• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. HASIL DAN PEMBAHASAN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tasikmalaya

Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan arahan pengisian ruang oleh unsur-unsur pembentuk ruang dengan harapan tercapainya tata ruang yang mencerminkan keseimbangan antara fungsi ruang yang diemban dengan mekanisme kegiatan yang diperkirakan akan berlangsung. Menurut Dardak (2005), Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan dasar bagi pemanfaatan ruang/lahan. Rencana tata ruang adalah produk rencana yang berisi rencana pengembangan struktur ruang dan rencana pola pemanfaatan ruang yang hendak dicapai pada akhir tahun perencanaan. Sasaran yang ingin dicapai dalam mewujudkan tujuan diatas adalah terumuskannya tata ruang ruang wilayah Kota Tasikmalaya sesuai dengan visi, misi dan tujuan pengembangan wilayah Kota Tasikmalaya.

Peraturan perundangan yang dijadikan Landasan Penyusunan RTRW 2004-2014 Kota Tasikmalaya adalah :

1. Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

2. Perda Kota Tasikmalaya No. 2 Tahun 2003 tentang Renstra Kota Tasikmalaya 3. Perda Kabupaten Tasikmalaya No. 9 Tahun 1999 tentang RUTR Wilayah

Pengembangan Kota Tasikmalaya.

4. Undang-undang No. 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tasikmalaya; 5. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran

Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang;

6. Peraturan Pemerintah No, 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

Dalam menetapkan RTRW 2004-2014 Kota Tasikmalaya dipengaruhi oleh faktor kebijakan, analisis daya dukung lahan dan faktor kelembagaan, yang selanjutnya ditetapkan dalam Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2004. Faktor kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan pemerintah dalam menetapkan rencana tata ruang dengan mempertimbangkan Kota Tasikmalaya sebagai wilayah fungsiona l perkotaan, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,

(2)

pelayanan sosial serta kegiatan ekonomi. Analisis daya dukung lahan dalam menyusun RTRW menghasilkan indikator lahan- lahan mana saja yang layak dikembangkan sebagai kawasan perkotaan dengan kriteria, kondisi kemiringan dan kesetabilan lahan. Faktor kelembagaan dalam proses penyusunan RTRW Kota Tasikmalaya yang terlibat adalah: lembaga formal pemerintahan, lembaga fungsional, dan organisasi kemasyarakatan.

Proses penyusunan RTRW 2004-2014 disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan kota yang sejalan dengan penerapan Otonomi Daerah. Pihak yang memiliki peranan penting dalam kegiatan penataan ruang dan sebagai pengambil keputusan adalah Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya, dimana Kepala Bapeda selaku ketua, Dinas PU, Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan dan Perekebunan, Dinas Pertanian, Dinas Perhubungan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Tenaga Kerja dan Kependudukan, Badan Kesatuan Bangsa, BPS, Bagian Hukum, Bagian Ad ministrasi pemerintahan dan Camat-camat, Koperasi dan UKM, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Pertambangan dan Energi.

Rencana struktur tata ruang Kota Tasikmalaya disusun pada tahun 2003 dan di-Perdakan dengan Nomor 8 Tahun 2004, terbagi menjadi lima Bagian Wilayah Kota (BWK). Pembagian tersebut dimaksudkan untuk mengurangi pemusatan kegiatan di pusat kota, sehingga pengembangan di distribusikan ke pinggiran kota sesuai dengan kecenderungan perkembangan dan potensi yang dimiliki. Pertimbangan lain dalam pembagian BWK, yaitu memudahkan dalam mengamati intensitas perkembangan penggunaan lahan, pola pergerakan dan aksesibilitas. Pembagian diatas meliputi :

- BWK-I Pusat Kota sebagai Central Business District (CBD),dengan cakupan sebagian kecamatan Cihideung, sebagian kecamatan Tawang dan sebagaian kecamatan Cipedes, dengan fungsi utama sebagai pusat perdagangan dan jasa regional. Arahan pusat kota dalam rencana tata ruang Kota Tasikmalaya adalah sekitar Alun-Alun kota diperuntukan kawasan komersil dan dalam arahan ini diusulkan untuk mendukung terwujudnya PKW di Kota Tasikmalaya dan sentra kegiatan komoditas di Kawasan Andalan Priangan Timur.

(3)

- BWK-II sebagai kawasan perumahan dan permukiman, dengan cakupan sebagian Kecamatan Cihideung sebagian Kecamatan Cipedes dan sebagian Kecamatan Indihiang dengan arahan sekitar perumahan perumnas Cisalak. - BWK-III sebagai pusat permukiman, perumahan, pusat industri kecil dan

kerajinan, militer, dan kompleks pendidikan, dengan cakupan sebagian kecamatan Mangkubumi, sebagian kecamatan Tawang dansebagian kecamatan Cihideung

- BWK-IV dengan fungsi utama sebagai kawasan perumahan dengan industri kecil, perdagangan dan pemerintahan sebagai penunjang. dengan cakupan sebagian kecamatan Tamansari, sebagian kecamatan Mangkubumi dan sebagian kecamatan Kawalu.

- BWK-V sebagai kawasan perdagangan, terminal dan jasa skala regional, dengan cakupan sebagian kecamatan Cihideung, sebagian kecamatan Cipedes dan sebagian kecamatan Indihiang. Arahan yang diusulkan sekitar pusat kecamatan Indihiang atau berdekatan dengan Terminal baru Indihiang.

Pola pemanfaatan ruang wilayah Kota Tasikmalaya ditetapkan meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung atau kawasan berfungsi lindung yang direncanakan dan ditetapkan dalam wilayah kota Tasikmalaya, meliputi kawasan sempadan sungai, sempadan jaringan listrik tegangan tinggi/SUTET dan sempadan danau. Kawasan budidaya di Kota Tasikmalaya adalah kawasan budidaya perkotaan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi seperti diuraikan dalam PERDA No. 8 Th. 2004 sebagai berikut:

1. Kawasan budidaya berfungsi lindung seperti Hutan Negara dan Hutan Rakyat yang keberadaannya tetap dipertahankan sebagai kawasan konservasi dan pengawasannya oleh Dinas Kehutanan Kota Tasikmalaya.

