• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.1 Kondisi Habitat di Lokasi Penelitian

Habitat semak/belukar yang dijadikan lokasi penelitian merupakan areal tak berhutan yang didominasi oleh tumbuhan herba berupa alang-alang (Imperata cylindrica) dan bruta (Dicranopteris curranii), serta beberapa jenis tumbuhan berkayu, seperti jamai (Rhodamnia cinerea), karamunting kodok (Melastoma polyanthum), karamunting padang (Melastoma malabathricum), lowari (Schima wallichii), dan halaban (Vitex pubescens). Selain itu, terdapat pula beberapa pohon mati akibat kebakaran hutan dan hanya menyisakan batang pohon yang hangus. Jenis herpetofauna yang dijumpai, yaitu Eutropis multifasciata.

Gambar 4 Kondisi lokasi pengamatan di habitat semak/belukar.

Areal ini mengalami kebakaran yang besar pada tahun 2006, sehingga sebagian besar tumbuhan yang terdapat di tempat ini mengalami kematian. Pada areal ini tidak terdapat sumber air, menyebabkan areal ini sangat kering. Permukaan lahan berupa pasir putih. Areal ini memiliki topografi yang datar dengan ketinggian sekitar 20 mdpl. Suhu udara pada saat pengamatan berkisar antara 25,5 – 31,5 ° C (pagi) dan 24 - 26 ° C (malam). Kelembaban udara berkisar antara 61 – 81 % (pagi) dan 74 – 91 % (malam). Saat ini, areal semak/belukar yang dijadikan lokasi penelitian telah menjadi kawasan rehabilitasi lahan dan dikelola oleh salah satu mitra TNTP, yaitu Friends of the National Park Foundation (FNPF).

Habitat hutan rawa sekunder yang dijadikan lokasi penelitian terdapat pada dua lokasi, yaitu di Beguruh dan di sepanjang aliran Sungai Sekonyer Kanan.

Meskipun memiliki tipe penutupan lahan yang sama, namun lokasi ini dijadikan tempat pengambilan data karena memiliki perbedan yang diduga mempengaruhi keragaman jenis ular yang ada.

Hutan rawa sekunder yang terdapat di Beguruh merupakan hutan rawa yang tidak selalu tergenang air. Sumber air yang terdapat di habitat tersebut berasal dari air hujan. Jika turun hujan, terdapat aliran air yang menyerupai sungai kecil. Namun setelah beberapa hari tidak turun hujan, aliran air tersebut akan kering dan hanya menyisakan genangan air di antara akar-akar pohon. Lantai hutan berupa timbunan serasah yang berasal dari lapukan daun dan akar pohon yang telah mati. Tutupan tajuk tidak terlalu rapat, sehingga sinar matahari masih dapat menembus hingga lantai hutan.

Gambar 5 Kondisi lokasi pengamatan pada habitat hutan rawa sekunder di Beguruh.

Habitat ini memiliki topografi yang datar dengan ketinggian 27 mdpl. Suhu udara pada saat pengamatan berkisar antara 26 – 31,5° C (pagi) dan 24,5 - 27° C (malam). Kelembaban udara berkisar antara 66 - 97 % (pagi) dan 91 - 97 % (malam). Jenis pohon yang mendominasi antara lain, tingkat semai didominasi oleh ubar (Syzygium sp.) dengan INP sebesar 37,96 %, tingkat pancang dan tiang didominasi oleh sampa dengan INP sebesar 20,04 % dan 29,87 %, dan tingkat pohon didominasi oleh katikal (Ochanostachys amentacea) dengan INP sebesar 41,34 %. Jenis tumbuhan lain yang terdapat di habitat tersebut, antara lain rotan (Calamus sp.), paku-pakuan, serta beberapa jenis liana. Jenis herpetofauna yang dijumpai, antara lain Eutropis rudis, Varanus salvator, Draco sp., Rana

glandulosa, Limnonectes malesianus, Rhacophorus pardalis, serta Polypedates macrotis.

Berbeda dengan hutan rawa sekunder yang terdapat di Beguruh, hutan rawa sekunder di sepanjang aliran Sungai Sekonyer Kanan merupakan hutan rawa riparian yang tergenang oleh air dari sungai secara berkala. Pada saat musim hujan, aliran air sungai akan meluap atau melebar masuk ke dalam hutan hingga mencapai 100 – 200 meter dari aliran sungai saat normal. Hal ini disebabkan karena tepian sungai memiliki ketinggian yang hampir sama dengan aliran sungai.

Sungai Sekonyer Kanan memiliki aliran air yang tenang dengan air yang berwarna seperti air teh sebagai akibat dari dekomposisi bahan-bahan organik dari lapukan daun atau tumbuhan yang telah mati. Lebar badan sungai sekitar 5 – 15 meter dan kedalaman sungai sekitar 4 – 8 meter. Air sungai memiliki nilai pH sebesar 5.

Gambar 6 Kondisi lokasi pengamatan pada habitat hutan rawa sekunder riparian di Sungai Sekonyer Kanan.

