• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN

ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG

KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

NINA RESTINA

1i

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting Dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

(3)

ABSTRACT

NINA RESTINA. An Evaluation of The Existing Land Use and Direction of Drafting Urban Spatial Plan of Tasikmalaya City , West Java Province. Under Direction of SANTUN R.P. SITORUS and ALINDA FITRIANY M. ZAIN

Tasikmalaya city is located in the east priangan region of west java province, having acceleration in its development. The development of Tasikmalaya city has caused extensive need of space which affects improper use of the land. The objectives of this research are to evaluate the compability usage of the existing land use in Tasikmalaya city, to analyze the factors which influenced the deviation and to compile direction for arranging new RTRW. The research method is using the (GIS), principal component analysis (PCA), regression analysis and descriptive analysis. The existing land use which is appropriate to the RTRW is 15,571.16 hectares (90.76%) and the digressing is 1,585.04 hectares (9.24%). Most of the improver use appear at the agriculture areas. The factors which influence the deviation were as follows, population density, the buildings at the river bank, the area of agriculture farm, and the distance to the downtown. The inconsistence of the land use in Tasikmalaya is influenced by education status rates, occupations and people's income. Most of the society knowledge, couldn’t understand about urban and spatial plan due to the lack of the socialization from the city government about RTRW. Direction arranging of the new RTRW is based on the existing land use and deviation of existing land use, Tasikmalaya city as an urban functional region and to lessen the dense of activities in the city center with a purpose to reach development balance in every district.

(4)

RINGKASAN

NINA RESTINA. Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh: SANTUN R.P. SITORUS dan ALINDA FITRIANY M. ZAIN

Kota Tasikmalaya telah mengalami percepatan perkembangan wilayah yang diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk dan urbanisasi. Perkembangan Kota Tasikmalaya menyebabkan kebutuhan akan ruang meningkat, sedangkan ruang itu terbatas. Hal tersebut dengan mudah mendorong terjadinya penyimpangan penggunaan lahan terhadap RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Tasikmalaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan eksisting terhadap RTRW, menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi penyimpangan, serta merumuskan arahan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah Kota Tasikmalaya yang baru.

Penggunaan lahan eksisting diperoleh dari interpretasi foto udara tahun 2007 serta ground check ke lapangan. Untuk mengetahui apakah penggunaan lahan eksisting masih sesuai dengan RTRW, dilakukan tumpang tindih peta penggunaan lahan eksisting dengan peta peruntukkan penggunaan lahan RTRW tahun 2004-2014 Kota Tasikmalaya. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi penyimpangan dianalisis berdasarkan peubah pend uga yang berasal dari data PODES Kota Tasikmalaya tahun 2006 yang diolah dengan metode Principal Component Analysis (PCA). Selanjutnya dilakukan analisis regresi berganda (multiple regression analysis) untuk mengetahui luas penyimpangan, dengan Faktor skor hasil PCA sebagai variabel bebas dan luas penyimpanga n sebagai variabel tak bebas.

Berdasarkan hasil analisis, penggunaan lahan yang sesuai dengan RTRW adalah 15.571,16 ha atau 90,76 % dari luas Kota Tasikmalaya dan penggunaan lahan yang tidak sesuai (menyimpang) dengan RTRW adalah 1.585,04 ha atau sekitar 9,24% dari luas Kota Tasikmalaya. Secara umum penggunaan lahan permukiman belum melebihi luas yang ditetapkan dalam RTRW. Begitu pula penggunaan lahan pertanian (lahan basah dan kering) penurunannya belum melampaui batas yang ditetapkan dalam RTRW 2004-2014. Jenis penyimpangan adalah permukiman berada pada lahan Sawah dan lahan kering, permukiman berada di bawah SUTET dan permukiman pada area Hutan serta permukiman berkembang di kawasan perdagangan dan industri. Penyimpangan terbesar terjadi di kecamatan Tamansari sebesar 333,37 ha atau 1,94% dan kecamatan Indihiang seluas 319,74 ha atau sekitar 1,86%. Sedangkan luas penyimpangan terkecil ada di kecamatan Cihideung 7,15 ha (0,04%), karena kecamatan Cihideung kedudukannya sebagai pusat kota dan mempunyai kepadatan tertinggi (kepadatan penduduk 13.775 orang/km2), sehingga tidak memungkinkan lagi untuk dikembangkan.

(5)

sebelum berlakunya/ditetapkannya RTRW 2004-2014; 2) penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW, terjadi penyimpangan yang sebenarnya berupa pelanggaran terhadap batas-batas penggunaan lahan yang sudah ada atau ditetapkan dalam RTRW, dapat disebabkan karena terdesak kebutuhan lahan, nilai lahan yang cukup tinggi (nilai ekonomis); dan 3) penyimpangan yang terjadi karena teknis pemetaan, yaitu oleh karena perbedaan koreksi geometris, dan perbedaan skala peta yang digunakan. Pada RTRW 2004-2014 skala peta yang digunakan belum detil (1:50.000), sehingga ketika proses tumpang tindih dengan peta land use dilakukan, ditemui beberapa jenis penggunaan lahan (poligon) yang sebenarnya tidak terjadi di lapangan. Hal ini dilakukan koreksi geometris terhadap poligon-poligon kecil (digeneralisasi) ke dalam poligon yang lebih besar.

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya penyimpangan hasil PCA adalah: kepadatan penduduk, pemukiman di bantaran sunga i, luas lahan sawah dan jarak ke pusat kota. Kondisi sosial ekonomi masyarakat di lokasi penyimpangan menunjukkan tingkat pendidikan rendah, pekerjaan sebagai petani dan buruh dan pendapatan masyarakat rendah dapat mempengaruhi terjadinya penyimpangan. Pengetahuan masyarakat mengenai RTRW sangat rendah. Hal tersebut memperlihatkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah Kota mengenai RTRW Kota Tasikmalaya.

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang- undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN

ARAHAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG

KOTA TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

NINA RESTINA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Sains

Pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Evaluasi penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Nama : Nina Restina

NRP : A.353060031

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Ketua

Dr. Ir. Alinda Fitriany M.Zain, M,Si Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir.Ernan Rustiadi, M.Agr.

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr.Ir.Khairil A..Notodiputro, MS

(9)

Karya ini kupersembahkan untuk :

Seluruh keluarga besar atas segala dukungan dan bantuannya baik moril maupun materil serta doa dan restunga.

(10)

PRAKATA

Puji Syukur penulis panjatkan dan persembahkan kepada yang Maha Besar Allah SWT, atas segala rahmat dan karunianya-Nya yang dianugerahkan kepada penulis dalam berfikir sehingga dapat menyelesaikan tesis dengan judul Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Tesis ini merupakan karya akhir sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.

Terimakasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Komisi Pembimbing Tesis, Dr. Ir. Alinda Fitriany M. Zain, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Perencanaan Wilayah, yang sela lu memberikan saran dan masukan kepada penulis selama menyusun tesis ini. Ucapan terima kasih juga kepada orang tua dan keluarga yang selalu mendukung moril maupun materil serta doa. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan atas saran dan dukungannya dari awal hingga terselesaikannya tesis ini.

Akhirnya, penulis harapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini. Untuk itu penulis ucapkan banyak terimakasih.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2009

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 10 Desember 1959 dari pasangan Abdul Kodir dan Siti Turyati. Penulis merupakan putri keenam dari delapan bersaudara. Pendidikan SD hingga SMA diselesaikan di Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Tahun 1987 penulis lulus sebagai Sarjana dari Perguruan Tinggi Swasta Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik. Tahun 1989 penulis diangkat sebagai asisten dosen di jurusan Teknik Sipil Universitas Siliwangi Tasikmalaya, kemudian pada tahun 1999 penulis diterima sebagai staf pengajar di Perguruan Tinggi swasta di Jakarta (Universitas Bung Karno).

