Bentuk Badan Usaha
PT. Musi Hutan Persada (PT. MHP) adalah perusahaan patungan antara PT. Enim Musi Lestari (Barito Pasific Grup) dan PT. Inhutani (BUMN) dengan pembagian saham 60% dan 40 % yang dibentuk di Jakarta dengan akte notaris no. 74 tanggal 30 Maret 1991 di hadapan notaris Susan Zakaria SH. dan dikukuhkan oleh Menteri Kehakiman dengan surat No. C2. 1767. HI. 01. 01 - Th. 91 tanggal 24 Mei 1991. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.1604/Menhut-IV/95 tanggal 2 November 1995 dan SK Menteri Keuangan No. S-06/MK.016/1996 tanggal 3 Januari 1996 maka pada RUPS PT. MHP tanggal 27 Agustus 1996 dilakukan penggantian mitra PT Enim Musi Lestari dari PT. Inhutani II menjadi PT. Inhutani V.
Letak dan Luas Areal
Berdasarkan Rekomendasi Gubernur Sumatera Selatan No. 522/0023/95 tanggal 16 Januari 1995 dan SK Menteri Kehutanan No. 038/Kpts-II/1996 tanggal 29 Januari 1996, wilayah kerja PT. MHP meliputi kawasan seluas 296.400 Ha (HPHTI tetap) yang terbagi dalam tiga kelompok hutan (KH), yaitu KH. Subanjeriji, KH. Benakat dan KH. Martapura yang secara geografis terletak pada 103° 50'-104° 15' BT dan 3° 30'-4° 00' LS (KH Subanjeriji), 103°
10'-104° 00' BT dan 30° 00'-3° 40' LS (KH Benakat) serta 104° 15'-104° 30' BT
dan 4° 05' -4° 20'LS (KH Martapura)
Secara administrasi, areal PT. MHP ada dalam wilayah Kabupaten Lahat (Kec. Kota Agung dan Kec. Kikim), Kabupaten Musi Rawas (Kec. Rupit), Kabupaten Muara Enim (Kec. Talang Ubi, Kec. Tanjung Agung, Kec. Rambang Dangku, Kec. Rambang Lumbai, Kec. Muara Enim dan Kec. Gunung Megang) serta Kabupaten Ogan Komering Ulu. Sedangkan administrasi kehutanan membagi areal PT. MHP dalam beberapa Cabang Dinas Kehutanan (CDK), yaitu: CDK Lahat, CDK Musi Rawas, CDK Muara Enim dan CDK Ogan Komering Ulu, Dinas Kehutanan Sumatera Selatan. Untuk kegiatan operasional, areal PT.
MHP terbagi kedalam 14 Unit, 50 Blok dan 160 Sub Blok pengelolaan yang dijelaskan sebagai berikut :
1. Kelompok Hutan Subanjeriji, terdiri dari 4 Unit, 16 Blok dan 50 Sub Blok
2. Kelompok Hutan Benakat, terdiri dari 9 Unit, 32 Blok dan 105 Sub Blok
3. Kelompok Hutan Martapura terdiri dari 1 Unit, 2 Blok dan 5 Sub Blok
Iklim dan Hidrologi
Menurut klasifikasi Koppen, areal PT. MHP masuk dalam tipe Alfa, sedangkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson memasukkan sebagian besar areal PT. MHP dalam tipe A dengan nilai 0-14,3%. Curah hujan rataan tahunan sebesar 2082 mm dan rataan bulanan sebesar 173,5 mm dengan hari hujan rataan tahunan sebanyak 142 hari dan rataan bulanan sebanyak 11,8 hari. Curah hujan tertinggi pada Maret sampai Desember sedangkan terendah pada Bulan Juni. Suhu udara rataan sebesar 23° -32,4° C dan kelembabam nisbi udara rataan lima tahun
terakhir sebesar 29,73%-79,9%. Kecepatan angin rataan bulanan sebesar 30,2 km/jam. Areal HTI PT. MHP termasuk dalam Sub DAS Keruh, Semangus dan Lematang (KH Benakat), Sub DAS Lematang dan Ogan (KH Subanjeriji), serta Sub DAS Ogan Komering (KH Martapura) yang semuanya termasuk dalam DAS Musi.