Habitat hutan rawa sekunder riparian ini apabila musim kemarau tidak tergenang air sungai sehingga lantai hutannya kering, namun tetap terdapat genangan air pada beberapa tempat. Pada saat musim hujan atau saat air sungai meluap, lantai hutan akan tergenang air hingga mencapai kedalaman 2 meter. Panjang hutan rawa yang menjadi lokasi pengamatan sekitar 4 km mengikuti aliran sungai.

Penutupan tajuk pada habitat ini tidak terlalu rapat. Topografi relatif datar dengan ketinggian 23 mdpl. Suhu udara pada saat pengamatan berkisar antara 24 - 31° C (pagi) dan 23 - 25° C (malam), serta suhu air berkisar antara 25,5 - 26° C

(pagi dan malam). Kelembaban udara berkisar antara 66 - 91 % (pagi) dan 84 - 91 % (malam). Jenis pohon yang mendominasi antara lain, tingkat semai didominasi oleh kayu malam dengan INP sebesar 62,50 %, tingkat pancang didominasi oleh pansulan (Pternandra caerulescens) dengan INP sebesar 21,22%, tingkat tiang dan pohon didominasi oleh ketiau (Ganua motleyana) dengan INP sebesar 46,43 % dan 58,63 %. Jenis tumbuhan lain yang terdapat di lokasi ini, antara lain bruta (Dicranopteris curranii), kantong semar (Nepenthes sp.), serta liana. Jenis herpetofauna yang dijumpai, antara lain Eutropis rudis, Eutropis multifasciata, Varanus salvator, Draco sp., Cyrtodactylus sp., Tomistoma schlegelii, Pseudobufo subasper, Rana glandulosa, serta Rana chalconota.

Habitat hutan rawa primer yang dijadikan lokasi penelitian terdapat pada study area di Camp Leakey. Pengamatan dilakukan melewati jalur study area hingga menembus beberapa jalur study area lainnya. Areal pengamatan terletak di sekitar Jalan Anang Deni, Jalan X, Jalan 12, Jalan 19, Jalan Suharto, Jalan 14, Jalan Tepi Rawa, Jalan RR2, dan Jalan Haribut Utara.

Habitat hutan rawa primer ini terletak pada ketinggian sekitar 40 mdpl dengan topografi datar. Meskipun memiliki topografi yang datar, pengamatan pada lokasi ini merupakan pengambilan data tersulit dibandingkan lokasi lainnya karena permukaan lantai hutannya akan masuk hingga kedalaman tertentu bila diinjak sehingga agak sulit untuk melangkah. Selain itu, terdapat akar-akar pohon yang muncul ke permukaan dengan membentuk celah-celah diantara akar tersebut, sehingga dilakukan pengecekan setiap celah tersebut karena diduga dapat menjadi tempat berlindung ular.

Penutupan tajuk pada lokasi ini rapat, sehingga sinar matahari hanya sedikit menembus hingga lantai hutan. Lantai hutan berupa timbunan bahan organik dari tumbuhan yang telah mati. Tergenang air pada beberapa tempat, terutama di sekitar perakaran pohon. Sumber air berasal dari air hujan. Jika diinjak, permukaan lantai hutan akan masuk 5 – 10 cm. Bahkan pada beberapa tempat yang tergenang, permukaan hutan dapat masuk hingga kedalaman 1 m. Perakaran pohon bertipe akar lutut dan akar tunjang. Tipe perakaran seperti ini diduga merupakan adaptasi dari pohon-pohon di hutan rawa untuk memperoleh udara, karena lantai hutan di sekitar perakaran pohon selalu tergenang air, dan kondisi air pada lantai hutan bersifat oligotrofik (tidak subur).

Suhu udara pada saat pengamatan di habitat hutan rawa primer berkisar antara 23,5 – 30° C (pagi) dan 23,5 - 26° C (malam). Kelembaban udara berkisar antara 72 - 87 % (pagi) dan 72 - 95 % (malam). Jenis pohon yang mendominasi antara lain, tingkat semai didominasi oleh ubar merah (Syzygium leucoxylon) dengan INP sebesar 23,87 %, tingkat pancang didominasi oleh kumpang (Knema cinerea) dengan INP sebesar 16,12 %, tingkat tiang didominasi oleh bekapas (Vatica oblongifolia) dengan INP sebesar 86,23 %, dan tingkat pohon didominasi oleh lanan (Shorea ovalis) dengan INP sebesar 47,02 %. Jenis tumbuhan lain yang terdapat di lokasi ini, antara lain anggrek, kantong semar (Nepenthes sp.), paku- pakuan, epifit, serta liana. Jenis herpetofauna yang dijumpai, antara lain Eutropis rudis, Gonocephalus borneensis, Broncochela jubata, Rana glandulosa, Polypedates macrotis, serta polypedates colletii.