2. Kawasan budidaya perkotaan yang meliputi, yaitu kawasan pusat kota (CBD), Perdagangan, Koridor Perdagangan, Pemerintahan, Pendidikan, Kesehatan, Kawasan Pergudangan, Pasar, pemukiman, Gardu PLN, Rekreasi dan Olahraga

(4)

(obyek wisata) dan Terminal. Pola pemanfaatan ruang berdasarkan RTRW 2004-2014 dapat dilihat pada Tabel 12 dan peta RTRW pada Gambar 4. Tabel 12. Pola Pemanfaatan Ruang RTRW 2004-2014 Kota Tasikmalaya

No Pola Pemanfaatan Ruang

Luas ha % Kawasan Lindung 473 ,86 2,76 1 Sempadan Danau 42,43 0,25 2 Sempadan Sutet 431,43 2,51 Kawasan Budidaya 16.682,34 97,24 3 Hutan 155,74 0,85 4 Industri 70,73 0,41 5 Kesehatan 7,72 0,04 6 Koridor Perdagangan 918,04 5,35

7 Makam dan TPU 104,27 0,61

8 Pasar 12,43 0,07

9 Pendidikan 12,87 0,07

10 Pergudangan 53,46 0,31

11 Perkantoran 22,37 0,13

12 Permukiman 4.638,02 27,03

13 Pertanian Lahan Basah 5.061,35 29,50 14 Pertanian Lahan Kering 5.040,36 29,38

15 Pusat Kota 113,02 0,66

16 Rekreasi dan Olah Raga 423,31 2,47

17 Rencana Gardu PLN 49,45 0,29

18 Terminal 8,92 0,05

Jumlah 17.156,20 100,00

Sumber: Bapeda (2004)

Wilayah Kota Tasikmalaya luasnya 17.156,20 ha, terbagi menjadi 8 kecamatan dan 69 kelurahan. Pemanfaatan ruang Kota Tasikmalaya ditetapkan dalam RTRW Tahun 2004-2014 menunjukkan karakter kegiatan perkotaan yaitu sebagai pusat pelayanan wilayah sekitarnya. Namun demikian lahan pertanian untuk sawah/lahan basah dan lahan kering menempati porsi terbesar yang ditetapkan dalam RTRW masing- masing luasnya 5.061,35 ha (29,50%) dan 5.040,36 ha (29,38%) dari wilayah Kota Tasikmalaya. Pemanfaatan ruang untuk permukiman yang didistribusikan menjadi Pemukiman/perumahan, koridor Perdagangan, Industri, Pasar, Terminal, Pergudangan, Perkantoran, Pendidikan, Pusat Kota, dan Kesehatan, Gardu PLN, Rekreasi dan Olah Raga dan Terminal dengan total luasnya 6.761,77 ha (39,41%). Pemanfaatan lainnya berupa Hutan

(5)

luasnya 155,35 ha, Sempadan SUTET Danau luasnya 473,86 ha, Makam dan TPU luasnya 104,27 ha. Rencana alokasi pemanfaatan ruang dalam RTRW 2004-2014 Kota Tasikmalaya seperti tertera pada Tabel 13.

Tabel 13. Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang dalam RTRW 2004-2014

No

Pemanfaatan Ruang

Alokasi Pemanfaatan

Kelurahan Kecamatan

1 Danau Tamanjaya, Linggajaya Tamansari

2 Sutet Melintasi beberapa

kelurahan

Tawang, Kawalu, Cihideung, Indihiang, Mangkubumi

3 Hutan Urug Kawalu

4 Industri Sambong jaya. Kawalu Mangkubumi, Kawalu 5 Kesehatan Tugujaya, Mangkubumi Mangkubumi

6 Koridor Perdagangan

Menyebar Sepanjang jalan Arteri, jalan primer, jalan sekunder

7 Makam dan TPU Setianegara Cibeureum

8 Pasar Tuguraja Cihideung

9 Pendidikan Kahuripan Tawang

10 Pergudangan Sambongpari Mangkubumi 11 Perkantoran Tawangsari,Yudanegara,

Empangsari

Cihideung

12 Pemukiman Menyebar Seluruh kecamatan

13 Lahan Basah Menyebar Kecuali Cihideung 14 Lahan Kering Menyebar Seluruh Kecamatan 15 Pusat Kota Tawangsari,Yudanegara,

Empangsari

Cihideung 16 Rekreasi dan Olah

Raga

Tamanjaya Tamansari

17 Gardu PLN Tamanjaya Tamansari

18 Terminal Menyebar Indihiang, Kawalu,

(6)

Pemanfaatan jalur SUTET melintasi beberapa kelurahan di kecamatan Tawang, Kawalu, cihideung, Mangkubumi dan Indihiang. Koridor Perdagangan ditetapkan dalan RTRW menyebar sepanjang jalan arteri, jalan kolektor dan jalan primer, sedangkan kawasan perkantoran ditempatkan menyebar di kelurahan Tawangsari, Empangsari dan Yudanegara di kecamatan Cihideung. Ruang permukiman menyebar di seluruh kecamatan dan terkonsentrasi di kecamatan Cihideung. Penempatan lahan basah menyebar diseluruh kecamatan, kecuali di kecamatan Cihideung yang merupakan pusat Kota, sedangkan lahan kering juga menyebar di seluruh kecamatan namun terbanyak penyebarannya di kecamatan Kawalu dan Tamansari.

5.2. Penggunaan Lahan Eksisting Kota Tasikmalaya

Hasil analisis peta land use tahun 2006 (Gambar 5) dan interpretasi foto udara tahun 2007 didapat kelas penggunaan lahan eksisting di Kota Tasikmalaya yang terdiri dari: Bandara, Danau, Hutan, Padang Rumput, Perkebunan, Permukiman, Sawah, Kebun Campuran, Tanah Berbatu, Tanah Ladang dan Danau/Situ. Distribusi penggunaan lahan eksisting dapat dilihat pada Tabel 14 dan peta penggunaan lahan eksisting Tahun 2007 pada Gambar 6.

Tabel 14. Distribusi Penggunaan Lahan Eksisting Kota Tasikmalaya Tahun 2007 No Penggunaan Lahan Tahun 2007 ha % 1 Bandara 32,70 0,19 2 Danau 48,50 0,28 3 Hutan 150,30 0,87 4 Padang Rumput 32,70 0,19 5 Perkebunan 1.729,10 10,07 6 Permukiman 4.718,10 25,75 7 Sawah 5.106,30 29,76 8 Kebun campuran 4.639,70 27,04 9 Tanah Berbatu 1,90 0,01 10 Tanah Ladang 696,80 4,06 Jumlah 17.156,20 100,00

(7)

KAWAL U TAMANSARI INDIHIANG CIBEUREUM MANGKUBUMI CIPEDES TAWANG CIHIDEUNG 1 8 5 0 0 0 1 8 5 0 0 0 1 9 0 0 0 0 1 9 0 0 0 0 1 9 5 0 0 0 1 9 5 0 0 0 2 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 9 1 8 0 0 0 0 918 00 00 9 1 8 5 0 0 0 91850 00 9 1 9 0 0 0 0 91900 00 9 1 9 5 0 0 0 919 50 00 PETA RTRW KOTA TASI KMALAYA PROPINSI JAWA BARAT

N E W S 1 0 1 2 Km SUM BER :

Peta R TRW Kota Tasikm alaya Tahun 2004-2014

PS. I LM U PEREN CANAAN WI LAYAH INST ITUT PERTAN IAN BO GOR

TAHUN 2008 Indek Peta Huta n In du stri Kese ha ta n Kori do r Pe rda gan gan Mak am dan TP U Pasa r Pen did ik an Perg uda ng an Perka ntora n Permu kim an Pertan ia n La ha n Ba sah Pertan ia n La ha n Ke rin g Pusa t Ko ta Rek reas i da n Ol ah Rag a Ren ca na Gard u PLN Semp ad an D ana u Semp ad an Su te t Termi nal Batas Ke cama tan RTRW Kota Tas ikmal aya