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……….. xiv

DAFTAR GAMBAR………. xv

DAFAR LAMPIRAN……… xvi

I PENDAHULUAN……….. 1

I.I. Latar Belakang……….. 1

1.2. Perumusan Masalah……… 4

1.3. Tujuan Penelitian……….. 5

1.4. Manfaat penelitiaan……… 5

1.5. Lingkup penelitian……… 5

II TINJAUAN PUSTAKA……….. 6

2.1. Penggunaan Lahan……… 6

2.2. Penyimpangan Penggunaan Lahan……….. 9

2.3. Penataan Ruang………. 9

2.4. Konsep Kota... 14

2.5. Sistem Informasi Geografis... 16

2.6. Analisis Spasial... 17

III METODE PENELITIAN... 19

3.1. Kerangka Pemikiran penelitian……….. 19

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 20

3.3. Alat dan Jenis data yang digunakan... 20

3.4. Pendekatan Metode Penelitian... 22

3.5. Teknik Pengumpulan Data... 22

3.6. Pengolahan dan Analisis Data... 23

3.7. Analisis Penggunaan Lahan Eksisting... 23

3.8. Analisis Penyimpangan Penggunaan Lahan dari RTRW... 24

3.9. Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Penyimpangan... 25

3.10 Analisis Deskriptif... 27

IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 30

4.1. Luas Wilayah... 30

(13)

4.3. Kondisi Geologis... 32

4.4. Kondisi Topografi... 33

4.5. Kependudukan... 34

4.6. Dinamika Perkembangan penduduk... 35

4.7. Kondisi Ekonomi... 36

4.8. Alokasi Penggunaan Lahan... 37

4.9. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang... 38

410. Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah... 39

4.11 Rencana Terminal... 40

4.12 Jasa Perhubungan dan Jasa Transportasi... 41

V HASIL DAN PEMBAHASAN... 40

5.1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya... 40

5.2. Penggunaan Lahan Eksisting Kota Tasikmalaya... 47

5.3. Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Tasikmalaya... 54

5.4. Kondisi Fisik Wilayah Penyimpangan... 57

5.5. Faktor yang Mempengaruhi Penyimpangan... 62

5.6. Arahan Penyusunan RTRW Kota Tasikmalaya... 67

VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

6.1. Kesimpulan... 69

6.2. Saran... 70

DAFTAR PUSTAKA... 75

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Variabel Penduga Penyimpangan………. 26

2 Matrik Tujuan dan Out Put Penelitian……….. 29

3 Pembagian Luas Wilayah Kecamatan………... 32

4 Jenis dan Bahan Tambang Galian………. 33

5 Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk……… 34

6 Jumlah Penduduk Kota Tasikmalaya Tahun 2002-2006…………. 35

7 Distribusi Setiap Sektor Terhadap PDRB……… 36

8 Distribusi Penggunaan Lahan Tahun 2002………... 38

9 Distribusi Rencana BWK………. 40

10 Cakupan Struktur Ruang Kota Tasikmalaya……… 40

11 Jumlah Panjang Jalan Kecamatan………. 41

12 Pola Pemanfaatan Ruang RTRW……….. 45

13 Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang ………. 46

14 Distribusi Penggunaan Lahan Eksisting 2007……….. 47

15 Padanan Penggunaan Lahan Eksisting Dengan RTRW……… 51

16 Perbandingan Luas Penggunaan Lahan Dengan RTRW………….. 52

17 Luas Penyimpangan Penggunaan Lahan ………. 54

18 Distribusi Penyimpangan Penggunaan Lahan dari RTRW………... 55

19 Distribusi Penyimpangan Berdasarkan hasil Koreksi……….. 61

20 Eigenvalues Hasil PCA……… 62

21 Nilai Faktor Loadings Variabel Penentu Penyimpangan………….. 63

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bagan Alir Kerangka Penelitian Pemikiran ... 21

2. Bagan Alir Tahapan Panelitian... 28

3. Peta Wilayah Administrasi Kota Tasikmalaya………... 31

4. Peta RTRW 2004-2014……….. 48

5. Land Use Tahun 2006……… 49

6. Peta Penggunaan Lahan Eksisting 2007………. 50

7. Peta Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Tasikmalaya………... 56

8. Penyimpangan Lahan Basah Menjadi Permukiman………... 57

9. Penyimpangan Lahan Kering Menjadi Permukiman………. 58

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Ketinggian Wilayah Kota Tasikmalaya……… 75

2. Penggunaan Lahan Eksisting 2006 Kota Tasikmalaya………. 76

3. Ruang Terbuka Hijau per Kecamatan……….. 78

4. Peta Geologi dan Kemiringan………... 79

5. Peta Struktur Ruang Bagian Wilayah Kota……… 80

6. Peta Bagian Wilayah Kawasan (BWK) ……….. 81

7. Faktor Skor……….. 82

8. Faktor Loading Hasil PCA……….. 84

9 Grafik Scree Plot Eigenvalues………. 85

10 Faktor Penentu Penyimpangan………. 86

11 Kuesioner untuk Responden Pemerintah……….. 87

12 Kuesioner untuk Responden Masyarakat ………. 93

13 Hasil Kuesioner di Lokasi Penyimpangan……… 97

14 Indikator Makro Kota Tasikmalaya……….. 98

15 Profil dan Dinamika Perkembangan Penduduk……… 99

16 KomposisiPenduduk Berdasarkan Mata Pencaharian………. 100

17 Posisi Titik Pengamatan Lokasi Penyimpangan………. 101

18 Distribusi Penggunaan Lahan Tahun 2006……….. 102

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejalan dengan proses desentralisasi, pembangunan sebagai konsekwensi dari pelaksanaan otonomi daerah. Kemampuan daerah baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota dalam mengelola pelaksanaan pembangunan di wilayahnya perlu ditingkatkan. Paradigma baru pembangunan menyepakati bahwa prasyarat tercapainya pembangunan berkelanjutan adalah terjadinya keseimbangan dalam tiga aspek utama, yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi. Paradigma pembangunan ini mencoba menyelaraskan pembangunan ekonomi dan konservasi lingkungan yang selama ini dianggap bertentangan.

Penataan ruang dapat menjadi aktifitas yang mengarah pada kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha. Penataan ruang bukanlah suatu tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan. Dengan demikian kegiatan penataan ruang tidak boleh berhenti, melainkan penataan ruang harus merupakan aktifitas yang terus- menerus dilakukan untuk mengarahkan masyarakat suatu wilayah dalam mencapai tujuan-tujuan pokoknya (Darwanto 2000).

Penyusunan rencana tata ruang perlu memperhatikan fungsi yang harus diemban oleh masing- masing ruang/kawasan. Fungsi suatu kawasan akan optimal jika penyusunan rencana tata ruang sebagai tahap awal dari proses penataan ruang mempertimbangkan aspek kesesuaian lahan, kemampuan lahan dan ketersediaan lahan yang selanjutnya akan mendorong pembangunan berkelanjutan (Azhari 2004).

Eksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang dilakukan tanpa memperhatikan aspek-aspek kelestarian dan daya dukung lingkungan akan menyebabkan perubahan kondisi lingkungan hidup dengan cepat.

(18)

melangsungkan kehidupannya. Dengan terbatasnya ketersediaan lahan maka akan terjadi berbagai permasalahan dalam pengalokasian ruang karena faktor kepentingan.

Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu. Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk perencanaan tataguna tanah yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, selain dapat menimbulkan terjadinya kerusakan laha n juga akan meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial lainnya. (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).

Jumlah penduduk dan urbanisasi di kota Tasikmalaya pada tahun 2005 sebesar 593.044 orang. Laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,94 persen pertahun (BPS, 2006). Melihat kondisi diatas, terjadi peningkatan aktivitas sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang berimplikasi pada meluasnya kebutuhan ruang. Karena adanya kebutuhan ruang maka terjadi perkembangan sarana dan prasarana potensial sebagai akses perkembangan permukiman-permukiman baru, yang mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan. Hal tersebut dapat menimbulkan persoalan baru dalam pemenuhan kebutuhan ruang dan lingkungan, sehingga menyebabkan terdesaknya ruang terbuka, khususnya ruang publik dan ruang terbuka hijau di walayah Kota.

Pada tahun 1976 luas wilayah Kota Tasikmalaya 1.912,5 ha. Pada saat itu pemerintahan sebagai Kota Administatif yang merupakan bagian dari kabupaten Tasikmalaya. Pada tahun 1988 luas wilayah Kota Tasikmalaya telah berkembang menjadi 5.553,0 ha, dan hasil evaluasi tata ruang pada tahun 1995, luas wilayah Kota Tasikmalaya menjadi 17.156,2 ha atau sekitar 171,56 km2 dan ditetapkan berdasarkan U U No. 10 Th. 2001.

(19)

Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan kota lebih cepat dibandingkan dengan kota-kota di sekitarnya.

Penggunaan lahan untuk tujuan pemanfaatan ruang Kota Tasikmalaya perlu dievaluasi disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dapat mendorong terjadinya ketidak seimbangan pembangunan dengan kelestarian lingkungan hidup serta akan terjadi penurunan kualitas lahan, sehingga penggunaan lahan tidak optimal.

Rencana tata ruang wilayah (RTRW) perlu ditetapkan, karena manusia sebagai makhluk berbudaya yang mempunyai akal dimana setiap individu manusianya mempunyai keinginan untuk berubah sehingga keinginan itu kadang-kadang tidak sama bahkan bertentangan satu dengan yang lainnya. Hal tersebut menimbulkan suatu pemikiran tentang perlunya suatu perencanaan dan pengaturan, khususnya dalam hal perencanaan tata ruang agar dalam pelaksanaannya kedepan dapat lebih optimal.

