelanggaran tersebut. Tingkat pendidikan rendah, pendapatan rendah dan pekerjaan rata-rata sebagai buruh serta pengetahuan masyarakat mengenai RTRW sangat rendah. Karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah kota.

Permukiman berada di kawasan perdagangan seluas 359,10 ha, dan tersebar di kecamatan Indihiang, Kawalu, Mangkubumi, Cipedes, Tamansari, Tawang dan Cibeureum. Penyimpangan yang terbesar terjadi di kecamatan Mangkubumi sebesar 13,868 ha. Kawasan Perdagangan yang ditetapkan dalam RTRW disepanjang koridor jalan utama dan jalan kolektor. Hal tersebut terjadi disebabkan lokasi yang diperuntukan kawasan perdagangan, ternyata yang berkembang permukiman karena kebutuhan akan tempat tinggal lebih mendesak

sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Hasil kuesioner menunjukkan tingkat pendidikan rendah, pendapatan masyarakat rendah dan pengetahuan masyarakat mengenai RTRW sangat kurang, sehingga lahan tersebut tidak digunakan sebagaimana fungsinya yang ditetepkan dalam RTRW.

Permukiman berada di kawasan TPU seluas 13,11 ha, terjadi di kecamatan Kawalu, Tamansari dan Tawang. Penyimpangan terbesar terjadi di kecamatan Tawang sebesar 8,03 ha. Hasil temuan dilapangan, permukiman sebagian sudah ada pada saat penetapan TPU dalam RTRW. Permukiman berkembang turun-temurun, karena kepemilikan tanah sendiri dan tanah warisan.

Permukiman berada di kawasan Peruntukan Industri dalam RTRW seluas 4,1 ha, terjadi di kecamatan Kawalu dan Cihideung. Penyimpangan terbesar di kecamatan Cihideung, luasnya mencapai 3,97 ha. Hasil temuan dilapangan, dalam RTRW telah ditetapkan kawasan Industri, tetapi Pemukiman sudah berkembang lebih dulu bahkan bercampur dengan home industry (kerajinan anyaman dan bordir), sehingga yang lebih dominan berkembang adalah pemukiman.

Kawasan Industri mwnjadi lahan Sawah menjadi terjadi di kecamatan Mangkubumi luasnya mencapai 1,55 ha dan Cihideung. Hasil temuan di lapangan tidak terjadi penyimpangan yang sebenarnya, karena kawasan industri yang ditetapkan dalam RTRW belum seluruhnya terjadi (sebagian masih berupa sawah).

Permukiman berada di kawasan Hutan terjadi di kecamatan Kawalu tepatnya di kelurahan Urug, luasnya mencapai 3,967 ha. Pemukiman penduduk menyebar di sekitar kawasan Hutan. Pada umumnya penduduk yang tinggal sekitar hutan adalah petani penggarap tanaman tumpang sari di kawasan Hutan yang berkembang turun-temurun. Pendidikan dan penghasilan rata-rata rendah. Pekerjaan sebagai petani penggarap dan buruh. Pengetahuan masyarakat mengenai RTRW sangat rendah dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah kota mengenai rencana tata ruang. Penyimpangan penggunaan lahan di kawasan Hutan mengindikasikan lemahnya pengawasan dan manjemen dari pengelolaan kawasan Hutan yang ditetapkan dalam RTRW sebagai kawasan lindung. Penyimpangan sebagian kawasan Hutan menjadi permukiman dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar10. Lahan Hutan menjadi sebagian permukiman.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan terhadap penggunaan lahan yang tidak sejalan dengan RTRW 2004-2014 secara umum dibagi dalam tiga kategori penyimpangan, yaitu sebagai berikut:

1. Terjadi penyimpangan dari RTRW 2004-2014, karena belum diperbaruinya batas untuk berbagai penggunaan lahan pada RTRW yang baru, padahal penggunaan lahan tersebut merupakan existing condition, yang sudah ada sejak sebelum berlakunya/ditetapkannya RTRW 2004-2014. Penyimpangan tersebut bukan merupakan pelanggaran batas-batas RTRW, me lainkan terjadi karena belum terealisasinya penggunaan lahan tersebut.

2. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW yang merupakan penyimpangan sebenarnya berupa pelanggaran terhadap batas-batas penggunaan lahan yang sudah ditetapkan dalam RTRW. Hal ini dapat disebabkan karena terdesak kebutuhan lahan sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan karena nilai lahan yang cukup tinggi, menyebabkan terjadinya konversi lahan.

3. Penyimpangan yang terjadi karena teknis pemetaan, yaitu oleh karena perbedaan koreksi geometris, dan perbedaan skala peta yang digunakan. pada RTRW 2004-2014 skala peta yang digunakan belum detil (1:50.000), sehingga ketika proses overlay dengan peta land use (1 : 100.000) ditemui beberapa jenis penggunaan lahan (poligon) yang sebenarnya tidak terjadi di lapangan. Hal ini dilakukan koreksi geometris terhadap poligon-poligon kecil (digeneralisasi) kedalam poligon yang lebih besar.

Penyimpangan penggunaan lahan yang sebenarnya terjadi adalah sebagai berikut, dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Distribusi Penyimpangan sebenarnya hasil koreksi

No Penyimpangan Luas Penyimpangan

ha % 1 Pemukiman pada areal Hutan 3,96 0,02 2 Lahan basah menjadi pemukiman 841,08 4,96 3 Pemukiman pada sempadan sutet 69,06 0.59 4 Lahan kering menjadi pemukiman 288,57 2,35

5 Permukiman pada TPU 13,11 0,07

Jumlah 1.215,78 7,08

Luas penyimpangan sebesar 7,08% dari luas wilayah Kota Tasikmalaya pada Tabel 19 adalah merupakan penyimpangan sebenarnya yang harus menjadi pertimbangan dalam penyusunan RTRW yang akan datang, karena merupakan pelanggaran pada batas-batas penggunaan lahan yang ditetapkan dalam RTRW 2004-2014. Penyimpangan tersebut berupa lahan pertanian ( lahan basah dan lahan kering), areal Hutan dan TPU. Pemukiman di bawah SUTET merupakan pelanggaran pada batas sempadan, karenanya harus ditertibkan atau direlokasi.

Dokumen terkait