Topografi dan Tanah
Penyebaran jenis tanah secara umum terdiri dari aluvial, latosol, podsolik dan asosiasi latosol. Tekstur tanah liat dengan tingkat kesuburan rendah. Lapisan atas (organik) sangat tipis dan permeabilitasnya kurang baik dengan kedalaman tanah antara 60-90 cm. Sebagian besar topografi landai (232.841 Ha atau 78,55%), datar (53.254 Ha atau 17,97 %) serta sebagian kecil agak curam (10.295 Ha atau 3,84 %), dengan ketinggian 10-400 mdpl. Keadaan tanah di KH Subanjeriji dan KH Martapura didominasi asosiasi podsolik coklat kekuningan dan podsolik coklat, asosiasi podsolik merah dan coklat kekuningan, asosiasi latosol coklat kemerahan dan merah kekuningan serta podsolik merah kekuningan sedangkan KH Benakat didominasi asosiasi podsolik merah kekuningan dan coklat serta podsolik kekuningan dan coklat kekuningan
Keadaan Vegetasi
Sesuai SK Mentri Kehutanan No.691/Menhut-IV/92, PT. MHP telah mencadangkan kelompok hutan alam sebagai Kawasan Konservasi dalam setiap kelompok hutan yang dicadangkan untuk pembangunan HTI. Berdasarkan revisi studi kelayakan 1995 dan SK Menhut No. 038/kpts-II/96, vegetasi areal PT. MHP seluas ± 296.400 Ha terdiri dari Hutan Tanaman ± 193.500 Ha (65%), Hutan
Alam ± 86.450 Ha (29%) serta alang-alang dan belukar seluas ± 16.450 Ha
(6%).
Tabel 2. Kondisi Vegetasi Penutupan Lahan di Areal PT. MHP No. Penutupan Lahan Vegetasi Benakat KH. Subanjeriji KH. Martapura KH. Jumlah
1. Hutan Tanaman 127.327 Ha 60.092 Ha 6.081 Ha 192.500 Ha 2. Hutan Alam 75.502 Ha 8.900 Ha 2.048 Ha 86.450 Ha 3. Lain-lain 2.450 Ha 12.754 Ha 1.246 Ha 16.450 Ha Total 205.279 Ha 81.746 Ha 9.375 Ha 296.400 Ha
Sosial Ekonomi Masyarakat
Berdasarkan studi kelayakan PT. MHP tahun 1992, jumlah penduduk di empat kabupaten sekitar HTI adalah 2.700.939 jiwa dengan luas total keempat kabupaten adalah 51.763,23 km2 dan penduduk terpadat di Kabupaten Lahat. Mata pencaharian bertani, berkebun, beternak dan perikanan. Produksi dari sektor pertanian dan perkebunan antara lain padi, jagung, ubi, buah-buahan, kelapa, karet, cengkeh, kopi dan sebagainya. Agama yang dianut sebagian besar penduduk adalah Islam, sedang lainnya menganut agama Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Sarana pendidikan yang tersedia adalah gedung sekolah mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Umum (SMU). Sarana kesehatan yang tersedia berupa Puskesmas, Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Swasta dan balai pengobatan lainnya.
Struktur Organisasi
Organisasi perusahaan terdiri dari Dewan Direksi dan pelaksana operasional. Untuk menangani masalah pemanenan kayu, pada Oktober 1998 dibentuk suatu Supporting Unit logging yang bertanggung jawab kepada Dewan
Direksi. Pemusatan Kegiatan Pemanenan dilakukan di Supporting Unit Logging yang dikepalai seorang Manajer Supporting Unit. Sedang pelaksanaan kegiatan pemanenan dilakukan oleh kepala seksi yang bertanggungjawab langsung kepada Manajer Produksi. Supporting Unit logging di PT. MHP terdiri dari tiga unit yaitu SU I Subanjeriji, SU II Pendopo dan SU III lematang.