Perkembangan masyarakat dan lingkungan hidup berlangsung secara dinamis, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Oleh karena itu, agar rencana tata ruang yang telah disusun itu tetap sesuai dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan keadaan, rencana tata ruang perlu dievaluasi atau disempurnakan secara berkala, lima tahun sekali (UU 26/2007 tentang Penataan Ruang). Evaluasi atau review RTRW Perkotaan dilakukan sesuai dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan kawasan perkotaan dan dilakukan secara berkala sesuai kebutuhan.

(20)

RTRW dilakukan, terbagi atas dua faktor utama, yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

1.2. Perumusan Masalah

Kota Tasikmalaya terdiri dari 8 kecamatan, yaitu kecamatan Cihideung, Tawang, Cipedes, Indihiang, Mangkubumi, Kawalu, Taman Sari dan Cibeureum yang dikelilingi oleh hinterland kota yang berada di wilayah Kabupaten Tasikmalaya dan merupakan daerah yang potensial untuk kegiatan perdagangan dan industri, sesuai dengan visi dari Kota Tasikmalaya yang diuraikan dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW), bahwa kota Tasikmalaya diharapkan menjadi pusat perdagangan dan industri termaju di Wilayah Priangan Timur tahun 2012.

Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan kota lebih cepat dibandingkan dengan kota-kota di sekitarnya. Hal tersebut berimplikasi pada meluasnya kebutuhan lahan dan menimbulkan persoalan dalam pemenuhan kebutuhan ruang dan lingkungan. Terjadinya perubahan penggunaan lahan dengan cepat, seringkali di lapangan terjadi berbagai penyimpangan dari rencana tata ruang, dimana salah satunya dipengaruhi oleh kepentingan antar sektor.

Terjadinya penyimpangan penggunaan lahan dari RTRW antara lain karena lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan aturan hukum ya ng berlaku tentang penataan ruang, kurangnya informasi bagi masyarakat dan kurangnya pemahaman masyarakat tentang penataan ruang.

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah penggunaan lahan eksisting sesuai dengan rencana tata ruang Kota Tasikmalaya?

2. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya penyimpangan penggunaan lahan dari rencana tata ruang Kota Tasikmalaya?

(21)

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan eksisting terhadap rencana tata ruang Kota Tasikmalaya.

2. Menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan dari rencana tata ruang Kota Tasikmalaya.

3. Merumuskan arahan dalam penyusunan rencana tata ruang Kota Tasikmalaya yang baru.

1.4. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi pemerintah Kota Tasikmalaya dalam menyusun rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya yang akan datang. Selain itu dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan-kebijakan tata ruang terkait pemanfaatan lahan untuk saat ini dan masa depan, sehingga dapat terwujudnya tertib hukum dan terarahnya penggunaan lahan bagi setiap orang, badan hukum dan pemerintah.

1.5. Lingkup Kegiatan Penelitian

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penggunaan Lahan

Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan memerlukan pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan bagi penggunaan lahan, karena lahan sifatnya terbatas. Sumberdaya lahan yang paling menguntungkan dari lahan yang terbatas perlu dipertimbangkan untuk penggunaan dan pemanfaatannya di masa mendatang. Beberapa permasalahan dalam penggunaan lahan untuk tujuan pemanfaatan ruang adalah lemahnya penegakan hukum, kurangnya informasi tentang potensi lahan dan rendahnya tingkat kesadaran serta pengetahuan masyarakat tentang penggunaan ruang tata ruang. Tindakan pengelolaan diperlukan bagi setiap areal lahan yang dapat digunakan sebagai pegangan dalam pe manfaatan areal tersebut. (Sitorus, 1998).

Banyak definisi yang dikembangkan untuk mendifinisikan penatagunaan tanah, diantaranya Canadian Institute of Planners mendefinisikan bahwa: "Perencanaan (penatagunaan) tanah merupakan pendekatan keilmuan, estetika, dan pengaturan penggunaan lahan, sumber daya, fasilitas dan pelayanan untuk menjamin efisiensi fisik, ekonomi dan sosial serta kesehatan dan kesejahteraan masyarakat perkotaan dan pedesaan. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan bahkan bisa sampai melihat dampak penggunaan lahan terhadap urbanisasi, Negara Canada menggunakan data Landsat (Zhang, 2005).

Analisis terhadap perubahan penggunaan lahan, baik pola/bentuk, proses, metode dan peralatan (tools), penyebab serta dampaknya, telah banyak dilakukan (Kartodiharjo, 2007). Akan tetapi perubahan penggunaan lahan terus terjadi dan dampak negatif dari perubahan penggunaan lahan seolah sulit dikendalikan. Ketika dulu perubahan penggunaan lahan didominasi oleh konversi hutan menjadi lahan pertanian, maka sekarang terdapat kecenderungan perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian menjadi pemukiman dan industri.

(23)

sesuai dengan kemampuannya, selain dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lahan juga akan meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial lain, bahkan dapat menghancurkan suatu kebudayaan yang sebelumnya telah berkembang (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).

Sitorus (1998) menyatakan bahwa pada dasarnya evaluasi kesesuaian lahan memerlukan informasi yang menyangkut tiga aspek utama, yaitu: lahan, penggunaan lahan dan aspek ekonomi. Manfaat yang mendasar dan evaluasi sumberdaya lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi-konsekuensi dari perubahan penggunaan lahan yang akan dilakukan.

Penggunaan lahan adalah setiap campur tangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhannya, baik material maupun spiritualnya (Vink 1975 dalam Sitorus 2001). Menurut Barlowe (1986), faktor- faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor fisik dan biologis, faktor pertimbangan ekonomi dan kelembagaan. Faktor fisik dan biologis mencakup kesesuaian dari sifat fisik seperti keadaan geologi, tanah, air, iklim, tumbuh-tumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor ekonomi dicirikan oleh keuntungan, kondisi pasar dan transportasi. Faktor kelembagaan dicirikan oleh hukum dan pertahanan, situasi politik, sosial ekonimi dan secara administrasi dapat dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Bagi seorang perencana, pengetahuan mengenai penggunaan lahan dan penutupan lahan sangatlah penting dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya lahan yang memperhatikan aspek lingkungan. Penggunaan lahan (land use) dan penutupan lahan (land cover) merupakan dua istilah yang sering diberi pengertian sama, padahal keduanya mempunyai pengertian berbeda. Menurut Lillesand dan Kiefer (1987), penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutupan lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia pada obyek-obyek tersebut.

(24)

muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial yaitu : (a) keterbatasan sumberdaya lahan, (b) pertumbuhan penduduk, dan (c) pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi cenderung mendorong permintaan lahan untuk kegiatan non-pertanian pada tingkat yang lebih tinggi di bandingkan permintaan lahan untuk kegiatan pertanian. Ini disebabkan karena permintaan produk non-pertanian lebih elastis terhadap pendapatan. Meningkatnya kelangkaan lahan (akibat pertumbuhan penduduk), yang dibarengi dengan meningkatnya permintaan lahan untuk kegiatan non-pertanian (akibat pertumbuhan Penduduk) mendorong terjadinya konversi lahan pertanian.

Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat akan berpengaruh terhadap berbagai macam aktivitas di dalam kota dan konsekwensinya akan berdampak pada pembangunan perkotaan itu sendiri (Masri, 2008).

Perubahan penggunaan lahan dapat diartikan sebagai suatu proses pilihan pemanfaatan ruang guna memperoleh manfaat yang optimum, baik untuk pertanian maupun non pertanian. Menurut Winoto et al. (1996), perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian bukanlah semata- mata fenomena fisik berkurangnya luasan lahan, melainkan merupakan fenomena dinamis yang menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia, karena secara agregat berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat.

Sementara Sumaryanto et al. (1994) menjelaskan alih fungsi lahan dari segi pengembangan sumberdaya merupakan suatu bentuk dari perubahan alokasi sumber daya antar sektor penggunaan. Akibat struktur perekonomian yang mengarah pada semakin meningkatnya peranan sektor non pertanian, menyebabkan terjadinya perubahan komposisi besaran dan laju penggunaan sumberdaya (tenaga kerja, modal dan tanah) antar sektor. Lazimnya, sektor-sektor ekonomi dengan pertumbuhan yang tinggi akan diikuti dengan laju penggunaan sumberdaya yang lebih tinggi.

(25)

persawahan, (3) daerah persawahan pada umumnya lebih mendekati wilayah konsumen yang relatif padat penduduk dibandingkan lahan kering yang sebagian besar terdapat di daerah bergelombang, perbukitan dan pegunungan (Nofarianty, 2006).

Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, disamping merupakan berubahnya fenomena fisik luasan tanah pertanian, juga berkaitan erat dengan berubahnya orientasi ekonomi, sosial budaya dan politik masyarakat. Sementara Sumaryanto et al. (1994) menjelaskan alih guna lahan dari segi pengembangan sumberdaya merupakan suatu bentuk dari perubahan alokasi sumber daya antar sektor penggunaan.

2.2. Penyimpangan Penggunaan Lahan

Penyebab penyimpangan penggunaan lahan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu: 1) ruang sebagai objek, dan 2) manusia sebagai pelaku. Keduanya saling berkaitan satu sama lain. Dari aspek manusia sebagai pelaku, dalam penggunaan lahan dipengaruhi oleh: faktor pengetahuan, faktor pekerjaan dan faktor pendapatan.

Ruang memiliki keterbatasan sehingga dapat dilihat semakin langkanya lahan di pusat kota, sementara masih banyak lahan- lahan tidak produktif/belum optiomal dalam pemanfaatannya yang jauh dari pusat kota. Karena persaingan dan faktor kepentingan terjadilah penyimpangan penggunaan lahan. Penyimpangan penggunaan lahan perkotaan tidak lepas dari faktor perilaku serta latar belakang masyarakat yang menempatinya, misalnya tumbuhnya permukiman kumuh dan bangunan sekitar bantaran memperlihatkan cirri perilaku penghuninya. Tindakan manusia dilakukan untuk memenuhi kebutuhan berdasarkan cara pandangnya (Budihardjo, 1993). Dari landasan ini manusia menumbuhkan rasa memiliki dan mempertahankannya.

2.3. Penataan ruang

(26)

meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang (UU No. 26/2007 Pasal 1).

Menurut Yuwono (2008), penggunaan lahan sangat me nentukan wujud keruangannya serta caca-cara manusia beraktifitas. Penyebab penyimpangan penggunaan lahan secara garis besar ada dua, yaitu ruang sebagai objek dan manusia sebagai pelaku. Dari aspek ruang, pengambilalihan lahan dari masyarakat yang berpenghasilan rendah oleh masyarakat yang berpenghasilan menengah atau tinggi menunnjukkan pembentukkan ruang dilatarbelakangi oleh nilai ekonomi. Semakin tinggi nilai ruang meningkatkan daya tarik masyarakat yang mampu untuk menguasainya. Dari aspek pelaku, kota merupakan hasil kreatifitas yang mencerminkan pandangan manusia yang membentuknya. Budiharjo (1999) mengemukakan bahwa manusia memegang peranan penting dalam mengatur pemanfaatan ruang. Penyimpangan terjadi akibat ledakan penduduk yang tidak terkendali.

Perencanaan tata ruang merupakan metode yang digunakan oleh sektor publik untuk mengatur penyebaran penduduk dan aktivitas dalam ruang yang skalanya bervariasi. Perencanaan tata ruang terdiri dari semua tingkat penatagunaan tanah, termasuk perencanaan kota, perencanaan regional, perencanaan lingkungan, rencana tata ruang nasional, sampai tingkat internasional seperti Uni Eropa. Salah satu definisi awal perencanaan tata ruang diambil dari

European Regional/Spatial Planning Charter (disebut juga Torremolinos Charter), yang diadopsi pada tahun 1983 oleh Konferensi Menteri Eropa yang bertanggung jawab atas Regional Planning, yang berbunyi: "Perencanaan tata ruang memberikan ekspresi geografis terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi,

sosial, budaya, dan ekologis. Perencanaan tata ruang juga merupakan sebuah

ilmu ilmiah, teknik administrasi, dan kebijakan, yang dikembangkan sebagai

pendekatan lengkap dan antar-ilmu, yang diarahkan kepada pengembangan

(27)

Dari penelitian diketahui bahwa pada umumnya penyimpangan terhadap rencana tata ruang kota justru berawal dari kebijaksanaan pemerintah (Sunardi, 2004). Hal ini berarti pemerintah daerah sebagai penanggung jawab rencana tata ruang kota dirasa kurang konsekuen dalam melaksanakan pembangunan kota. Sebagai penyebab utama kurang efektifnya rencana tata ruang kota (dengan indikator adanya berbagai penyimpangan) adalah kurang adanya koordinasi antar dinas/instansi lain dan kurang dilibatkannya unsur masyarakat, sehingga aspirasi masyarakat tidak terakomodasi di dalam rencana tata ruang kota.

Menurut Undang-undang No. 26 tahun 2007, ruang didefinisikan sebagai ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara. termasuk rua ng didalam bumi, sebagai tempat manusia dan mahluk hidup melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Suatu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk hidup lainnya melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Pada pasal 9 ayat 1, dikemukakan bahwa penyelenggarakan penataan ruang dianalisis oleh seorang menteri. Penataan ruang berazaskan: a) pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan, b) keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan.

Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan fungsi yang harus diemban oleh masing- masing ruang/kawasan. Fungsi suatu kawasan akan diperoleh jika penyusunan rencana tata ruang sebagai tahap awal dari proses penataan ruang mempertimbangkan aspek kesesuaian lahan, kemampuan lahan dan ketersediaan lahan yang selanjutnya akan mendorong pembangunan berkelanjutan (Azhari, 2004).

Mengapa perencanaan tata ruang itu perlu?, karena manusia sebagai makhluk berbudaya yang mempunyai pemikiran dan keinginan tidak sama. Setiap individu manusia bahkan bertentangan satu sama lainnya, sehingga pertentangan tersebut menimbulkan suatu pemikiran-pemikiran yang berbeda tentang suatu perencanaan dan pengaturan serta pengembangan kualitas lingkungan hidupnya.

(28)

2.Salah satu faktor dari ruang, yaitu atmosfir adalah merupakan suatu sumberdaya yang bersifat public goods.

3.Ruang merupakan komponen ekosistem dimana fungsi- fungsi ekologis dari ruang dalam suatu ekosistem mempengaruhi kesinambungan dan kontinuitas dari suatu sistem.

Pengaturan pemanfaatan ruang yang paling dikenal saat ini adalah pengaturan penggunaan lahan yang didahului oleh penyusunan perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Perencanaan penggunaan lahan merupakan perencanaan fisik yang paling utama dalam proses penataan ruang (Rustiadi, 2006).

Menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, penataan ruang diatur berdasarkan fungsi utama kawasan dan terdiri atas kawasan lindung seperti suaka alam, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam dan sebagainya, serta kawasan budidaya seperti industri, permukiman, pertanian. Untuk aspek administratif, penataan ruang meliputi ruang wilayah nasional, wilayah provinsi dan wilayah kabupaten/kota yang dalam penyusunannya melalui hierarki dari level yang paling atas ke level yang paling bawah agar penataan ruang bisa dilakukan secara terpadu.

Menurut Rustiadi et al. ( 2004 ), penataan ruang pada dasarnya merupakan perubahan yang disengaja. Dengan memahaminya sebagai proses pembangunan melalui upaya-upaya perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, maka penataan ruang mempunyai tiga urgensi, yaitu: 1) optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (prinsip produktifitas dan efisiensi), 2) alat dan wujud distribusi sumberdaya ( prinsip pemerataan, keberimbangan dan keadilan ), 3) keberlanjutan prinsip (sustainability).

(29)

Pemanfaatan ruang mempunyai tiga tujuan, yaitu optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (productivity), keberimbangan dan keadilan (equity) dan keberlanjutan (sustainability) (Rustiadi et al. 2004). Penyimpangan penggunaan lahan dari rencana tata ruang dikhawatirkan akan menghambat tujuan tersebut diatas. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi penggunaan lahan sesuai dengan rencana tata ruang Kota Tasikmalaya sebagai bahan pertimbangan dalam penyempurnaan kebijakan rencana tata ruang yang baru.

Konsep secara teoritis alokasi penggunaan lahan melalui beberapa mekanisme, yaitu: 1) Penggunaan oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundangan; 2) Mekanisme pasar dan 3) kombinasi keduanya. Alokasi berdasarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah: dilihat dari aspek pembangunan, aspek hukum, aspek organisasi dan aspek teknis.

Menurut Darwanto (2000) penataan ruang bertujuan untuk terselenggaranya penataan ruang yang berwawasan lingkungan, terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan budidaya sehingga tercipta pengaturan pemanfaatan ruang yang berkualitas. Upaya penataan ruang ini juga dilakukan untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan yang sangat penting dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi.

Konsep penataan ruang dapat menjadi aktivitas yang mengarah kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha. Penataan ruang bukanlah suatu tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan. Dengan demikian kegiatan penataan ruang tidak boleh berhent i, melainkan penataan ruang harus merupakan aktivitas yang terus-menerus dilakukan untuk mengarahkan masyarakat suatu wilayah dalam mencapai tujuan-tujuan pokoknya, (Darwanto, 2000).

