• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Sejarah Kawasan

Taman Nasional Tanjung Puting termasuk salah satu kawasan konservasi yang ditetapkan sebagai Cagar Biosfer sejak tahun 1977. Penetapan kawasan ini bertujuan untuk perlindungan terhadap dua jenis satwa langka dan dilindungi, yaitu orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dan bekantan (Nasalis larvatus).

TN Tanjung Puting awalnya merupakan kawasan konservasi seluas 305.000 Ha, terdiri dari CA Kotawaringin (100.000 Ha) dan SM Sampit (205.000 Ha). Sesuai dengan penetapan batas kawasan yang dilakukan mulai tahun 1969/1970 hingga 1973/1974, kawasan Tanjung Puting mengalami perubahan luasan menjadi 270.040 Ha. Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 698/Kpts/UM/11/1978 pada tanggal 13 November 1978, Tanjung Puting diperluas menjadi 300.040 Ha.

Kawasan Tanjung Puting ditetapkan sebagai Unit Pelaksana Teknis Dirjen PHPA dengan SK Menteri Kehutanan No. 687/Kpts/111984 tanggal 12 Mei 1984, kemudian ditetapkan sebagai Taman Nasional pada tahun yang sama dengan luas 305.040 Ha berdasarkan SK Dirjen PHPA No. 46/Kpts/VI-Sel/1984. Kawasan TN Tanjung Puting mendapat tambahan areal dari eks HPH PT. Hezubasah seluas 90.000 Ha dan kawasan perairan disekitarnya seluas 25.000 Ha berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 687/Kpts-11/1996 tanggal 25 Oktober 1996, sehingga luas total kawasan TN Tanjung Puting menjadi 415.040 Ha (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2004).

4.2 Letak Kawasan

Secara administratif, TN Tanjung Puting termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Seruyan Propinsi Kalimantan Tengah. Secara geografis, kawasan ini terletak diantara 2°35’-3°35’ LS dan 111°50’-112°15’ BT. Sebagian besar wilayahnya merupakan semenanjung alluvial yang berawa-rawa dan dibatasi Sungai Sekonyer di bagian utara, Laut Jawa dibagian Barat dan Selatan, serta batas buatan yang berjarak 10-15 Km dari Sungai Seruyan dibagian Timur (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2004).

4.3 Fisik Kawasan 4.3.1 Topografi

Secara umum, topografi TN Tanjung Puting adalah datar sampai bergelombang dengan ketinggian kurang dari 50 meter diatas permukaan laut. Di bagian Utara, terdapat beberapa punggung pegunungan yang rendah dan bergelombang serta umumnya mengarah ke Selatan, akan tetapi di sebelah Selatan dari Sungai Sekonyer tidak terdapat pegunungan atau bukit. Anak-anak sungai telah terbentuk karena terjadinya luapan air sungai pada waktu musim hujan.

Natai atau tanah tinggi banyak dijumpai di bagian tengah kawasan taman nasional. Natai ini terisolasi oleh rawa atau danau yang besar dimana jarang dijumpai pepohonan. Keadaan ini akan lebih tampak terutama pada musim hujan, yaitu antara bulan Oktober sampai dengan Februari. Daerah pantai sebagian berpasir (antara sungai Arut Tebal sampai Teluk Ranggau di bagian Barat dan Pantai Selatan) dan sebagian berlumpur (mulai dari muara Sungai Sekonyer ke selatan sampai Sungai Arut Tebal) (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2004).

4.3.2 Iklim

Kawasan TN Tanjung Puting mempunyai curah hujan rata-rata mencapai 2.400 mm/tahun. Suhu maksimum bervariasi dari 31-33° C dan suhu minimum bervariasi dari 18-21° C. Menurut Schmidt & Fergusson, tipe iklim seperti ini termasuk dalam iklim selalu basah tipe A (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2004).