Gambar 4. Peta RTRW 2004-2014 Kota Tasikmalaya

(8)

KEC. INDIHIANG KEC. CIPEDES KEC. CIBEUREM KEC. CIHEDEUNG KEC. TAMANSARI KEC. TAWANG KEC. KAWALU KEC. MANGKUBUMI 1 8 6 0 0 0 1 8 6 0 0 0 1 8 9 0 0 0 1 8 9 0 0 0 1 9 2 0 0 0 1 9 2 0 0 0 1 9 5 0 0 0 1 9 5 0 0 0 1 9 8 0 0 0 1 9 8 0 0 0 2 0 1 0 0 0 2 0 1 0 0 0 2 0 4 0 0 0 2 0 4 0 0 0 9 1 7 7 0 0 0 91 77 00 0 9 1 8 0 0 0 0 9180 00 0 9 1 8 3 0 0 0 9183 00 0 9 1 8 6 0 0 0 91 86 00 0 9 1 8 9 0 0 0 91 89 00 0 9 1 9 2 0 0 0 9192 00 0 9 1 9 5 0 0 0 91 95 00 0 PETA PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2007 LEGEN DA Tatguna eksisting.shp Bandara Danau Hutan Padang Rumput Perkebunan Permukiman Sawah Kebun Campuran Tanah Berbatu Tanah Ladang Bt s_kec_grs.shp

PS. PER ENCANAAN WILAYAH INSTITUT PER TANIAN BOGOR

TAHUN 2009

N

1 0 1 2 Kilometers

Indeks Peta

Gambar 6. Peta Land Use Existing Tahun 97

Distribusi penggunaan lahan eksisting, yaitu berupa lahan basah (sawah) luasnya mencapai 5.106,35 ha atau 29,76% dan tersebar di seluruh kecamatan. Penggunaan lahan eksisting berupa Padang Rumput, Perkebunan, Kebun Campuran, Tanah Berbatu dan Tanah Ladang dengan luas total 7.100,10 ha (41,38%), dimana pemanfaatannya dalam RTRW sebagai lahan kering. Penggunaan lahan hutan hanya berada di kecamatan Kawalu yang luasnya 150,3 ha atau 0,87%, sedangkan penggunaan lahan permukiman seluas 4.718,10 ha atau 27,5 % dari luas wilayah Kota Tasikmalaya dimana sebagian besar terkonsentrasi di pusat kota dan pemanfaatannya dalam RTRW 2004-2014 adalah sebagai pemukiman/perumahan, Industri, kesehatan, Perdagangan, Makam/TTPU, Pasar, Pendidikan, Pergudangan, Perkantoran, Pusat Kota, Rekreasi dan Olah Raga sertaTerminal yang luasnya 6.761,77ha. Penggunaan lahan lainnya seperti: Bandara, Danau, porsinya tidak begitu besar yaitu masing- masing 32,70 ha dan 48,5 ha. Pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam RTRW 2004-2014, jika dipadukan dengan penggunaan lahan eksisting tahun 2007 tertera pada Tabel 15

(9)

serta perbandingan luas penggunaan lahan eksisting dan RTRW 2004-2014 pada Tabel 16.

Tabel 15. Padanan Penggunaan Lahan Eksisting dan Pemanfaatan Ruang (RTRW)

No Penggunaan Lahan

Eksisting

Rencana Pemanfaatan Ruang (RTRW)

1 Permukiman Industri, Perdagangan, Pasar, Pendidikan, Pergudangan, Perkantoran, Pusat Kota, Pemukiman, Rekreasi dan Olah Raga, Sempadan SUTET dan Terminal.

2 Sawah Lahan Basah

3 Padang Rumput, Perkebunan, Semak Belukar, Tanah Berbatu, Tanah Ladang.

Lahan Kering

4 Danau Sempadan Danau

5 Hutan Hutan Negara

6 Bandara Sebagian Makam/TPU

Tabel 16. Perbandingan Luas Penggunaan Laha n Eksisting dan RTRW 2004-2014 No Jenis Penggunaan Luas Land Use Eksisting ha RTRW 2004-2014 ha Kesesuaian Luas Penggunaan

1 Permukiman 4.718,10 6.761,77 Belum terealisasi seluruhnya

2 Lahan Basah 5.959,35 5.061,35 Melebihi rencana 3 Lahan Kering 6.200,02 5.040,36 Melebihi rencana 4 Bandara 32,70 104,27 Beralih fungsi 5 Hutan 150,30 155,74 Terjadi penurunan 6 Danau 48,50 42,43 Melebihi rencana

Jumlah 17.156,20 17.156,20

Permukiman yang belum terealisasi berdasarkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) seluas 2.043,67 ha, pada kondisi eksisting berupa lahan basah dan lahan

(10)

kering seperti terlihat pada tabel diatas, sedangkan penggunaan lahan basah dan lahan kering pemanfaatannya melebihi rencana tata ruang. Penggunan lahan Bandara (32,70 ha) beralih fungsi pemanfaatannya dalam RTRW menjadi makam/TPU seluas 104,27 ha dan sebagian memanfaatkan lahan basah. Penggunaan lahan Hutan eksisting (150,30 ha) di kecamatan Kawalu mengalami penurunan luas dari ketetapan dalam RTRW, yaitu seluas 155,74 ha. Hal ini terjadi karena adanya permukiman di areal Hutan. Penggunaan lahan Danau (48,50 ha) melebihi rencana tata ruang (42,43 ha), karena telah dibangunnya tempat-tempat rekreasi berupa pemancingan dan restoran yang luasnya mencapai 6,07 hadan terlihat menyerupai danau di kecamatan Cibeureum, sehingga luas Danau bertambah.

Ruang terbuka hijau (RTH) baik ditingkat kecamatan maupun di wilayah Kota Tasikmalaya secara keseluruhan masih memenuhi syarat, yaitu 53,84%. Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, ruang terbuka hijau sekurang-kurangnya 30% dari luas wilayah. Ruang Terbuka Hijau di Kota Tasikmalaya ditetapkan dalam RTRW 2004-2014 terdiri dari lahan pertanian (lahan kering dan basah) dan taman kota.

Peningkatan luas penggunaan lahan permukiman di Kota Tasikmalaya dapat dipengaruhi oleh aksesibilitas di Kota Tasikmalaya yang semakin baik, misalnya: adanya jalan lingkar (Ring Road) yang menghubungkan kecamatan-kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya menuju Terminal atau Kota, dibangunnya jalan-jalan kolektor dan berkembangnya jalan desa dan jalan lingkungan serta dibangunnya pusat pemerintahan Kota Tasikmalaya yang baru. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan luas penggunaan lahan kebun campuran/tegalan atau pertanian lahan sawah yang dikonversi menjadi kawasan terbangun, yaitu berupa permukiman dan sarana prasarana sebagai penunjang kegiatan ekonomi dan pemerintahan.