Diatas kertas, penetapan tata ruang dipandang seringkali hanya mempertimbangkan aspek fisik wilayah (land suitability dan land capability) dan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Di dalam pelaksanaannya perencanaan tata ruang juga seringkali dimonopoli oleh pihak-pihak tertentu yang tidak berorie ntasi pada kepentingan publik/masyarakat luas ( Rustiadi dan Saefulhakim, 2006).

(30)

atas tiga sasaran umum: (1) efisiensi, (2) keadilan dan akseptabilitas masyarakat, dan (3) keberlanjutan. Sasaran efisiensi merujuk pada manfaat ekonomi, dimana dalam konteks kepentingan publik pemanfaatan ruang diarahkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tata ruang harus merupakan perwujudan keadilan dan melibatkan partisipasi masyarakat, oleh karenya perencanaan yang disusun harus dapat diterima oleh masyarakat. Perencanaan tata ruang juga harus berorientasi pada keseimbangan fisik lingkungan dan sosial sehingga menjamin peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan (sustainable).

Berdasarkan Pasal 12 UU No. 24 tahun 1992 tentang penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah, pihak masyarakat merupakan pihak yang akan menerima hasil- hasil dari produk RTRW, dengan demikian, sebaiknya dalam penyusunan RTRW pihak masyarakat diikutsertakan. Begitu pun dalam pembangunan, dimana penduduk diharapkan berperan serta dalam proses pembangunan daerahnya. Oleh karena itu, sebagai pihak yang akan merasakan dan sekaligus malaksanakan pembangunan daerahnya, diperlukan tinjauan mengenai kependudukan yang merupakan salah satu bentuk pengakomodasian kepentingan penduduk, misalnya dengan menemukenali karakteristik umum penduduk maka dapat diperkirakan kebutuhan- kebutuhan masyarakat di masa depan. Menurut istilah geografi regional rua ng sering diartikan sebagai suatu wilayah yang mempunyai batas geografi, yaitu batas menurut keadaan fisik, sosial atau pemerintahan yang terjadi dari sebagian permukaan bumi dan lapisan tanah di bawahnya serta lapisan udara di atasnya (Jayadinata, 1999).

(31)

2.4. Konsep Kota

Kota adalah suatu bentukan manusia yang terjadi akibat kegiatan manusia dalam mengelola kepentingan hidupnya, sehingga faktor- faktor sosial, ekonomi, budaya, kelembagaan, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi perubahan lanskap perkotaan juga akan berkontribusi terhadap lingkungan fisik kota (Simons, 1992). Setiap rencana yang dibuat haruslah efsien baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun dari aspek sosial sebagai akibat dari proses normal alam dan kehidupan manusia yang tercermin dari keterkaitan fungsi dan makna kota.

Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerint ahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (UU No. 26 Th 2007). Misalnya salah satu definisi menyatakan sebuah kota adalah suatu permukiman yang relatif besar, padat dan permanen, terdiri dari kelompok individu- individu yang heterogen dari segi sosial, yang

dijabarkan dalam 10 kriteria yang lebih spesifik untuk merumuskan kota, menurut Rapoport (1982) sebagai berikut :

1. Ukuran dan jumlah penduduk yang besar terhadap massa dan tempat. 2. Bersifat permanen.

3. Kepadatan minimum terhadap massa dan tempat.

4. Struktur dan tata ruang perkotaan seperti yang ditunjukkan jalur jalan dan ruang-ruang perkotaan yang nyata.

5. Tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja.

6. Fungsi perkotaan minimum meliputi sebuah pasar, sebuah pusat administrasi atau pemerintahan, sebuah pusat militer, sebuah pusat keagamaan, atau sebuah pusat aktivitas intelektual.

7. Heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hierarkis pada masyarakat.

8. Pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah pertanian ditepi kota dan memproses bahan mentah untuk pemasaran yang lebih luas. 9. Pusat pelayanan bagi daerah-daerah lingkungan setempat.

(32)

Pengorganisasian sebuah permukiman dapat dirumuskan sebagai sebuah kota bukan dari segi ciri morfologis tertentu atau bahkan kumpulan ciri-cirinya, melainkan dari segi suatu fungsi khusus yaitu menyusun sebuah wilayah dan menciptakan ruang-rua ng efektif. Menurut Sujarto (1998) ada lima paradigma baru yang menyebabkan perubahan dan perkembangan pola pikir dalam perencanaan wilayah dan kota, adalah sebagai berikut : 1) Perekonomian global, 2) Orientasi pembangunan, 3) Kemitraan pemerintah dan masyarakat, 4) Perkembangan sistem dan teknologi informasi dan 5) Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkunga n.

Kota yang berkelanjutan adalah suatu daerah perkotaan yang mampu berkompetisi secara sukses dalam pertarungan global dan mampu pula mempertahankan vitalitas budaya serta keserasian lingkungan. Konsep kota yang berkelanjutan merupakan suatu konsep global yang kuat yang diekspresikan dan diaktualisasikan secara lokal.

Pendekatan dalam penataan kota yang dilakukan dewasa ini banyak menyimpang dan meninggalkan aspek kesejahteraan dan pelestarian. Menurut Antariksa (2004), hal ini banyak terjadi dibeberapa kota dunia, dimana latar belakang dari sejarah besar. Pembangunan dan penataan kota menjadi bagian dari modernisasi perkotaan tanpa memperhitungkan lagi aspek kultur masyarakat sebagai penghuninya.

Menurut Yunus (2000) di dalam kota terdapat kekuatan-kekuatan dinamis yang mempengaruhi pola penggunaan lahan kota, artinya di dalam pergerakkannya terdapat penambahan dan pengurangan bangunan, fungsi fisik, struktur penduduk, nilai kehidupan dan aspek-aspek kehidupan (politik, sosial, ekonomi, dan budaya). Ada 4 macam dimensi yang perlu diperhatikan dalam mencoba memahami dinamika perubahan tempat tinggal pada suatu kota, yaitu: 1) dimensi lokasi, 2) dimensi perumahan, 3) dimensi siklus kehidupan dan 4) dimensi penghasilan.

(33)

dilengkapi berbagai fasilitas pendukung. Spekulasi tersebut menyebabkan nilai dari lahan menjadi tinggi dan kehidupan masyarakatnya secara ekonomi meningkat, dikut ip dari jurnal Papayanis (2000).

2.5. Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem perangkat kerja komputer yang mempunyai kemampuan pemasukan data, analisis data dan tampilan geografi yang sangat berguna bagi pengambilan keputusan. Sistem komputer ini terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan manusia (personal) yang sengaja dirancang untuk secara efisien memasukkan, menyimpan, memperbaharui, menganalisis dan menyajikan semua jenis informasi yang berorientasi geografis ( ESRI, 1990 ). Analisis dengan SIG dapat memperoleh jawaban dari permasalahan-permasalahan keruangan. Hal ini tergantung dari bagaimana analisis melakukan klasifikasi atau simbolisasi suatu fitur. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan penganbilan keputusan (Mitchell, 2005).

SIG saat ini lebih sering diterapkan bagi teknologi informasi spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan teknologi komputer. Pada pengertian yang lebih luas SIG mencakup pengertian sebagai suatu sistem yang berorientasi opersi secara manual, yang berkaitan dengan operasi pengumpulan, penyimpanan dan manipulasi data yang bereferensi geografi secara konvensional (Barus & Wiradisastra, 2000). Burrough (1986) mendefinisikan SIG sebagai seperangkat alat yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menampilkan, mentransformasikan dan menyajikan data spasial obyek atau aspek permukaan bumi untuk tujuan tertentu. SIG adalah sistem informasi yang mendasarkan pada kerja dasar komputer yang mampu memasukkan, mengelola (memberi dan mengambil kembali), memanipulasi dan menganalisis data (Aronoff, 1989).

(34)

optimal. Untuk keperluan analisis keruangan, SIG mempunyai kemampuan yang sangat fleksibel dan akurat.

Keunikan SIG lainnya jika dibandingkan dengan sistem pengelolaan basis data adalah kemampuan untuk menyajikan informasi spasial maupun non spasial secara bersama-sama. Sebagai contoh, data SIG penggunaan lahan dapat disajikan dalam bentuk batas-batas luasan yang masing- masing mempunyai atribut dalam bentuk tulisan maupun angka. Informasi dalam tema umumnya disajikan dalam lapisan (layer) informasi yang berbeda. Oleh karena SIG merupakan penyederhanaan dari fenomena alam/geografi yang nyata, maka SIG harus betul-betul mewakili kondisi, sifat-sifat (atribut yang penting) bagi suatu aplikasi/ pemanfaatan tertentu (Raharjo, 1996).