Tata Usaha Kayu
Pemanenan kayu dilakukan kontraktor sebagai rekanan perusahaan. Sebelum menjadi rekanan, calon harus membuat surat pengajuan melalui manajer produksi dan mencantumkan data kendaraan dan gergaji mesin (chainsaw) yang akan digunakan. Setelah ditimbang layak menjadi rekanan dan diterima maka berhak untuk mengajukan permohonan pekerjaan berupa SPK kepada perusahaan melalui manajer produksi. Saat pemrosesan SPK kontraktor mengambil formulir dari kasie produksi untuk survey lokasi dan volume pekerjaan yang menentukan lama pekerjaan. Setelah SPK diterbitkan, pekerjaan dimulai dengan waktu pengerjaan yang sah siang hari (07.00 s/d 17.00 wib) karena bila dimalam hari dianggap pencurian atau illegal.
Pekerjaan pemanenan dilakukan mulai dari penebangan, pembagian batang, penyaradan (pengeluaran kayu ke pinggir jalan), serta pengangkutan ke
Kadiv. logistik Kadiv. Umum Kadiv. Keuangan Kadiv. R & D Kadiv. Pengawasan Kadiv. Tanaman
Kadiv. Produksi Kayu Kadiv. PPHH Dewan Direksi
Ka. Support II Ka. Unit VI Ka. Unit VII Ka. Unit VIII Ka. Unit IX
Ka. Support III Ka. Unit X Ka. Unit XI Ka. Unit XII Ka. Unit XIII Ka. Unit XIV Ka. Unit XV Ka. Support I Ka. Unit I Ka. Unit II Ka. Unit III Ka. Umit IV Ka. Unit V
TPK dengan menggunakan truk yang telah terdaftar dalam surat permohonan rekanan. Penumpukan dilakukan di tempat yang telah ditetapkan dan diberi papan berisi data lokasi dan blok asal kayu, nama kontraktor serta nomor kendaraan truk pengangkut.
Pengukuran dilakukan regu perencanaan setelah ada permintaan ukur dari pihak kontraktor kepada kasie produksi apabila seluruh kayu dalam lokasi tebang telah selesai ditebang, ditumpuk dan dinyatakan baik pada pemeriksaan kasie produksi. Pengukuran harus dihadiri kontraktor atau kontraktor harus menerima hasil pengukuran apabila tidak hadir. BAP ukur diterbitkan bagian perencanaan apabila sudah ada permintaan dari TUK paling cepat tujuh hari setelah pengukuran terakhir.
Spesifikasi Pekerjaan Pemanenan Acacia mangium di PT. MHP Sebelum penebangan, ada beberapa ketentuan yang harus dilakukan guna mendapatkan hasil sesuai dengan spesifikasi Bahan Baku Serpih (BBS), yaitu : 1. Seluruh calon operator yang didaftarkan ke PT. MHP harus mengikuti program
pelatihan operator gergaji rantai (chainsaw) serta sanggup melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum yang telah diatur dan ditetapkan oleh PT. MHP. 2. Mengambil peta dan data laokasi serta hasil-hasil pengukuran di bagian
produksi (manajer produksi) bukan di bagian perencanaan. Persyaratan Pekerjaan Penebangan
Persyaratan pekerjaan penebangan yang harus dipenuhi adalah :
1. Pelaksana tebang menyatakan sanggup untuk tidak melaksanakan praktek jual
beli SPK (Surat Perintah Kerja) dan BAP (Berita Acara Pemeriksaan).
2. Pelaksana tebang sanggup menerima semua aturan yang ditetapkan PT. MHP
untuk bekerja dengan peralatan berupa tiga unit gergaji rantai, 15 tenaga kerja, satu unit kendaraan mobilisasi dan peralatan pengamanan perorangan lengkap, yang semuanya benar dan siap dioperasikan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan.
3. Pelaksana tebang menyatakan sanggup melaksanakan pekerjaan dengan tenaga
4. Pelaksana tebang menerima dan sanggup melaksanakan pekerjaan yang
telah ditentukan guna memenuhi target persyaratan BBS dengan ketentuan pengoperasian alat perhari sebanyak tiga unit gergaji rantai. Kelebihan penggunaan alat dan penyelewengan spesifikasi BBS akan dikenakan denda pasca panen.
a. Kelebihan penggunaan gergaji rantaidari yang telah disepakati dan
disanggupi oleh pelaksana tebang dikenakan sangsi 20 % dari total biaya produksi dan pemutusan hubungan kontrak kerja.
b. Penebang dikenakan denda pasca panen dan penyelewengan spesifikasi : Tinggi tunggul >10 cm dikenakan denda Rp 50.000,- per tunggul dan
wajib melaksanakan servis ulang
Kayu kecil berdiameter < 8 cm dikenakan denda sebesar Rp 7500,- per
potong
Kayu terbakar (Rp 100.000,- perpotong)
Pembagian batang yang tidak bagus atau tidak layak (Rp 7500,- per
potong)
Kayu mati/lapuk/busuk hati (Rp 7500,- perpotong)
Denda dua kali lipat dari total volume tebang bila kayu lain ikut
tertebang/terpotong termasuk di TPn dengan nilai denda perpotong Rp 100.000,-.