Konversi lahan di Kota Tasikmalaya banyak terjadi pada pertanian lahan kering dan lahan basah, misalnya di kecamatan Mangkubumi kelurahan Cilembang telah dibangun fasilitas-fasilitas kantor pemerintah Wali Kota dan dinas-dinas lainnya yang mendukung kegiatan pemerintahan Kota. Terjadinya perubahan penggunaan lahan untuk suatu kegiatan, mendorong berkembangnya

(11)

penggunaan lahan disekitarnya berupa pemukiman-pemukiman baru dan sarana pendukung lainnya. Terjadinya penyimpangan penggunaan lahan dari rencana tata ruang karena terdesak untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal, seperti terjadi dibeberapa kecamatan yaitu perubahan dari pertanian lahan basah dan lahan kering menjadi beberapa perumahan dan sarana lainnya. Hal tersebut dapat berdampak negatif terhadap kualitas lahan, seperti penurunan kapasitas air dalam tanah, penyerapan air (infiltrasi) berkurang sehingga terjadi aliran permukaan (run off) meningkat yang berdampak pada peningkatan erosi dan sedimentasi serta potensi banjir.

Perubahan penggunaan lahan disebabkan karena terdesak kebutuhan ruang sejalan dengan pertambahan penduduk yang terus meningkat di Kota Tasikmalaya. Pertumbuhan penduduk mencapai 2,95% per-tahun (BPS, 2006) menyebabkan terjadinya peningkatan pada kegiatan ekonomi, terutama pada sektor Jasa, Perkantoran, Industri dan Perdagangan. Persaingan dalam pemanfaatan ruang mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan guna memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal.

Perubahan penggunaan lahan pertanian di Kota Tasikmalaya menjadi permukiman (kawasan industri, perdagangan, jasa, sarana pendidikan, sarana olah raga dan lain- lain) memiliki dampak terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Tasikmalaya antara tahun 2003-2006, rata-rata mencapai 21,04% per-tahun. Hal tersebut terjadi karena adanya tambahan dari sektor pajak (PBB) serta pertambahan lapangan pekerjaan, yang berarti juga peningkatan aktivitas perekonomian. Indikator yang sering digunakan untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat secara makro adalah pendapatan per kapita. Semakin tinggi pendapatan yang diterima penduduk disuatu wilayah maka tingkat kesejahteraan di wilayah yang bersangkutan dapat dikatakan bertambah baik.

5.3. Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Tasikmalaya

Penyimpangan penggunaan lahan adalah kondisi akhir dari penggunaan lahan yang tidak sesuai penggunaannya dengan Rencana Tata Ruang Wilaya h (RTRW) Kota Tasikmalaya, atau dengan kata lain Penyimpangan merupakan bentuk perubahan/konversi penggunaan lahan yang tidak sejalan dengan RTRW.

(12)

Peta penyimpangan diperoleh dengan melakukan overlay antara peta land use eksisting dengan peta RTRW tahun 2004-2014. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW di Kota Tasikmalaya adalah 1.585,04 ha atau sekitar 9,24%. Penggunaan lahan yang sesuai dengan RTRW adalah 15.571,16 ha atau 90,76 % dari luas Kota Tasikmalaya. Luas penyimpangan tertera pada Tabel 17. Tabel 17. Luas Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Tasikmalaya

No Kecamatan Luas Wilayah (ha) Luas Penyimpangan (ha) % 1 Cihideung 530,02 7,15 0,04 2 Cipedes 810,01 168,56 0,98 3 Tawang 533,03 111,20 0,65 4 Indihiang 3.010,03 319,74 1,86 5 Cibeureum 2.941,03 177,67 1,03 6 Tamansari 2.852,02 333,37 1,94 7 Kawalu 4.112,04 169,98 0,99 8 Mangkubumi 2.368,02 297,37 1,73 Kota Tasikmalaya 17.156,20 1.585,04 9,24 Sumber : Hasil olahan

Berdasarkan Tabel diatas, penyimpangan terbesar terjadi di kecamatan Tamansari sebesar 333,37 ha atau 1,94% dan kecamatan Indihiang seluas 319,74 ha atau sekitar 1,86%. Di kecamatan Mangkubumi luas penyimpangan adalah 297,77 ha atau sekitar 1,73% dan kecamatan Kawalu luasnya 169,98 ha atau penyimpangan sekitar 0,99%. Luas penyimpangan terkecil ada di kecamatan Cihideung sebesar 7,147 ha (0,04%), karena kecamatan Cihideung kedudukannya sebagai pusat kota dan mempunyai kepadatan penduduk cukup tinggi, yait u mencapai 13.775 orang/km2, sehingga tidak memungkinkan lagi untuk berkembang. Peta penyimpangan penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 7.

Penyimpangan permukiman seluas 841,08 ha, dimana dalam RTRW ditetapkan sebagai Pertanian Lahan Basah dari luas Kota Tasikmalaya. Sementara itu penyimpangan terbesar ada di kecamatan Indihiang, Cibeureum dan Tamansari masing- masing sebesar 228,72 ha, 151,26 ha dan 139,75 ha. Penyimpangan permukiman yang berada di pertanian lahan kering luasnya mencapai 288,57 ha

(13)

atau 1,7% dan tebesar ada di kecamatan Tamansari seluas 154,39 ha, sedangkan kawasan hutan di kecamatan Kawalu, tepatnya di kelurahan Urug yang menjadi permukiman sebesar 3,96 ha, sebagian menjadi rumah penduduk dan kebun campuran. Permukiman yang tidak sesuai dengan RTRW yang berada di sepanjang jalur SUTET, luasnya mencapai 69,06 ha, sedangkan lokasi terbesar berada di kecamatan Mangkubumi dan kecamatan Kawalu. Distribusi penyimpangan penggunaan lahan tertera pada Tabel 18.

Tabel 18. Distribusi luas Penyimpangan Penggunaan Lahan per kecamatan

Kecamatan Lhn Bsh-Prmk (ha) SUTT -Prmk (ha) Lhn kr-Prmk (ha) Prdg-Prmk (ha) TPU-Prmk (ha) Indtr-Prmk (ha) Indtr-Swh (ha) Htn-Prm k (ha) Indihiang 228,7 2 5,93 37,57 47,52 0 0 0 0 Kawalu 88,68 15,72 49,66 11,79 0,03 0,13 0 3,96 Mangkubu mi 111,9 3 17,46 42,56 123,8 6 0 0 1,55 0 Cipedes 97,10 0 0 71,45 0 0 0 0 Tamansari 139,7 5 4,91 154,3 9 25,09 5,08 0 0 0 Tawang 23,63 13,65 0 65,92 8,00 0 0 0 Cibeureum 151,2 6 8,57 4,39 13,45 0 0 0 0 Cihideung 0 2,83 0 0 0 3,97 0,35 0 Jumlah 841,0 8 69,06 288,5 7 359,1 0 13,11 4,10 1,90 3,96 Sumber: Hasil Olahan

(14)

KAWALU TAMANSARI INDIHIANG CIBEU REUM MANGKUBUMI CIPEDES TAWANG CIHID EUNG 1 8 5 0 0 0 1 8 5 0 0 0 1 9 0 0 0 0 1 9 0 0 0 0 1 9 5 0 0 0 1 9 5 0 0 0 2 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 9 1 8 0 0 0 0 91 80 00 0 9 1 8 5 0 0 0 9185 00 0 9 1 9 0 0 0 0 9190 00 0 9 1 9 5 0 0 0 9195 00 0