4.3.3 Hidrologi

Terdapat 7 Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Sub DAS di dalam kawasan TN Tanjung Puting, yaitu DAS Sekonyer, Buluh Kecil, Buluh Besar, Cabang, Perlu, Segintung dan DAS Pembuang. DAS dan Sub Das tersebut mempunyai air yang berwarna hitam, serta mengalir dari bagian utara dan tengah kawasan taman nasional. Aliran sungai-sungai ini pelan dan di beberapa tempat terpengaruh oleh adanya pasang surut.

Banjir sering terjadi dan beberapa danau sering terbentuk di daerah hulu pada musim hujan, mulai bulan Oktober sampai dengan April. Air tanah menjadi bagian penting dari semua habitat di TN Tanjung Puting dan lebih dari 60% kawasan tergenang air paling tidak selama 4 bulan setiap tahunnya.

Selama musim kemarau yang panjang, air payau dapat masuk ke daerah hulu sejauh ± 10 km, sepanjang Sungai Sekonyer. Fluktuasi harian dari permukaan air Sungai Sekonyer yang terkait dengan adanya pasang surut dapat diukur sampai ± 15 km dari muara. Fluktuasi musiman permukaan air di daerah rawa-rawa memiliki variasi rata-rata antara 1,5 sampai 2 meter dan di beberapa tempat bisa mencapai 3 meter (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2004).

4.3.4 Geologi dan Tanah

TN Tanjung Puting relatif berumur geologi muda dan daerah berawa-rawa datar yang meluas ke pedalaman sekitar 5-20 km dari pantai mungkin hanya berumur beberapa ratus sampai beberapa ribu tahun saja. Sebagian besar sedimen tanah/lumpur adalah alluvial muda. Bagian utara kawasan yang mencuat beberapa meter diatas permukaan laut mungkin merupakan bagian dari deposisi "sandstone" tertiary.

Pada umumnya, tanah di kawasan TN Tanjung Puting adalah miskin hara (kurang subur), tercuci berat serta kurang berkembang. Semua tanah bersifat sangat asam dengan kisaran pH antara 3,8-5,0. Tanah-tanah di sekitar anak-anak sungai dicirikan oleh suatu lapisan top soil yang berwarna abu-abu kecoklatan serta suatu lapisan sub soil yang lengket yang juga berwarna abu-abu kecoklatan.

Tanah di rawa-rawa daerah pedalaman (daerah hulu), memiliki kandungan unsur organik yang lebih tinggi dan formasi gambut tersebar luas di banyak tempat dengan ketebalan sampai 2 meter. Jalur-jalur tanah tinggi yang mendukung tumbuhnya hutan tanah kering (dry land forest) atau hutan kerangas, memiliki kandungan pasir yang lebih tinggi bahkan kadang-kadang pasir kuarsa putih, namun telah tercuci habis-habisan sebagai akibat perubahan besi ke senyawa- senyawa besi serta terus terlarutnya unsur-unsur ini. Semua tanah di Taman Nasional Tanjung Puting, seperti halnya sebagian besar tanah di Kalimantan

adalah sangat tidak subur dan secara umum hanya mampu mendukung usaha pertanian secara temporer (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2004).

4.4 Biotik 4.4.1 Flora

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (2004), TN Tanjung Puting memiliki beberapa tipe ekosistem, yaitu: hutan dataran rendah, hutan tanah kering (hutan kerangas), hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, hutan pantai, hutan mangrove, dan hutan sekunder. Jenis-jenis tumbuhan yang dapat ditemui di dalam kawasan adalah Gonystylus bancanus, Shorea sp., Dyera costulata, Aquilaria sp., Dipterocarpus sp., Eusideroxylon zwageri, Dacrydium sp., Lithocarpus sp., Castanopsis sp., Hopea sp., Schima sp., Melaleuca sp., Diospyros sp., Vatica sp., Tetramerista sp., Palaquium sp., Campnosperma sp., Casuarina sp., Alstonia sp., Durio sp., Calophyllum sp., Pandanus sp., Sonneratia sp., Rhizophora sp., Barringtonia sp., Nypa fruticans, Podocarpus sp., Calamus sp., dan Imperata cylindrica.