Tahap terakhir kelengkapan SIG adalah pengambilan keputusan. Pada tahap ini digunakan model- model untuk mendapatkan evaluasi secara real time yang kemudian hasilnya didapatkan dari pemodelan dibamdingkan dengan kondisi dilapangan (Robinson et al, 1995).

2.6. Analisis Spasial

(35)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Hal itu sejalan dengan tujuan pembentukan Kota Tasikmalaya yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2001, terpisah dari Kabupaten Tasikmalaya dengan luas wilayah ditetapkan 17.156,20 ha atau 17,15 km² . Pertumbuhan penduduk yang terjadi sangat pesat di Kota Tasikmalaya menyebabkan aktivitas ekonomi meningkat. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan lahan (ruang) bertambah, terutama untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal (perumahan)

Penyusunan RTRW dan Peraturan-Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Untuk memajukan daerahnya, berbagai aktivitas pembangunan di rencanakan dan dibuat sehingga dalam pelaksanaannya sekecil mungkin terjadi penyimpangan penggunaan lahan dan pemanfaatannya. Berbagai hal yang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan penggunaan lahan dari RTRW diantaranya dapat diakibatkan dari: ketidaktahuan dan ketidakpedulian masyarakat mengenai RTRW, kurangnya koordinasi antar Satuan Kerja Pemerintahan, lemahnya pengawasan dan ketidak konsistenan pemberian ijin pembangunan. Hal ini mendorong terjadi perubahan fungsi lahan/konverasi lahan, yang dapat berakibat terjadi penurunan kualitas lingkungan.

Perubahan penggunaan lahan di Kota Tasikmalaya untuk tujuan pemanfaatan ruang, menimbulkan persoalan dalam pemenuhan kebutuhan ruang dan lingkungan. Karena lemahnya pengawasan, ditambah kurangnya informasi dan sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang penggunaan laha n dan penataan ruang, sehingga kurangnya pemahaman masyarakat tentang itu.

Dalam penelitian ini untuk mengevaluasi penggunaan lahan dilakukan analisis spasial dengan sistem informasi geografis, yaitu proses tumpang tindih

(36)

lapangan (ground check) ke lapangan untuk mengetahui penggunaan lahan secara langsung serta kondisi sosial ekonomi masyarakat, khususnya di daerah terjadinya penyimpangan. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan dilakukan wawancara serta menyebar kuesioner. Selanjutnya dilakukan analisis deskriptif untuk dapat merumuskan arahan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah Kota Tasikmalaya.

Adapun kerangka pemikiran dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, secara garis besar di jabarkan pada Gambar 1.

3.2. Lokasi dan waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Kota Tasikmalaya Wilayah Prianga n Timur Propinsi Jawa Barat, terdiri dari 8 kecamatan dan berada diantara Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis.

Penelitian dimulai bulan Maret 2008 sampai dengan bulan September 2008, yang meliputi tahap: pra-penelitian, pengumpulan data, analisis dan penyusunan laporan, seminar,ujian tesis dan perbanyakan tesis.

3.3. Alat dan jenis data yang digunakan

(37)

Bagan alir kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

.

Gambar 1. Ba gan Alir Kerangka Pemikiran Penelitian. Latar Belakang:

- Jumlah penduduk dan urbanisasi terus meningkat di Kota Tasikmalaya - Undang-Undang No. 10 Th 2001 tentang Pemisahan wilayah Kota dan

Kabupaten Tasikmalaya

- Visi Kota Tasikmalaya sebagai Pusat Perdagangan dan Industri Termaju di Priangan Timur

Penggunaan Lahan Eksisting Kota Tasikmalaya Rencana Tata Ruang /RTRW

Kota Tasikmalaya

Kebijakan Pemerintah

Kondisi Fisik Wilayah Kondisi Sosial

Ekonomi

Kriteria kesesuaian/ Penyimpangan RTRW

Peta Land Use

Eksisting Peta RTRW

Analisis Deskriptif

Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang wilayah/ RTRW Evaluasi Penggunaan Lahan eksisting Permasalahan:

(38)

3.4. Pendekatan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan Sistem Informasi Geografis yang dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan dan pemasukan data, analisis serta penyajian hasil analisis. Analisis yang dilakukan adalah analisis spasial. Hasil analisis yaitu berupa peta penggunaan lahan eksisting tahun 2007 dan peta penyinpangan penggunaan lahan dari RTRW 2004-2014 dengan referensi geografis yang selanjutnya dilakukan interpretasi dari informasi yang ditampilkan dalam peta, faktor–faktor penduga penyimpangan dengan analisis Principal Component Analysis dan berupa arahan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tasikmalaya yang baru.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini data primer dan data sekunder. Untuk memperoleh data primer dilakukan survei lapangan, wawancara dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, melalui studi pustaka dan konsultasi dengan instansi terkait diantaranya: Bappeda, Dinas Kimpraswil, BPN dan Dinas Pertanian Kota Tasikmalaya. Data tersebut berupa data peta dijital, Podes, data ekonomi serta dokumen RTRW Kota Tasikmalaya.

(39)

Kota Tasikmalaya. Selanjutnya data hasil wawancara diolah untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat di lokasi penyimpangan dan bagaimana persepsi masyarakat mengenai rencana tata ruang Kota Tasikmalaya.

3.6. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan untuk mendapatkan penggunaan lahan eksisting yang dilakukan dengan cara interpretasi foto udara tahun 2007 dan

land use tahun 2006. Untuk mengetahui penyimpangan penggunaan lahan dan luas penyimpangan dari RTRW dilakukan proses tumpang tindih antara land use

eksisting dengan peta RTRW Kota Tasikmalaya tahun 2004-2014. Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya penyimpangan penggunaan lahan melalui proses analisis PCA (Principal Component Analysis) dan wawancara dengan kuesioner pada masyarakat dan instansi pemerintah. Terakhir dilakukan analisis deskriptif untuk menyusun arahan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya yang baru.

3.7. Analisis Penggunaan Laha n Eksisting

(40)

menyangkut data atribut dan penutupan lahan dieksport ke microsoft excel dan diolah. Pengolahan dilakukan dengan cara membuat kolom baru yang memberikan informasi mengenai jenis penutupan lahan yang berada pada kawasan-kawasan yang telah ditetapkan dalam RTRW. Selanjutnya hasil pengolahan data tersebut dikembalikan ke dalam basis data SIG, agar dapat dimanipulasi untuk menampilkan data spasial berupa peta penggunaan lahan eksisting.

Proses selanjutnya adalah menganalisis penyimpangan penggunaan lahan. Penyimpangan adalah kondisi akhir dari penutupan/penggunaan lahan yang tidak sesuai penggunaannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Peta penyimpangan diperoleh dengan melakukan tumpang tindih antara peta land use

eksisting tahun 2007 dengan peta RTRW tahun 2004-2014. Dari proses tersebut menghasilkan peta, luas dan jenis-jenis penyimpangan penggunaan lahan dari Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya. Kemudian dilakukan check lapangan.

Untuk mengetahui faktor- faktor yang diduga mempengaruhi penyimpangan penggunaan lahan dilakukan: 1) analisis Principal Component Analysis (PCA)

untuk menduga faktor- faktor yang mempengaruhi penyimpanganyang kemudian dilanjutkan dengan analisis regresi berganda untuk mengetahui keeratan hubungan antara peubah-peubah penduga dengan luas penyimpangan, 2) wawancara dan kuesioner dilokasi penyimpangan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat yang dapat mempengaruhi terjadinya penyimpangan penggunaan lahan.

3.8. Analisis Penyimpangan Penggunaan Lahan dari RTRW

(41)

Kriteria penyimpangan adalah bentuk penggunaan lahan yang menyimpang atau merupakan pelanggaran batas-batas penggunaan lahan yang ditetapkan dalam (RTRW). Kategori/bentuk penyimpangan penggunaan lahan yang dianalisis adalah penyimpangan permukiman pada lahan pertanian (lahan basah dan lahan kering), pada kawasan hutan dan pada garis sempadan (SUTET, Sungai dan Danau). Bentuk penyimpangan pemanfaatan ruang adalah pemukiman berada di kawasan peruntukkan Perdagangan dan Industri dan pemukiman pada lahan peruntukkan TPU.

3.9. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyimpangan

Analisis selanjutnya dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya penyimpangan penggunaan lahan. Dalam

(42)

keseragaman satuan data. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan kesalahan dalam menginterpretasikan hasil analisis data.