PETA PENYI MPANGAN PENGGUNAAN LAHAN KOTA TASIKMALAYA PROPINSI JAWA BARAT

N

E W

S

Bentuk Penyimpangan RTRW : hutan exist: mukim RTRW: T PU, exist: mukim RTRW: industr i, exist: mukim RTRW: industr i, exist: sawah RTRW: kntor , exist: gudang RTRW: ptanian lhn bsh, exist: mukim RTRW: semp sutet, exist: mukim RTRW:lhn kering, exist: mukim Batas Kecamatan

1 0 1 2 Km

SUMBER :

1. Peta RT RW Kota T asi kmalaya Tahun 2 004 -201 4 2. Peta Batas Administrasi Kota Ta sikmalaya 3. Hasi l pengecekan ke lapangan

PS. ILMU PERE NCANAAN WILAY AH INSTITUT PERTANIA N BOGOR

TAHUN 2008 Indek P eta

LEG ENDA

Ganbar 7. Peta Penyimpangan dari RTRW Kota Tasikmalaya

Perubahan penggunaan lahan disebabkan karena terdesak kebutuhan ruang sejalan dengan pertambahan penduduk yang terus meningkat di Kota Tasikmalaya. Pertumbuhan penduduk mencapai 2,95% per-tahun (BPS, 2006) menyebabkan terjadinya peningkatan pada kegiatan ekonomi, terutama pada sektor Jasa, Perkantoran, Industri dan Perdagangan. Persaingan dalam pemanfaatan ruang mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan guna memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal ataupun untuk tempat usaha dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara lahan yang tersedia sifatnya terbatas, pada akhirnya mendorong orang untuk membuka lahan baru, terutama pada areal pertanian. Hal ini banyak terjadi pada kecamatan-kecamatan yang mempunyai lahan pertanian cukup luas, misalnya kecamatan Indihiang, Kawalu, Cibeureum dan Mangkubumi.

5.4. Kondisi Fisik Wilayah Penyimpangan

Pertanian lahan basah menjadi permukiman seluas 841,08 ha. Penyimpangan terbesar terjadi di kecamatan-kecamatan Indihiang, Mangkubumi,

(15)

Kawalu dan Cibeureum, mengingat di kecamatan tersebut luas penggunaan lahan sawah cukup besar. Di kecamatan Cihideung tidak terjadi penyimpangan penggunaan lahan sawah, karena kedudukannya sebagai pusat kota sangat padat dan luas penggunaan lahan basah semakin berkurang, sehingga tidak memungkinkan lagi untuk dikembangkan menjadi permukiman-permukiman baru. Selain itu, penyimpangan penggunaan lahan pertanian (sawah) menjadi permukiman mengindikasikan lemahnya lembaga perijinan, sehingga banyak berdiri bangunan di areal yang seharusnya untuk penggunaan lahan pertanian. Permukiman berada pada lahan sawah dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Penyimpangan lahan basah menjadi permukiman.

Hasil temuan dilokasi penyimpangan menunjukkan tingkat pendidikan rendah, pendapatan rata-rata endah, pekerjaan sebagai petani dan buruh, kepemilikan lahan rata-rata milik sendiri atau tanah warisan. Pengetahuan masyarakat tentang RTRW sangat rendah disebabkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah.

Pertanian lahan kering menjadi permukiman seluas 288,57 ha, terjadi di kecamatan Indihiang, Kawalu, Mangkubumi, Tamansari dan Cibeureum. Penyimpangan yang terbesar terjadi di kecamatan Tamansari sebesar 154,39 ha, mengingat di kecamatan Tamansari penggunaan lahan kering (berupa kebun campuran) masih cukup luas. Penyimpangan terkecil berada di kecamatan Cibeureum seluas 4,37 ha. Penggunaan lahan kering menjadi permukiman, diantaranya telah dibangunnya perumahan real eastate oleh pengembang dengan perijinan yang legal dan perumahan tradisional yang terbentuk karena kepemilikan lahan. Hasil temuan dilapangan menunjukkan tingkat pendidikan renbah, pendapatan rata-rata rendah, pekerjaan sebagai petani dan buruh. Kepemilikan lahan adalah milik sendiri dan pengetahuan tentang tata ruang sangat

(16)

rendah (tidak tahu). Contoh penyimpangan penggunaan pertanian lahan kering menjadi pemukiman dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Penyimpangan lahan kering menjadi permukiman.

Permukiman berada di bawah jalur SUTET, tersebar sepanjang jalur SUTET dan melewati kecamatan-kecamatan Indihiang, Kawalu, Mangkubumi, Tamansari, Tawang dan Cibeureum. Penyimpangan yang terbesar terjadi di kecamatan Mangkubumi sebesar 17,461 ha dan terkecil di kecamatan Cihideung seluas 2,828 ha. Hasil pengamatan di lapangan permukiman sudah ada sebelum jalur SUTET dibuat dan dibangun, sebagian sudah dibebaskan karena pembebasan lahan belum menyeluruh dan masyarakat kurang peduli terhadap pelanggaran tersebut. Tingkat pendidikan rendah, pendapatan rendah dan pekerjaan rata-rata sebagai buruh serta pengetahuan masyarakat mengenai RTRW sangat rendah. Karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah kota.

Permukiman berada di kawasan perdagangan seluas 359,10 ha, dan tersebar di kecamatan Indihiang, Kawalu, Mangkubumi, Cipedes, Tamansari, Tawang dan Cibeureum. Penyimpangan yang terbesar terjadi di kecamatan Mangkubumi sebesar 13,868 ha. Kawasan Perdagangan yang ditetapkan dalam RTRW disepanjang koridor jalan utama dan jalan kolektor. Hal tersebut terjadi disebabkan lokasi yang diperuntukan kawasan perdagangan, ternyata yang berkembang permukiman karena kebutuhan akan tempat tinggal lebih mendesak sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Hasil kuesioner menunjukkan tingkat pendidikan rendah, pendapatan masyarakat rendah dan pengetahuan masyarakat mengenai RTRW sangat kurang, sehingga lahan tersebut tidak digunakan sebagaimana fungsinya yang ditetepkan dalam RTRW.

(17)

Permukiman berada di kawasan TPU seluas 13,11 ha, terjadi di kecamatan Kawalu, Tamansari dan Tawang. Penyimpangan terbesar terjadi di kecamatan Tawang sebesar 8,03 ha. Hasil temuan dilapangan, permukiman sebagian sudah ada pada saat penetapan TPU dalam RTRW. Permukiman berkembang turun-temurun, karena kepemilikan tanah sendiri dan tanah warisan.

Permukiman berada di kawasan Peruntukan Industri dalam RTRW seluas 4,1 ha, terjadi di kecamatan Kawalu dan Cihideung. Penyimpangan terbesar di kecamatan Cihideung, luasnya mencapai 3,97 ha. Hasil temuan dilapangan, dalam RTRW telah ditetapkan kawasan Industri, tetapi Pemukiman sudah berkembang lebih dulu bahkan bercampur dengan home industry (kerajinan anyaman dan bordir), sehingga yang lebih dominan berkembang adalah pemukiman.