Tumpukan (stacking) yang tidak bagus diservis ulang dengan ukuran
minimal panjang 8 m, tinggi 1,5 m dan lebar 2,5 m di pinggir jalan utama, jalan cabang atau jalan yang direncanakan dan diberi penyangga. Pelaksana tebang wajib melaksanakan perbaikan selama 3 hari setelah surat pemberitahuan yang diberitahukan pihak perusahaan dan apabila tidak melaksanakan perbaikan atau servis pada pekerjaan yang telah ditentukan maka akan dikenakan denda atau sangsi penyelewengan BBS dan spesifikasi pekerjaan
c. Apabila pelaksana tebang melaksanakan atau melakukan praktek jual beli
SPK dan BAP kepada pihak ketiga, maka dikenakan pemutusan hubungan kerja dan segera dilakukan pembayaran untuk pekerjaan yang telah selesai
d. Bagi karyawan perusahaan yang membantu proses jual beli SPK dan
BAP akan dikenakan sangsi sebesar 15 % dari total pembayaran dan sangsi PHK karena menyangkut kredibilitas perusahaan dan indisipliner karyawan.
e. Sistem pemotongan denda pasca panen.
Semua kayu di TPn diukur dan diaudit BBS untuk mengetahui jumlah kayu yang tidak sesuai dengan spesifikasi bahan baku. Setelah selesai, laporan diserahkan ke Tata Usaha Kayu untuk dihitung dan dibuatkan rekomendasi pembuatan BAP dibagian administrasi setelah ada rekomendasi selesai sarad dari kasie sistim kabel. Kayu yang tidak sesuai dengan BBS dihitung dan dikalikan dengan jumlah nilai nominal setiap penyelewengan bahan baku dan dilaksanakan pengurangan jumlah volume (m3)
5. Pelaksana tebang wajib memenuhi target persyaratan BBS yang ditetapkan
perusahaan dan sanggup menjaga keamanan kayu dan semua peralatan perusahaan yang beroperasi di lapangan selama kayu belum diterima dan dilaksanakan pembayaran oleh PT. MHP.
6. Pelaksana tebang sanggup menanggung semua resiko yang diakibatkan oleh
pekerjaan baik kecelakaan, kebakaran dan kehilangan serta mengasuransikan seluruh tenaga kerjanya.
7. Pelaksana tebang sanggup dan mampu serta berkewajiban menjaga kayu hasil
tebangan beserta dengan alat-alat yang sedang dioperasikan di wilayah penebang sebelum diangkut ke PT. TELPP dari bahaya kebakaran, amuk massa dan lainnya.
Efektivitas Volume dan Jangka Waktu Pekerjaan
Efektivitas volume dan jangka waktu pekerjaan diperinci menjadi : 1. Untuk memenuhi target tebang tahun 2003, PT. MHP memberikan pekerjaan
penebangan kayu kepada kontraktor/pelaksana tebang dengan volume kerja sebesar 36.100 m3 (disebut volume target kontrak kerja). Sebelum pekerjaan dimulai akan diterbikan SPOK per-setting.
2. SPK tebang lanjutan tidak akan diberikan apabila terdapat kesalahan teknis
3. Harga upah kerja borongan per-m3 untuk pekerjaan penebangan, pemyaradan, pemotongan 2,5 m dan penumpukan dengan alat sendiri sebesar Rp 51.250,-/m3 .
4. Total upah kerja borongan sesuai hasil tebangan seting 71, Unit VIII
menyelesaikan target volume kontrak kerja pada point 1 diberikan waktu mulai bekerja tanggal 1 Maret 2003.
