• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Aspek Biologi

4.2 Ekologi Terumbu Karang .1 Oseanografi .1 Oseanografi

4.2.3 Kondisi Ikan Target

Dari hasil penelitian, ditemukan 86 spesies yang masuk dalam 13 famili ikan target. Jumlah spesies yang ditemukan bervariasi pada setiap tahun dan stasiun pengamatan. Gambar 14 menunjukkan bahwa perubahan jumlah spesies tidak membentuk suatu pola dari tahun ke tahun, dimana hal tersebut terlihat dari nilai indeks determinasi (R2) yang sangat kecil.

Gambar 14 Perubahan jumlah spesies ikan target tahun 2002-2011

Seperti yang diungkapkan Nybakken (1988), perubahan jumlah spesies ikan target pada suatu lokasi sulit untuk dilihat jika lokasi tersebut masih mempunyai banyak tempat beradaptasi khusus yang didapat dari persaingan pada suatu keadaan karang. Jadi dapat dikatakan bahwa, ikan-ikan ini mempunyai

relung ekologi yang lebih sempit dan berarti daerah itu dapat menampung lebih banyak spesies. Emor (1993) dalam penelitiannya di pulau Bunaken menyatakan bahwa banyaknya spesies ikan karang disebabkan terdapatnya variasi habitat yang ada di terumbu karang, dimana semua tipe habitat yang ada diisi oleh spesies ikan karang yang berbeda.

Gambar 15 Perubahan jumlah Individu ikan target tahun 2002-2011

Jumlah individu ikan target yang ditemukan pada masing-masing kedalaman dan stasiun berkisar dari 351 individu/250m2 (kedalaman 10m Stasiun 6 tahun 2008) hingga 2027 individu/250m2 (kedalaman 10m Stasiun 3 tahun 2002). Berbeda dengan jumlah spesies, pada jumlah individu membentuk suatu pola penurunan jumlah individu dari tahun 2002 hingga 2011 dengan koefisien determinasi lebih dari 0,5. Penurunan jumlah individu ikan target di Pulau Hogow

dan Pulau Putus-Putus ini (Gambar 15) mengikuti apa yang terjadi pada luasan tutupan karang hidup.

Seperti yang dikemukakan oleh Hutomo et al. (1988) dalam penelitiannya di pulau Bali dan Batam bahwa kondisi karang yang baik, ditandai dengan persentase tutupan karang hidup yang tinggi berhubungan linier dengan kelimpahan ikan. Hal ini ditunjang oleh pendapat Sutton (1983) in Emor (1993) yang mendapatkan hubungan positif antara kelimpahan ikan karang dengan heterogenitas habitat karang.

Seperti halnya pada jumlah individu, biomassa ikan target di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus menunjukkan suatu pola penurunan dari tahun 2002 hingga 2008 dan mulai meningkat pada tahun 2009 (Gambar 16). Setelah dilakukan analisis diperoleh model − dengan koefisien determinasi R2= 0,69 artinya model ini layak untuk digunakan.

Walaupun dari data jumlah individu dan biomassa terlihat adanya penurunan, tidak bisa karena hal tersebut dapat membuktikan secara meyakinkan bahwa penurunan yang terjadi pada komunitas ikan target semata-mata karena tekanan kegiatan eksploitasi ikan target. Data kondisi terumbu karang telah menunjukkan, bahwa efek penurunan tutupan karang hidup telah memainkan peran penting dalam menghasilkan kondisi ikan target seperti yang telah diamati.

Penurunan biomassa ikan target akan mempengaruhi keberadaan ekosistem terumbu karang yaitu dengan adanya perubahan kondisi ikan target akan secara substansial berpengaruh terhadap perubahan tingkatan tropik (tropic level) di ekosistem terumbu karang dan memiliki dampak terhadap ketahanan hidup dan interaksi antara spesies ikan target. Selain itu, dengan memperhatikan hubungan antara ukuran panjang dan fekunditas, diharapkan bahwa biomassa ikan target dewasa yang dilihat dari ukuran panjangnya (dijelaskan lebih rinci pada bab 4.3) cukup untuk mendukung hasil telur lebih besar dan output larva per satuan luas terumbu karang khususnya pada wilayah pemijahan, sehingga produksi larva terus meningkat dan tersebar ke wilayah terumbu karang sekitarnya.