Kawasan Industri mwnjadi lahan Sawah menjadi terjadi di kecamatan Mangkubumi luasnya mencapai 1,55 ha dan Cihideung. Hasil temuan di lapangan tidak terjadi penyimpangan yang sebenarnya, karena kawasan industri yang ditetapkan dalam RTRW belum seluruhnya terjadi (sebagian masih berupa sawah).

Permukiman berada di kawasan Hutan terjadi di kecamatan Kawalu tepatnya di kelurahan Urug, luasnya mencapai 3,967 ha. Pemukiman penduduk menyebar di sekitar kawasan Hutan. Pada umumnya penduduk yang tinggal sekitar hutan adalah petani penggarap tanaman tumpang sari di kawasan Hutan yang berkembang turun-temurun. Pendidikan dan penghasilan rata-rata rendah. Pekerjaan sebagai petani penggarap dan buruh. Pengetahuan masyarakat mengenai RTRW sangat rendah dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah kota mengenai rencana tata ruang. Penyimpangan penggunaan lahan di kawasan Hutan mengindikasikan lemahnya pengawasan dan manjemen dari pengelolaan kawasan Hutan yang ditetapkan dalam RTRW sebagai kawasan lindung. Penyimpangan sebagian kawasan Hutan menjadi permukiman dapat dilihat pada Gambar 10.

(18)

Gambar10. Lahan Hutan menjadi sebagian permukiman.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan terhadap penggunaan lahan yang tidak sejalan dengan RTRW 2004-2014 secara umum dibagi dalam tiga kategori penyimpangan, yaitu sebagai berikut:

1. Terjadi penyimpangan dari RTRW 2004-2014, karena belum diperbaruinya batas untuk berbagai penggunaan lahan pada RTRW yang baru, padahal penggunaan lahan tersebut merupakan existing condition, yang sudah ada sejak sebelum berlakunya/ditetapkannya RTRW 2004-2014. Penyimpangan tersebut bukan merupakan pelanggaran batas-batas RTRW, me lainkan terjadi karena belum terealisasinya penggunaan lahan tersebut.

2. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW yang merupakan penyimpangan sebenarnya berupa pelanggaran terhadap batas-batas penggunaan lahan yang sudah ditetapkan dalam RTRW. Hal ini dapat disebabkan karena terdesak kebutuhan lahan sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan karena nilai lahan yang cukup tinggi, menyebabkan terjadinya konversi lahan.

3. Penyimpangan yang terjadi karena teknis pemetaan, yaitu oleh karena perbedaan koreksi geometris, dan perbedaan skala peta yang digunakan. pada RTRW 2004-2014 skala peta yang digunakan belum detil (1:50.000), sehingga ketika proses overlay dengan peta land use (1 : 100.000) ditemui beberapa jenis penggunaan lahan (poligon) yang sebenarnya tidak terjadi di lapangan. Hal ini dilakukan koreksi geometris terhadap poligon-poligon kecil (digeneralisasi) kedalam poligon yang lebih besar.

(19)

Penyimpangan penggunaan lahan yang sebenarnya terjadi adalah sebagai berikut, dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Distribusi Penyimpangan sebenarnya hasil koreksi

No Penyimpangan Luas Penyimpangan

ha % 1 Pemukiman pada areal Hutan 3,96 0,02 2 Lahan basah menjadi pemukiman 841,08 4,96 3 Pemukiman pada sempadan sutet 69,06 0.59 4 Lahan kering menjadi pemukiman 288,57 2,35

5 Permukiman pada TPU 13,11 0,07

Jumlah 1.215,78 7,08

Luas penyimpangan sebesar 7,08% dari luas wilayah Kota Tasikmalaya pada Tabel 19 adalah merupakan penyimpangan sebenarnya yang harus menjadi pertimbangan dalam penyusunan RTRW yang akan datang, karena merupakan pelanggaran pada batas-batas penggunaan lahan yang ditetapkan dalam RTRW 2004-2014. Penyimpangan tersebut berupa lahan pertanian ( lahan basah dan lahan kering), areal Hutan dan TPU. Pemukiman di bawah SUTET merupakan pelanggaran pada batas sempadan, karenanya harus ditertibkan atau direlokasi.

5.5. Faktor yang Mempengaruhi Penyimpangan Penggunaan Lahan

Faktor yang diduga mempengaruhi penyimpangan dari data Potensi Desa Kota Tasikmalaya Tahun 2006, menunjukan bahwa dari 81 variabel asal yang terkoleksi diperoleh kelompok data baru sebanyak 15 variabel dasar, yaitu variabel- variabel dasar tersebut mengandung informasi setara dengan informasi yang terkandung dalam satu variabel asal. Nilai eigenvalues dari scree plot yang diperoleh dari hasil pengolahan PCA dengan menggunakan software statistika 6.0, terlihat bahwa hasil grafik yang lebih curam yang ditentukan oleh titik yang berada di atas nilai 1 terdapat 4 titik, yang artinya terdapat 4 faktor terpilih yang memenuhi syarat ( > 70%) diduga sebagai penentu penyimpangan dari RTRW. Nilai prosentase total komulatif eigenvalue yang dihasilkan dari analisis PCA

(20)

adalah sebesar 95,78% yang artinya, bahwa ke-4 faktor tersebut dapat menerangkan 95,78% keragaman data awal 15 variabel yang terkoleksi menjadi 12 variabel yang berpengaruh terhadap penyimpangan. Hasil proses PCA dapat dilihat pada Tabel 20 (Eigenvalues) dan Tabel 21 adalah faktor loading yang memiliki bobot dalam setiap variabel yang dikandungnya.

Tabel 20. Eigenvalues Hasil PCA

Eigenvalues

Extraction: Principal components

Eigenvalue % Total Cumulative Cumulative

variance Eigenvalue %

1 3,846383 38,46 3,846383 38,46

2 2,961912 29,62 6,808295 68,08

3 1,747986 17,48 8,556281 85,56

4 1,022298 10,22 9,267579 95,78

Sumber data: Hasil Olahan

Tabel 21. Nilai Faktor Loading Variabel Penentu Penyimpangan dari RTRW

Factor Loadings (Varimax normalized) (podes kota tasik terbaru)

Extraction: Principal components

(Marked loadings are > .700000)

variabel faktor 1 faktor 2 faktor 3 faktor 4

Kepadatan Penduduk -0.770468 -0.316913 -0.311063 0.024373

jumlah petani 0.102329 0.795604 0.120562 -0.005750

jml rmh prmk kmh -0.781097 -0.150584 -0.256820 0.300366

jml kelg pmk kumuh -0.797499 -0.105422 0.079783 0.340180

jml kelg di sektr bantaran -0.187941 -0.087884 -0.953715 0.065327

jml bang rmh di sekitr bantaran -0.138802 -0.078343 -0.968555 0.067976

luas lahan sawah 0.810205 0.079000 0.153785 0.350232

luas lhn swh yang diusahakan 0.735249 -0.223986 0.045269 0.348765

luas lahn bukan sawah 0.088951 0.950859 0.020913 0.038042

luas lahan pertanian 0.036280 0.914786 0.049375 -0.186016

luas lahan utk non pertanian 0.122789 0.131951 -0.157843 0.759072

jrk desa. ke pst Kota 0.142068 0.260888 -0.018279 -0.710764

Expl.Var 3.146310 2.663921 2.085110 1.577180

Prp.Totl 0.262192 0.221993 0.173759 0.131432

Sumber: Hasil Olahan PCA

(21)