Habitat lainnya yang menjadi lokasi penelitian, yaitu hutan campuran di sekitar Camp Tanjung Harapan dan hutan campuran di sekitar Camp Leakey. Kedua lokasi ini merupakan areal rehabilitasi orangutan yang menjadi objek wisata utama TNTP melalui pemberian pakan (feeding) orangutan. Intensitas manusia yang berada di lokasi ini sangat tinggi, sehingga diduga dapat menjadi salah satu ancaman terhadap ular.

Kedua lokasi ini memiliki tipe penutupan lahan yang hampir sama. Pada lokasi hutan campuran di Camp Leakey terdiri atas hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, rawa, dan semak/belukar rawa. Hutan campuran di Camp Tanjung Harapan terdiri atas hutan rawa sekunder, semak/belukar, dan semak/belukar

rawa. Meskipun memiliki tipe penutupan lahan yang hampir sama, namun kedua lokasi ini terletak pada dua sub DAS yang berbeda dan memiliki tingkat ancaman yang berbeda.

Hutan campuran di Camp Tanjung Harapan terletak di tepi Sungai Sekonyer yang merupakan batas kawasan Taman Nasional. Selain itu, terdapat beberapa desa yang terletak di sekitar aliran sungai. Di hulu sungai ini terdapat aktivitas pertambangan pasir dan emas secara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat sekitar. Limbah pertambangan tersebut dibuang ke sungai yang mengakibatkan pencemaran air sungai dan merubah warna sungai menjadi cokelat keruh. Terdapat beberapa bangunan yang digunakan menjadi pos jaga dan pusat informasi.

Gambar 8 Kondisi lokasi pengamatan pada hutan campuran di Camp Tanjung Harapan.

Hutan campuran di Camp Leakey terletak di tepi Sungai Sekonyer Kanan. Kondisi air sungai relatif masih baik dan tidak mengalami pencemaran seperti pada Sungai Sekonyer. Pada lokasi ini, terdapat banyak petugas lapangan dari Orangutan Foundation Internasional (OFI) yang sangat protektif terhadap kelestarian ekosistem di areal Camp. Lokasi ini menjadi pusat rehabilitasi orangutan di TNTP.

Jumlah bangunan yang terdapat di lokasi ini lebih banyak daripada hutan campuran di Camp Tanjung Harapan. Kondisi tumbuhan di sekitar hutan campuran di Camp Leakey relatif terjaga namun banyak pohon yang tajuknya terbuka dan cabangnya patah karena digunakan orangutan untuk membuat sarang.

Lokasi pengamatan di hutan campuran di Camp Tanjung Harapan terletak pada ketinggian 12 mdpl, sedangkan lokasi pengamatan di hutan campuran di Camp Leakey terletak pada ketinggian 30 mdpl. Topografi kedua lokasi tersebut relatif datar dengan penutupan tajuk sedang. Hutan campuran di Camp Tanjung Harapan memiliki permukaan lahan berupa pasir putih, sedangkan hutan campuran di Camp Leakey memiliki permukaan lahan berupa tanah berwarna hitam dengan lapisan serasah tipis.

Gambar 9 Kondisi lokasi pengamatan pada hutan campuran di Camp Leakey.

Suhu udara pada saat pengamatan di hutan campuran di Camp Tanjung Harapan berkisar antara 25 – 31° C (pagi) dan 23,5 - 27° C (malam), serta suhu air berkisar antara 25,5 – 26,5° C (pagi) dan 25– 26° C (malam). Kelembaban udara berkisar antara 65 - 93 % (pagi) dan 84 - 99 % (malam). Jenis tumbuhan yang terdapat di lokasi ini, antara lain rasau (Pandanus sp.), bakung (Crinum sp.), ketiau (Ganua motleyana), pempaning (Quercus bennettii), sungkai (Peronema canescens), pulai (Alstonia scholaris), nenasi, ubar (Syzygium sp.), beberapa jenis tumbuhan epifit, serta liana. Jenis herpetofauna yang dijumpai di habitat hutan campuran di Camp Tanjung Harapan, antara lain Lipinia vittigera, Cyclemis sp., Varanus salvator, Apterygodon vittatus, Orlitia borneensis, Rhacophorus appendiculatus, Polypedates macrotis, serta Polypedates colletii.

Suhu udara pada saat pengamatan di hutan campuran di Camp Leakey berkisar antara 26 - 31° C (pagi) dan 23,5 - 26° C (malam). Kelembaban udara berkisar antara 71 - 86 % (pagi) dan 76 - 86 % (malam). Jenis tumbuhan yang terdapat di lokasi ini, antara lain pempaning (Quercus bennettii), lowari (Schima wallichii), purun, jamai (Rhodamnia cinerea), bruta (Dicranopteris curranii),

banitan, aru (Casuarina sumatrana), ulin (Eusideroxylon zwageri), beberapa jenis tumbuhan epifit, serta liana. Jenis herpetofauna yang dijumpai di habitat hutan campuran di Camp Leakey, antara lain Varanus salvator, Takydromus sexlineatus, Eutropis multifasciata, Apterygodon vittatus, Rhacophorus appendiculatus, serta Rana baramica.

Dokumen terkait