5. Kontraktor penyaradan dan penumpukan wajib melaksanakan pekerjaan sesuai
target dan waktu yang ditetapkan di jadwal penebangan. Apabila salah satu target atau waktu tidak terpenuhi, seluruh hubungan kontrak kerja berakhir dengan sendirinya tanpa perpanjangan volume target dan jangka waktu pekerjaan.
6. Pelaksanaan pekerjaan ini dinyatakan efektif berlaku oleh kedua belah pihak
setelah SPK ditanda tangani. Nilai Pekerjaan dan Pembayaran
Aturan untuk nilai pekerjaan dan pembayaran, dirinci sebagai berikut : 1. PT. MHP akan membayar bila pekerjaan selesai dikerjakan, disarad, dan
diukur sesuai dengan rumusan yang berlaku (panjang x lebar x tinggi x 0,511). 2. Pengukuran dilakukan setiap akhir bulan sekitar tanggal 28 - 31.
3. Nilai pekerjaan adalah harga tetap, tidak dapat ditawar, tidak berubah karena
alasan apapun setelah SPK dinyatakan efektif, kecuali terjadi perubahan. 4. Pembayaran dilaksanakan bila penebang mengajukan tagihan ke perusahaan
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Pekerjaan dalam luasan per-seting selesai dikerjakan kemudian.
b. Kayu hasil tebangan selesai disarad ke TPn dengan ukuran TPn minimal :
panjang 8 m, tinggi 1,5 m dan lebar 2,5 m. Semua kayu ditumpuk ditempat datar di pinggir jalan utama, jalan cabang atau jalan yang direncanakan dan tidak perlu lagi memakai "Timberjack" serta diberi penyangga.
c. Selesai penyaradan dan kayu sudah di TPn, dilakukan pengukuran kayu
disaksikan kedua belah pihak dan hasil pengukuran dituangkan dalam bon penerimaan kapling kayu.
d. Hasil kapling kayu dikompilasikan ke data pengukuran oleh tim ukur dan
e. Semua hasil proses data diterbitkan rekomendasinya untuk dasar
penerbitan BAP Pembayaran oleh seksi administrasi.
f. Penandatanganan BAP dilakukan pelaksana tebang di bagian administrasi.
g. Setelah BAP ditandatangani dan disahkan oleh pejabat berwenang, maka
PT. MHP wajib melaksanakan pembayaran atas pekerjaan tersebut dengan syarat bukti-bukti tagihan sebagai berikut :
Surat permintaan pembayaran bermaterai asli Kwitansi asli bermaterai
BAP asli beserta data hasil ukur kapling kayu Dokumen lain yang dianggap perlu
h. Perusahaan wajib melaksanakan pembayaran selambat-lambatnya 20-25 hari
setelah tanggal pengajuan tagihan bukan tanggal dibuatnya BAP karena BAP bukan merupakan bukti tagihan tetapi sebagai dasar untuk pembayaran tagihan. Pelaksanaan pembayaran dapat tertunda apabila :
BAP bermasalah (kesalahan dokumen/palsu) Keadaan aliran dana (cash flow) perusahaan Tidak lengkap administrasinya
i. Perusahaan berhak menolak dan tidak melakukan pembayaran kepada pihak
lain atau pihak ketiga guna menghindari terjadinya perselisihan.
j. Apabila dalam perhari tercapai 20 m3 x 24 hari (satu bulan) maka alat akan diserahkan ke pelaksana (jika alat milik perusahaan)
k. Harga berlaku pada penebangan baru
Teknis Pekerjaan Penebangan Penyaradan dengan Kabel serta Tumpukan Sebelum pekerjaan dimulai, pelaksana tebang wajib mempersiapkan diri dan mengambil data seting pada bagian produksi untuk melaksanakan pengecekan areal dan penentuan tiang utama, tiang kedua dan letak penggulung kabel (mobil). Kegiatan penebangan meliputi :
1. Penebangan (cutting/felling)
a. Penebangan kayu dilaksanakan secara tebang habis (semua tegakan pohon
ditebang) dalam luas areal yang telah ditentukan (manajemen seting). b. Penebangan dilaksanakan pada lokasi kerja PT. Musi Hutan Persada.
d. Penebangan dilakukan satu-satu perjalur kabel, langsung diproses
sebelum melaksanakan penebangan pada pohon selanjutnya. 2. Pembuangan ranting/cabang (delimbing)
a. Setelah penebangan perpohon ranting dan cabang langsung dibersihkan
dengan menggunakan gergaji rantai rata dengan permukaan batang utama. b. Ranting dan cabang dicincang dengan panjang potongan maksimal 0,5 cm.
c. Ranting serta cabang diletakkan diantara tumpukan kayu (jalur sarad).
d. Potongan cabang rebah dengan tanah.