Berdasarkan Tabel 21 dapat dijelaskan, hasil olahan PCA ada 4 faktor yang diduga berpengaruh terhadap penyimpangan penggunaan lahan adalah sebagai berikut:

Faktor ke-1 yang paling berpengaruh terhadap penyimpangan penggunaan lahan, yaitu kepadatan penduduk, jumlah rumah dan keluarga dipemukiman kumuh, luas lahan sawah dan lahan yang diusahakan. Hal tersebut menunjukkan hubungan kepadatan penduduk dimana tingginya kepadatan penduduk akan diikuti oleh tingginya pemukiman kumuh serta luas lahan sawah akan berpengaruh terhadap luas ladang yang diusahakan. Hal ini berarti dengan bertambahnya jumlah penduduk dipermukiman kumuh akan bertambah pula penggunaan lahan untuk pemukiman dan fasilitas pendukungnya, sehingga mendorong terjadinya penyimpangan dari RTRW.

Faktor 2 yang berpengaruh adah luas lahan sawah dan luas ladang yang diusahakan. Hal tersebut menunjukkan hubungan penggunaan lahan, dimana meningkatnya luas lahan sawah sejalan dengan meningkatnya luas lahan sawah pengairan yang diusahakan.

Faktor ke- 3 yang berpengaruh terhadap penyimpangan adalah jumlah keluarga dan jumlah rumah di sekitar Bantaran, yaitu menunjukkan hubungan penggunaan lahan, dimana menurunnya jumlah keluarga di sekitar bantaran mengakibatkan menurun pula bangunan-bangunan di sekitar bantaran. Penggunaan lahan sisekitar bantaran merupakan pelanggaran garis sempadan Sungai yang selanjutnya diduga berpengaruh terhadap penyimpangan, karena menurunnya luas lahan pertaninan disebabkan penggunaan lahan untuk permukiman, sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan luas ladang (lahan pertanian) yang diusahakan.

Faktor ke- 4 yang berpengaruh terhadap penyimpangan adalah luas lahan non pertanian dan jarak desa ke pusat kota. Hal tersebut menunjukkan semakin besar luas lahan non pertanian akan semakin mendekati pusat kota, dimana setiap pembangunan cenderung mendekati pusat-pusat kota.

(22)

Tabel 22. Hasil pengolahan Regresi untuk penyimpangan penggunaan lahan. Regression Summary for Dependent Variable: PENYIMPANGAN R= .13431085 R²= .01803940 Adjusted R²= --- F(4,64)=.29393 p<.88087 Std.Error of estimate: 54.709

Sumber: Hasil olahan

Hasil diatas menunjukan bahwa: kepadatan penduduk (F1) mengakibatkan terjadinya peningkatan luas lahan permukiman. Bertambahnya jumlah keluarga di permukiman kumuh, akan bertambah pula bangunan disekitarnya. Bertambahnya luas lahan sawah sejalan dengan luas lahan yang diusahakan. Hal ini berarti dengan bertambahnya jumlah penduduk akan mendorong terjadinya berbagai penyimpangan. Demikian juga yang dipengaruhi oleh faktor 2 adalah luas lahan sawah akan berpengaruh terhadap pertambahan luas lahan bukan sawah (terbangun) dalam memenuhi kebutuhan ruang. Faktor yang ke 3 adalah bangunan di sekitar Bantaran, jika terus meningkat maka penyimpangan akan terus bertambah. Faktor ke 4 adalah pengaruh jarak ke pusat Kota cenderung terjadinya penyimpangan, dimana permukiman berkembang selalu mendekati lokasi kerja/pusat Kota.

Pada Tabel 22, selanjutnya dilakukan analisis untuk mengkorelasikan secara langs ung variabel penentu penyimpangan dengan proporsi luas penyimpangan dari RTRW. Hasil regresi luas penyimpangan penggunaan lahan disajikan berikut ini :

Y = 34,4874 + 5,85846 X1 – 1,24941 X2 + 3,92446 X3 - 0,68311 X4 Dimana : Y = luas penyimpangan

X1 = Faktor 1 (Kepadatan penduduk) X2 = Faktor 2 (lahan pertanian)

N = 69 Beta Std.Err. B Std.Err. t(64) p-level

Intercept 34.4874 6.586178 5.236329 0.000002 Factor 1 0.109380 0.123867 5.85846 6.634433 0.883039 0.380520 Factor 2 -0.023327 0.123867 -1.24941 6.634427 -0.188323 0.851219 Factor 3 0.073271 0.123867 3.92446 6.634428 0.591529 0.556250 Factor 4 -0.012754 0.123867 -0.68311 6.634425 -0.102965 0.918313

(23)

X3 = Faktor 3 (bangunan di bantaran sungai) X4 = Faktor 4 (jarak ke pusat kota)

Faktor yang mempengaruhi penyimpangan berdasarkan hasil wawancara dan kondisi lapangan:

Kondisi sosial ekonomi masyarakat di lapangan, hasil wawancara dan kuesioner secara purposive sampling dengan masyarakat di lokasi penyimpangan adalah sebagai berikut:

1) Tingkat pendidikan masyarakat rata-rata rendah 2) Pekerjaan sebagai petani, buruh dan pengangguran

3) Kepemilikan tanah, sebagian besar adalah lahan sendiri dan warisan. 4) Pengetahuan masyarakat mengenai rencana tata ruang sangat rendah. 5) Kurang sosialisasi dari pemerintah pada masyarakat mengenai RTRW.

Penyimpangan penggunaan lahan perkotaan tidak lepas dari faktor perilaku serta latar belakang masyarakat yang menempatinya, misalnya tumbuhnya permukiman kumuh dan bangunan sekitar bantaran atau terbentuknya ruang-ruang hunian sederhana atau kumuh dibagian kota yang sebenarnya terlarang untuk menjadi tempat tinggal. Hal ini memperlihatkan ciri-ciri perilaku penghuninya dalam penggunaan lahan, yaitu sebagai berikut:

1. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah membuat orang cenderung untuk melangga r aturan. Bagi masyarakat yang berpendidikan cara penggunaan lahan yang menyimpang mengandung resiko. Dengan demikian dapat dikatakan seseorang yang memiliki pendidikan tinggi memiliki pengetahuan untuk tidak menggunakan lahan yang tidak syah. Pengetahuan dalam menentukan keputusan untuk bertindak atau memilih suatu resiko didasarkan pada pandangan rational choice. Sastraprateja (1993) mengemukakan bahwa pengetahuan menghasilkan nilai untuk menentukan atau memilih.