Pada bagian Utara kawasan terdapat hutan kerangas dan di lantai hutannya terdapat jenis tumbuhan pemakan serangga seperti Nepenthes sp. Hutan rawa gambut yang tumbuhannya memiliki akar lutut, dan akar nafas yang mencuat dari permukaan air, ditemukan di bagian Tengah kawasan dan di tepi beberapa sungai. Di sepanjang tepi sungai di kawasan ini terdapat hutan rawa air tawar dengan jenis tumbuhan yang kompleks, termasuk jenis tumbuhan merambat berkayu yang besar dan kecil, epifit, dan paku-pakuan dalam jumlah besar. Di daerah Utara menuju Selatan kawasan, terdapat belukar yang luas yang merupakan areal bekas tebangan dan kebakaran.

Tumbuhan di daerah hulu Sungai Sekonyer terdiri atas hutan rawa yang didominasi oleh Pandanus sp. dan bentangan (bakung) yang mengapung, seperti Crinum sp. Selain itu, terdapat nipah yang merupakan tumbuhan asli setempat dan tumbuh meluas sampai ke pedalaman sepanjang sungai. Di daerah pesisir pada pantai-pantai berpasir, banyak ditumbuhi tumbuhan dari genus Casuarina, Pandanus, Podocarpus, Scaevola dan Barringtonia.

4.4.2 Fauna

Kawasan TN Tanjung Puting dihuni oleh sekitar 38 jenis mamalia. Jenis- jenis tersebut, diantaranya tupai (Tupaia spp.), tangkasi (Tarsius bancanus), kukang (Nyctycebus coucang), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina), kelasi (Presbytis rubicunda), lutung (Presbytis cristata), bekantan (Nasalis larvatus), owa Kalimantan (Hylobates agilis), orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), trenggiling (Manis javanica), bajing (Ratufa affinis), landak (Hystrix brachyura), beruang madu (Helarctos malayanus), berang-berang (Lutra sp.), kucing batu (Felis bengalensis), macan dahan (Neofelis nebulosa), babi hutan (Sus barbatus), kancil (Tragulus javanicus), kijang (Muntiacus muntjak), dan duyung (Dugong dugon) (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2004).

Daftar awal (preliminary list) mencatat 200 jenis burung hidup di kawasan ini. Beberapa jenis yang telah tercatat misalnya "the bornean Bristlehead" atau "bald headed wood shrike" (Pityariasis gymnocephala), dinyatakan jarang ditemukan di tempat lain di Kalimantan. Jenis burung yang paling penting di TN Tanjung Puting adalah sindanglawe (“storm's stork”, Ciconia stormii), yang termasuk dalam 20 jenis burung bangau paling langka di dunia serta dimasukkan ke dalam kategori terancam punah oleh IUCN (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2004).

Beberapa jenis ikan juga telah teridentifikasi, mulai dari ikan yang biasa dikonsumsi masyarakat seperti lais, toman, seluang, bakut, serta jenis ikan yang penting artinya dalam upaya konservasi, yaitu ikan siluk/arwana (Scleropages formosus). Beberapa jenis reptil yang telah terdata, yaitu buaya sinyong supit (Tomistoma schlegelii), buaya muara (Crocodilus porosus), bidawang (Amyda cartilaginea), ular sanca (Python reticulatus), ular sendok (Naja sumatrana), kura-kura (Manouria emys) dan biawak (Varanus salvator) (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2004). Terdapat sedikitnya 12 jenis amfibi yang ditemukan, antara lain Pseudobufo subasper, Rana baramica, Rana erythraea, Polypedates colletti, Polypedates macrotis, Rhacophorus appendiculatus, dll (Furlong et al., 2005).

Dokumen terkait