3. Pemotongan batang (trimming/bucking)
a. Sebelum pemotongan kayu dimulai, kayu bekas terbakar harus dikupas lalu
bagian yang terbakar dipotong dan dicincang.
b. Potongan batang berukuran diameter minimal 8 cm dengan panjang 2,5 m.
c. Potongan batang pokok dipisahkan dari potongan tajuk.
d. Setelah potongan batang pokok dipisah dari tajuk, dilaksanakan penyaradan
dengan kabel lalu dipotong 2,5 m dan ditumpuk di tempat datar (pembagian batang dapat pula sebelum disarad tergantung alat yang digunakan)
Teknis Pekerjaan Penyaradan dengan Kabel serta Penumpukan Kayu Acacia mangium
Pekerjaan penyaradan dengan menggunakan kabel diperinci sebagai berikut : 1. Sebelum penebangan dan penyaradan dengan kabel dilakukan, lokasi titik akhir
harus dibersihkan dari semua kotoran pohon dan serasah.
2. Lokasi penumpukan harus di pinggir jalan utama atau jalan cabang dengan
jarak sekitar 5 m dari pinggir jalan.
3. Sebelum penyaradan dimulai, pemborong mensurvey tempat dimana tiang
utama sebagai titik akhir harus diletakkan. 4. Persyaratan Tiang utama :
a. Pohon untuk tiang harus besar, kuat, tidak lapuk dan kalau ada bercabang
dua dengan tinggi 3-5 m tergantung jenis alat (mobil) yang dipergunakan. b. Pohon yang dipilih berjarak minimal 20-25 m dari bibir jurang agar dapat
berfungsi sebagai titik akhir harus berada di areal datar untuk mempermudah proses pemotongan 2,5 m dan penumpukan di TPn juga berfungsi menjadi stapel meter oleh kontraktor.
c. Panjang TPn minimal 8-20 m, tinggi 1,5 m dan lebar 2,5 m (sesuai
panjang sortimen) dua lapis terletak di pinggir jalan utama, jalan cabang atau jalan yang direncanakan sehingga tidak lagi memakai "Timberjack" dan diberi penyangga.
d. Diusahakan posisi tiang utama di atas bukit yang memungkinkan kabel bisa
berputar dalam radiusnya, dan berpindah sejauh radiusnya.
e. Kayu diangkut dan disusun dalam tumpukan stapel meter, diberi penyangga
agar tidak roboh sesuai dengan ukuran dan jenis bbs dari PT. MHP. 5. Persyaratan tiang kedua
a. Bagian bawah pohon tiang kedua harus besar, kuat dan tidak lapuk.
b. Semua areal tebangan harus dapat terwakilkan oleh tiang tersebut.
c. Susunan tebangan harus rapih dengan ketentuan pangkal pohon di depan
arah rebahnya searah dengan arah tarikan kabel sehingga penarikan dilakukan pada pangkal pohon agar tidak mudah patah.
d. Untuk areal yang tidak terjangkau radius kabel, seluruh sistim harus
berpindah dan proses diulang dari awal sejak penentuan lokasi titik akhir. 6. Penumpukan (stacking)
Penumpukan
Aturan dalam menumpuk ditetapkan sebagai berikut :
1. Potongan batang pokok ditumpuk manual dengan ujung rata pada satu sisi
2. Potongan ditumpuk dan bersih dari segala sampah dan kotoran
3. Kayu hasil tebangan ditumpuk di tepi jalan utama, jalan cabang atau jalan
yang direncanakan guna mengangkut kayu ke pabrik. Untuk kayu yang sulit diangkut ditumpuk secara manual dan ditumpuk sesuai dengan spesifikasinya dengan ukuran panjang 8 m, tinggi 1,5 m dan lebar 2,5 m.