Program ststistika versi 6 digunakan dalam proses analisis PCA yang menghasilkan antara lain: Faktor Loading, Faktor skor dan akar ciri (eigenvalues) yang menunjukan bobot dan skor dari peubah komponen utama. Semakin besar total kumulatif Eigenvalue maka semakin besar pula keragaman data awal yang dapat diterangkan. Variabel penduga penyimpangan tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Variabel Penduga Penyimpangan Penggunaan Lahan dari data Podes. Var Variabel Penduga

1 Kepadatan Penduduk 2 jumlah petani

3 jumluh rumah permukiman kumuh 4 jumal keuarlga pemukiman kumuh 5 jumlah keluarga di sekitar bantaran

6 jumlah bangunan rumah di sekitar bantaran 7 luas lahan sawah

8 luas lahan sawah dengan pengairan yang diusahakan 9 luas lahan bukan sawah

10 luas lahan pertanian

11 Luas ladang yang diusahakan 12 luas lahan untuk non pertanian 13 jarrk desa. ke pusat Kota 14 Jumhah jenis Fasilitas pasilitas 15 Jumlah fasilitas pelayanan

Analisis Regresi dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan antara faktor- faktor penduga penyimpangan dengan luas penyimpangan dari RTRW. Atribut Peta penyimpangan berupa data luas penyimpangan penggunaan lahan dalam unit analisis desa yang dijadikan variabel bebas di regresikan dengan variabel faktor- faktor yang mempengaruhi penyimpangan dari RTRW, atau Faktor skor hasil analisis PCA dijadikan sebagai variabel bebas (x), sedangkan luas penyimpangan RTRW dijadikan sebagai variabel tak bebas (y).

Secara umum hubungan antara variabel- variabel tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

Yi = A + B1X 1i + B2X2i + .... + BjXji + …. + BnXni

Dimana : Yi = Luas Area penyimpangan pada desa ke –i (%)

(43)

B = Koefisien variabel j (Xj)

Xji = faktor- faktor yang mempengaruhi ke – j di desa ke –i

Dengan analisis regresi berganda dapat diketahui model persamaan yang menjelaskan hubungan antara luas penyimpangan dan faktor-faktor yang menentukan penyimpangan.

Wawancara dan kuesioner bertujuan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat di lokasi penyimpangan serta persepsi/tingkat pemahaman masyarakat terhadap rencana tata ruang Kota Tasikmalaya. Pengambilan sampel diambil secara purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dipilih secara cermat dan selektif yang dianggap dapat mewakili orang-orang sekitarnya dalam memberikan informasi yang representatif tentang masyarakat setempat dan kondisi lapangan. Pertanyaan diarahkan pada penghasilan, pekerjaan, pendidikan, luas lahan yang dikuasai, ijin kepemilikan. Dari hasil kuesioner dapat diketahui faktor–faktor yang mempengaruhi penyimpangan di daerah penyimpangan. Matrik tujuan dan 0ut put penelitian tertera pada Tabel 2.

3.10. Analisis Deskriptif

(44)

Tahap Pengumpulan Data

---

Tahap Analisis Data

--- Tahap Penyajian Hasil

Gambar 2. Bagan Alir Tahapan Penelitian Aspek Sosial, Ekonomi

Responden

Overlay Land use

Eksisting 2007

Peta RTRW 2004-2014

Arahan Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya

Analisis Deskriptif

Analisis PCA Regresi berganda

Land use Th 2006,

Interpretasi Foto Udara 2007 dan ground Check Lapangan

Potensi Desa Kota Tasikmalaya Tahun 2006

Luas Penyimpangan

Faktor penentu Penyimpamgan Penyimpangan

(45)

Tabel 2. Matrik Tujuan dan Outpput penelitian

No Tujuan Penelitian

(46)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Luas Wilayah

Kota Tasikmalaya berada di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat, letaknya cukup stratgis berada diantara kabupaten Ciamis dan kabupaten Garut. Kedudukan atau jarak dari ibukota propinsi Jawa Barat, yaitu Bandung ±105 km kearah selatan dan dari Ibukota Negara, Jakarta adalah ±255 km. Kota Tasikmalaya dilewati arah jalur selatan dari arah kota Jakarta atau Bandung bagi kendaraan yang menuju daerah jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain itu dilewati jalur pariwisata ke arah pantai Pangandaran kabupaten Ciamis. Selain itu juga merupakan akses keluar- masuk bagi wilayah kecamatan sekitar kota atau kabupaten Tasikmalaya.

Luas wilayah Kota Tasikmalaya adalah 17.156,20 ha atau 171,56 km2 yang ditetapkan dalam Undang- undang No. 10 Tahun 2001 tentang pembentukan pemerintah Kota Tasikmalaya. Wilayah Kota Tasikmalaya terbagi menjadi 8 kecamatan, yaitu kecama tan Cihideung, Cipedes, Tawang, Indihiang, Cibeureum, Tamansari, Kawalu dan 69 kelurahan yang berada di kaki gunung Galunggung. Kecamatan Kawalu merupakan kecamatan yang paling luas, menempati 23,97% dari luas wilayah Kota dan berada di bagian selatan Kota Tasikmalaya. Sedangkan kecamatan Cipedes, Cihideung dan Tawang dengan luas wilayah relatif kecil berada di pusat kota yang merupakan daerah relatif datar. Luas wilayah kecamatan dapat dilihat pada Tabel 3.

4.2. Letak Geografis

Secara geografis Kota Tasikmalaya terletak antara 1080 08’51,62’’–1080 18’31,77” BT dan 70 16’ 14,64” - 70 27’ 2,5” LS dengan batas administratif sebagai berikut dan terlampir pada Gambar 3.

o Sebelah Utara : Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis o Sebelah Barat : Kabupaten Tasikmalaya

(47)

KAWALU Ba ppe da Kota T asikmalaya

PS. ILMU PER ENCANAAN WILAYAH INSTITU T PERTANIAN BO GOR

T AHU N 2008

Gambar 3, Peta Administrasi Kota Tasikmalaya

Tabel 3. Pembagian Luas Wilayah Kecamatan di Kota Tasikmalaya

No Kecamatan Jmlh Desa/

Kota Tasikmalaya 69 kelurahan 17.156,20 100,00

(48)

4.3. Kondisi Geologis

Kondisi Kota Tasikmalaya secara geologis ditunjukkan dengan struktur geologi yang dihasilkan oleh bentukan material- material/breksi gunung berapi. Material asal yang memberi pengaruh terhadap pembentukan struktur geologi di wilayah Kota Tasikmalaya merupakan dominasi dari pengaruh Gunung Galunggung. Pengaruh lainnya berasal dari Gunung Sawal dan Gunung Cakrabuana.

Karakteristik material berupa batuan induk telah mendasari bentukan struktur geologi Kota Tasikmalaya, yaitu berupa susunan batuan yang terdiri dari breksi gunung api termampat lemah dan bongkah lava andesit yang dihasilkan pada tingkatan gunung api tua. Pada tingkatan gunung api muda susunan batuan yang dihasilkan mulai dari breksi gunung api, lahar, tufa tersusun, batuan andesit sampai basal. Sedangkan pada formasi bentang, strukturnya terdiri dari batu pasir tufa, batu pasir, tanah gamping, dan lainnya.

Jenis tanah yang menjadi struktur permukaan, yang terjadi secara merata di wilayah Kota Tasikmalaya, adalah jenis tanah asosiasi regosol kelabu, regosol kelabu coklat, litosol dan latosol coklat kemerah- merahan. Jenis tanah yang mempunyai sebaran terluas adalah dari jenis asosiasi regosol kelabu dan litosol yang tersebar di bagian tengah, selatan, timur dan barat. Sedangkan di bagian utara wilayah Kota Tasikmalaya, sebaran terdiri dari jenis tanah latosol coklat kemerah- merahan. Jenis bahan tambang dan galian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jenis Bahan Tambang & Galian No. Jenis Bahan

Tambang/Galian Lokasi

1. Fospat Ds. Urug, Kec. Kawalu

2. Pasir Kec. Indihiang, Kec. Mangkubumi

3. Lempung Kec. Cibeureum

(49)

Berdasarkan kedalamannya, kondisi kedalaman efektif tanah di Kota Tasikmalaya terdapat dua bagian, yaitu pada tingkatan kedalaman efektif tanah adalah 30 – 660 cm dengan sebaran di bagian barat dan timur. Pada bagian lainnya, di bagian utara, selatan, dan tengah wilayah Kota Tasikmalaya tingkatan kedalaman efektif tanahnya adalah 60 – 90 cm.

4.4. Kondisi Topografi

Wilayah Kota Tasikmalaya berada pada ketinggian berkisar antara 201-503 m diatas permukaan laut (dpl) dan mempunyai dataran dengan kemiringan relatif datar (sebagian besar), agak landai dan relatif curam. Daerah tertinggi berada di Desa Bungursari Kec. Indihiang (kaki G.Galunggung) yaitu 503 m dpl sedangkan yang terendah berada di Desa Urug Kec. Kawalu arah selatan Kota Tasikmalaya, yaitu sekitar 201 m dpl. Sementara itu di pusat kota, yaitu kecamatan Cihideung, Cipedes dan Tawang daerahnya relatif datar.