2. Pekerjaan dan pendapatan merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan untuk menempati lahan, misalnya masyarakat yang berpenghasilan rendah cenderung untuk mengabaikan faktor legal dalam memiliki tanah karena keterbatasan biaya, sehingga mempunyai keterbatasan dalam melakukan investasi pembelian lahan yang dapat dijadikan tempat tinggal.

(24)

3. Kepemilikan lahan (sebagian besar lahan sendiri dan warisan) di lokasi penyimpangan dapat mendorong terjadinya penyimpangan penggunaan lahan. Pada lahan tersebut dapat dengan mudah berpindah tangan/kepemilikan, karena terdesak kebutuhan dan nilai ekonomis lahan cukup tinggi. Sehingga sulit untuk mencegah terjadinya konversi lahan.

4. Pengetahuan masyarakat yang rendah mengenai rencana tata ruang dapat menyebabkan orang tidak menyadari bahwa telah menempati tempat yang salah atau tidak sesuai.

5. Kurang sosialisasi dari pemerintah pada masyarakat mengenai RTRW menyebabkan masyarakat tidak tahu rencana apa yang akan dibangun di lokasi tempat tinggalnya. Namun demikian ada usaha pemerintah Kota untuk menertibkan atau meminimalkan berbagai penyimpangan yang terjadi, yaitu menertibkan/merelokasi hunian tempat-tempat kumuh, mempertahankan kawasan resapan air yang dimiliki penduduk di kecamatan Tawang.

Pertumbuhan Industri (rumahan) di Kota Tasikmalaya, berupa Kerajinan Tangan dan Bordir cukup pesat sejalan dengan visi Kota Tasikmalaya dalam RTRW 2004-2014 sebagai pusat Perdagangan dan Industri termaju di wilayah Priangan Timur. Hal tersebut membawa konsekwensi logis terhadap datangnya tenaga kerja dari luar Kota Tasikmalaya. Persoalan muncul dalam hal mengimplementasikan RTRW Kota Tasikmalaya dalam mengakomodasi dinamika perkembangan pemanfaatan ruang. Penurunan luas Hutan sejalan dengan tumbuhnya pemukiman di areal Hutan yang dihuni sebagian besar oleh petani penggarap tanaman Tumpang sari, demikian juga penurunan luas lahan pertanian karena bertambah/terdesak kebutuhan akan permukiman

5.6. Arahan Penyusunan RTRW Kota Tasikmalaya yang baru

Arahan penyusunan Rencana Tata Ruang yang dilakukan berdasarkan kondisi penggunaan lahan eksisting dan penyimpangan yang terjadi di lapangan, dengan mempertimbangkan Kota Tasikmalaya sebagai wilayah fungsional perkotaan, mengurangi kepadatan aktifitas di pusat kota dengan tujuan tercapainya keseimbangan pembangunan disetiap kecamatan. Karena keterbatasan data, maka dalam menyusun arahan ini tidak didukung oleh data analisis

(25)

kesesuaian lahan dan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) Kota Tasikmalaya. Arahan penyusunan RTRW yang akan datang adalah sebagai berikut:

1. Pada beberapa lokasi (terutama di BWK II dan BWK V) dengan cakupan Kecamatan Cihideung, sebagian Kecamatan Cipedes dan sebagian Kecamatan Indihiang telah terjadi pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW. Peregeseran fungsi kawasan BWK II dalam RTRW diarahkan untuk fungsi kawasan perumahan dan permukiman, sedangkan kondisi eksisting menjadi fungsi kawasan industri (mendong). Pada BWK V dalam RTRW diarahkan fungsi utamanya sebagai kawasan terminal regional, kawasan perdagangan, dan jasa regional bergeser me njadi kegiatan pemerintahan.

2. Kawasan perdagangan dan Industri di kecamatan Mangkubumi dan Kawalu, yang sudah terlanjur menjadi permukiman diarahkan untuk dipertimbangkan pada penetapan RTRW 2014-2024. Permukiman sebagian sudah ada pada saat ditetapkannya RTRW 2004-2014

3. Sawah dan lahan kering yang belum terealisasi menjadi kawasan Industri dan Perdagangan sebagaimana ditetapkan dalam RTRW 2004-2014, diarahkan untuk dipertahankan. Kawasan Industri dan perdagangan yang belum terealisasi dapat diarahkan menyebar ke tingkat kecamatan yang belum berkembang.

4. Permukiman berada di bawah SUTET, hal ini merupakan pelanggaran pada garis sempadan, maka arahan bagi pemerintah kota untuk menertibkan bangunan-bangunan yang berada dibawah SUTET.

5. Permukiman yang menempati lahan TPU (Taman Pemakaman Umum), sebagian sudah terbangun sebelum RTRW 2004-2014 ditetapkan dan berkembang karena terdesak kebutuhan ruang permukiman. Arahan dalam RTRW yang akan datang supaya permukiman dibatasi perkembangannya dan ditetapkan dalam RTRW yang baru dengan mempertahankan TPU yang belum termanfaatkan untuk keperluan RTH (Ruang Terbuka Hijau).

6. Permukiman yang berkembang di kawasan Hutan di kecamatan Kawalu (berupa Hutan Negara), diarahkan untuk ditertibkan dengan merelokasi ke luar sekitar Hutan, untuk mencegah terjadinya penurunan luas Hutan lebih lanjut.

Gambar

Tabel 12.  Pola Pemanfaatan Ruang RTRW 2004-2014  Kota Tasikmalaya   No  Pola Pemanfaatan Ruang
Tabel 13. Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang  dalam RTRW 2004-2014
Gambar 5. Peta Land Use Kota Tasikmalaya Tahun 2006
Gambar 6. Peta Land Use Existing Tahun 97
+5

Referensi

Dokumen terkait

Luas lahan diusahakan untuk kegiatan tanaman jagung seluas 77 Ha, Kacang tanah 4 Ha, UbiKayu 82 Ha, Kedelai 15,5 Ha, ubijalar 17 Ha dan tanaman sayur

Untuk pengembangan kawasan permukiman perdesaan di Kabupaten Bondowoso seluas kurang lebih 6.303,81 Ha, yang meliputi seluruh wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan

Terdapat peningkatan penggunaan lahan yang tidak sesuai pada RTRW dibandingkan dengan penggunaan lahan aktual sebesar 19078.73 Ha atau 11.25% dari luas Kabupaten

Untuk bangunan industri tertentu diwajibkan dokumen pengelolaan lingkungan sebagai persyaratan kecuali yang berada di kawasan berikat Setiap bangunan harus menyediakan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kesesuaian lahan (existing) maupun RTRW 2011- 2031 Kabupaten Ponorogo terhadap kesesuaian penggunaan lahan berdasarkan

Perubahan dari pola pemanfaatan hasil hutan menjadi penggunaan lahan Responden yang pada awalnya hanya berinteraksi dengan hutan tanpa penggunaan lahan secara langsung

Kawasan permukiman perdesaan adalah suatu kawasan untuk permukiman pada lokasi sekitarnya masih didominasi oleh lahan pertanian, tegalan, perkebunan dan lahan

Rencana Kawasan Lindung Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten membagi kawasan lindung menjadi: 1 Kawasan hutan lindung; 2