4. Semua tumpukan kayu harus sesuai dengan jenis kayu Acacia mangium dan
ukuran yang telah ditentukan dalam spesifikasi penebangan dan penumpukan. 5. Sortimen yang telah disusun setelah penyaradan, dilaksanaan pemeriksaan
lapangan bersama tim pasca tebang guna mengetahui mutu kayu (BBS). 6. Tim pasca tebang dan kontraktor melaksanakan pemeriksaan kayu hasil
7. Dalam pemeriksaan, kayu pecah, rusak dan tidak sesuai dengan standar
bbs diambil dari tumpukan dan tidak dilakukan penghitungan volume produksi
8. Tim pasca tebang dan kontraktor/pelaksana tebang menandatangani BAP
pasca tebang dan dilaporkan kemanajer produksi untuk langkah selanjutnya. 9. Setelah mendapat hasil pemeriksaan tim pasca tebang, manajer produksi
merekomendasikan layak tidaknya seting tersebut dilaksanakan penyaradan 10. Apabila belum layak untuk penyaradan, kontraktor wajib melakukan
perbaikan sebelum penyaradan dilaksanakan, begitu pula sebaliknya apabila sudah layak maka dapat dilaksanakan proses penumpukan kayu ke TPn 11. Penyaradan dapat dilaksanakan dengan alat kontraktor apabila pekerjaan
diselesaikan dalam satu bulan untuk satu kali BAP setelah mendapat rekomendasi dari manajer produksi dan berita acara serah terima dari tim pasca sarad
12. Semua kayu yang telah selesai disarad dan berada di TPn diperiksa kembali
secara bersama-sama dengan tim pasca sarad untuk pelaksanaan serah terima pengukuran kayu dan audit kayu (dari bagian produksi ke bagian perencanaan)
Inspeksi Kayu
Setelah penyaradan selesai maka diadakan inspeksi kayu, terdiri dari : 1. Kayu yang terpotong dan tersusun di lapangan saat penebangan, penyaradan
dan penumpukan, mutu kayu (BBS) diperiksa bersama dengan supervisi lapangan
2. Kayu pecah atau rusak akan disortir dan volume kayu tebangan tidak dihitung
3. Setiap pemeriksaan kayu pelaksana tebang harus ikut menyaksikan
4. Pengukuran dilaksanakan oleh tim ukur dan audit dengan terlebih dahulu
mengajak atau memberitahukan kepada kontraktor/pelaksana tebang
5. Selama pengukuran dilaksanakan, kontraktor/pelaksana tebang wajib hadir dan
menandatangani semua hasil pengukuran yang didapat
6. Bila kontraktor tidak hadir saat jadwal pengukuran kayu yang disepakati,
pengukuran tetap dilaksanakan secara sepihak dan hasilnya tidak dapat diganggu gugat karena sudah menjadi suatu nilai pekerjaan
7. Semua data hasil pengukuran dari perencanaan diserahkan ke bagian
produksi (manajer produksi) dan pelaksana tebang dapat menerima hasil-hasil penggukuran dari bagian produksi bukan dari bagian perencanaan
8. Semua hasil ukur yang telah ditandatangani kedua belah pihak atau tanpa
pelaksana tebang diproses diperencanaan, kemudian diserahkan kebagian produksi (TUK), setelah mendapat rekomendasi selesai sarad dari kasie selanjutnya dapat dibuatkan BAP pembayaran
Administrasi dan Tata Usaha Kayu
Kegiatan administrasi dan tata usaha kayu, terdiri dari :
1. Sebelum penebangan, semua administrasi perintah kerja dan lokasi kerja harus
diselesaikan terlebih dahulu
2. Penghitungan volume hasil tebangan dilakukan bersama kontraktor. Hasilnya
dicatat dalam bon penerimaan kayu yang diisi dan ditandatangani kedua belah pihak (tim audit PT. MHP dan kontraktor)
3. Selesai dilaksanakan pemeriksaan mutu kayu, volume m3, TPn dan lain-lain, hasilnya akan dibuatkan bon penerimaan kapling kayu hasil tebangan
4. Bon penerimaan kapling kayu diserahkan ke TUK untuk diproses menjadi hasil
ukur kayu. Hasil ukur kayu dibawa ke bagian administrasi untuk diterbitkan BAP sebagai bahan atau dasar pembayaran