4.5. Kependudukan

(50)

Tabel 5. Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk Rata-Rata Kota Tasikmalaya

Nama Kecamatan Luas Daerah (Km2)

Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Kepadatan

Penduduk (Jiwa / Km2)

1. Kec. Kawalu 41,12 83.403 2.028

2. Kec. Tamansari 28,52 58.852 2.064

3. Kec. Cibeureum 29,41 95.704 3.254

4. Kec. Tawang 5,33 66.823 12.537

5. Kec. Cihideung 5,30 73.007 13.775

6. Kec. Mangkubumi 23,68 78.506 3.315

7. Kec. Indihiang 30,10 83.955 2.789

8. Kec. Cipedes 8,10 77.517 9.570

J u m l a h 171,56 617.767 3.601

Sumber : Monografi dan Profil Kecamatan (2006)

4.6. Dinamika Perkembangan Penduduk

Pola ruang permukiman dan jasa komersial perkembangannya sangat terkait dengan dinamika kependudukan yang mencakup sebaran dan mobilitas penduduk. Jumlah penduduk di Kota Tasikmalaya mengalami perkembangan yang cepat dan cukup tinggi. Pada tahun 2006 jumlah penduduk sekitar 617.767 jiwa, sedangkan jumlah penduduk pada tahun 2002 adalah 547.576 jiwa. Selama kurun waktu tersebut laju pertumbuhan penduduk Kota Tasikmalaya rata-rata sekitar 3,20% per tahun. Sementara itu prediksi pada tahun 2008 jumlah penduduk mencapai 652.863 jiwa.

(51)

Profil dan dinamika penduduk dapat dilihat pada Gambar 5 dan data Jumlah Penduduk dari tahun 2002 – 2006 per kecamatan di Kota Tasikmalaya dapat di lihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Penduduk Kota Tasikmalaya Tahun 2002 - 2006

No Kecamatan

Jumlah Penduduk (Jiwa)

Perkembangan Per Tahun

% 2002 2003 2004 2005 2006

1 Kawalu 70.442 76.850 80.427 82.332 83.403 3,68 2 Tamansari 50.947 55.375 56.976 58.292 58.852 3,10 3 Cibeureum 87.308 91.256 91.494 93.671 95.704 1,92 4 Tawang 60.302 62.192 64.469 65.957 66.823 2,16 5 Cihideung 67.104 67.056 69.949 71.829 73.007 1,76 6 Mangkubumi 68.307 72.708 75.325 77.337 78.506 2,98 7 Indihiang 76.682 80.841 80.649 82.379 83.955 1,89 8 Cipedes 66.484 69.809 73.755 76.486 77.517 3,31 Jumlah 547.576 576.087 593.044 608.283 617.767 12,82

SUMBER :BPS (2006) 4.7. Kondisi Ekonomi

Pertumbuhan perekonomian Kota Tasikmalaya dapat dilihat dari pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan digerakkan oleh pertumbuhan beberapa sektor. Ada tiga sektor yang peranannya cukup besar, yaitu sektor pertanian, perdagangan hotel dan restoran dan sektor industri pengolahan. Dari ketiga sektor tersebut pertanian mempunyai kontribusi yang besar terhadap pembentukan nilai tambah mencapai 29,92 % pada tahun 2002.

(52)

Tabel 7. Kontribusi setiap Sektor Terhadap PDRB Kota Tasikmalaya

No Sektor

Tahun 2005 %

Tahun 2006 %

1 Pertanian 8,54 7,91

2 Pertambangan dan Galian 0,75 0,70

3 Idustri dan pengolahan 14,52 14,66 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,90 1,98

5 Bangunan 8,91 9,42

6 Perdagangan, Hotel dan jasa 28,51 29,96 7 Pengangkutan dan Komunikasi 13,38 13,69 8 Persewaan dan Jasa Perusahaan 10,60 9,24 9 Jasa-Jasa Lainnya 13,45 13,12 Sumber: Kota Tasikmalaya Dalam Angka (2006)

Perkembangan laju pertumbuhan ekonomi di Kota Tasikmalaya tahun 1997-2000 menunjukkan, bahwa pada 1997–1998 laju pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan dari 1,83 % menjadi –12,06%. Keadaan tersebut terjadi sebagai dampak krisis ekonomi yang melanda negara kita secara keseluruhan. Pada tahun 1999 laju pertumbuhan ekonomi mulai membaik lagi menjadi 1,63 %, tahun 2000 menjadi 2,12 % dan pada tahun 2001 meningkat menjadi 4,05 %. Hal ini disebabkan oleh naiknya kembali perkembangan produksi yang menyumbang cukup besar bagi PDRB Kota Tasikmalaya yaitu sektor Pengangkutan dan komunikasi dengan laju pertumbuha n pada tahun 2000 sebesar 6,62% pada tahun 2001 meningkat menjadi 9,76%. Kedua yaitu sektor Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan pada tahun 2000 sebesar –13,73% dan pada tahun 2001 menjadi sebesar 6,80%. Sub sektor yang ketiga adalah sewa bangunan pada tahun 2000 laju pertumbuhannya sebesar 2,84% pada tahun 2001 menjadi 4,87%, dan sub sektor yang terakhir yaitu Jasa Perusahaan pada tahun 2000 laju pertumbuhannya sebesar 1,76% pada tahun 2001 sebesar 5,77%.

(53)

2001 menjadi sebesar Rp. 4.136.695,35 atau selama kurun waktu 2000 – 2001 mengalami kenaikan Rp. 444.413,34,- atau sebesar 12,04%.

4.8. Alokasi Penggunaan Lahan

Meskipun keseluruhan wilayah Kota Tasikmalaya merupakan wilayah fungsional yang dapat dikembangkan menjadi wilayah perkotaan, namun penggunaan lahan di Kota Tasikmalaya pada saat ditetapkannya sebagai wilayah perkotaan masih tetap didominasi oleh kegiatan di sektor pertanian. Ini dapat dilihat dari pola penggunaan lahan yang sebagian besar masih dipergunakan untuk kegiatan pertanian yang mencakup areal seluas 12.756,79 ha atau sebesar 74,35% dari lahan efektif yang tersedia. Kegiatan sektor pertanian itu mencakup penggunaan lahan untuk sawah, perkebunan rakyat, pertanian lahan kering, penggunaan untuk hutan negara, serta untuk empang/kolam. Selain untuk lahan pertanian, sektor lain yang dominan adalah untuk perumahan dan permukiman yang dimanfaatkan untuk rumah dan pekarangan dengan persentase 19,96% atau 3.425,72 ha. Distribusi penggunaan lahan tahun 2002 pada Tabel 8.

Tabel 8. Distribusi Penggunaan Lahan Di Kota Tasikmalaya Tahun 2002

No. Penggunaan Luas

(ha) (%)

1. Permukiman 3.425,72 19,96

2. Sawah Irigasi Teknis 6.030,00 35,14

3. Sawah Tadah Hujan 2.465,00 14,38

4. Kebun 219,25 1,27

5. Kebun Campuran 3.823,82 18,29

6. Hutan 342,90 1,90

7. Danau/Rawa 177,44 1,03

8. Tegalan 243,28 1,42

9. Dadaha/Rekreasi dan Olah Raga 423,31 2,24

10. Bandara 5,48 0,74

Jumlah Wilayah Kota

Gambar

Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Penelitian.
Tabel 1.  Variabel Penduga Penyimpangan Penggunaan Lahan dari data Podes.
Gambar 2.  Bagan Alir Tahapan Penelitian
Tabel 2.  Matrik Tujuan dan Outpput penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan lahan yang tidak sesuai terhadap kemampuan lahan sebesar 134.874,9 Ha (21,09%) dari total luas wilayah penelitian dengan ketidaksesuaian terbesar terjadi pada

Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat Kecamatan Wara Selatan merupakan kecamatan dengan luas ketidaksesuaian terluas yaitu 400,63 ha dengan bentuk ketidaksesuaian terbesar yaitu

Terdapat peningkatan penggunaan lahan yang tidak sesuai pada RTRW dibandingkan dengan penggunaan lahan aktual sebesar 19078.73 Ha atau 11.25% dari luas Kabupaten

Lahan yang ada di Kecamatan Godean pada tahun 2009 didominasi oleh pemanfaatan lahan berupa pertanian lahan basah yakni sawah irigasi ½ teknis dengan total seluas 1509,01 Ha

Jika dianalisis berdasarkan IPL-nya, maka penggunaan lahan di Kabupaten Wonosobo dapat dikatakan cukup sesuai dengan potensinya mengingat luas lahan IPL paling mendominasi adalah kelas