Berdasarkan jumlah individu dari masing-masing jenis ikan target yang diperoleh, dilakukan perhitungan indeks keannekaragaman. Secara keseluruhan, indeks keannekaragaman ikan target yang diperoleh cukup tinggi dengan rata-rata nilai yang diperoleh pada keseluruhan stasiun pengamatan sebesar 2,48 hingga 3,19. Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada Stasiun 1 kedalaman 3 meter dan terendah pada Stasiun 2 kedalaman 10 meter.

Dari Tabel 21 terlihat bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata indeks keanekaragaman antara kedalaman 3 meter dan 10 meter. Pada kedalaman 3 meter nilai indeks keanekaragaman yang diperoleh lebih besar 3, sedangkan pada kedalaman 10 meter lebih kecil 3. Hal ini tentunya berhubungan dengan keberagaman habitat (komponen bentik penyusun terumbu karang) yang ada pada masing-masing kedalaman. Pada lokasi penelitian, ditemukan keberagaman habitat yang lebih banyak pada kedalaman 3 meter. Topografi lokasi ikut mendukung keberagaman habitat yang ada, dimana kedalaman 3 meter umumnya terletak pada daerah reef flat hingga reef slope, sedangkan kedalaman 10 meter umumnya sudah berada pada daerah drop dengan tingkat kemiringan hingga 90o. Kondisi ini menyebabkan komponen bentik karang yang mendiami kedalaman 10 meter didominasi oleh tipe bentuk pertumbuhan tertentu, seperti karang encrusting dan foliose.

Lebih sedikitnya tipe habitat yang ada pada kedalaman 10 meter menyebabkan jenis ikan target yang ada pada kedalaman ini lebih sedikit dibandingkan dengan kedalaman 3 meter. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa tingginya keragaman ikan target pada suatu lokasi berhubungan erat dengan variasi habitat yang ada di terumbu karang, dimana semua tipe habitat yang ada diisi oleh jenis ikan target.

Tabel 21 Indeks keanekaragaman (H‟) ikan target Tahun 1 2 3 4 5 6 3m 10m 3m 10m 3m 10m 3m 10m 3m 10m 3m 10m 2002 3,17 2,94 3,20 2,62 3,35 3,27 3,19 3,21 3,25 3,29 3,41 3,09 2003 2,86 2,86 3,09 2,34 3,17 3,10 3,08 2,97 3,28 3,13 3,16 2,82 2004 3,06 2,74 3,00 2,31 3,19 3,03 3,05 2,99 3,25 3,15 3,17 3,03 2005 3,13 2,81 3,08 2,41 3,18 2,65 3,22 3,01 3,30 3,16 3,38 2,94 2006 3,16 2,78 2,99 2,28 3,04 3,19 3,23 3,04 3,22 3,11 3,20 2,88 2007 3,18 2,43 2,74 2,44 3,10 3,03 3,12 3,02 2,92 2,94 2,87 2,38 2008 3,24 2,90 3,00 2,70 2,95 2,49 2,90 2,62 2,86 2,12 2,75 2,86 2009 3,41 2,61 3,15 2,53 3,11 2,79 3,15 2,82 3,27 2,96 3,03 2,89 2010 3,37 2,90 3,30 2,57 3,27 3,07 3,21 2,83 3,23 3,10 3,10 2,92 2011 3,33 2,95 3,26 2,63 3,29 2,89 3,18 2,45 3,22 2,87 3,08 2,86 Rata-rata 3,19 2,79 3,08 2,48 3,17 2,95 3,13 2,90 3,18 2,98 3,11 2,87

Keberadaan ikan target di lokasi peneltian, juga dilihat dari sisi potensi sumberdaya perikanannya. Potensi ini menggambarkan perikanan terumbu yang ada di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus dengan mengestimasi kelimpahan stok, hasil tangkapan potensial dan MSY (maximum sustainable yield) optimal.

Gambar 17 Stok, potensial tangkapan dan MSYopt ikan target tahun 2002-2011

Adanya degradasi yang terjadi pada tutupan karang hidup, berimplikasi terhadap keberadaan stok ikan target, seperti pada Gambar 17 terlihat penurunan stok, potensial tangkapan dan MSYopt dari tahun 2002 hingga 2011, dimana khusus untuk stok pada tahun 2002 sebesar 24.579.800 ekor menjadi 11.065.600

ekor pada tahun 2011. Penurunan yang sangat besar ini tentu sangat mengkhawatirkan dari sudut ekologi karena hal ini mengindikasikan terjadinya degradasi kualitas terumbu karang di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus. Dampak langsung dari hal tersebut dirasakan oleh nelayan khususnya nelayan yang beraktifitas di terumbu karang.

4.3 Penentuan Wilayah Pemijahan, Pembesaran dan Mencari Makan